Share

SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM
SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM
Author: Zemira Fortunatus

BAB. 1 Keputusan Cerai

Author: Zemira Fortunatus
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kita cerai, Lisda! Aku sudah tidak sanggup hidup bersamamu!" hardik Tuan Raksa kepada istrinya.

"Apa kamu bilang? Kamu pikir aku mau mempertahankan rumah tangga ini denganmu? No! Aku tidak pernah sudi! Dasar kamu tukang selingkuh!" teriak Nyonya Lisda kepada suaminya.

"Hei ... Lisda sialan! Kamu pikir aku tidak tahu dengan apa yang telah kamu lakukan selama ini? Kamu juga berselingkuh dengan mantanmu! Bahkan dia rutin mengirimkan uang kepadamu, kan?" selidik Tuan Raksa.

"Deg!" Seketika jantung Nyonya Lisda berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Dia tidak tahu dari mana suaminya mengetahui informasi itu.

Lalu dengan ketus, Nyonya Lisda kembali berkata,

"Setidaknya dia mau memberikan uangnya secara cuma-cuma kepadaku. Tidak seperti dirimu yang menghambur-hamburkan uangmu di meja judi dengan para perempuan bayaran!" Nyonya Lisda semakin tajam berbicara kepada suaminya.

Sementara di teras rumah, anak gadis keduanya yang bernama Jihan Diajeng. Mendengar semua pertengkaran ayah dan ibunya.

Gadis itu terlihat mengepalkan tangannya menahan gejolak kemarahan yang semakin menyala dari dalam tubuhnya.

Jihan ingat betul saat dirinya masih berusia delapan tahun, ayahnya pernah membawanya ke tempat markas judinya bersama teman-temannya. Jihan sangat ingat, waktu itu dia sedang sakit demam. Namun ibu kandungnya, Nyonya Lisda sedang liburan ke luar kota bersama para genknya. Jihan tidak mau diasuh oleh maid di rumahnya.

Karena keasyikan main judi, ayahnya, Tuan Raksa malah menyuruh perempuan selingkuhannya untuk mengurusi Jihan. Sejak saat itu, sang gadis memiliki dendam pribadi dengan ayahnya.

Bahkan disaat sang ibu pulang dari luar kota, Jihan pun menceritakan semuanya kepada ibunya, jika ayahnya berselingkuh dan bermain judi.

Namun tanggapan Nyonya Lisda terlihat dingin.

Akan tetapi pertengkaran tidak terelakkan lagi diantara pasangan suami istri itu. Tuan Raksa yang marah lalu memukul Jihan sampai babak belum untuk melampiaskan rasa emosinya. Maka semakin besarlah dendam Jihan kepada ayahnya.

Jihan yang sedang duduk di teras, menjadi kaget saat mendengar adegan piring terbang dari dalam rumahnya. Tentu saja pertengkaran keduanya berlanjut lagi.

Jihan sudah tidak peduli lagi dengan kedua orang tuanya. Dia telah berkeinginan bulat untuk mandiri dan hidup sendiri. Dirinya malah mendukung perceraian keduanya.

Gadis berusia tujuh belas tahun itu, sudah tidak mau lagi berurusan dengan kedua orang tuanya.

Jihan yang baru pulang sekolah itu, mulai masuk ke dalam rumah. Baru sampai di ruang tamu, berbagai macam pecahan piring cantik dan kendi koleksi Mama Lisda bertebaran di lantai.

Pasangan suami istri itu segera menghentikan pertengkaran mereka. Namun keduanya menatap tajam ke arah Jihan.

"Dari mana kamu! Kok baru pulang sekarang?" hardik Tuan Raksa penuh amarah. Waktu memang telah menunjukkan pukul enam sore.

"Aku baru pulang les, Pa." jawabnya santai.

"Memangnya kamu les apaan? Bukannya Mama sudah tidak membiayai les mu?" selidik Tuan Raksa.

"Saya membiayainya sendiri." Jihan tetap santai menjawab kedua orang tuanya.

"Dari mana kamu mendapatkan uang? Dasar anak kurang ajar!" Tuan Raksa lalu melangkah menuju ke arah Jihan lalu menampar pipi gadis itu dengan keras.

"Apakah kamu mencuri lagi? Anak tak tahu diuntung! Kapan kamu bisa berubah Jihan!" sang ayah lalu menendang putrinya sampai jatuh tersungkur di lantai.

Jihan sama sekali tidak berbicara atau menjawab perkataannya ayahnya. Dia tidak peduli dengan rasa sakit di tubuhnya. Jihan bangkit dari lantai dan kembali berdiri tegak.

Nyonya Lisda juga sudah tidak dapat menahan emosinya. Sang ibu turut menghampiri putrinya lalu menjambak rambutnya dengan keras.

"Tadi kepala sekolah, menghubungi Mama. Uang jajan teman-temanmu hilang tiba-tiba dari tas mereka, saat jam pelajaran olah raga. Kamu dicurigai sebagai dalang dari hilangnya harta benda teman-temanmu! Ayo jujur! Kamu kan yang melakukannya?" teriak Nyonya Lisda sambil makin menarik rambut putri kandungnya.

"Sakit, Ma!" jerit Jihan mulai histeris. Karena sang ibu semakin menarik rambut Jihan dengan keras.

"Biarin kamu merasakan sakit! Semua tak sebanding dengan kelakuanmu yang suka mencuri!" teriak sang ibu.

Jihan diam dan tidak berkata apa pun. Dia memang memiliki kebiasaan buruk suka mencuri barang milik orang lain. Hal itu sudah sejak dari kecil dirinya lakukan. Setelah mencuri dan mengambil barang orang lain secara diam-diam. Jihan sangat senang dan bahagia.

Sepertinya gadis ini mengidap satu kelainan penyakit psikologi yaitu kleptomania.

"Pantas saja Papa selalu kehilangan uang di dompet! Ternyata kamu pencurinya! Plak!" Satu tamparan keras mulai mendapat di pipi Jihan. Membuat kepalanya tiba-tiba menjadi pusing. Belum lagi ibunya yang terus saja menjambak rambutnya dari tadi.

"Hei, Raksa! Jangan asal main tampar saja, kamu! Periksa tasnya!" perintah sang istri.

"Kenapa bukan kamu yang memeriksanya sendiri?" ketus sang suami.

"Kamu tidak lihat apa? Aku sedang sibuk sekarang?" sahut Nyonya Lisda sambil menajamkan matanya.

"Baiklah! Aku akan memeriksanya sendiri!" Lalu Tuan Raksa menarik paksa tas Jihan dari pundaknya.

Sang ayah lalu mengeluarkan semua isi tas Jihan dari dalam tasnya, semua berserakan di bawah lantai. Berbagai macam barang-barang hasil curian putri mereka terpampang nyata di depan kedua orang tuanya. Ada banyak lembaran uang rupiah, jam tangan bermerek, kotak pensil, jepitan rambut mahal. Semuanya lengkap.

"Anak kurang ajar! Siapa yang mengajarimu mencuri! Plak! Plak!" Tuan Raksa kembali menampar Jihan. Ibunya juga ikut memukuli anaknya.

"Jihan! Kamu bikin Mama malu! Kenapa kamu mencuri, hah? Bukankah kamu juga memiliki semua barang yang kamu curi itu?" Nyonya Lisda kembali memukul anaknya dengan keras.

"Sakit, Ma! Kenapa kalian berdua terus memukulku? Apakah aku ini bukan anak kandung kalian?" Jihan berteriak dengan histeris. Air mata bercampur darah akibat pukulan demi pukulan dari kedua orang tuanya, mulai membasahi pipinya.

"Kamu memang anak kandung kami! Tapi kamu adalah anak tak tahu diuntung! Anak tak tahu diri! Tahunya cuma mempermalukan keluarga saja! Tidak ada yang bisa dibanggakan darimu Jihan selain kenakalan dan kejahatanmu!" Kedua suami istri tersebut, secara bergantian mulai menghujat dan menghina putri kandung mereka sendiri

Mendengar semua penuturan ayah dan ibunya membuat hati Jihan semakin sedih. Dia pun segera berteriak dengan sangat keras,

"Sudah cukup, semuanya! Ma, Pa! Aku tidak pernah menginginkan terlahir di dunia ini!"

"Samalah! Mama juga tidak pernah mau mengandungmu! Asal kamu tahu! Papamu yang memaksa untuk menikah, karena kamu telah lebih dulu ada di dalam rahim Mama! Jika tidak kamu sudah dari dulu Mama gugurkan! Jadi Jihan bersyukurlah kamu bisa hidup sampai sekarang!" seru Nyonya Lisda tajam.

"Ternyata keputusan Papa untuk menikahi Mamamu adalah kesalahan terbesar dalam hidup Papa! Menikah dengan perempuan tukang selingkuh! Memiliki anak sepertimu yang kelakuannya seperti monster!" Tuan Raksa mengatakan semua itu dengan berapi-api.

Kleptomania adalah gangguan yang membuat penderitanya sulit menahan diri dari keinginan untuk mencuri. Penderita kleptomania kerap mencuri di tempat-tempat umum, tetapi ada juga yang mengutil dari rumah teman-temannya.

Related chapters

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 2 Ternyata Keturunan Pencuri

    Hati Jihan semakin sakit mendengar perkataan kedua orang tuanya. Ternyata dia terlahir karena kesalahan kedua orang tuanya."Jihan, kamu itu hanya anak haram! Mama tidak pernah sudi mengandungmu! Sejak kamu berada di dalam kandungan Mama. Selalu saja ada hal sial yang menimpa Mama. Jadi kamu jangan sok belagu! Beruntung kamu masih hidup sampai sekarang! Lalu Nyonya Lisda menceritakan bagaimana dulunya dia meminum pil KB agar dapat menggugurkan Jihan tapi tetap tidak bisa."Jadi aku anak diluar nikah, Ma?" serunya tak percaya."Ya! Tepat sekali! Dulu Papamu mencekoki Mama dengan obat perangsang sehingga Mama tidak tahu sama sekali apa yang dia lakukan kepada tubuh Mama!" Nyonya Lisda mengatakan semua itu sambil menatap suaminya dengan tatapan ingin membunuhnya sekarang juga."Hei Lisda! Jangan sok suci kamu! Justru kamu yang mengerang keenakan saat itu!" Tuan Raksa tak mau kalah. Dia juga ikut menyudutkan istrinya."Sudah cukup! Pa, Ma! Aku tidak mau dengar apa pun lagi dari kalian. Ji

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 3 Dasar Pencuri Ulung

    Maid Ningsih ke luar dari kamarnya menuju ke ruang makan. Dia pun duduk di hadapan Jihan sambil masih menangis tersedu-sedu sambil menatap ke arah anak majikannya itu.Tanpa ekspresi, dan tanpa rasa kasihan sedikit pun. Jihan terus melanjutkan makannya. Gadis itu tidak peduli dengan Maid Ningsih yang sedang menangis di depannya.Sementara Maid Ningsih masih mencoba membaca raut muka Jihan yang tidak menunjukkan apa pun saat ini. Kecuali dirinya yang sedang asyik menyantap makan siangnya."Apakah benar Nona Jihan yang mencuri perhiasan dan uangku? Tapi wajahnya kok sangat tenang begitu? Seperti tidak terjadi apa-apa saat ini. Ataukah Nona Jihan sedang berpura-pura saat ini?" gumam Ningsih curiga di dalam hatinya. "Tapi kok Nona Jihan tidak menanyakan kenapa aku bisa menangis? Apakah dia sudah tahu semua?" Ningsih dibuat bingung dengan sikap Jihan yang seolah-olah tidak berempati dengannya. "Tapi kenapa hatiku sangat yakin jika dia yang mencuri perhiasan dan uangku?" sedihnya dalam ha

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 4 Bagai Parfum Isi Ulang, Wangi Tapi Palsu

    Jihan pun segera ke luar dari kamarnya, lalu melangkah menuju ke dalam kamar utama. Wajahnya terlihat sedikit khawatir. Butiran-butiran keringat mulai berjatuhan dari kedua pelipisnya."Sial! Apa yang harus ku lakukan sekarang? Dasar bajingan kau Ningsih!" marahnya dalam hati.Jihan pun mulai mendekati meja rias ibunya. Untuk mencari sesuatu yang dapat dirinya jadikan bukti, jika dia tak bersalah sama sekali. Senyum penuh kelicikan tergambar sempurna di raut wajahnya karena Jihan telah menemukan apa yang dirinya cari-cari dari tadi."Ha-ha-ha! Ternyata keberuntungan masih bepihak kepadaku!" senangnya dalam hati.Jihan lalu melangkah kembali ke dalam kamarnya sambil membawa botol parfum yang sama dengan botol parfum yang ada pada maid Ningsih.Tentu saja dengan mudah Jihan menemukan parfum yang sama persis seperti yang dipakai oleh Nyonya Lisda. Karena parfum itu memang yang dirinya curi dari kamar sang ibu.Jihan segera menyodorkan parfum itu di hadapan Maid Ningsih."Ini botol parfu

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 5 Membeli Pertemanan Palsu

    "Hai semuanya! Sudah lama nungguin gue?" celutuk Jihan yang baru saja datang."Tumben lama." tukas Fabi."Sorry jalanan macet!" Lalu Jihan pun mulai mengarang cerita indah yang tentu saja semua adalah kebohongan semata."Jihan, kita nongkrong di mana hari ini?" Salma mulai memancing Jihan.Keduanya saling mengirim kode rahasia antara dirinya dan Fabi. Hari ini mereka berencana untuk membuat Jihan jatuh miskin. Karena baik Salma maupun Fabi telah mendapat aduan dari salah seorang teman sekelasnya, jika Jihan telah mencuri semua barang-barang temannya dan tidak mau mengakui perbuatannya."Hari ini, gue traktir kalian sepuasnya! Makanlah sesuka hati kalian. Setelah itu kita shopping!" seru Jihan antusias."Yeah! Hore! Jihan is the best!" ujar Salma."Jihan memang keren!" Fabi juga turut memuji gadis itu. Walaupun semuanya hanya lah kepalsuan semata.Kemudian kedua gadis tersebut memesan menu yang paling mahal di restoran itu padahal mereka baru saja makan tadi.Fabi dan Salma sengaja mel

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 6 Menjual Perhiasan Hasil Curian

    Jihan mulai melangkah menjauhi tokoh perhiasan itu. Kemudian dia berjalan lagi mengitari mall besar tersebut untuk mencari toko perhiasan lainnya yang mau membeli beberapa barang berharga hasil curiannya dari Maid Ningsih.Setelah berkeliling lama, akhirnya, Jihan menemukan toko perhiasan di dalam mall yang mau membeli semua perhiasan itu. "Nona, apakah benar semua perhiasan ini milik ibu Anda yang telah lama meninggal?" tanya salah seorang karyawan toko perhiasan tersebut."Iya, Mbak. Masa saya bohong? Saya adalah anak yatim piatu, orang tua saya telah lama meninggal. Saya menjual semua perhiasan ini, untuk biaya sekolah saya, Mbak. Minggu depan ujian tengah semester akan dimulai di sekolahan, jadi semua siswa diwajibkan untuk melunasi semua tunggakkan yang berhubungan dengan biaya sekolah." Jihan menceritakan semua bualannya untuk membuat para karyawan toko perhiasan itu, berbelas kasihan kepadanya. Bahkan dengan sengaja sang gadis mengatakan jika kedua orang tuanya telah lama men

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 7 Kepergok Mencuri

    Jihan baru saja sampai di depan rumahnya. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat beberapa orang berseragam salah satu bank, ditemani oleh pihak berwajib yang berjumlah lima orang sedang melakukan penyegelan di rumahnya.Beberapa tetangga terlihat juga ikut menonton aksi dari pihak bank. Untung saja Jihan sedang memakai topi sehingga wajahnya tidak kelihatan.Karena takut ketahuan dan diminta pertanggungjawaban kepadanya, Jihan pun mulai meninggalkan tempat itu.Samar-samar dia dapat mendengar dari omongan orang yang berkerumun di situ. jika rumahnya disita karena kedua orang tuanya tidak sanggup lagi membayar cicilan untuk melunasi utang-utang mereka di bank.Setelah agak jauh dari rumahnya. Jihan pun berteduh di sebuah halte bis. Dia lalu merogoh sakunya untuk memeriksa berapa lagi uang yang tersisa kepadanya. Ternyata tinggal dua ribu rupiah."Sial! Gue benar-benar apes sekarang!" kesalnya dalam hati."Apa yang harus gue lakukan sekarang?" Jihan pun menjadi bingung sendiri.La

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 8 Sikap Pura-pura Jihan

    "Kumar, cukup! Kamu jangan memukulinya lagi!" tegur Tante Irawati, yang juga merupakan saudara kandung dari Paman Kumar.Sementara Mama Lisda hanya melihat saja saat anak kandungnya dipukuli oleh adiknya. Demikian halnya dengan Papa Raka yang juga tidak memberi komentar apapun saat melihat Jihan babak belur karena dipukuli oleh adik iparnya.Kedua orang tua Jihan telah tahu betul bagaimana tabiat sang anak yang suka mencuri dan pintar berbohong. Jadi bagi mereka, hal itu sudah biasa. Bahkan mereka terlihat senang saat Jihan ketahuan mencuri. Biar dia kapok dan malu.Namun Paman Kumar tidak mempedulikan perkataan kakaknya. Dia terus menendang Jihan.Melihat cucunya yang terus menjerit kesakitan, Nenek Omas segera berkata, "Nini! Tegur suamimu! Apakah kalian mau masuk penjara jika Jihan mati karena dipukuli oleh Kumar?" Mendengar ucapan sang ibu mertua, membuat Nini segera menegur suaminya untuk menghentikan aksinya yang sedang memukuli Jihan.Paman Kumar segera berhenti memukuli Jiha

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 9 Permainan Jihan

    "Apa? Nenek yang akan mengurusku? Dengan menyuruh-nyuruhku begitu kah? Tentu saja aku tidak mau!" Lagi-lagi Jihan menggerutu di dalam hatinya."Aku harus mencari cara untuk ke luar secepatnya dari rumah ini! Tapi aku harus mengumpulkan modal dulu!" Berbagai rencana-rencana jahat mulai berseliweran di dalam pikiran Jihan saat ini.Setelah mendapatkan pakaian baru dari Tante Nini. Jihan pun disuruh mandi dan membersihkan dirinya oleh Tante Irawati.Selama tinggal di rumah sang nenek. Jihan akan tinggal satu kamar dengan Tante Irawati yang masih terlihat sendiri tanpa pasangan, karena memutuskan untuk tidak menikah sampai akhir hayatnya. Setelah selesai mandi, Jihan pun memilih duduk di teras rumah neneknya sambil kembali menghubungi Salma dan Fabi. Namun kedua temannya itu malah telah memblokir nomor ponselnya.Jihan dan Fabi kok jadi berubah begini, sih? Kesambet apa mereka?" kesalnya dalam hati.Lalu Jihan pun mulai mencoba membuka media sosial miliknya dan melihat jika banyak pember

Latest chapter

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 50 Keinginan Untuk Bebas Selamanya

    Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 49 Kamu Berhak Bahagia

    Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 48 Karma Itu Nyata

    Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 47 Terbawa Hasrat

    Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 46 Niat Licik Haikal

    Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 45 Rencana Ke Bandung

    Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 44 Bertemu Haikal

    Setelah pertempuran panasnya dengan Jihan tadi malam, membuat Dulah semakin bersemangat pagi ini. Setelah sarapan roti bakar buatan sang pacar. Dulah pun berpamitan kepada Jihan. “Jihan … Sayangku. Aku mau berangkat ke kantor dulu pagi ini!” ucap Dulah lalu mengecup bibir Jihan dan melumatnya sesuka hatinya. “Sayang! Aku masih menginginkanmu! Kami sangat jago tadi malam. Mampu membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh!” puji Dulah kepada sang pacar. “He-he-he! Semua kulakukan untukmu, Sayang,” sahut Jihan. “Ayo … kita lakukan satu ronde pagi ini!” rayu Dulah lalu mulai mengendurkan dasinya. Akan tetapi Jihan segera mencegahnya. “Sayang, tidak sekarang. Kamu harus ke kantor. Bukannya pagi ini kamu ada meeting?” ucap Jihan mengingatkan Dulah. “Oh .. ya ampun! Aku sampai lupa! Baiklah, Sayang. Aku pergi dulu,” pamit Dulah lalu segera keluar dari dalam apartemennya. “Cih

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 43 Hendra Masuk Rumah Sakit

    Jihan wanita muda yang bersemangat dan berani. Dia memiliki mata yang cerah dan penuh harapan, senyum yang menawan, dan hati yang penuh dengan kebaikan. Walaupun kebaikan itu hanya kepura-puraan semata demi untuk memuluskan semua rencana busuknya.Sementara Dulah, di sisi lain, adalah pria yang kuat dan berani, dengan hati yang penuh dengan keadilan. Telah jatuh cinta kepada Jihan sampai sejatuh-jatuhnya. Bahkan pria itu tidak tahu jika Jihan sedang mempermainkan perasaannya. Saat ini mereka sedang berdua berada di apartemen Dulah, tempat yang hangat dan nyaman, penuh dengan cahaya lembut dan aroma makanan enak. "Thanks, Dulah," ucap Jihan, matanya berkilauan dengan rasa terima kasih walaupun semua itu hanyalah kepalsuan semata. "Kamu telah membantuku memberi pelajaran kepada Hendra. Dia tidak bisa seenaknya merenggut kesucianku tanpa hukuman." Dulah menatap Jihan dengan penuh cinta. “Semua kulakukan untukmu Sayangku, Jihan. Hendra me

  • SALAH DIDIKAN : TERJERAT LEMBAH KELAM   BAB. 42 Berhasil Menghajar Hendra

    Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi

DMCA.com Protection Status