Setelah kepergian suamiku, aku terjatuh lemas duduk di kursi teras, kupikir ketegasanku akan membuat segalanya berubah tapi malah membuat keadaan jadi makin rumit. Kukira, setelah membicarakan perasaanku kepada mertua dan ibu mertua berusaha memberi mereka pengertian, segala sesuatu akan berubah dan kembali seperti semula, tapi dengan jujurnya aku, hubungan mereka seakan terungkap dan mereka semakin gamblang menunjukkan kedekatannya. Seakan tidak boleh ada yang melarang atau menghalangi mereka. Suamiku dan kakak iparnya itu, Allahu Akbar... kalau diingat bagaimana sibuknya dia melayani aruni dan bagaimana manjanya aruni kepada Mas Arman, aku hanya bisa mengucapkan istighfar dan mengurut dadaku. Aruni wanita jalang itu, dia telah mengadu kepada suamiku dan menciptakan konflik antara aku dan Arman. Dia pasti telah bercerita dan melebih-lebihkan perkataanku kepada suamiku sehingga membuat Mas Arman murka. Ah, posisiku sangat tidak menguntungkan. "Bu." Aku menelpon ibu mertua karena sa
Melihat kerasnya hati suamiku, satu-satunya jalan yang bisa ku ambil adalah mengadu pada orang tuaku dan meminta mereka untuk bicara pada mas Arman. Bukan untuk mencari pembelaan tapi ini adalah bentuk upaya terakhir mempertahankan keluarga. Demi Inayah dan Dika aku rela merendahkan harga diriku. Demi cinta dan hati yang terlanjur kuberikan kepada Mas Arman, aku rela mengalah dan minta maaf. Aku yakin harus ada penengah yang lebih berwibawa diantara kita, harus orang yang lebih tua yang disegani oleh suamiku yang bisa bicara padanya agar dia bisa sadar dan kembali seperti semula. *Dan di sinilah aku, di rumah orang tuaku, oh aku tidak berdayaan dan kesedihanku di hadapan mereka. Sesungguhnya Ini pertama kalinya aku melibatkan kedua orang tua dalam masalah keluargaku, sebelumnya pantang bagiku mengadu sebab jodohku adalah pilihanku sendiri jadi aku tidak mau membebani kedua orang tuaku.Tapi apa yang terjadi sekarang sungguh membebani hati dan tidak bisa membuatku lega kalau aku tid
Mendapat kecupan di keningnya wanita itu melabuhkan dirinya dalam pelukan dada bidang suamiku. Dia terlihat meneteskan air mata dan merangkul pinggang Mas Arman dengan erat. "Kau adalah suaminya hani, manajer yang handal, anak mertua dan adik dari mendiang suamiku, kau seharusnya ....""Ssstt jangan bilang begitu ...," ucap Mas Arman sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir mungil aruni. "Aku mungkin memegang banyak peran, tapi bagimu, aku hanya kekasih!" Ah, ucapan itu menusuk jantungku. "Oh ya?" Tatapan mereka bertemu dengan penuh keromantisan, jarak antara bibirnya dan bibir Mas arman hanya beberapa senti saja, bila bergerak sedikit mereka akan berciuman. Aku yang berada di sudut ruangan dan mengintip mereka, semakin merasa sesak di hatiku. Sakit luar biasa, seakan tombak menghantam jantungku dengan kecepatan tinggi. Lututku lemas, andai kuturutkan pasti aku terkapar seketika, tapi aku berusaha menguatkan diri."Aku sayang kamu Aruni, mungkin mereka semua tidak akan mener
Melihat wajahku yang sembab, melihat tanganku yang membiru karena dorongan ayahnya yang membuatku terjerembab di lantai, anak sulungku meneteskan air mata. "Bunda, ada apa ini, apa yang terjadi?"Mendengar suara anak kami sontak Arman langsung keluar dari ruang keluarga rumah aruni. Melihat anaknya ada di situ lelaki itu hanya bisa menarik nafas panjang dan salah tingkah. "Kalian sejak kapan di sini?""Sejak bunda di sini?""Apa yang kalian dengar?""Hubungan Ayah dengan Tante.""Ini hanya salah paham," ujar Mas Arman yang berusaha menenangkan anaknya, dia meraih pundak putraku tapi Dika malah memundurkan dirinya. "Bunda, ayo pergi, di sini ga nyaman." "Tentu, sayang. Aura dan keadaan rumah ini memang tidak nyaman karena berisikan orang-orang jahat," balasku sambil tertawa sinis. Aku merangkum anak-anak dan mengajak mereka meninggalkan tempat itu sementara suamiku hanya membeku di tempatnya, kalau sudah menyangkut anak-anak, lelaki itu tidak bisa berbuat banyak karena penilaian
Dingin....Ranjang, kamar dan suasana rumah Ini begitu dingin. Hatiku juga begitu, dipenuhi dengan aura kelabu dan kehampaan, jiwaku hancur berkeping-keping mendengar sebuah pengakuan dan melihat sendiri dengan mata kepalaku, orang yang aku cintai memeluk orang lain dan bersumpah kalau dia mencintainya. Masya Allah. Kabarnya, takdir seseorang telah tertulis sebelum mereka terlahir, riwayat itu menggantung di sebuah pohon yang bernama Lauhul Mahfudz, daunnya bergoyang saat tertiup prahara dan takdir yang akan membawanya.Lalu apa yang tertulis dalam hidupku?Kupikir pernikahan adalah sumber kebahagiaan dan ibadah terlama yang akan kulakukan. Kenapa harus ada noda, kanapa harus ada orang ketiga? Dan kenapa ujian ini harus terjadi padaku. Apa yang Tuhan janjikan dalam qada dan qadarku? Ya Allah. Aku hanya bisa mengadu. Tangis ini tersendat pilu, tertahan dan menimbulkan ketidakpuasan. Air mataku menetes di antara kegelapan malam, di atas tempat tidur yang nyaman ini aku tidak mampu m
Sepanjang perjalanan pulang pikiran tentang suamiku yang tiba-tiba jatuh ke pelukan ipar membuatku tidak habis pikir. Tak bisa kugambarkan rasa sakitnya, tak mampu ku hitung luka-luka yang menusuk hati serta penderitaan yang membuatku tak bisa tidur bermalam malam.Tak kusangka wanita yang selama ini menganggap dirinya sebagai wanita terhormat, jadi jalang yang telah merebut dan merusak kehidupan rumah tanggaku. Hatiku terbakar luar biasa, dan perasaan itu menimbulkan dendam kesumat yang membuatku membenci mereka semua. Aku kembali ke rumah dalam keadaan rumah yang masih sepi karena anak-anak sedang pergi beribadah ke masjid sekaligus mengaji,Terduduk di ruang tamu diri ini dalam keadaan lunglai lalu menangis jadi-jadinya. Aku tidak mengira bahwa hanya sampai di sini perjuanganku bersama dengan orang yang kucintai.Tadinya mimpi-mimpi itu kubangun seperti anak tangga, di mana aku dan Mas Arman akan menapaki satu persatu harapan demi harapan kami. Suatu saat kami akan punya rumah yan
*"Siapa yang mau anda temui nyonya?"Itu adalah pertanyaan di pos satpam, aku tahu masuk ke kantor suamiku bukanlah hal yang mudah karena ada prosedur dan keamanan yang harus dilewati. Aku harus punya cara agar bisa menemui atasannya, meyakinkannya kalau aku juga kompeten bekerja dan mengelola investasi. Lalu aku punya rencana selanjutnya...."Saya ingin bertemu dengan kepala SDM, saya telah membuat janji.""Dengan siapa Anda membuat janji?" Tanya petugas keamanan itu seakan ingin mengujiku, dia melihat gayaku dari atas ke bawah, sepatu dan hijab yang kukenakan serta penampilanku yang meyakinkan.Dan ya, jangan lupakan senyum menawan dan tatapan mata yang menarik hati. "Dengan beliau. Apa perlu saya meneleponnya dan Anda bisa bertanya langsung!""Oh tidak Nyonya, silakan masuk, ambil kartu pengunjung ini dan silakan tap di gerbang keamanan loby utama." "Terima kasih Pak, saya menghargainya."Sangat-sangat sedikit orang yang mengenalku sebagai kepala pelaksana proyek dan pengelola
Saat hendak berbelok keluar dari basement menuju jalan utama yang tak jauh dari taman kantor, aku tiba-tiba terkejut berpapasan dengan sebuah mobil mewah, mobil itu bergerak cepat menuju lokasi parkir sehingga membuatku kaget dan gugup, aku membanting motorku ke kiri dan seketika jatuh. Motorku terpelanting di jalan menurun menuju basement dan tentu saja aku terjungkal hingga sepatuku terlepas. Ada sensasi perih di kakiku, dan saat kulihat, betisku terluka. Mobil itu berhenti lalu orang-orang dari dalamnya keluar dan memeriksa keadaanku."Anda baik baik saja?""Iya, tapi saya terluka ...." Aku melirik kakiku yang sakit sekali, beberapa detik yang lalu aku masih bicara dengan Arman, tapi entah ke mana dia dan untung saja dia tidak melihatku karena dia bisa saja menertawaiku dan menyebut diri ini kualat. "Nyonya...." Seorang laki-laki yang terlihat seperti eksekutif muda turun dari kendaraannya. Melihat setelannya yang matching dengan dirinya yang tampan dan berwibawa, aku jadi malu