Kupikir semudah itu menegur suamiku, semudah itu membentang jarak agar dia bisa menjaga diri dan tidak terlalu dekat dengan mantan iparnya yang sudah jelas bukan mahram. Aku berusaha agar mereka tidak terlalu intens bertemu atau berkomunikasi tapi sepertinya, untuk membuatnya menjadi kenyataan itu agak sulit.
Wanita itu saling menelpon suamiku, dan akulah yang mengangkatnya. Aku tanyakan apa tujuannya dan dia selalu punya alasan masuk akal agar Mas Arman membantunya, juga menuruti semua keinginannya. "Mba Hani, Aku boleh minta izin buat diantar Mas Arman untuk membawa Gilang berlomba ke tingkat kecamatan. Kau tahu anakku cukup berbakat dalam hal melukis jadi aku ingin mendukung dan mengembangkan prestasinya. Apa boleh?" "Saya bukannya tidak izinkan Mbak tapi minggu-minggu ini suami saya sibuk sekali, jika tidak begitu urgent saya sarankan untuk menyewa mobil saja atau sopir pribadi." "Saya tidak berani pergi dengan orang yang tidak saya kenali, satu-satunya ipar yang baik dan dekat dengan kami hanya Arman. Tapi jika Mbak Hani tidak setuju maka saya tidak bisa berbuat banyak, artinya saya batalkan saja rencana untuk perlombaan di tingkat kecamatan tersebut." Nah, kan, dia punya cara untuk meracuni dan membuat keadaan menjadi terpaksa agar semua orang menolongnya. "Gini lho mba, Mas Armada rencana di akhir pekan ini dengan beberapa teman kantornya dan juga kami ada acara keluarga...." Klik! Belum selesai perkataanku tapi Wanita itu sudah mematikan ponselnya, dia tidak menghargaiku dan mematikannya begitu saja tanpa berpamitan atau mengucapkan terima kasih. Dasar tidak tahu diri. Kupikir semuanya sudah beres tapi ternyata tiba-tiba ibu mertua menelponku, beliau mengungkapkan kekecewaan dan kekesalannya atas apa yang kukatakan kepada aruni. "Dek, kau tahu kan kalau si Mbak sudah nggak punya suami lagi, apa adik memang sudah tidak membolehkan Arman mengantarkan kakak iparmu?" Nah mulai lagi, aruni pasti sudah memberitahu ibu mertua dan meminta beliau untuk berbicara dengan kami atas nama dirinya. Benar benar kurang ajar dan aku rasanya ingin menjambak wanita itu. "Bu, bukan begitu, suami saya ada kesibukan. Lagi pula Kami menyarankan agar beliau menyewa mobil sekaligus dengan sopirnya kami tidak masalah membayarnya." "Bukan uang yang diperlukan Dek tapi peran keluarga." "Kalau begitu mbak aruni bisa diantarkan oleh Mas Bayu atau Mas Hendra, bukankah Mas Arman punya dua kakak yang lainnya?" "Iya, benar, tapi mereka pasti sibuk dengan perjalanan bisnis dan keluarganya masing-masing!" Bila ibu mertua juga memikirkan tentang maslahat anaknya yang lain, juga tentang kesibukan dan bisnis mereka lalu bagaimana dengan kami? Apa kami sama sekali tidak punya rutinitas keluarga dan kesempatan untuk me time sendirian? Oh ini konyol sekali. "Keluarga kami juga sibuk Bu, satu kali kami juga butuh istirahat dan jeda, suamiku sudah memberikan pelayanan terbaik, jadi izinkan kami untuk istirahat dan mengalihkan sedikit tanggung jawab ini pada saudara-saudara lainnya!" "Hani, harusnya kamu paham dong, kalau yang ekonominya membaik hanya kalian saja?!" "Tapi kami juga punya kebutuhan keluarga Bu, malah Saya ingin merenovasi bagian atap depan rumah yang sudah bocor tapi selalu gagal karena sebagian besar gaji suamiku diberikannya untuk Mbak aruni. Bahkan suamiku memberikan dia perhiasan dan pakaian yang mahal tanpa mempertimbangkan kebutuhan kami menurutku itu sudah terlalu baik dan agak berlebihan!" "Tidak ada yang namanya berlebihan jika itu menyangkut saudara dan kerabat!" Kali ini nada ibu mertua cukup tinggi membuatku malas mendengar ocehannya. "Lalu Siapa yang lebih dipentingkan Bu, anak dan istri, ataukah wanita yang sudah habis masa iddahnya dari kakak ipar kami. Mas Hilman sudah meninggal 5 bulan yang lalu jadi saya rasa wanita itu sudah terbebas dari ikatan dan boleh mulai bekerja atau membangun kembali pertemanannya!" "Ini konyol Dek, Kenapa adek menyarankan Kakak iparmu untuk bersuami lagi? ketika dia menikah dan suaminya tidak baik kepada Gilang, gimana nasib cucu ibu!" Wanita itu memang mengatakan kata-kata dengan kalimat yang lembut tapi bobot dari perkataannya sangat menyakitkan hatiku, Dia seolah berat sebelah dan selalu mendukung Mbak aruni tanpa memikirkan perasaanku. "Begini saja, jika Ibu luang waktunya, biar Ibu saja yang temani Mbak aruni pergi ke kecamatan untuk mengantar Gilang berlomba." "Ibu ada pertemuan kontrol dengan dokter Hari Minggu nanti. Kau saja!" "Nggak bisa Bu, aku ada acara keluarga di rumah ibuku!" "Giliran keluarga ibumu kau pentingkan 'kan!" "Bukan begitu..." "Pokoknya Dek, biarkan Arman mengantarkan aruni." Ya Allah, aku kehabisan kata-kata. Sejak awal aku sudah memperingatkan suamiku agar tidak terlalu mengambil semua tanggung jawab dan memanjakan aruni hingga akhirnya dia menginjak dan membuat keadaan menjadi sempit untuk kami. Aah.Pulang dari kerja suamiku nampak penat sekali, iya letakkan kunci mobil dan tasnya di atas meja kerja lalu berjalan dengan lesu dan menjatuhkan dirinya di atas sofa depan ruang tv. Berulang kali dia mendesah sambil memijit di kepalanya."Kenapa Mas?" Aku datang membawakan segelas air hatiku jengkel atas percakapanku dengan ibu mertua beberapa saat yang lalu tapi aku harus tetap terlihat senyum di depan suamiku. "Capek banget, tensi kerjaan banyak sekali ditambah klien dari Jepang itu sama sekali tidak pengertian mereka meminta kami untuk mengebut pekerjaan proyek, tapi mereka tidak mengetahui kendala apa yang kami hadapi di lapangan! Ah ya Tuhan!""Emangnya apa yang terjadi Mas?""Mereka meminta pengecoran jembatan harus selesai dalam minggu ini, tapi mereka tidak menyadari bahwa kami menghadapi kendala terlambatnya pasokan material dan cuaca yang tidak mendukung.""... Lalu mereka mulai menyalahkan dan memintaku menyelesaikan semuanya sebagai supervisor lapangan.""Ya Tuhan aku tu
Melihat foto suamiku di postingan wanita lain sontak dada ini serasa dihantam bongkahan batu, sesak nafas ini nyaris tersengal bukan main. Aku jatuh terduduk dengan tangan gemetar dan tungkai kaki yang lemas seketika. Aku tidak tahu aku harus marah dari mana tapi yang jelas kejengkelan itu memuncak. Aku murka kepada aruni, marah juga pada suamiku yang tidak jujur padaku bahwa ia mengantarkan kakak iparnya. Mengapa ia harus menyembunyikannya? Apakah karena aku jarang terang-terangan menunjukkan keberatanku atas kedekatan mereka yang terlalu akrab ataukah ada hal yang lainnya?Sampai seniat itu membohongiku kalau dia punya pekerjaan di hari libur Padahal dia antarkan wanita jalang itu ke perlombaan anaknya. Dan si jalang itu... Kenapa selalu mengandalkan suamiku, Kenapa selalu Mas Arman yang dia suruh, dan Kalau suamiku tak mau dia akan memaksa dan menunjukkan kesedihannya. Suamiku yang mudah tersentuh dan iba pada orang lain akan menyerah dengan air mata aruni. Astaga, hatiku sesak,
Karena aku memaksa Mas Arman untuk menghubungi aruni maka lelaki yang tidak punya pilihan ditambah Karena rasa bersalahnya itu, maka dia terpaksa menghubungi iparnya. "Ada apa, Arman?" Suara wanita itu merdu mendayu dari seberang sana terdengar manis dan centil sekali."Uhm, begini....""Ada apa?""Tolong hapus postingan foto Saya dari instagram-nya Mbak aruni, ga enak diliat Hani dan kerabat lain. Ini hanya demi tidak menimbulkan asumsi negatif Mbak.""Aku tidak bermaksud untuk menyinggung istrimu, aku hanya berterima kasih karena kau selalu membantu kami.""Sama-sama Mbak, Tapi tolong foto saya dihapus ya, saya rela tidak pergi ke kondangan dengan istri demi kamu Mba," ucap Mas Arman dengan wajah yang tidak enak padaku. "Oh, maafin aku Arman, kalau tahu kamu mau ada acara aku nggak usah minta diantar.""Nggak papa Mbak sudah terlanjur juga, sampai nanti.""Bye Arman, makasih." Klik. Suamiku menghela nafas sambil menyimpan kembali ponsel ke dalam kantongnya."Kuharap kamu bisa t
(Oh maaf, apa ini Hanifah ya?) dia segera membalasku.(Iya, aku istrinya, aku tidak tahu apa maksudmu tapi aku kaget melihat pesan-pesanmu pada suamiku. Kau kirimkan foto-fotomu yang cantik dengan maksud apa?)(Tidak ada, hanya mengirimkan saja.)(Menurutmu ini masuk akal dan wajar, menurutmu wajar seorang kakak ipar mengirimkan foto-foto ke adik iparnya?)(Jika Itu menyakiti hatimu maka aku minta maaf, Aku tidak akan mengulanginya. Kau boleh menghapus pesannya.)Ini bukan tentang menghapus pesan, aku ingin dia memberiku penjelasan kenapa ia seakan menggoda suamiku, jika aku bicara terang-terangan tentu wanita itu akan merasa tertantang dan semakin berusaha dekat pada suamiku, jadi, akan kuusahakan untuk bicara baik-baik, meski perasaanku terbakar. (Tentu saja akan kuhapus, tapi, sebelum itu, Aku ingin tahu kenapa kau terlalu berani. Apa maksudmu?)(Maafkan aku, aku tidak bermaksud apa-apa. Arman yang minta kami mengabarkannya kegiatan harian kami, dia bilang dia harus memantau kami
Aku terguncang, hatiku mencelos menyusut seakan disiram minyak panas oleh perkataan Mas Arman. Dia bilang kalau belakangan ini kelancanganku meningkat sementara aku tidak pernah merasa melunjak. Bagiku dia suamiku, dan sebagai istri aku berkewajiban untuk melindungi keluarga serta menjaga batasan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Aku tidak bermaksud untuk lancang Mas, aku hanya mengingatkanmu agar kau menjaga jarak!""Emangnya aku terlalu dekat? Apakah aku pernah memeluk dan mencumbunya, ataukah kau mulai berpikir kalau aku dan aruni berselingkuh?""Aku tidak bilang begitu ya... Aku hanya...." dia segera meletakkan jari telunjuknya di bibirku sambil menggelengkan kepalanya, tawanya yang penuh misteri serta kelicikan itu membuatku tidak habis pikir. "Tatapan dan caramu bicara seakan kau curiga. Aku berusaha memaklumi gelagatmu, diam dan mengalah pada istriku, tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Jangan keterlaluan ya," ujar suamiku dengan senyum sinis. Sesudah mendo
Melihatku menangis sambil memeluk lututku sendiri lelaki itu hanya menatap dengan senyum sinis dan berkacak pinggang."Aku peringatkan padamu, meski kau istriku dan ibu anak-anakku tapi jangan bersikap kurang ajar, aku adalah suamimu dan kepala keluarga ini." "Lantas pikirkanlah! jika aku lebih dekat dengan iparku dan selalu mengandalkan mereka tanpa menjaga hatimu, Apa yang akan kau lakukan?!""Biasa saja," jawabnya sambil mengendikkan bahu. Aku tak sanggup lagi menahan air mata, rasanya pupus sudah harapan untuk mempertahankan keluarga begitu melihat tindakan dan perkataannya Mas Arman yang masuk akal. Kupikir dia telah mengindahkan peringatanku, dia berjanji akan menjaga sikapnya tapi ternyata lelaki itu bersikuku ingin tetap bersama dengan aruni, dia tetap ingin memberinya nafkah, perhatian dan waktu.Jika sudah begini, sama saja dengan suamiku menanggung dua keluarga, sama saja seakan dia punya istri dua. Karena sebagian besar penghasilan dan waktu untuk aruni, maka secara t
"Ibu tidak melarangmu untuk bergaul dengan anak ibu, tapi kau juga harus memberi waktu untuk air Man agar dia bisa mengurus dirinya sendiri dan keluarganya."Wanita itu semakin menjadi-jadi saja tangisannya mendengar ibu mertua menjawabnya, dia semakin tidak membendung air mata malas sekarang ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis semakin pilu. "Sejujurnya ini tidak seperti yang ibu dengarkan, aku jarang bertemu Arman. Paling hanya sekali atau dua kali dalam sebulan, kami hanya sering berhubungan lewat chat karena dia membantu keuanganku." Wanita itu terus mengadu mengusap air mata dan meminta perhatian ibu mertua.Aku benci padanya karena ia begitu tidak tahu diri dan egois, seakan dunia berputar tentang kebutuhan dia saja sehingga dia merasa bahwa suamiku harus menafkahinya. "Oh ya? dalam seminggu saja bisa lebih dua kali pertemuan kalian! bahkan ke manapun mba pergi, suamiku selalu menjadi supirmu. Hari Minggu kemarin seharusnya kami menghadiri syukuran ayahku y
Dengan hati remuk redam, aku duduk di sisi tempat tidur berusaha untuk meredakan tangisan dan berpikir dengan jernih, ada koper pakaian yang kusimpan di atas lemari menunggu untuk kuisi lalu kuseret pergi dari tempat ini.Aku sadar perjuanganku sia-sia, hidupku seperti sandiwara yang penuh dengan omong kosong. Rumah tangga yang kujalani seperti panggung yang harus diisi dengan kepura-puraan bahwa aku bahagia padahal hatiku tertekan. Aku mendedikasikan diriku sebagai istri yang setia tapi suamiku tidak bisa menjaga sikapnya. Aku menunggu sesuatu yang tidak mungkin berubah, yakni perubahan Arman yang terlalu mementingkan iparnya tanpa memperdulikan perasaanku. Menurutnya aku terlalu cemburu padahal sebenarnya dialah yang buta. Selagi mencoba untuk meredakan gejolak hatiku ibu mertua di luar sana sedang memarahi anaknya, dia mengomel pada aruni dan Arman, dia mencecar mereka panjang lebar, dan meminta Mas Arman untuk lebih menjaga sikapnya. Ibu mertua, berusaha memberi pengertian pad
*Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka
*"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny
"gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m
Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa
Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela
Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi
"Kau tidak pantas berkata seperti itu Pricilla! Beraninya wanita yang kabur dari suaminya mengomentari wanita lain!" balas suamiku yang mencoba membela diri ini. "Kupikir istrimu adalah anak pengusaha dari Singapura tapi ternyata hanya wanita kampungan ini. Ya ampun, apa Kau terlalu putus asa untuk move on dariku ataukah ini hanya sekedar aksi balas dendam?" tanya Pricilla yang sudah membuat keadaan makin memanas dan tidak nyaman. "Sebaiknya mari kita makan," ucap ibu mertua sambil memberi isyarat pada semua orang agar bergabung ke meja makan, di meja panjang itu koki dapur telah menyiapkan aneka hidangan, ada sup rumput laut dan makanan herbal khas Tiongkok khusus dibuat untukku. Ada kue dan penganan lain yang juga tak kalah menggugah selera. "Ayo jangan bicara saja, mari kita rayakan momen baik ini dengan makan bersama dan saling membuka hati untuk berdamai.""Mi, apa Mami yakin? Apa yang membuat Mami tiba-tiba membuka hati pada orang miskin. Bukankah standar Mami selama ini sa
Aku tahu ada besar resiko yang kuambil setelah memberi pelajaran kepada Lorena. Andai wanita itu mengadu, pasti ada pertarungan antara aku dan Mas Renaldi, lalu jika suamiku disuruh memilih, dia pasti akan mengutamakan kerabat dibandingkan istrinya yang baru saja bergabung dalam keluarganya.Baru masuk dalam keluarga kaya dan harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang agak feodal membuatku sedikit kesulitan tapi aku mampu belajar. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kehidupanku di antara orang-orang kaya ini, tapi satu-satunya hal menyebalkan hanyalah Lorena. Entah apa yang akan dia katakan pada suamiku, bagaimana pula ia menjelaskan pada keluarganya mobilnya rusak karena apa, boleh jadi ini ada pelajaran yang akan membuatnya berhenti menggangguku atau bisa juga itu adalah batu loncatan untuk membuatku diusir dari tempat ini."Kau sudah pulang?" tanya suamiku, agak kaget diri ini mendapatinya pulang lebih cepat dariku. "Iya, Mas.""Aku menunggumu dari tadi.""Aku keluar sebentar
*Kutunggu lelaki itu sampai dia pulang dari kantornya, setelah makan malam kami duduk bersantai di balkon rumah, kubawakan segelas kopi untuknia dan suamiku tersenyum senang menerima itu. "Gimana hari ini, apa semuanya lancar?""Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir ini aku senang pulang ke rumah karena seseorang selalu menunggu dan menanyakan hari-hariku. Terima kasih sudah jadi istri yang menyenangkan.""Sama sama, tapi ada hal yang membuatku sedikit tak senang.""Apa itu.""Maafkan aku, tapi aku keberatan Mas melibatkan Lorena dalam semua urusanku. Aku ingin mengatur usahaku sendiri dan tolong percayakan semuanya padaku.""Dia hanya mengelola modal untukmu." "Bila semua harus melewati dia, maka aku memilih untuk tidak memiliki bisnis dari modal perusahaanmu. Aku akan menabung pelan-pelan dan mengembangkan bisnis sendiri."Lelaki itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia memandangku sambil tersenyum."Sebenarnya ada apa? Jangan terlalu ambil hati masalah Lorena, kau tahu sendiri