Sebelum Berpisah
- Menguntit "Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan. "Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam. "Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina." Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan. "Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya. "Oh, gitu ya." Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu. Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dokter Herlina? Ada hubungan apa di antara mereka? Hmm, kenapa dirinya harus tahu? Itu hak Hendy mendapatkan kebahagiaan yang tidak diperolehnya di rumah. Keduanya terdiam sampai Elvira selesai menggoreng ayam, membuat sambal, dan memotong timun untuk lalapan. Sekaligus menghidangkannya di meja makan. "Maaf, seladanya habis. Aku belum sempat belanja." Elvira berkata tanpa memandang suaminya. "Mas, makan dulu. Aku nanti saja." "Kamu mau ke mana?" "Aku lupa, ada yang harus aku kerjakan." Elvira melangkah meninggalkan ruang makan. "Makanlah dulu!" teriak Hendy. "Nanti saja, aku belum lapar." Elvira masuk kamar. Duduk dan memandang ke arah cermin. Wajahnya tidak bisa berbohong. Lihat sepias itu karena malu. Menyesal sekali kenapa dia mengikuti suaminya. Bukankah dirinya sendiri yang bilang kalau jangan mencampuri urusan masing-masing. Tapi dia penasaran, apa hubungan Hendy dengan dokter kandungan itu. Pernikahan ini, sungguh rumit. Kenapa dulu dia pulang dan akur dengan perjodohan. Sudah kabur ya kabur saja dan menghadapi apapun yang terjadi. Dia kembali juga tidak mendapatkan kebahagiaan. Seperti perkiraannya, Hendy terlalu dingin untuk Elvira yang periang. Sebenarnya mereka sudah tahu satu sama lain sejak lama. Ayah Elvira teman baik papa dan mamanya Hendy. Namun dirinya dan Hendy memang tidak pernah saling tegur sapa. Elvira membuka tas dan mengeluarkan kotak yang berisi gelang batu giok. Hadiah ulang tahunnya yang dikirim oleh Rizal. Bagus dan dia suka. Sore tadi sudah menelepon lelaki itu untuk mengucapkan terima kasih. "Mereka menjodohkanmu, supaya kamu mendapatkan suami terbaik. Aku sadar diri, El. Hanya anak seorang janda yang nggak punya apa-apa. Sekolah, kuliah, cuma mengandalkan beasiswa. Bukan aku nggak ingin memperjuangkanmu, tapi tangisan ibuku membuatku tak berdaya." Air mata Elvira menetes ingat ucapan Rizal. Ia tahu kalau kakak sulungnya pernah mendatangi Rizal dan mengancamnya. Dan Bu Salima takut terjadi apa-apa pada putra tunggalnya. Untuk itu, Rizal diminta mundur meski di antara mereka tidak pernah ada kata putus. Elvira yang menjadi saksi, bagaimana Rizal berjuang untuk meraih gelar arsitekturnya. Dia lelaki yang tidak kenal menyerah. Tidak malu bekerja kasar untuk membantu ibu dan demi membiayai kuliahnya. "Percayalah aku selalu ada untukmu. Jangan segan untuk bercerita atau minta tolong disaat kamu butuh bantuan." Elvira sesenggukan dan menelungkup di meja riasnya. Cinta mereka tidak pernah selesai. Wajar kalau Rizal mendengar apa saran ibunya. Karena hanya sang ibu yang masih ia punya. Wanita itu juga sangat baik padanya. Tiap bertemu, selalu memeluknya dengan sayang. Tatapan matanya teduh dan penuh kasih. Elvira seperti memiliki ibu lagi. Namun sekarang ia sudah kehilangan semua itu. Saat perutnya terasa perih, Elvira menegakkan duduknya. Ternyata lambungnya tidak bisa dibohongi. Ia minum banyak supaya kenyang dan tidak perlu keluar untuk makan. Namun hanya bertahan beberapa saat saja, setelah itu kembali terasa perih. Dia bangkit dan membuka pintu pelan-pelan. Ruangan sepi. Tampaknya Hendy sudah masuk kamar. Okelah, dia mau makan sekarang. Lauk di atas meja masih tersisa separuh. Tapi sambalnya tinggal sedikit, karena suaminya tahu kalau Elvira tidak suka pedas. Hendy memang jagonya makan pedas. Lauk apapun yang penting ada sambalnya. Eh, tapi .... Elvira hampir terbatuk-batuk. Mengecap nasi yang masuk ke mulutnya. Hambar sekali rasa sambalnya, hanya terasa pedas yang menyengat. Astaga, dia lupa tidak menaruh garam tadi. Jadi Hendy menghabiskan sambal meski tidak ada rasa asin sama sekali. Elvira memandang pintu kamar Hendy yang tertutup rapat. Suaminya tidak pernah protes dengan apapun yang ia masak. Elvira merasa tidak enak hati. "Aaaaa ...." Elvira berteriak saat tiba-tiba listrik padam. Mana belum selesai makan. "MAS HEN," teriaknya tanpa bergerak. Dia paling takut dengan gelap. Tidak ada sahutan. Apa Hendy sudah tidur? Padahal dia berteriak cukup kencang. Nelangsa betul. Pikiran sedang kacau, pakai acara listrik mati segala. Terpaksa dia berdiri dan berjalan dengan tangan terangkat untuk meraba persekitaran. Apa yang ia lakukan membuatnya teringat tentang vampir yang selalu mengangkat tangan dan melompat-lompat. Elvira semakin takut. Dia lupa menaruh lampu emergency di mana. Ada genset tapi di belakang. Mana berani dia ke sana. Lagi pula tidak tahu bagaimana menyalakannya. Kembali Elvira berteriak saat dari dalam kamar muncul cahaya kecil dan bayangan seseorang. Hendy keluar sambil menyalakan senter ponsel. "El, duduk sini. Aku ambil lampu emergency." Hendy menarik kain lengannya Elvira untuk menyuruhnya duduk di sofa ruang keluarga. Hendy membuka bufet dan mengambil satu-satunya lampu yang masih berfungsi. Tapi sayangnya sudah redup karena tidak di charge. Jarang mati listrik, jadi mereka melupakan mengurusi hal-hal begini. "Kenapa nggak nyalain genset saja, Mas." "Gensetnya rusak. Lupa mau bawa ke tukang service." Elvira kembali memekik saat satu-satunya lampu emergency padam kehabisan daya. Hendy bangkit untuk mencari lilin. Tinggal sebiji. Ia nyalakan di atas asbak dan ditaruh di depan mereka. Untuk pertama kalinya setelah dua bulan menikah, mereka duduk berdampingan begitu dekat. Elvira menatap lurus pada kegelapan di depan, sedangkan Hendy sibuk dengan ponselnya. "Maaf, tadi sambalnya lupa nggak kukasih garam, Mas." Elvira membuka suara setelah cukup lama terdiam. "Tidak apa-apa. Sudah kumakan," jawab Hendy tanpa mengalihkan perhatian. Hening kembali. Kalau mati listrik, keadaan benar-benar terasa sangat senyap. "Kamu takut gelap sejak kecil?" "Ya. Kalau lampu mati, aku pasti lari mencari ibu. Sekarang aku udah nggak punya ibu." Elvira menunduk. "Setelah ibu nggak ada, kalau mati lampu aku diam ketakutan. Mas Amar yang peduli. Tapi dia jarang di rumah, karena sekolah dan tinggal di asrama." Mendengar itu, Hendy baru menoleh pada Elvira. Sejenak kemudian beralih ke ponselnya yang kembali berpendar. "Aku harus ke rumah sakit, El. Ada pasien yang mesti operasi cesar sekarang." Elvira kembali tegang dan menegakkan duduknya. Dia akan sendirian kalau Hendy pergi. Kapan listrik menyala? Dia takut. Operasi cesar, berarti berhubungan dengan dokter Herlina lagi. Tapi di rumah sakit, dia bukan satu-satunya dokter kandungan, kan? Ponsel Hendy berdering. Saat dilirik ia membaca dengan jelas nama dokter Herlina di layar. Oh, sepertinya dia yang akan menangani operasi itu. Next .... Selamat Membaca đ„°Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn
SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi
SEBELUM BERPISAH - Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kal
SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,
Sebelum Berpisah - Pernikahan yang Diatur "Mas, kenapa berkeliaran nggak pakai baju." Spontan Elvira membalikkan badan menghadap tembok."Kenapa? Salah, ya. Aku hanya nggak pakai baju. Bukan nggak pakai celana.""Iya, tapi ....""Aku di dalam rumahku sendiri, Elvira.""Iya, iya. Aku tahu ini rumahmu. Aku cuman numpang di sini. Nyebelin banget, sih." Perempuan bernama Elvira jengkel."Lagian kamu kan istriku, ngapain juga senewen gitu.""Istri?.""Oke, kamu ingin menjadi istri yang sebenarnya." "Stop!" Elvira memekik saat merasakan kalau suaminya menghampiri. "Aku mau kerja." Tergesa wanita yang memakai bergo warna peach itu masuk ke kamar dan menguncinya.Baru dua bulan saja rasanya seperti ini. Bagaimana untuk seterusnya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum negara. Keluarga, rekan kerja, teman, dan orang-orang di luar sana tahunya mereka seperti pasangan pada umumnya. Padahal hidup sendiri-sendiri. Pernikahan macam apa ini. Apakah setiap orang yang dijodohkan juga menjal
Sebelum Berpisah - Kepergok Siapa perempuan di dalam mobil itu? Kenapa suaminya pulang di antar wanita itu. Ke mana mobilnya? Bukankah tadi malam Hendy pergi ke rumah sakit mengendarai mobilnya sendiri.Meski suasana masih gelap, Elvira bisa melihat dari kaca jendela depan. Saat lampu dalam mobil di nyalakan, terlihat siapa wanita itu. Hmm, dia lagi. Dokter kandungan yang cukup akrab dengan suaminya. Apa mereka pacaran?Elvira buru-buru ke belakang saat Hendy melangkah ke rumah. Seperti biasa dia sibuk menyiapkan sarapan. Memasak itu wajib, karena Hendy tidak suka makan di luar. Dia juga memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada istrinya.Terdengar pintu kamar dibuka kemudian ditutup. Elvira lega dan melanjutkan menggoreng nugget.Sejenak kemudian tiba-tiba Elvira memekik kaget saat Hendy berdiri menjulang tidak jauh darinya. "Ngagetin aja sih, Mas." Napas Elvira sampai ngos-ngosan. Ditambah lagi dengan bau obat-obatan. Dia benci dengan bau obat.Inilah salah satu alasan kenap
SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,
SEBELUM BERPISAH - Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kal
SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi
Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn
Sebelum Berpisah - Menguntit "Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan."Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam. "Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina."Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan."Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya."Oh, gitu ya."Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu.Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dok
Sebelum Berpisah - Kepergok Siapa perempuan di dalam mobil itu? Kenapa suaminya pulang di antar wanita itu. Ke mana mobilnya? Bukankah tadi malam Hendy pergi ke rumah sakit mengendarai mobilnya sendiri.Meski suasana masih gelap, Elvira bisa melihat dari kaca jendela depan. Saat lampu dalam mobil di nyalakan, terlihat siapa wanita itu. Hmm, dia lagi. Dokter kandungan yang cukup akrab dengan suaminya. Apa mereka pacaran?Elvira buru-buru ke belakang saat Hendy melangkah ke rumah. Seperti biasa dia sibuk menyiapkan sarapan. Memasak itu wajib, karena Hendy tidak suka makan di luar. Dia juga memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada istrinya.Terdengar pintu kamar dibuka kemudian ditutup. Elvira lega dan melanjutkan menggoreng nugget.Sejenak kemudian tiba-tiba Elvira memekik kaget saat Hendy berdiri menjulang tidak jauh darinya. "Ngagetin aja sih, Mas." Napas Elvira sampai ngos-ngosan. Ditambah lagi dengan bau obat-obatan. Dia benci dengan bau obat.Inilah salah satu alasan kenap
Sebelum Berpisah - Pernikahan yang Diatur "Mas, kenapa berkeliaran nggak pakai baju." Spontan Elvira membalikkan badan menghadap tembok."Kenapa? Salah, ya. Aku hanya nggak pakai baju. Bukan nggak pakai celana.""Iya, tapi ....""Aku di dalam rumahku sendiri, Elvira.""Iya, iya. Aku tahu ini rumahmu. Aku cuman numpang di sini. Nyebelin banget, sih." Perempuan bernama Elvira jengkel."Lagian kamu kan istriku, ngapain juga senewen gitu.""Istri?.""Oke, kamu ingin menjadi istri yang sebenarnya." "Stop!" Elvira memekik saat merasakan kalau suaminya menghampiri. "Aku mau kerja." Tergesa wanita yang memakai bergo warna peach itu masuk ke kamar dan menguncinya.Baru dua bulan saja rasanya seperti ini. Bagaimana untuk seterusnya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum negara. Keluarga, rekan kerja, teman, dan orang-orang di luar sana tahunya mereka seperti pasangan pada umumnya. Padahal hidup sendiri-sendiri. Pernikahan macam apa ini. Apakah setiap orang yang dijodohkan juga menjal