Share

3. Menguntit

Penulis: Lis Susanawati
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-01 19:04:09

Sebelum Berpisah

- Menguntit

"Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan.

"Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam.

"Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina."

Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan.

"Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya.

"Oh, gitu ya."

Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu.

Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dokter Herlina? Ada hubungan apa di antara mereka?

Hmm, kenapa dirinya harus tahu? Itu hak Hendy mendapatkan kebahagiaan yang tidak diperolehnya di rumah.

Keduanya terdiam sampai Elvira selesai menggoreng ayam, membuat sambal, dan memotong timun untuk lalapan. Sekaligus menghidangkannya di meja makan.

"Maaf, seladanya habis. Aku belum sempat belanja." Elvira berkata tanpa memandang suaminya. "Mas, makan dulu. Aku nanti saja."

"Kamu mau ke mana?"

"Aku lupa, ada yang harus aku kerjakan." Elvira melangkah meninggalkan ruang makan.

"Makanlah dulu!" teriak Hendy.

"Nanti saja, aku belum lapar." Elvira masuk kamar. Duduk dan memandang ke arah cermin. Wajahnya tidak bisa berbohong. Lihat sepias itu karena malu. Menyesal sekali kenapa dia mengikuti suaminya.

Bukankah dirinya sendiri yang bilang kalau jangan mencampuri urusan masing-masing. Tapi dia penasaran, apa hubungan Hendy dengan dokter kandungan itu.

Pernikahan ini, sungguh rumit. Kenapa dulu dia pulang dan akur dengan perjodohan. Sudah kabur ya kabur saja dan menghadapi apapun yang terjadi. Dia kembali juga tidak mendapatkan kebahagiaan. Seperti perkiraannya, Hendy terlalu dingin untuk Elvira yang periang.

Sebenarnya mereka sudah tahu satu sama lain sejak lama. Ayah Elvira teman baik papa dan mamanya Hendy. Namun dirinya dan Hendy memang tidak pernah saling tegur sapa.

Elvira membuka tas dan mengeluarkan kotak yang berisi gelang batu giok. Hadiah ulang tahunnya yang dikirim oleh Rizal. Bagus dan dia suka. Sore tadi sudah menelepon lelaki itu untuk mengucapkan terima kasih.

"Mereka menjodohkanmu, supaya kamu mendapatkan suami terbaik. Aku sadar diri, El. Hanya anak seorang janda yang nggak punya apa-apa. Sekolah, kuliah, cuma mengandalkan beasiswa. Bukan aku nggak ingin memperjuangkanmu, tapi tangisan ibuku membuatku tak berdaya."

Air mata Elvira menetes ingat ucapan Rizal. Ia tahu kalau kakak sulungnya pernah mendatangi Rizal dan mengancamnya. Dan Bu Salima takut terjadi apa-apa pada putra tunggalnya. Untuk itu, Rizal diminta mundur meski di antara mereka tidak pernah ada kata putus.

Elvira yang menjadi saksi, bagaimana Rizal berjuang untuk meraih gelar arsitekturnya. Dia lelaki yang tidak kenal menyerah. Tidak malu bekerja kasar untuk membantu ibu dan demi membiayai kuliahnya.

"Percayalah aku selalu ada untukmu. Jangan segan untuk bercerita atau minta tolong disaat kamu butuh bantuan."

Elvira sesenggukan dan menelungkup di meja riasnya. Cinta mereka tidak pernah selesai. Wajar kalau Rizal mendengar apa saran ibunya. Karena hanya sang ibu yang masih ia punya. Wanita itu juga sangat baik padanya. Tiap bertemu, selalu memeluknya dengan sayang. Tatapan matanya teduh dan penuh kasih. Elvira seperti memiliki ibu lagi. Namun sekarang ia sudah kehilangan semua itu.

Saat perutnya terasa perih, Elvira menegakkan duduknya. Ternyata lambungnya tidak bisa dibohongi. Ia minum banyak supaya kenyang dan tidak perlu keluar untuk makan. Namun hanya bertahan beberapa saat saja, setelah itu kembali terasa perih.

Dia bangkit dan membuka pintu pelan-pelan. Ruangan sepi. Tampaknya Hendy sudah masuk kamar. Okelah, dia mau makan sekarang.

Lauk di atas meja masih tersisa separuh. Tapi sambalnya tinggal sedikit, karena suaminya tahu kalau Elvira tidak suka pedas. Hendy memang jagonya makan pedas. Lauk apapun yang penting ada sambalnya.

Eh, tapi ....

Elvira hampir terbatuk-batuk. Mengecap nasi yang masuk ke mulutnya. Hambar sekali rasa sambalnya, hanya terasa pedas yang menyengat. Astaga, dia lupa tidak menaruh garam tadi. Jadi Hendy menghabiskan sambal meski tidak ada rasa asin sama sekali. Elvira memandang pintu kamar Hendy yang tertutup rapat. Suaminya tidak pernah protes dengan apapun yang ia masak. Elvira merasa tidak enak hati.

"Aaaaa ...." Elvira berteriak saat tiba-tiba listrik padam. Mana belum selesai makan.

"MAS HEN," teriaknya tanpa bergerak. Dia paling takut dengan gelap.

Tidak ada sahutan. Apa Hendy sudah tidur? Padahal dia berteriak cukup kencang.

Nelangsa betul. Pikiran sedang kacau, pakai acara listrik mati segala. Terpaksa dia berdiri dan berjalan dengan tangan terangkat untuk meraba persekitaran. Apa yang ia lakukan membuatnya teringat tentang vampir yang selalu mengangkat tangan dan melompat-lompat. Elvira semakin takut.

Dia lupa menaruh lampu emergency di mana. Ada genset tapi di belakang. Mana berani dia ke sana. Lagi pula tidak tahu bagaimana menyalakannya.

Kembali Elvira berteriak saat dari dalam kamar muncul cahaya kecil dan bayangan seseorang. Hendy keluar sambil menyalakan senter ponsel.

"El, duduk sini. Aku ambil lampu emergency." Hendy menarik kain lengannya Elvira untuk menyuruhnya duduk di sofa ruang keluarga.

Hendy membuka bufet dan mengambil satu-satunya lampu yang masih berfungsi. Tapi sayangnya sudah redup karena tidak di charge. Jarang mati listrik, jadi mereka melupakan mengurusi hal-hal begini.

"Kenapa nggak nyalain genset saja, Mas."

"Gensetnya rusak. Lupa mau bawa ke tukang service."

Elvira kembali memekik saat satu-satunya lampu emergency padam kehabisan daya. Hendy bangkit untuk mencari lilin. Tinggal sebiji. Ia nyalakan di atas asbak dan ditaruh di depan mereka.

Untuk pertama kalinya setelah dua bulan menikah, mereka duduk berdampingan begitu dekat. Elvira menatap lurus pada kegelapan di depan, sedangkan Hendy sibuk dengan ponselnya.

"Maaf, tadi sambalnya lupa nggak kukasih garam, Mas." Elvira membuka suara setelah cukup lama terdiam.

"Tidak apa-apa. Sudah kumakan," jawab Hendy tanpa mengalihkan perhatian.

Hening kembali. Kalau mati listrik, keadaan benar-benar terasa sangat senyap.

"Kamu takut gelap sejak kecil?"

"Ya. Kalau lampu mati, aku pasti lari mencari ibu. Sekarang aku udah nggak punya ibu." Elvira menunduk. "Setelah ibu nggak ada, kalau mati lampu aku diam ketakutan. Mas Amar yang peduli. Tapi dia jarang di rumah, karena sekolah dan tinggal di asrama."

Mendengar itu, Hendy baru menoleh pada Elvira. Sejenak kemudian beralih ke ponselnya yang kembali berpendar. "Aku harus ke rumah sakit, El. Ada pasien yang mesti operasi cesar sekarang."

Elvira kembali tegang dan menegakkan duduknya. Dia akan sendirian kalau Hendy pergi. Kapan listrik menyala? Dia takut.

Operasi cesar, berarti berhubungan dengan dokter Herlina lagi. Tapi di rumah sakit, dia bukan satu-satunya dokter kandungan, kan?

Ponsel Hendy berdering. Saat dilirik ia membaca dengan jelas nama dokter Herlina di layar. Oh, sepertinya dia yang akan menangani operasi itu.

Next ....

Selamat Membaca 🥰

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
ikut aja ke rumah sakit El.. biar gk takut di rumah..
goodnovel comment avatar
Heni Hendrayani
kaya nya dokter hendy pun ada hati ama elvira
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SEBELUM BERPISAH   4. Ketakutan

    Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   5. Hamil

    SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   6. Aku Tahu

    SEBELUM BERPISAH - Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SEBELUM BERPISAH   7. Trauma

    SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • SEBELUM BERPISAH   8. Pertahankan

    SEBELUM BERPISAH - Pertahankan Jangan sampai orang tuanya tahu kalau ia pisah kamar dengan Elvira. Dengan kondisi seperti ini, belum siap kalau mereka tahu. Tidak akan selamanya begini, pasti ada waktu bagaimana ia dan Elvira akan membicarakan pernikahan ini. Hendy mengunci pintu utama sebelum mamanya bisa membuka sendiri. Dari jendela kaca, ia melihat sang mama masih menerima telepon, sedangkan papanya memperhatikan lingkungan perumahan. Tergesa Hendy mengetuk pintu kamar sang istri. "El," panggilnya. "Ya. Ada apa?" "Mama dan papa datang." Di dalam kamar. Elfira yang sudah melepaskan jilbabnya dan berbaring terkejut. Dia belum siap jika ketahuan dalam keadaan sakit seperti ini. Dilapnya air mata memakai tisu. Air mata karena kangen pada ibunya. Kemudian tergesa mengenakan kembali jilbab dan membuka pintu kamar. Pada saat yang bersamaan terdengar bel berdenting. Hendy cekatan mengunci pintu kamar istrinya dan menyimpan kunci ke dalam saku celananya. Siapa tahu mamanya me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • SEBELUM BERPISAH   9. Menginap

    SEBELUM BERPISAH- Menginap"Ini baju Hendy semua. Kok bajumu nggak ada El?" Bu Putri keheranan sekaligus curiga saat melihat isi lemari semuanya baju putranya."Oh, ada di lemari sebelahnya, Ma. Biar nanti kuambilkan," jawab Hendy yang sudah muncul di pintu. Lelaki itu menghampiri sang mama dan dengan gerakan halus, meminta mamanya menepi supaya tidak membuka pintu sebelahnya. Hendy ingat kalau kemarin ada piyama Elvira warna hitam terikut tumpukan bajunya dan belum sempat dikembalikan pada sang istri."Nanti habis makan dan minum obat, suruh El ganti baju," ujar Bu Putri seraya keluar kamar dan kembali menutup pintu.Hendy bernapas lega. Walaupun akhirnya terbongkar, sebenarnya dia tidak perlu risau. Bukan dirinya yang memulai situasi menjadi rumit seperti ini. Elvira yang duluan kabur dan membuatnya kecewa. Hampir saja diri dan keluarganya dipermalukan di hadapan orang banyak. Di hadapan keluarga, relasi, rekan kerja, teman-temannya yang lain, bahkan dihadapan orang yang tidak ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • SEBELUM BERPISAH   10. Jungkir Balik 1

    SEBELUM BERPISAH- Jungkir Balik "Dari rumah sakit. Ada pasien usus buntu akut yang harus segera dilakukan tindakan operasi. Kondisi medisnya mendesak dan memerlukan penanganan segera. Aku yang sejak kemarin menangani ini dengan dokter Zani." Hendy memandang sang istri setelah membaca pesan di ponselnya.Elvira membalas tatapan, tidak tahu harus bilang apa. Bukankah selama dua bulan ini, Hendy jarang sekali meminta persetujuannya jika harus pergi dadakan."Kamu tidak apa-apa kutinggal?"Mendengar pertanyaan itu membuat Elvira tambah heran. Waktu mati lampu dia ketakutan sendirian di rumah, Hendy juga langsung pergi. Minta di antarkan ke toilet sebentar saja tidak sempat. Sampai Elvira sakit perut."Nggak apa-apa. Biasanya Mas juga langsung pergi kan, jam berapapun itu." Elvira kembali melanjutkan sketsanya. Mentang-mentang ada kedua orang tuanya, Hendy jadi perhatian."Kalau gitu, kamu segera tidur," ujarnya lantas berdiri dan masuk ke kamar mandi.Saat itu ponsel Hendy kembali berpe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • SEBELUM BERPISAH   11. Jungkir Balik 2

    "Nggak juga, Ma." Elvira mengangkat wajah sejenak. Kemudian kembali menyuap bubur. Dua bulan ini sebenarnya dia sudah biasa ditinggal mendadak malam hari. Bahkan Hendy jarang pamit. Namun tidak akan memberitahu mertuanya daripada omelan pagi ini tidak ada habisnya. "Kalau gitu, mama nggak jadi pulang hari ini. Biar mama nungguin sampai Elvira sembuh, Pa," ujar Bu Putri yang membuat anak dan menantunya bungkam. Pak Bakti juga tidak membantah. Dia sudah pensiun. Masih memiliki bisnis, tapi ada orang kepercayaan yang menanganinya.***L***"El, kamu tidak istirahat dulu. Sakitmu itu butuh banyak istirahat," tegur Hendy dari atas pembaringan. Memandang Elvira yang masih serius menggambar. Hampir seharian mereka mendekam di kamar. Elvira sibuk dengan desain-desainnya, sedangkan Hendy tidur karena mengantuk."Aku nggak bisa tidur," jawab Elvira tanpa menoleh."Kalau nggak bisa tidur, kamu rebahan saja. Itu sudah istirahat.""Bentar lagi. Acara tinggal empat hari lagi, aku harus menyelesaik

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • SEBELUM BERPISAH   116. Pertemuan Sore Itu 3

    Lelaki itu mengambil ponsel dari saku celana saat ada bunyi notifikasi. Membuka benda itu sambil melangkah di lorong rumah sakit. Kembali ada email masuk yang mengirim foto Elvira dan Rizal. Ketenangannya terusik oleh hal-hal begini. Padahal hubungannya dengan sang istri mulai menghangat belakangan ini. Ia mencurigai Herlina. Dia begitu yakin kalau pelakunya adalah wanita itu. Tidak sulit bagi Herlina untuk mendapatkan foto-foto mereka, entah bagaimana itu caranya.Hendy terus melangkah ke parkiran. Dia tidak akan membiarkan, tapi bukan sekarang. Pasti akan ada waktu yang tepat untuk menegurnya. Kendati mereka masih bertemu setiap hari.Kalau sampai Herlina tahu Elvira berhenti kerja, memang dia membayar orang untuk mencari informasi itu.Sesampainya di rumah, Elvira sudah menyambutnya di depan pintu. Senyum wanita itu merekah, menyembunyikan apa yang terjadi tadi siang. "Aku khawatir Mas pulang malam, padahal aku sudah masak sup iga kesukaan, Mas." "Kalau pulang telat, Mas pasti

  • SEBELUM BERPISAH   115. Pertemuan Sore Itu 2

    "Aku sedih banget. Selama ini kita selalu bersama-sama. Sekolah, kuliah, jalan-jalan, kerja, selalu barengan." Mata Ranty memerah.Elvira tersenyum getir lantas memandang Ranty. "Nggak selamanya selalu bersama, Ran. Tapi kita masih bisa bertemu, berkomunikasi, meski sudah nggak menjadi rekan kerja lagi. "Kalau bukan aku, pasti kamu juga bisa memutuskan hal begini jika ada sesuatu yang membuatmu harus pergi. Dengan Rizal pun sama. Setelah projek selesai, kita pun akan terputus sebagai partner kerja." Elvira memandang Rizal yang saat itu juga memperhatikannya dengan mata yang memerah.Entah ini kesedihan yang ke berapa lagi. Luka dari perempuan yang sama. Dulu dia harus pergi, mulai mengobati hati. Ketika mulai terbiasa, kembali dipertemukan di Jakarta. Dan tuntutan pekerjaan membuat mereka kembali bertemu dan menjadi partner kerja. Rizal kembali terbawa oleh perasaannya yang masih tetap sama. Nyaman dan menjadi lebih bersemangat, meski ia sadar sesadar-sadarnya kalau Elvira itu sudah

  • SEBELUM BERPISAH   114. Perpisahan Sore Itu

    SEBELUM BERPISAH - Perpisahan Sore Itu Ketika Elvira dan Ranty hendak bangkit dari duduknya, saat bersamaan pintu ruangan diketuk lalu masuklah Angel. Wanita yang tengah sarat mengandung itu tampak kepayahan. Ranty mengambilkan kursi untuk duduk bosnya."Ada apa, Mbak?" tanya Ranty."Nggak ada apa-apa. Kalian mau nemui Rizal, kan?""Ya," jawab Ranty."Oke. Aku juga pasrah pada kalian berdua tentang renovasi kantor di Sidoarjo."Hening."Ada apa nih, kalian tampak sedih gitu?" Angel memperhatikan Elvira dan Ranty bergantian. Dia merasakan sesuatu yang berbeda.Ranty memandang Elvira. Biarlah Rizal menunggu, tapi ia harus memberitahu bosnya sekarang juga. Siapa tahu Angel bisa membuat Elvira merubah keputusan. "El mau resign, Mbak."Angel terperanjat. Matanya membulat memandang Elvira. "Kenapa resign?"Elvira memberikan alasan persis seperti yang diucapkan pada Ranty baru saja. Bicara dengan tenang, seolah tanpa beban."Mbak mau lahiran, El. Kalau kamu berhenti kerja, siapa lagi yang

  • SEBELUM BERPISAH   113 Pertemuan Tahun Baru 3

    Bu Salima membawakan secangkir kopi untuk Rizal yang kembali mengutak-atik motornya. Pulang dari bertemu dengan Arsita, Rizal kembali sibuk dengan motor tuanya."Bagaimana pertemuan tadi?" Bu Salima penasaran."Kami hanya ngobrol biasa, Bu. Bu Bahtiar juga ikut tadi. Mereka baik, ramah juga. Tanya-tanya tentang keluarga kita. Aku jawab apa adanya."Bu Salima diam sejenak. Memandang tangan Rizal yang sibuk membenahi motornya. "Bagaimana dengan Arsita?""Dia baik juga." Rizal menceritakan percakapannya dengan gadis itu. Bu Salima mengembalikan keputusan pada putranya. Dia tidak ingin memaksa, meski ingin sekali melihat Rizal segera membuka lembaran baru. Memang harus dipaksakan. Kalau menunggu sampai benar-benar bisa melupakan Elvira, terus kapan itu? Karena semuanya tidak akan gampang.Mungkin kehadiran gadis lain, perlahan akan membuat Rizal bisa meninggalkan masa lalunya. Sedangkan Rizal sendiri merasa sedang berdiri di persimpangan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dia d

  • SEBELUM BERPISAH   112. Pertemuan Tahun Baru 2

    Keduanya saling pandang dan tersenyum saat tubuh Elvira mendarat di sofa ruang keluarga. Hendy mengelap peluh yang membasahi pelipis istrinya. Lantas dia bangkit untuk mengambilkan air minum."Minum dulu!" Hendy membantu istrinya untuk minum, air sisa setengah gelas itu akhirnya ia habiskan dan meletakkan gelas kosong di meja depannya.Hendy mengambil remote TV dan menyalakannya. "Kapan jadi mengajukan surat pengunduran diri?" Hendy memandang Elvira yang fokus memandang layar bening. Meski pikirannya sedang tidak ke sana. "Dalam minggu ini, Mas. Aku akan menyelesaikan pekerjaan yang tersisa dulu.""Bagaimana dengan projek pembangunan gedung baru?" Hendy yakin, ini salah satu pertimbangan kenapa istrinya memilih resign. Sebab Rizal terlibat di sana. Mungkin.Namun ia tidak akan mengorek lagi tentang pria itu. Elvira memilih mundur, tentu sudah menjadi nilai plus baginya. Berarti sang istri sudah berusaha untuk bertahan dalam pernikahan mereka. Hendy tidak akan mencari masalah dengan

  • SEBELUM BERPISAH   111. Pertemuan Tahun Baru 1

    SEBELUM BERPISAH- Pertemuan Tahun BaruPutih, cantik, rambut terurai sebahu. Mengenakan blouse lengan panjang warna ungu dan celana jeans warna hitam. Arsita. Pak Bahtiar mengenalkan putri dan juga sang istri yang saat itu ikut serta.Gadis cantik dengan sapuan make up tipis di wajahnya itu tersenyum ramah pada Rizal.Mereka bertemu di sebuah restoran seafood. Ketika Rizal datang, Pak Bahtiar sudah berada di sana. Tidak lama kemudian makanan yang di pesan Bu Bahtiar datang."Kamu mau minum apa, Zal?" tanya Pak Bahtiar."Es teh saja, Pak."Pak Bahtiar memanggil seorang pramusaji dan memesan minuman buat mereka."Mari, makan. Sambil ngobrol." Pak Bahtiar mempersilakan."Rizal, bener kamu anak tunggal?" tanya Bu Bahtiar."Sebenarnya saya punya adik perempuan, Bu. Tapi meninggal sesaat setelah dilahirkan.""Oh ...." Bu Bahtiar memandang Rizal dengan wajah ceria. Sosok yang beberapa waktu belakangan ini, selalu dibicarakan bersama suaminya. Dia tertarik dengan kepribadian Rizal. Ternyata

  • SEBELUM BERPISAH   110. Keputusan 3

    Demi menjaga hubungan baiknya dengan Ranty, terpaksa ia berhenti kerja. Agar tidak sering bertemu Rizal juga. Sudah selayaknya ia menjauh, agar Rizal pun bisa membuka hati untuk insan baru. Soal impiannya, Elvira sudah mengikhlaskan. Seharian tadi dia berpikir dalam-dalam tentang hal itu.Tentang tanggungjawabnya pada pembangunan gedung baru, bisa ia limpahkan pada Ranty atau staf lain. Toh itu bukan pekerjaan yang susah. Hanya sekedar mengawasi dan berinteraksi dengan Rizal sebagai arsiteknya saja.Sekalipun ekspresi Elvira terlihat serius meyakinkannya, tapi Hendy tetap merasa ada sesuatu yang terjadi. Apa perlu ia menelepon Ranty untuk bertanya?"Mas masih ingat kalau kamu ingin memiliki brand tersendiri. Mas dukung kamu untuk merintis usaha sendiri. Mas akan mensupport secara materi juga.""Nggak semudah itu, Mas. Untuk buka usaha aku juga harus punya banyak pengalaman dan koneksi. Nanti, mungkin. Sekarang aku mau fokus sama rumah tangga kita."Hendy tersenyum bahagia. Meski keput

  • SEBELUM BERPISAH   109. Keputusan 2

    "Iya, Mas. Aku di rumah sekarang.""Kenapa? Kamu sakit?" Suara Hendy sarat rasa khawatir."Nggak. Emang lagi longgar saja. Makanya aku pulang. Nanti sibuk lagi di awal tahun." Elvira berbohong. Berusaha menyeimbangkan suaranya supaya Hendy tidak tahu kalau dirinya habis menangis. Eh, tapi bagaimana kalau Hendy bertanya pada Ranty?"Beneran karena itu?""Aku memang pengen istirahat di rumah. Pas nggak ada kerjaan juga. Jadi aku ngasih alasan pusing ke Ranty, Mas." Elvira tertawa kecil untuk hal yang sama sekali tidak lucu. Juga untuk menutupi kegundahannya karena membohongi Hendy."Kamu naik taksi tadi? Kenapa nggak nelepon Mas Asep saja untuk menjemput.""Nggak, Mas. Nanti kelamaan nunggu. Mesti ngambil mobil ke rumah dulu, baru menjemputku. Oh ya, aku mau masak. Bikin ayam kremes. Hari ini Mas pulang jam berapa?""Kalau sesuai jadwal. Sore mas sudah sampai di rumah.""Baiklah, kutunggu.""Oke. Nanti mas telepon lagi. Mas mau ke ICU sebentar, terus ke ruang bedah.""Iya.""Assalamu'al

  • SEBELUM BERPISAH   108. Keputusan 1

    SEBELUM BERPISAH - Keputusan "El," panggil Ranty membuka pintu ruangan sahabatnya. Kosong. Elvira ke mana?Tas Elvira juga tidak ada. Ranty tergesa keluar dan bertanya pada staf di resepsionis. "Mbak, ngelihat Mbak Elvira, nggak?""Oh, Mbak El-nya pulang, Mbak. Tadi tergesa-gesa. Bilang kalau lagi nggak enak badan. Saya baru saja mau ke ruang meeting untuk ngasih tahu ke Mbak Ranty dan Pak Rizal."Dahi Ranty mengernyit heran. Kenapa Elvira tidak pamit padanya. Atau ke ruang meeting sejenak untuk menemui Rizal. Padahal tadi dia sudah tahu kalau Rizal mau datang. Dan waktu datang tadi Elvira tampak sehat-sehat saja dan sempat ngobrol dengannya.Ranty melangkah ke ruang meeting. Rizal heran melihatnya datang sendirian. "Mana El, Ran.""Bentar." Ranty meraih ponsel untuk menelepon sahabatnya. Ternyata sudah ada pesan masuk dari Elvira.[Ran, maafkan aku. Aku buru-buru pulang dan nggak sempat nemui kalian. Badanku lemas. Kamu saja yang nemui Rizal untuk membahas renovasi gedung di Sidoar

DMCA.com Protection Status