Jihan baru saja sampai di depan rumahnya. Namun alangkah terkejutnya dia saat melihat beberapa orang berseragam salah satu bank, ditemani oleh pihak berwajib yang berjumlah lima orang sedang melakukan penyegelan di rumahnya.
Beberapa tetangga terlihat juga ikut menonton aksi dari pihak bank. Untung saja Jihan sedang memakai topi sehingga wajahnya tidak kelihatan.Karena takut ketahuan dan diminta pertanggungjawaban kepadanya, Jihan pun mulai meninggalkan tempat itu.Samar-samar dia dapat mendengar dari omongan orang yang berkerumun di situ. jika rumahnya disita karena kedua orang tuanya tidak sanggup lagi membayar cicilan untuk melunasi utang-utang mereka di bank.Setelah agak jauh dari rumahnya. Jihan pun berteduh di sebuah halte bis. Dia lalu merogoh sakunya untuk memeriksa berapa lagi uang yang tersisa kepadanya.Ternyata tinggal dua ribu rupiah."Sial! Gue benar-benar apes sekarang!" kesalnya dalam hati."Apa yang harus gue lakukan sekarang?" Jihan pun menjadi bingung sendiri.Lalu tiba-tiba terbersit di dalam pikirannya untuk menghubungi kedua temannya melalui sambungan telepon."Pasti Salma dan Fabi mau membantuku!" gumamnya senang dalam hati.Lalu Jihan pun mulai menelepon temannya. Awalnya dia mencoba menghubungi Fabi. Namun sang sahabat tidak mengangkat panggilan telepon darinya sama sekali."Fabi kenapa, ya? Kok dia tidak mengangkat telpon dariku?" ucapnya pelan.Jihan pun gantian menghubungi Salma. Akan tetapi ponsel sahabatnya itu malah sedang tidak aktif."Mereka kenapa, sih? Nggak biasanya Salma dan Fabi seperti ini." Jihan mulai merasakan perubahan sikap kedua temannya. Padahal baru juga tadi siang, dia membelanjakan kedua temannya dengan begitu banyak pakaian bermerek.Padahal sebenarnya Salma dan Fabi sengaja tidak mengangkat telepon darinya. Karena keduanya telah mengetahui jika rumah orang tua Jihan telah disita oleh bank.Baik Fabi maupun Salma tidak akan pernah mau terlibat lagi dengannya. Kedua gadis itu sudah tidak mau lagi berhubungan dengan Jihan."Apa yang harus kulakukan sekarang?" tanyanya dalam hati.Ditengah kebingungannya, Jihan pun mengingat nenek dari ibunya yang selama ini suka menolongnya. Mau tidak mau, dia pun menghubungi sang nenek yang masih tinggal satu kota dengannya.Jihan masih berada di halte bis. Gadis itu baru saja menghubungi neneknya. Dia sedang menunggu orang suruhan neneknya untuk menjemputnya.Jihan juga sedang berpikir bagaimana caranya dia menjelaskan semuanya kepada sang nenek."Aku harus mencari cara untuk mengambil simpatik nenek!" tegasnya dalam hati.Tak berapa lama setelah itu jemputan Jihan akhirnya tiba juga. Ternyata yang menjemputnya adalah pamannya, adik dari ibunya."Bikin masalah lagi kamu? Tahunya cuma bikin susah orang saja!" ketus sang paman kepadanya.Tanpa basa-basi, dia malah memarahi Jihan dan menuduhnya telah membuat masalah. Jihan diam saja mendengar semua omelan sang paman."Ayo naik! Tunggu apa lagi kamu?" seru Paman Kumar kepada Jihan, agar segera naik ke atas motor butut miliknya.Masih dengan mode diam, Jihan mulai menaiki motor sang paman yang akan membawanya ke rumah Nenek Omas. Sepanjang perjalanan menuju rumah sang nenek, Paman Kumar tak henti-hentinya menceramahi Jihan. Namun gadis itu tetap tidak buka mulut. Dia tidak mengatakan apa pun.Akhirnya keduanya sampai juga di rumah Nenek Omas.Sang paman berkata lagi."Jihan, Tante Nini sedang hamil muda saat ini. Saya harap kamu tidak menimbulkan masalah lagi!" seru Paman Kumar lalu segera masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Jihan yang masih terpaku di dekat motor tua milik sang paman.Sekelebat ingatan masa lalu kembali terngiang-ngiang dalam pikirannya. Gadis itu sangat ingat beberapa waktu yang lalu, ada arisan di rumah Nenek Omas. Jihan juga ikut serta di acara itu.Disaat semua orang sibuk bercengkerama dengan santainya sambil bersenda gurau bersama. Jihan pun menepi dari keramaian itu. Dia mulai melangkah menuju ke kamar tidur paman dan tantenya.Gadis itu segera masuk ke dalam kamar dan dengan cepat membuka lemari tempat perhiasan milik Tante Nini tersimpan. Namun Jihan tidak tahu, gerak-geriknya yang mencurigakan itu menimbulkan rasa ingin tau dari Tante Nini dengan apa yang hendak dilakukan olehnya. Sang tante lalu mengikuti langkah Jihan.Alangkah terkejutnya Tante Nini saat melihat jika keponakan dari suaminya itu malah masuk ke dalam kamar pribadinya dan sang suami. Tante Nini yang kaget dengan ada yang dilakukan oleh Jihan saat ini, segera mengirim pesan singkat kepada suaminya untuk segera ke kamar mereka karena ada hal yang sangat penting yang ingin dirinya sampaikan.Tante Nini menunggu suaminya di depan kamar mereka. Dia takut jika Jihan melarikan diri dan semua perhiasannya telah berhasil dicuri oleh gadis belia itu.Tak berapa lama, Paman Kumar sampai juga di depan kamar pribadinya dan sang istri."Nini, ada apa kamu memanggil ku?" tanya Kumar sedikit kaget."Mas, tadi aku lihat Jihan masuk ke dalam kamar kita," ucapnya menjelaskan kepada suaminya."Apa? Mau ngapain anak itu?" tanyanya kepada istrinya."Aku juga kurang tahu, Mas. Apa jangan-jangan dia mau mencuri di dalam kamar kita?" ujar Nini tak suka."Kurang ajar anak itu! Jika dia mau mencuri di dalam kamar kita!" geram Paman Kumar.Tanpa aba-aba sang paman segera membuka pintu kamar mereka. Saat pintu terbuka, alangkah terkejutnya Paman Kumar saat melihat begitu banyak perhiasan Nini, istrinya yang berada di tangan sang keponakan."Jihan! Apa itu di tanganmu? Kamu mau mencuri perhiasan Tante Nini, ya?""Ti ... tidak, Paman. Aku hanya ingin melihat-lihatnya saja," sahut Jihan terbata. Dia pun kembali meletakkan perhiasan itu ke dalam lemari.Namun Paman Kumar tidak percaya begitu saja dengan ucapan sang keponakan yang terkenal sebagai pembohong ulung di keluarganya.Dia segera memeriksa semua saku celana dan saku baju Jihan.Alangkah terkejutnya Paman Kumar saat melihat beberapa perhiasan milik istrinya ada pada keponakannya."Anak kurang ajar! Dasar pencuri!" teriak Paman Kumar lalu menampar pipi Jihan beberapa kali. Dia juga menendang gadis itu sampai tersungkur dan jatuh ke bawah lantai.Semua orang yang tadinya sedang berkumpul di ruang tamu. Kini semuanya masuk ke dalam kamar mereka. Karena mendengar jeritan suara Jihan yang kesakitan.Nenek Omas juga ikut masuk ke dalam kamar pribadi Kumar dan Nini. Sang nenek dapat melihat Jihan yang sedang menangis tersedu-sedu dan sedang tersungkur di bawah lantai. Melihat cucunya yang sedang menangis tersedu-sedu dan terlihat berantakan, Nenek Omas segera angkat bicara,"Kumar! Apa yang telah kamu lakukan kepada Jihan! Kamu kenapa memukulinya?" hardik Nenek Omas."Jihan hendak mencuri semua perhiasan Nini, Bu! Dasar kamu anak tak tahu diuntung!" teriak Kumar sambil melayangkan satu tendangan kepada keponakannya."Sakit!" jerit Jihan histeris."Kumar, cukup! Kamu jangan memukulinya lagi!" tegur Tante Irawati, yang juga merupakan saudara kandung dari Paman Kumar.Sementara Mama Lisda hanya melihat saja saat anak kandungnya dipukuli oleh adiknya. Demikian halnya dengan Papa Raka yang juga tidak memberi komentar apapun saat melihat Jihan babak belur karena dipukuli oleh adik iparnya.Kedua orang tua Jihan telah tahu betul bagaimana tabiat sang anak yang suka mencuri dan pintar berbohong. Jadi bagi mereka, hal itu sudah biasa. Bahkan mereka terlihat senang saat Jihan ketahuan mencuri. Biar dia kapok dan malu.Namun Paman Kumar tidak mempedulikan perkataan kakaknya. Dia terus menendang Jihan.Melihat cucunya yang terus menjerit kesakitan, Nenek Omas segera berkata, "Nini! Tegur suamimu! Apakah kalian mau masuk penjara jika Jihan mati karena dipukuli oleh Kumar?" Mendengar ucapan sang ibu mertua, membuat Nini segera menegur suaminya untuk menghentikan aksinya yang sedang memukuli Jihan.Paman Kumar segera berhenti memukuli Jiha
"Apa? Nenek yang akan mengurusku? Dengan menyuruh-nyuruhku begitu kah? Tentu saja aku tidak mau!" Lagi-lagi Jihan menggerutu di dalam hatinya."Aku harus mencari cara untuk ke luar secepatnya dari rumah ini! Tapi aku harus mengumpulkan modal dulu!" Berbagai rencana-rencana jahat mulai berseliweran di dalam pikiran Jihan saat ini.Setelah mendapatkan pakaian baru dari Tante Nini. Jihan pun disuruh mandi dan membersihkan dirinya oleh Tante Irawati.Selama tinggal di rumah sang nenek. Jihan akan tinggal satu kamar dengan Tante Irawati yang masih terlihat sendiri tanpa pasangan, karena memutuskan untuk tidak menikah sampai akhir hayatnya. Setelah selesai mandi, Jihan pun memilih duduk di teras rumah neneknya sambil kembali menghubungi Salma dan Fabi. Namun kedua temannya itu malah telah memblokir nomor ponselnya.Jihan dan Fabi kok jadi berubah begini, sih? Kesambet apa mereka?" kesalnya dalam hati.Lalu Jihan pun mulai mencoba membuka media sosial miliknya dan melihat jika banyak pember
"Makanya kasi tahu gue, berapa." Ilham malah menantang Jihan.Mendengar ucapan sang pria, Jihan pun mulai melangkah mendekati Ilham seraya berkata,"Jika Lo mau menikmati tubuh suci gue, setidaknya Lo sediakan uang sebesar lima ratus juta!""Apa? Nggak salah Lo, Jihan? Busyet ... mahal amat Lo?""Iya, dong! Gue masih ting-ting Ilham! Sudah ah! Gue cabut dulu! Lo kebanyakan bacot!" seru Jihan lalu benar-benar pergi dari hadapan sang pria."Parah banget Jihan! Mahal banget tarifnya!" tutur Ilham kecewa."Dari mana gue mendapatkan uang sebanyak itu? Jika semua perhiasan ibu gue jual, masih belum cukup untuk membeli tubuh Jihan!" ujarnya kesal dalam hati."Gue harus jadi orang pertama yang mencicipi tubuh Jihan!" ucap Ilham dari kesungguhan hatinya.Jihan pun tiba di rumah sang nenek. Semua orang terlihat sedang duduk di ruang makan. Ternyata hari sudah gelap dan waktunya makan malam telah tiba."Dari mana kamu!" tegur Paman Kumar kepada sang keponakan. "Saya baru dari warung Bu Narti, P
Tak berapa lama, Tante Irawati mulai sibuk mempersiapkan pesanan dari Ilham. Kebetulan warung pun mulai sepi.Pria itu tersenyum penuh misteri."Ini waktu yang tepat bagi ku untuk mendekati Jihan," gumamnya senang dalam hatinya.Pria itu pun mulai mendekati Jihan yang sedang pura-pura sibuk."Hai Jihan, apa kabar? Gue butuh Lo untuk memanjangkan senjata gue! Bagaimana cantik?" seru Ilham sambil menggoyang-goyangkan sebuah kalung milik ibunya tepat di depan gadis itu.Jihan yang dari tadi sok sibuk. Mulai terusik dengan kedatangan Ilham yang mencoba untuk merayunya saat ini.Sang gadis segera menatap Ilham dengan sangat tajam."Hei! Idiot! Lo ngapain ke sini?" kesal Jihan."Omongan Lo kok kasar banget, Jihan? Gue ke sini di suruh ibu gue untuk belanja. Lo kok jadi sewot begitu?" Ilham sangat kaget dengan perkataan Jihan yang begitu kasar kepadanya."Sepertinya Jihan harus gue beri pelajaran agar dia bisa lebih sopan sama gue!" tekad Ilham dalam hati."Suka-suka guelah! Lagian ngapain L
Setelah mengantongi uang yang banyak. Gadis itu pun masuk ke sebuah kafe. Lalu memesan makanan yang sangat banyak. Jihan pun mulai asyik makan enak sendiri tanpa ada gangguan sedikit pun dari siapa pun.Saking senangnya Jihan menikmati hidangan mewah yang telah tersaji di depannya. Dia tidak tahu sama sekali jika di dalam kafe itu, kedua teman palsunya, Fabi dan Salma juga ada di dalam kafe tersebut bersama dengan pacar-pacar mereka, dan juga ada seorang laki-laki lain yang merupakan sahabat dari pacar Fabi yang dari tadi menatap tak berkedip ke arah Jihan.Fabi dan Salma mulai saling berbisik-bisik,"Fab, bukannya itu Jihan?" tanya Salma kepada Fabi."Iya itu, Jihan! Masih hidup juga tuh, anak! Gila!" tukas Fabi."Jihan dapat uang dari mana bisa makan enak di sini? Kafe ini kan terkenal mahal." Salma menjadi curiga."Sepertinya Jihan tidak tahu jika kita juga berada di sini," seru mereka berdua.Lalu Salma pun melihat jika Hendra, teman dari pacar Fabi terus saja melirik ke arah gadi
Di kafe itu tinggal ada Hendra dan Jihan. Pria itu baru saja menyatakan perasaannya kepada sang gadis yang masih belum dijawab oleh Jihan."Bagaimana Jihan, apakah kamu mau menjadi pacar ku?" tanya Hendra penuh harap."Tentu saja, aku mau kok, Ndra." jawab Jihan sambil menatap remeh ke arah pria itu."Terima kasih, Jihan! Aku sangat senang mendengarnya." Lalu tanpa sadar Hendra memeluk Jihan dan mencium pipi gadis itu.Hendra sangat kaget karena tidak ada penolakan dari Jihan. Membuat Hendra semakin senang untuk melakukan hal yang lebih.Ternyata Hendra adalah penjahat wanita. Namun Jihan sepertinya masih belum mengetahui perangai Hendra yang sesungguhnya."Ndra, aku ke toilet sebentar?" ucap Jihan memberi alasan. "Iya, Sayang. Silakan." ucap Hendra lalu mengusap lembut punggung Jihan, tentunya dengan sengaja.Ternyata tidak ada reaksi dari Hendra. Dia pun sangat senang saat ini.Gadis itu pun lalu pamit ke toilet karena penasaran dengan secarik kertas yang diberikan oleh Haikal dan
6Walaupun telah berpamitan kepada Tante Irawati, Jihan tetap kena marah Paman Kumar karena pulang larut malam.Seketika suasana di rumah terasa tegang. Paman Kumar sangat marah karena Jihan terlambat pulang, dan dia tidak tahu bahwa Jihan sebenarnya baru saja pulang dari pertemuan dengan pacar barunya, Hendra. Jihan mencoba menjelaskan alasan keterlambatannya, akan tetapi dia tetap dimarahi oleh Paman Kumar."Jihan, apa yang kamu lakukan di luar rumah? Sudah larut malam, dan kami semua sangat khawatir. Kamu tahu betapa berbahayanya jika seorang gadis pulang terlalu malam! Ikuti peraturan Paman! Ingat kamu hanya menumpang di sini! Jangan suka-sukamu semuanya!" hardik Paman Kumar.Jihan seketika mengepalkan tangannya menahan emosi yang sangat membara dari dalam hatinya. Dia sangat kesal mendengar ucapan dari pamannya sendiri.Di ruangan itu ada Tante Irawati, Tante Nini. Bahkan Nenek Omas juga turut berada di sana. Namun tak satupun yang membelanya. Jihan terpaksa membela dirinya sendir
Hari-hari pun berlalu, Jihan tetap membantu Tante Irawati di pasar. Namun bedanya, Jihan tidak lagi mau menemui Hendra, padahal mereka telah resmi berpacaran. Bahkan Jihan juga tidak lagi mau melayani Ilham karena pikirannya sedang kusut. Satu lagi tujuannya utamanya yang belum tercapai yaitu menjarah harta kekayaan Tante Irawati.Sementara Ilham yang terus dicuekin oleh Jihan menjadi tak sabar untuk menikmati servis dari gadis itu yang sungguh memabukkan dirinya.Untuk itu, pria itu pun nekat datang ke pasar. Ilham pura-pura disuruh ibunya untuk belanja. Namun sebelum dia ke pasar, Ilham lebih dulu membekali dirinya dengan sejumlah perhiasan sang ibu, yang akan dirinya pakai untuk merayu Jihan, gadis pujaan hatinya."Kali ini Jihan pasti mau aku ajak jalan-jalan!" harap pria itu dalam hatinya.Sesampai di pasar, Ilham lebih dulu memantau warung sembako milik Tante Irawati. Dia tidak mau ketahuan oleh Tante dari Jihan yang terkenal cerewet itu. Telah beberapa menit Ilham menunggu. Nam
Pagi itu terasa sangat sunyi dan mencekam di rumah kecil yang ditempati oleh Ilham dan Jihan. Ilham terbangun dengan perasaan gelisah, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres. Ketika pria itu bangkit dari tempat tidur dan mendekati Jihan yang berbaring di sebelahnya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Napas Jihan terlihat berat, dan kulitnya mulai kehilangan rona. Tanpa berpikir panjang, Ilham segera mengguncang bahunya dengan lembut."Jihan, Sayang! Apakah kamu baik-baik saja? Kenapa wajahmu sangat pucat sekarang?" Ilham bertanya dengan nada yang sangat cemas.Namun Jihan tidak merespon sama sekali setiap perkataan dari pria itu. Matanya tetap terpejam, dan tubuhnya terasa semakin lemas. Tanpa buang waktu, Ilham langsung mengangkat tubuh Jihan yang lunglai itu dan segera membawanya ke dalam mobil. Pria itu pun dengan cepat mulai melajukan mobilnya ke sebuah rumah sakit yang selama ini merawat Jihan.“Jihan! Ku mohon bertahanlah! Aku sedang memba
Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan intensif di sebuah rumah sakit, kondisi Jihan perlahan pun mulai membaik. Gadis berusia belia itu memang masih tampak rapuh, namun kesehatannya jauh lebih stabil dibandingkan ketika dia pertama kali didiagnosis dengan penyakit mematikan tersebut. Setiap minggu, Jihan tidak pernah absen untuk kontrol ke rumah sakit. Dia tahu, meskipun keadaannya sudah tidak separah dulu, namun tubuhnya masih belum sembuh total. Penyakit yang menyerang karena gaya hidupnya yang tidak sehat, kini meninggalkan jejak di tubuhnya, dan Jihan menyadari bahwa dia harus lebih menjaga diri dan waspada mulai sekarang.Namun, Jihan tidak mau larut dalam kesedihan atau rasa bersalah. Sebaliknya, gadis itu memutuskan untuk menggunakan pengalamannya sebagai alat untuk mencegah orang lain terjerumus ke dalam jalan yang sama. Kini, Jihan aktif dalam sebuah organisasi perempuan yang berkampanye tentang bahaya penyakit menular seksual dan gaya hid
Beberapa tahun kemudian,Di sebuah rumah sakit yang sunyi di salah satu sudut Kota Jakarta, yang terdengar di sana hanya suara mesin-mesin medis yang berirama monoton. Jihan, seorang gadis beli yang berpetualang tentang cinta selama ini, hidup bebas tanpa peduli akan konsekuensi dari tindakannya, kini terbaring lemah di sebuah ruang isolasi. Sebelumnya gadis itu adalah seorang pecinta hidup bebas. Bergonta-ganti pasangan ranjang, tanpa menggunakan pengaman sedikitpun, yang membuat imun tubuhnya ikut turun dan mudah terserang sakit, seperti saat ini.Wajah Jihan sangat pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya semakin parah, dan harapan hidupnya semakin tipis. Tak ada yang mendampinginya di sana, kecuali Ilham, satu-satunya lelaki yang tulus mencintainya.Ilham duduk di kursi di sebelah ranjang Jihan. Matanya tak pernah lepas dari gadis yang dia cintai sejak lama itu. Meskipun Jihan pernah bersama bany
Jihan merasakan tubuhnya mulai terasa panas dan tidak nyaman setelah membaringkan tubuhnya di kamar hotel. Perasaan panas itu semakin menjadi-jadi, membuatnya merasa tidak nyaman. Tanpa sadar, dia mulai membuka satu per satu kancing bajunya, mencoba meredakan sensasi panas yang terus meningkat.“Panas …. Panas …” lirihnya lemah.Haikal, yang sedang duduk di kursi di dekat ranjang,seketika tercengang melihat sikap Jihan. Matanya memperhatikan setiap gerakan Jihan dengan cermat dan penuh keheranan,karena obat perangsang itu bekerja sangat cepat."Jihan Sayang, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Haikal dengan suara terkejut, meskipun hanya pura-pura saja.Jihan, yang masih dalam keadaan tidak sadar, hanya menatap Haikal dengan mata yang sayu. "Aku merasa panas, Haikal. Sangat panas," ujarnya dengan suara yang lemah.Haikal segera menyadarkan Jihan akan situasinya. "Jihan, berhenti. Kamu harus berhenti," ujarnya dengan suara
Petugas hotel itu tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja ada, Tuan. Hotel kami masih memiliki beberapa kamar kosong. Silahkan ikuti saya.”Haikal dan Jihan mengikuti petugas tersebut menuju kamar yang telah disediakan. Begitu pintu kamar terbuka, udara segar dan kenyamanan seketika menghampiri mereka.“Ini kamar Anda, Tuan,” ucap petugas hotel itu dengan ramah sambil membuka pintu kamar.Haikal menoleh ke arah Jihan, seraya berkata, “Ayo, Jihan masuklah. Kita bisa istirahat sejenak dan menyegarkan diri sebelum melanjutkan petualangan kita di Kota Bandung,” ajaknya dengan senyum hangat.Jihan tersenyum lega. “Terima kasih, Haikal. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan,” ucapnya sambil mulai memasuki kamar.Setelah melewati aktivitas yang padat di Kota Bandung, Haikal dan Jihan akhirnya sampai di dalam kamar hotel yang nyaman. Udara segar di dalam kamar membuat mereka merasa rileks setelah beraktivitas di luar. Haikal
Pagi menyingsing dengan sinar matahari yang membelai lembut tirai di sebuah apartemen di salah satu sudut Kota Jakarta. Aroma kopi yang harum memenuhi dapur, bercampur dengan bau sedap bahan-bahan sarapan yang tengah dipersiapkan oleh Jihan. Jihan, gadis muda yang ceria, sibuk mengaduk-aduk panci yang berisi bubur ayam hangat. Semangatnya terpancar dalam setiap gerakan. Sebentar lagi, dia akan memberi kejutan untuk Dulah, pacarnya yang masih tidur di dalam kamar.Untuk memuluskan rencananya ke Bandung bersama Haikal. Jihan perlu merayu Dulah. Agar pria itu mau mengizinkannya untuk pergi.Dulah, yang masih terbaring di kasur dengan mata yang masih setengah terpejam, mendengar derap langkah Jihan di dapur. Dia seketika tersenyum. Setiap hari, kehadiran Jihan memberikan semangat baru baginya. Meski kegiatan Dulah di kantor seringkali sangat sibuk. Namun dia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan bersama.Sesaat kemudian, Jihan melangkah keluar dari
Setelah pertempuran panasnya dengan Jihan tadi malam, membuat Dulah semakin bersemangat pagi ini. Setelah sarapan roti bakar buatan sang pacar. Dulah pun berpamitan kepada Jihan. “Jihan … Sayangku. Aku mau berangkat ke kantor dulu pagi ini!” ucap Dulah lalu mengecup bibir Jihan dan melumatnya sesuka hatinya. “Sayang! Aku masih menginginkanmu! Kami sangat jago tadi malam. Mampu membuatku melayang sampai ke langit ke tujuh!” puji Dulah kepada sang pacar. “He-he-he! Semua kulakukan untukmu, Sayang,” sahut Jihan. “Ayo … kita lakukan satu ronde pagi ini!” rayu Dulah lalu mulai mengendurkan dasinya. Akan tetapi Jihan segera mencegahnya. “Sayang, tidak sekarang. Kamu harus ke kantor. Bukannya pagi ini kamu ada meeting?” ucap Jihan mengingatkan Dulah. “Oh .. ya ampun! Aku sampai lupa! Baiklah, Sayang. Aku pergi dulu,” pamit Dulah lalu segera keluar dari dalam apartemennya. “Cih
Jihan wanita muda yang bersemangat dan berani. Dia memiliki mata yang cerah dan penuh harapan, senyum yang menawan, dan hati yang penuh dengan kebaikan. Walaupun kebaikan itu hanya kepura-puraan semata demi untuk memuluskan semua rencana busuknya.Sementara Dulah, di sisi lain, adalah pria yang kuat dan berani, dengan hati yang penuh dengan keadilan. Telah jatuh cinta kepada Jihan sampai sejatuh-jatuhnya. Bahkan pria itu tidak tahu jika Jihan sedang mempermainkan perasaannya. Saat ini mereka sedang berdua berada di apartemen Dulah, tempat yang hangat dan nyaman, penuh dengan cahaya lembut dan aroma makanan enak. "Thanks, Dulah," ucap Jihan, matanya berkilauan dengan rasa terima kasih walaupun semua itu hanyalah kepalsuan semata. "Kamu telah membantuku memberi pelajaran kepada Hendra. Dia tidak bisa seenaknya merenggut kesucianku tanpa hukuman." Dulah menatap Jihan dengan penuh cinta. “Semua kulakukan untukmu Sayangku, Jihan. Hendra me
Di jalanan yang sepi, tiga orang anak buah Dulah berdiri di tengah jalan, menghadang mobil yang melaju dengan cepat. Hendra, pria yang telah merenggut kesucian Jihan, sangat terkejut melihat mereka yang sedang berada di depannya. Hendra merasa terkejut dan panik saat melihat ketiga anak buah Dulah menghadang mobilnya di tengah jalan yang sepi. Dia segera menginjak rem dengan keras, mobilnya berhenti tepat di depan mereka. Tatapan ketakutan terpancar dari wajahnya saat Hendra menyadari bahwa situasinya sangat serius.“Sialan! Siapa orang-orang ini?” umpatnya sendiri.Hendra mencoba mempertahankan ketenangannya, akan tetapi jantungnya berdegup sangat kencang saat ini. Dia dapat melihat ketiga pria, dengan tatapan tajam yang penuh dengan kemarahan mengarah kepadanya. Namun Hendra bisa merasakan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki.“Mereka ada tiga orang! Bagaimana caraku menghadapi mereka?” Nyali Hendra mulai menciut melihat badan kekar dari orang-orang itu. “Hei! Laki-laki bi