Pulang dari kerja suamiku nampak penat sekali, iya letakkan kunci mobil dan tasnya di atas meja kerja lalu berjalan dengan lesu dan menjatuhkan dirinya di atas sofa depan ruang tv. Berulang kali dia mendesah sambil memijit di kepalanya.
"Kenapa Mas?" Aku datang membawakan segelas air hatiku jengkel atas percakapanku dengan ibu mertua beberapa saat yang lalu tapi aku harus tetap terlihat senyum di depan suamiku. "Capek banget, tensi kerjaan banyak sekali ditambah klien dari Jepang itu sama sekali tidak pengertian mereka meminta kami untuk mengebut pekerjaan proyek, tapi mereka tidak mengetahui kendala apa yang kami hadapi di lapangan! Ah ya Tuhan!" "Emangnya apa yang terjadi Mas?" "Mereka meminta pengecoran jembatan harus selesai dalam minggu ini, tapi mereka tidak menyadari bahwa kami menghadapi kendala terlambatnya pasokan material dan cuaca yang tidak mendukung." "... Lalu mereka mulai menyalahkan dan memintaku menyelesaikan semuanya sebagai supervisor lapangan." "Ya Tuhan aku turut prihatin Mas Andai ada yang bisa kulakukan untuk membantumu!" "Aku tidak akan membebani keluargaku karena aku bisa mengatasinya sendiri! Tapi, aku hanya memohon agar situasi rumah dan kondisi keluarga tetap tenang." "Aku berusaha Mas tapi baru siang tadi aku mendapatkan teguran dari ibu mertua...." "Kenapa?" Suamiku langsung duduk tegak dan mukanya tegang. "Tadi pagi Mbak aruni minta aku untuk menyampaikan agar kau mengantarkan dia ke kecamatan." "Untuk apa?" "Anaknya mau lomba melukis. Jadi aku bilang kalau kita punya acara keluarga sekaligus kau sibuk sekali minggu ini." "Kau tidak salah," ucap suamiku sambil mendesahkan nafasnya. "Tapi sepertinya Mbak aruni melapor kepada ibu mertua sehingga beliau menegurku!" "Bilang apa?" "Kita harus memprioritaskan keluarga dan kerabat. Tapi aku sudah jelaskan pada ibu bahwa kita sudah berikan yang terbaik selama ini jadi aku ingin sekali Mas Bayu dan mas Hendra mengambil alih." "Kok pasti sudah membuat Ibu marah...." "Mau bagaimana lagi Mas aku juga prihatin dengan keadaan keluarga kita, kapan kita bisa membangun untuk diri kita sendiri kapan kita akan punya tabungan dan rumah yang layak juga kendaraan baru, kapan semuanya berubah dan beban yang banyak itu terangkat dari bahumu." "Aku tidak menjadikan keluargaku sebagai beban!" "Namun sebagai istrimu aku yang prihatin, Aku ingin suamiku memiliki mental yang sehat serta semangat yang kuat untuk menjalani hari-harinya, bukan terus tersita waktu dengan iparmu yang banyak maunya!" "Sebenarnya nggak apa-apa sih, Aku hanya ingin berperan sebagai paman yang baik." "Aku tidak meragukan niatmu Mas dan kau telah melakukan yang terbaik selama ini bahkan kau rela berulang kali menendang rencana keluarga dan mengajak anak-anak kita libur demi Gilang dan aruni!" "Aku menangkap kecemburuanmu ujar suamiku sambil tersenyum dan menjawil pipi ini. "Tidak Mas, aku tidak cemburu, Aku hanya ingin kita semua jaga jarak agar tidak terjadi fitnah atau hal yang tidak diinginkan. Ipar adalah maut dan benih-benih kebersamaan akan membuat kalian terbiasa untuk tidak menjaga jarak!" "Aku mengerti," jawabnya mengangguk. * Minggu pagi. "Aku harus ke lokasi proyek ucap suamiku sambil mengenakan kemeja kotak-kotak biru dan jam tangannya, Dia segera menyisir rambut dan menyemprotkan parfumnya. "Ada apa? Bukannya ini hari Minggu?" "Iya seperti yang kau katakan kemarin bahwa aku harus mengebut pengerjaan." "Ya ampun Mas, kau jadi tidak punya istirahat." "Tidak masalah." Dia mengucapkan Minggu lalu bergantian memeluk anak kami dan berpamitan, bahkan dia tidak sempat sarapan atau minum kopi buatanku. Sampai beberapa saat setelah kepergian yang aku masih berpikir positif dan tenang-tenang saja, aku jalani hari minggu bersama anak-anak dengan berkunjung ke tempat Ibuku untuk membantu persiapan syukuran keluarga, juga berbelanja sendirian ke supermarket . Menjelang sore aku bisa istirahat setelah menyetrika pakaian dan menyiapkan baju sekolah anak-anak. Selagi melihat-lihat I*******m aku tak sengaja melihat postingan aruni, yang nampak bahagia sambil memeluk anaknya yang ternyata juara. Dia menulis caption Terima kasih Untuk Anakku yang hebat serta sosok yang selalu mendukung di belakang kami, lalu di slide yang kedua ada foto candid suamiku yang diambil tanpa sepengetahuannya, lelaki itu sedang memegang ponselnya sambil mengenakan kacamata hitam dan jam tangan yang membuatnya semakin tampan dan bergaya. Jadi wanita itu sedang berterima kasih pada suamiku, karena tanpa pengetahuanku mas Arman sudah mengantarnya ke kecamatan!? Oh, sontak saja dadaku terbakar dan rasa jengkel yang selama ini berusaha kupendam langsung bergejolak bukan main.Melihat foto suamiku di postingan wanita lain sontak dada ini serasa dihantam bongkahan batu, sesak nafas ini nyaris tersengal bukan main. Aku jatuh terduduk dengan tangan gemetar dan tungkai kaki yang lemas seketika. Aku tidak tahu aku harus marah dari mana tapi yang jelas kejengkelan itu memuncak. Aku murka kepada aruni, marah juga pada suamiku yang tidak jujur padaku bahwa ia mengantarkan kakak iparnya. Mengapa ia harus menyembunyikannya? Apakah karena aku jarang terang-terangan menunjukkan keberatanku atas kedekatan mereka yang terlalu akrab ataukah ada hal yang lainnya?Sampai seniat itu membohongiku kalau dia punya pekerjaan di hari libur Padahal dia antarkan wanita jalang itu ke perlombaan anaknya. Dan si jalang itu... Kenapa selalu mengandalkan suamiku, Kenapa selalu Mas Arman yang dia suruh, dan Kalau suamiku tak mau dia akan memaksa dan menunjukkan kesedihannya. Suamiku yang mudah tersentuh dan iba pada orang lain akan menyerah dengan air mata aruni. Astaga, hatiku sesak,
Karena aku memaksa Mas Arman untuk menghubungi aruni maka lelaki yang tidak punya pilihan ditambah Karena rasa bersalahnya itu, maka dia terpaksa menghubungi iparnya. "Ada apa, Arman?" Suara wanita itu merdu mendayu dari seberang sana terdengar manis dan centil sekali."Uhm, begini....""Ada apa?""Tolong hapus postingan foto Saya dari instagram-nya Mbak aruni, ga enak diliat Hani dan kerabat lain. Ini hanya demi tidak menimbulkan asumsi negatif Mbak.""Aku tidak bermaksud untuk menyinggung istrimu, aku hanya berterima kasih karena kau selalu membantu kami.""Sama-sama Mbak, Tapi tolong foto saya dihapus ya, saya rela tidak pergi ke kondangan dengan istri demi kamu Mba," ucap Mas Arman dengan wajah yang tidak enak padaku. "Oh, maafin aku Arman, kalau tahu kamu mau ada acara aku nggak usah minta diantar.""Nggak papa Mbak sudah terlanjur juga, sampai nanti.""Bye Arman, makasih." Klik. Suamiku menghela nafas sambil menyimpan kembali ponsel ke dalam kantongnya."Kuharap kamu bisa t
(Oh maaf, apa ini Hanifah ya?) dia segera membalasku.(Iya, aku istrinya, aku tidak tahu apa maksudmu tapi aku kaget melihat pesan-pesanmu pada suamiku. Kau kirimkan foto-fotomu yang cantik dengan maksud apa?)(Tidak ada, hanya mengirimkan saja.)(Menurutmu ini masuk akal dan wajar, menurutmu wajar seorang kakak ipar mengirimkan foto-foto ke adik iparnya?)(Jika Itu menyakiti hatimu maka aku minta maaf, Aku tidak akan mengulanginya. Kau boleh menghapus pesannya.)Ini bukan tentang menghapus pesan, aku ingin dia memberiku penjelasan kenapa ia seakan menggoda suamiku, jika aku bicara terang-terangan tentu wanita itu akan merasa tertantang dan semakin berusaha dekat pada suamiku, jadi, akan kuusahakan untuk bicara baik-baik, meski perasaanku terbakar. (Tentu saja akan kuhapus, tapi, sebelum itu, Aku ingin tahu kenapa kau terlalu berani. Apa maksudmu?)(Maafkan aku, aku tidak bermaksud apa-apa. Arman yang minta kami mengabarkannya kegiatan harian kami, dia bilang dia harus memantau kami
Aku terguncang, hatiku mencelos menyusut seakan disiram minyak panas oleh perkataan Mas Arman. Dia bilang kalau belakangan ini kelancanganku meningkat sementara aku tidak pernah merasa melunjak. Bagiku dia suamiku, dan sebagai istri aku berkewajiban untuk melindungi keluarga serta menjaga batasan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. "Aku tidak bermaksud untuk lancang Mas, aku hanya mengingatkanmu agar kau menjaga jarak!""Emangnya aku terlalu dekat? Apakah aku pernah memeluk dan mencumbunya, ataukah kau mulai berpikir kalau aku dan aruni berselingkuh?""Aku tidak bilang begitu ya... Aku hanya...." dia segera meletakkan jari telunjuknya di bibirku sambil menggelengkan kepalanya, tawanya yang penuh misteri serta kelicikan itu membuatku tidak habis pikir. "Tatapan dan caramu bicara seakan kau curiga. Aku berusaha memaklumi gelagatmu, diam dan mengalah pada istriku, tapi lama-kelamaan aku tidak tahan. Jangan keterlaluan ya," ujar suamiku dengan senyum sinis. Sesudah mendo
Melihatku menangis sambil memeluk lututku sendiri lelaki itu hanya menatap dengan senyum sinis dan berkacak pinggang."Aku peringatkan padamu, meski kau istriku dan ibu anak-anakku tapi jangan bersikap kurang ajar, aku adalah suamimu dan kepala keluarga ini." "Lantas pikirkanlah! jika aku lebih dekat dengan iparku dan selalu mengandalkan mereka tanpa menjaga hatimu, Apa yang akan kau lakukan?!""Biasa saja," jawabnya sambil mengendikkan bahu. Aku tak sanggup lagi menahan air mata, rasanya pupus sudah harapan untuk mempertahankan keluarga begitu melihat tindakan dan perkataannya Mas Arman yang masuk akal. Kupikir dia telah mengindahkan peringatanku, dia berjanji akan menjaga sikapnya tapi ternyata lelaki itu bersikuku ingin tetap bersama dengan aruni, dia tetap ingin memberinya nafkah, perhatian dan waktu.Jika sudah begini, sama saja dengan suamiku menanggung dua keluarga, sama saja seakan dia punya istri dua. Karena sebagian besar penghasilan dan waktu untuk aruni, maka secara t
"Ibu tidak melarangmu untuk bergaul dengan anak ibu, tapi kau juga harus memberi waktu untuk air Man agar dia bisa mengurus dirinya sendiri dan keluarganya."Wanita itu semakin menjadi-jadi saja tangisannya mendengar ibu mertua menjawabnya, dia semakin tidak membendung air mata malas sekarang ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis semakin pilu. "Sejujurnya ini tidak seperti yang ibu dengarkan, aku jarang bertemu Arman. Paling hanya sekali atau dua kali dalam sebulan, kami hanya sering berhubungan lewat chat karena dia membantu keuanganku." Wanita itu terus mengadu mengusap air mata dan meminta perhatian ibu mertua.Aku benci padanya karena ia begitu tidak tahu diri dan egois, seakan dunia berputar tentang kebutuhan dia saja sehingga dia merasa bahwa suamiku harus menafkahinya. "Oh ya? dalam seminggu saja bisa lebih dua kali pertemuan kalian! bahkan ke manapun mba pergi, suamiku selalu menjadi supirmu. Hari Minggu kemarin seharusnya kami menghadiri syukuran ayahku y
Dengan hati remuk redam, aku duduk di sisi tempat tidur berusaha untuk meredakan tangisan dan berpikir dengan jernih, ada koper pakaian yang kusimpan di atas lemari menunggu untuk kuisi lalu kuseret pergi dari tempat ini.Aku sadar perjuanganku sia-sia, hidupku seperti sandiwara yang penuh dengan omong kosong. Rumah tangga yang kujalani seperti panggung yang harus diisi dengan kepura-puraan bahwa aku bahagia padahal hatiku tertekan. Aku mendedikasikan diriku sebagai istri yang setia tapi suamiku tidak bisa menjaga sikapnya. Aku menunggu sesuatu yang tidak mungkin berubah, yakni perubahan Arman yang terlalu mementingkan iparnya tanpa memperdulikan perasaanku. Menurutnya aku terlalu cemburu padahal sebenarnya dialah yang buta. Selagi mencoba untuk meredakan gejolak hatiku ibu mertua di luar sana sedang memarahi anaknya, dia mengomel pada aruni dan Arman, dia mencecar mereka panjang lebar, dan meminta Mas Arman untuk lebih menjaga sikapnya. Ibu mertua, berusaha memberi pengertian pad
Mas Arman mengikuti langkah ibunya ke pintu gerbang, membantu wanita itu masuk ke dalam mobilnya, diikuti oleh aruni yang sesaat bicara padanya. Dua sejoli itu seperti membicarakan sesuatu yang serius lalu Mas Arman mengangguk sambil wanita itu mengelus bahu suamiku. Nampaknya, sentuhan haram wanita yang bukan mahram suamiku itu, telah membuat dia lupa diri dan terpengaruh. Aruni memang cantik, tatapan dan senyumnya bisa melelehkan siapapun, tapi bagiku, semua ucapannya tak ubahnya mantra yang telah meracuni hati arman dan berubah drastis. Hubungannya yang dekat dengan suamiku telah jadi duri dalam Rumah tanggaku, jadi dilema besar yang membuat suamiku bingung untuk memilih. Harusnya kami bahagia dan suamiku fokus pada keluarganya sendiri, tapi kenyamanannya dekat dengan aruni, telah menciptakan konflik denganku. Aku yakin suamiku jatuh cinta pada wanita itu. Sekuat apapun cara mereka menutupi, dari interaksi, pandangan, cara bicara dan bagaimana Arman selalu bergerak cepat saat d