"Ibu tidak melarangmu untuk bergaul dengan anak ibu, tapi kau juga harus memberi waktu untuk air Man agar dia bisa mengurus dirinya sendiri dan keluarganya."Wanita itu semakin menjadi-jadi saja tangisannya mendengar ibu mertua menjawabnya, dia semakin tidak membendung air mata malas sekarang ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis semakin pilu. "Sejujurnya ini tidak seperti yang ibu dengarkan, aku jarang bertemu Arman. Paling hanya sekali atau dua kali dalam sebulan, kami hanya sering berhubungan lewat chat karena dia membantu keuanganku." Wanita itu terus mengadu mengusap air mata dan meminta perhatian ibu mertua.Aku benci padanya karena ia begitu tidak tahu diri dan egois, seakan dunia berputar tentang kebutuhan dia saja sehingga dia merasa bahwa suamiku harus menafkahinya. "Oh ya? dalam seminggu saja bisa lebih dua kali pertemuan kalian! bahkan ke manapun mba pergi, suamiku selalu menjadi supirmu. Hari Minggu kemarin seharusnya kami menghadiri syukuran ayahku y
Dengan hati remuk redam, aku duduk di sisi tempat tidur berusaha untuk meredakan tangisan dan berpikir dengan jernih, ada koper pakaian yang kusimpan di atas lemari menunggu untuk kuisi lalu kuseret pergi dari tempat ini.Aku sadar perjuanganku sia-sia, hidupku seperti sandiwara yang penuh dengan omong kosong. Rumah tangga yang kujalani seperti panggung yang harus diisi dengan kepura-puraan bahwa aku bahagia padahal hatiku tertekan. Aku mendedikasikan diriku sebagai istri yang setia tapi suamiku tidak bisa menjaga sikapnya. Aku menunggu sesuatu yang tidak mungkin berubah, yakni perubahan Arman yang terlalu mementingkan iparnya tanpa memperdulikan perasaanku. Menurutnya aku terlalu cemburu padahal sebenarnya dialah yang buta. Selagi mencoba untuk meredakan gejolak hatiku ibu mertua di luar sana sedang memarahi anaknya, dia mengomel pada aruni dan Arman, dia mencecar mereka panjang lebar, dan meminta Mas Arman untuk lebih menjaga sikapnya. Ibu mertua, berusaha memberi pengertian pad
Mas Arman mengikuti langkah ibunya ke pintu gerbang, membantu wanita itu masuk ke dalam mobilnya, diikuti oleh aruni yang sesaat bicara padanya. Dua sejoli itu seperti membicarakan sesuatu yang serius lalu Mas Arman mengangguk sambil wanita itu mengelus bahu suamiku. Nampaknya, sentuhan haram wanita yang bukan mahram suamiku itu, telah membuat dia lupa diri dan terpengaruh. Aruni memang cantik, tatapan dan senyumnya bisa melelehkan siapapun, tapi bagiku, semua ucapannya tak ubahnya mantra yang telah meracuni hati arman dan berubah drastis. Hubungannya yang dekat dengan suamiku telah jadi duri dalam Rumah tanggaku, jadi dilema besar yang membuat suamiku bingung untuk memilih. Harusnya kami bahagia dan suamiku fokus pada keluarganya sendiri, tapi kenyamanannya dekat dengan aruni, telah menciptakan konflik denganku. Aku yakin suamiku jatuh cinta pada wanita itu. Sekuat apapun cara mereka menutupi, dari interaksi, pandangan, cara bicara dan bagaimana Arman selalu bergerak cepat saat d
Setelah kepergian suamiku, aku terjatuh lemas duduk di kursi teras, kupikir ketegasanku akan membuat segalanya berubah tapi malah membuat keadaan jadi makin rumit. Kukira, setelah membicarakan perasaanku kepada mertua dan ibu mertua berusaha memberi mereka pengertian, segala sesuatu akan berubah dan kembali seperti semula, tapi dengan jujurnya aku, hubungan mereka seakan terungkap dan mereka semakin gamblang menunjukkan kedekatannya. Seakan tidak boleh ada yang melarang atau menghalangi mereka. Suamiku dan kakak iparnya itu, Allahu Akbar... kalau diingat bagaimana sibuknya dia melayani aruni dan bagaimana manjanya aruni kepada Mas Arman, aku hanya bisa mengucapkan istighfar dan mengurut dadaku. Aruni wanita jalang itu, dia telah mengadu kepada suamiku dan menciptakan konflik antara aku dan Arman. Dia pasti telah bercerita dan melebih-lebihkan perkataanku kepada suamiku sehingga membuat Mas Arman murka. Ah, posisiku sangat tidak menguntungkan. "Bu." Aku menelpon ibu mertua karena sa
Melihat kerasnya hati suamiku, satu-satunya jalan yang bisa ku ambil adalah mengadu pada orang tuaku dan meminta mereka untuk bicara pada mas Arman. Bukan untuk mencari pembelaan tapi ini adalah bentuk upaya terakhir mempertahankan keluarga. Demi Inayah dan Dika aku rela merendahkan harga diriku. Demi cinta dan hati yang terlanjur kuberikan kepada Mas Arman, aku rela mengalah dan minta maaf. Aku yakin harus ada penengah yang lebih berwibawa diantara kita, harus orang yang lebih tua yang disegani oleh suamiku yang bisa bicara padanya agar dia bisa sadar dan kembali seperti semula. *Dan di sinilah aku, di rumah orang tuaku, oh aku tidak berdayaan dan kesedihanku di hadapan mereka. Sesungguhnya Ini pertama kalinya aku melibatkan kedua orang tua dalam masalah keluargaku, sebelumnya pantang bagiku mengadu sebab jodohku adalah pilihanku sendiri jadi aku tidak mau membebani kedua orang tuaku.Tapi apa yang terjadi sekarang sungguh membebani hati dan tidak bisa membuatku lega kalau aku tid
Mendapat kecupan di keningnya wanita itu melabuhkan dirinya dalam pelukan dada bidang suamiku. Dia terlihat meneteskan air mata dan merangkul pinggang Mas Arman dengan erat. "Kau adalah suaminya hani, manajer yang handal, anak mertua dan adik dari mendiang suamiku, kau seharusnya ....""Ssstt jangan bilang begitu ...," ucap Mas Arman sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir mungil aruni. "Aku mungkin memegang banyak peran, tapi bagimu, aku hanya kekasih!" Ah, ucapan itu menusuk jantungku. "Oh ya?" Tatapan mereka bertemu dengan penuh keromantisan, jarak antara bibirnya dan bibir Mas arman hanya beberapa senti saja, bila bergerak sedikit mereka akan berciuman. Aku yang berada di sudut ruangan dan mengintip mereka, semakin merasa sesak di hatiku. Sakit luar biasa, seakan tombak menghantam jantungku dengan kecepatan tinggi. Lututku lemas, andai kuturutkan pasti aku terkapar seketika, tapi aku berusaha menguatkan diri."Aku sayang kamu Aruni, mungkin mereka semua tidak akan mener
Melihat wajahku yang sembab, melihat tanganku yang membiru karena dorongan ayahnya yang membuatku terjerembab di lantai, anak sulungku meneteskan air mata. "Bunda, ada apa ini, apa yang terjadi?"Mendengar suara anak kami sontak Arman langsung keluar dari ruang keluarga rumah aruni. Melihat anaknya ada di situ lelaki itu hanya bisa menarik nafas panjang dan salah tingkah. "Kalian sejak kapan di sini?""Sejak bunda di sini?""Apa yang kalian dengar?""Hubungan Ayah dengan Tante.""Ini hanya salah paham," ujar Mas Arman yang berusaha menenangkan anaknya, dia meraih pundak putraku tapi Dika malah memundurkan dirinya. "Bunda, ayo pergi, di sini ga nyaman." "Tentu, sayang. Aura dan keadaan rumah ini memang tidak nyaman karena berisikan orang-orang jahat," balasku sambil tertawa sinis. Aku merangkum anak-anak dan mengajak mereka meninggalkan tempat itu sementara suamiku hanya membeku di tempatnya, kalau sudah menyangkut anak-anak, lelaki itu tidak bisa berbuat banyak karena penilaian
Dingin....Ranjang, kamar dan suasana rumah Ini begitu dingin. Hatiku juga begitu, dipenuhi dengan aura kelabu dan kehampaan, jiwaku hancur berkeping-keping mendengar sebuah pengakuan dan melihat sendiri dengan mata kepalaku, orang yang aku cintai memeluk orang lain dan bersumpah kalau dia mencintainya. Masya Allah. Kabarnya, takdir seseorang telah tertulis sebelum mereka terlahir, riwayat itu menggantung di sebuah pohon yang bernama Lauhul Mahfudz, daunnya bergoyang saat tertiup prahara dan takdir yang akan membawanya.Lalu apa yang tertulis dalam hidupku?Kupikir pernikahan adalah sumber kebahagiaan dan ibadah terlama yang akan kulakukan. Kenapa harus ada noda, kanapa harus ada orang ketiga? Dan kenapa ujian ini harus terjadi padaku. Apa yang Tuhan janjikan dalam qada dan qadarku? Ya Allah. Aku hanya bisa mengadu. Tangis ini tersendat pilu, tertahan dan menimbulkan ketidakpuasan. Air mataku menetes di antara kegelapan malam, di atas tempat tidur yang nyaman ini aku tidak mampu m
*Menjelang liburan ke Eropa, intensitas kesibukanku semakin meningkat, aku harus memberikan pembekalan pada tim marketing dari orang-orang yang ada di toko agar menjaga kinerja mereka selama aku tidak berada di Indonesia. Aku juga melatih asisten rumah tangga dan penjaga anak-anak agar mereka tetap disiplinkan seperti biasa. Hanya libur di hari Sabtu dan Minggu dan tetap melakukan les tambahan belajar di hari biasa. Tak lupa juga kutekankan agar para pengasuh tetap menyuruh anak-anak disiplin beribadah, juga kuberitahu asisten rumah tangga baru untuk mengurusi obat herbal mertuaku. Mereka harus minum itu setiap pagi sebelum sarapan, jadi asisten harus menyiapkannya dalam keadaan hangat. *Keberangkatanku ke Eropa adalah hal yang paling membuatku antusias. Setelah tujuh bulan menikah, untuk pertama kalinya aku dan Mas Renaldi akan punya waktu berdua saja tanpa kehadiran anak-anak dan kerabat lainnya. Benar-benar hanya aku dan dia saja tanpa asisten atau bodyguard yang mengikuti ka
*"Kulihat-lihat usahamu maju ya," ucap Lorena saat dia berkunjung ke butik tempat mendesain produk dan menjual barang. Aku yang cukup kaget dengan kedatangannya hanya bisa tersenyum sambil mengangguk tipis. "Iya, Alhamdulillah.""Aku tahu kau tak senang aku datang ke sini.""Tidak juga, hanya saja... tumben." Aku sedikit bingung kenapa dia mengunjungiku, ada kecanggungan di antara kami yang membuat aku dan dia hanya saling menatap tanpa bicara lagi."Apa kau senang dengan bisnis ini.""Aku senang, merasa beruntung ada tim marketing dan support yang memadai. Mas Renaldi memberiku kesempatan dan dukungan, tanpa dia mustahil merkku terjual dengan cepat.""Aku yang memberinya saran untuk menggunakan tim marketing dan orang-orang yang terpilih.""Kalau begitu terimakasih," balasku pada wanita berambut panjang itu."Ya kau pantas mendapatkannya."Aku tertawa karena untuk pertama kalinya dia bilang aku pantas mendapatkan sesuatu. "Tumben.""Dipikir-pikir kau memang pantas mendapatkanny
"gimana aku nggak marah kalau kamu nggak adil. Kamu juga membiayai wanita yang unik itu untuk membuka usaha dan memberikan sekolah terbaik untuk anak-anak mereka. Jomplang sekali dengan pelayananmu pada anak kita.""Kalau begitu biarkan clarra bersamaku, biar dia tinggal denganku maka akan kuberikan perusahaan itu untuknya!"Wanita itu terdiam sepertinya dia keberatan untuk menyerahkan clarra kepada Mas Rinaldi karena jika Clara pindah bersama kami maka wanita itu tak akan punya cara lagi untuk mendapatkan uang bulanan dari Mas Renaldi. Hebat sekaligus licik sekali, saat dia sendiri sudah punya suami tapi masih mendapatkan nafkah dari mantan suaminya. Lima ratus juta perbulan, untuk uang sekolah dan kebutuhan Clara yang sebenarnya tidak akan sebanyak itu. Tapi aku tidak punya hak untuk keberatan pada pemberian suamiku untuk anaknya, itu adalah urusan pribadi yang tidak boleh diganggu gugat."Pulang dan nikmati hidup dengan suamimu, bukankah kau sangat mencintainya! Selagi aku masih m
Sesuai dengan janji Mas Renaldi yang akan pergi ke sekolah anak-anak demi menegur orang-orang yang telah mengganggu mereka dan meminta kepada gurunya agar lebih berhati-hati. Suamiku mengunjungi tempat itu pukul 10.00 pagi dan dikabarkan padaku oleh asisten pribadinya Pak Dedi. Pria yang sudah 15 tahun jadi asisten Suamiku itu bilang kalau Mas Renaldy mengancam kepala sekolahnya, dia bilang tidak boleh Ada kesenjangan di sekolah tersebut, meski muridnya berasal dari latar belakang yang berbeda. "Bukan cuma anak orang kaya atau indo saja yang boleh menikmati fasilitas bagus, bahkan anak-anak dari kalangan menengah ke bawah dan latar belakang biasa saja mereka bisa menikmati pendidikan yang lebih baik dari sekolah umum.""Oh dia bilang begitu ya pak?""Iya Bu, Bapak juga bilang kalau tindakan bullying ini masih berlanjut maka beliau akan melaporkan ini ke dinas pendidikan dan mengadakan rapat pertemuan wali murid yang bisa berujung pada penutupan sekolah.""Wah, itu menakutkan juga Pa
Kilau matahari menerangi kamarku, desir angin meniupkan tirai kamar yang terbuat dari kain satin, pintu balkon meniupkan hawa dingin ke arahku.Lembut gaun satin yang membungkus tubuh seakan memanjakanku, ditambah dengan nyamannya tempat tidur dan mewahnya kamar kami, aku seperti seorang ratu di istana sendiri. "Kalau pintunya terbuka berarti Mas Renaldi sudah pergi," gumamku sambil bangun dari tempat tidur dan menyibak selimut.Saat membuka pintu kamar, asisten rumah tangga yang kebetulan lewat menyapa dan membungkuk hormat. "Selamat pagi Nyonya l, mau sarapan apa pagi ini? Mau dibawakan ke kamar atau sarapan bersama mertua nyonya. ""Tidak apa, saya akan ambil sendiri," balasku. Terbiasa mengurus diriku sendiri sedikit membuatku canggung saat seseorang menawariku hendak makan apa dan diantar ke mana. "Nyonya ada kegiatan hari ini, kalau ada kami akan siapkan pakaiannya.""Tidak ada Mba, terima kasih atas bantuannya.""Dengan senang hati Nyonya," balasnya sambil tersenyum dan mela
Setelah menenangkan anak-anak atas insiden yang terjadi di meja makan, aku langsung menemui suamiku yang sedang menghibur putrinya di ruang keluarga lantai dua. Gadis cantik dengan gaun berwarna peach itu, nampak begitu murung dan menundukkan kepalanya. "Maafin papa ya, kamu baru berkunjung ke sini dan sudah menyaksikan keributan kami.""Ga apa Pa, aku sudah lama mau ketemu papa juga.""Keadaannya sekarang Papa sudah punya istri kamu nggak papa kan?""Iya.""Kamu sudah kenalan sama tante Hanifah?""Belum sempat.""Kalau begitu mari kita berkenalan," ucapku kepada anak itu sambil mendekat dan berjongkok di hadapannya. "Namaku Hanifah, namamu siapa?""Clarissa putri," balasnya. "Kamu cantik sekali, garis wajahmu sangat mirip dengan kedua orang tuamu," pujiku sambil membelai perlahan di pipi gadis kecil itu, mata indah dan hidungnya yang mancung mirip ayahnya, sementara garis bibir dan wajahnya mirip ibunya. Dia tak bosan dilihat, fitur wajahnya seperti perpaduan antara orang Indonesi
"Kau tidak pantas berkata seperti itu Pricilla! Beraninya wanita yang kabur dari suaminya mengomentari wanita lain!" balas suamiku yang mencoba membela diri ini. "Kupikir istrimu adalah anak pengusaha dari Singapura tapi ternyata hanya wanita kampungan ini. Ya ampun, apa Kau terlalu putus asa untuk move on dariku ataukah ini hanya sekedar aksi balas dendam?" tanya Pricilla yang sudah membuat keadaan makin memanas dan tidak nyaman. "Sebaiknya mari kita makan," ucap ibu mertua sambil memberi isyarat pada semua orang agar bergabung ke meja makan, di meja panjang itu koki dapur telah menyiapkan aneka hidangan, ada sup rumput laut dan makanan herbal khas Tiongkok khusus dibuat untukku. Ada kue dan penganan lain yang juga tak kalah menggugah selera. "Ayo jangan bicara saja, mari kita rayakan momen baik ini dengan makan bersama dan saling membuka hati untuk berdamai.""Mi, apa Mami yakin? Apa yang membuat Mami tiba-tiba membuka hati pada orang miskin. Bukankah standar Mami selama ini sa
Aku tahu ada besar resiko yang kuambil setelah memberi pelajaran kepada Lorena. Andai wanita itu mengadu, pasti ada pertarungan antara aku dan Mas Renaldi, lalu jika suamiku disuruh memilih, dia pasti akan mengutamakan kerabat dibandingkan istrinya yang baru saja bergabung dalam keluarganya.Baru masuk dalam keluarga kaya dan harus beradaptasi dengan kebiasaan mereka yang agak feodal membuatku sedikit kesulitan tapi aku mampu belajar. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kehidupanku di antara orang-orang kaya ini, tapi satu-satunya hal menyebalkan hanyalah Lorena. Entah apa yang akan dia katakan pada suamiku, bagaimana pula ia menjelaskan pada keluarganya mobilnya rusak karena apa, boleh jadi ini ada pelajaran yang akan membuatnya berhenti menggangguku atau bisa juga itu adalah batu loncatan untuk membuatku diusir dari tempat ini."Kau sudah pulang?" tanya suamiku, agak kaget diri ini mendapatinya pulang lebih cepat dariku. "Iya, Mas.""Aku menunggumu dari tadi.""Aku keluar sebentar
*Kutunggu lelaki itu sampai dia pulang dari kantornya, setelah makan malam kami duduk bersantai di balkon rumah, kubawakan segelas kopi untuknia dan suamiku tersenyum senang menerima itu. "Gimana hari ini, apa semuanya lancar?""Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir ini aku senang pulang ke rumah karena seseorang selalu menunggu dan menanyakan hari-hariku. Terima kasih sudah jadi istri yang menyenangkan.""Sama sama, tapi ada hal yang membuatku sedikit tak senang.""Apa itu.""Maafkan aku, tapi aku keberatan Mas melibatkan Lorena dalam semua urusanku. Aku ingin mengatur usahaku sendiri dan tolong percayakan semuanya padaku.""Dia hanya mengelola modal untukmu." "Bila semua harus melewati dia, maka aku memilih untuk tidak memiliki bisnis dari modal perusahaanmu. Aku akan menabung pelan-pelan dan mengembangkan bisnis sendiri."Lelaki itu tertawa sambil menggelengkan kepalanya, dia memandangku sambil tersenyum."Sebenarnya ada apa? Jangan terlalu ambil hati masalah Lorena, kau tahu sendiri