P.O.V Metta
"Jadi, menurut yang sudah saya pelajari, untuk harta gono gini ibu dan bapak nanti adalah rumah yang sekarang ditempati. Hanya itu nanti yang akan dibagi antara bu Metta dan pak Bimo sebagai harta bersama. Harta gono gini adalah harta bersama suami-istri yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan. Jika rumah yang bu Metta dan suami sekarang ini dulunya dibeli bersama atau diangsur bersama dari hasil usaha, maka itu nanti yang akan dibagi dengan suami bu Metta. Sedangkan untuk harta warisan dari mendiang orang tua bu Metta, itu nantinya adalah hak mutlaknya bu Metta sendiri."
Aku ditemani Rima siang itu pergi ke tempat seorang kenalan pengacara yang direkomendasikannya padaku. Aku pernah menemuinya sekali untuk konsultasi beberapa waktu yang lalu. Dan kami selanjutnya hanya berhubungan lewat telepon. Sejak jatuh pingsan dua hari yang lalu, aku sudah bertekad bulat untuk segera menggugat cerai mas Bimo."Lhoh, ngapain mas ke sini? Itu apa? Kok bawa-bawa barang-barang sebanyak itu segala?"Linda ngomel-ngomel tak jelas saat melihatku datang dengan motor diikuti sebuah mobil truk tertutup yang mengangkut beberapa barang milikku yang kubawa dari rumahku dan Metta.Aku dan Metta akhirnya jadi juga pindah dari rumah kami tiga hari kemudian, setelah dia katakan keputusannya untuk berpisah dariku malam itu.Sudah berulang kali aku mencoba untuk membujuknya, memohon dan menghiba agar dia tidak melanjutkan gugatan perceraiannya padaku. Namun semua usahaku nampaknya sia-sia. Sepertinya dia memang sudah mempersiapkan semuanya sejak awal saat dia mengetahui tentang perselingkuhanku dengan Linda. Usahaku yang keras selama tiga hari ini untuk membuatnya berubah pikiran tak membuahkan hasil, tak cukup untuk menggoyahkan tekadnya untuk berpisah dariku.Aku dengan wajah lusuhku tak menghiraukan omelan istr
P.O.V Metta Sementara gugatan perceraianku diurus oleh bu Farah dan timnya, aku juga segera menawarkan rumah kami ke beberapa kenalan dan juga agen-agen property.Dan hari ini tepat hari ke enam aku dan Ibas pindah ke rumah orang tuaku. Rasanya begitu aneh tinggal di tempat dimana tak kulihat lagi sosok mas Bimo di dekat kami. Sedih, tentu saja. Namun memendam kekecewaan tanpa menangis sedikitpun di depannya selama dua bulan lebih rasa-rasanya adalah hal terhebat yang pernah kulakukan dalam sejarah hidupku.Jadi, ketidakhadiran mas Bimo beberapa hari terakhir dalam hidup kami justru kurasa seperti sebuah kelegaan, walaupun terkadang aku masih harus menahan sesak di dada ketika mengingat apa saja yang telah kami lalui bersama selama belasan tahun dalam ikatan perkawinan.Seandainya matanya tak dibutakan oleh kecantikan wanita lain, seandainya hatinya tak digoyahkan oleh cinta dari masa l
"Gimana, udah kabar dari Metta belum, Mas?"Linda menghampiriku di ruang tamu siang itu saat sedang membetulkan salah satu mainan Tiara yang rusak."Belum ada yang nawar lagi katanya," jawabku. Sudah seminggu lebih sejak aku menghubungi Metta menanyakan masalah rumah kami. Namun sampai sekarang pun belum juga ada kabar baik dari istri pertama yang sebentar lagi akan jadi jandaku itu. Kepalaku juga semakin pusing karena pihak bank berulang kali menelpon menanyakan masalah angsuran rumah ini yang menunggak."Kami akan melakukan penyitaan jika bulan depan tetap belum ada pembayaran masuk, pak Bimo." Begitu ucap desk collector yang menelponku dua hari yang lalu.Padahal baru kali ini kami telat membayar angsuran, namun begitu sadisnya mereka akan menyita rumah ini bulan depan jika angsuran belum terbayarkan. Tapi mau bagaimana lagi, sebagai nasabah yang tidak bisa melakukan kewajiban, kami tak bisa b
Dua minggu kemudian, aku dan Linda resmi memindah-kreditkan rumah yang sudah 3 tahun lebih kubelikan untuk Linda itu. Lalu kami pun pindah ke rumah ibu.Awalnya ibu seperti sedikit keberatan saat kusampaikan rencana kepindahan kami ke rumahnya. Dan tentu saja ini di luar dugaanku."Ada apa, Bu? Apa ibu tidak suka Bimo tinggal di sini nemenin ibu?" tanyaku waktu itu melihat wajahnya yang tak bersemangat saat kuutarakan rencana kepindahan kami ke rumahnya."Bukan begitu, Bim. Bukannya ibu tidak suka. Tapi kamu dan Linda itu kan belum menikah secara resmi. Tetangga-tetangga di sini juga taunya istri kamu itu Metta, bukan Linda. Ibu cuma takut kalian akan jadi bahan gunjingan nanti di sini," jelasn"Kalau hanya karena itu, ibu jangan khawatir. Setelah proses perceraianku dengan Metta nanti selesai, aku akan segera menikahi Linda secara resmi, Bu. Untuk sekarang biarkan kami tinggal di sini. Aku
"Jadi maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk menyampaikan beberapa hal yang perlu pak Bimo ketahui perihal gugatan cerai yang diajukan oleh istri anda, ibu Metta Diandra."Beberapa menit setelah aku bagikan lokasi tempat tinggal, datanglah dua wanita cantik dengan dandanan kantoran keluar dari mobil sedan yangmereka parkir di depan rumah ibu.Dua wanita itu memperkenalkan diri sebagai tim kuasa hukum Metta."Apa yang harus saya ketahui?" tanyaku tak sabar. Begitu juga Linda yang menemaniku menerima para tamu itu. Sementara di ruang tengah, aku tahu bahwa ibu sedang mendengarkan percakapan kami sambil menemani Tiara."Seperti yang pak Bimo ketahui bahwa bu Metta telah mengajukan gugatan cerainya pada bapak. Maka kami ke sini membawa beberapa berkas penting yang membutuhkan tanda tangan anda, Pak. Bu Metta menyampaikan kepada kami bahwa perceraian ini sudah atas kesepakatan anda berdua. Jadi k
Antusiasnya hari pertama kerja, membuat Linda lalai melakukan kewajibannya mengurus dahulu keluarganya. Dia bangun pagi sekali dan langsung sibuk berdandan habis-habisan sampai kemudian taksi yang menjemputnya tiba di depan rumah.Sebenarnya Bimo sudah menawarkan diri untuk mengantarkannya ke kantor tempat dimana dia diterima kerja. Namun Linda menolak dengan berbagai alasan. Bimo tidak heran, karena kali ini karena dia hanya bisa mengantarkan istrinya itu naik motor. Linda memang paling tidak suka dibonceng dengan kendaraan roda dua itu.Menggandeng Tiara kembali ke dalam rumah setelah melepas kepergian istrinya, Bimo melihat ibunya sedang sibuk di dapur."Lhoh, ibu ngapain?" tanyanya tak enak hati. Seharusnya sebagai orang yang menumpang, Linda tadi bisa menyiapkan walau hanya sekedar minuman hangat untuk suami dan ibu mertuanya. Namun dari sejak wanita itu bangun sampai kemudian taksi menjempunya, Linda tak beranjak d
P.O.V Metta "Mah, itu papa kan?" Ibas membuyarkan konsentrasiku ke jalanan di depanku saat malam itu kami baru saja pulang dari toko buku untuk membeli beberapa referensi untuk belajarnya."Mana sih? Bukan ah, Bas. Ngapain papa malam-malam begini di sini?" sanggahku cuek.Sebenarnya aku tak terlalu memperhatikan tempat yang ditunjuknya tadi karena merasa tempat ini lumayan jauh dari rumah ibu mertuaku. Sepertinya tidak mungkin mas Bimo malam-malam keluyuran sampai ke sini.Baru kemarin aku mendapat info dari tim pengacara bu Farah bahwa mas Bimo dan istri barunya itu telah menjual rumah dan pindah tinggal bersama ibunya. Sepertinya mereka benar-benar sedang kesulitan keuangan sampai-sampai harus menjual rumah yang telah mereka cicil selama beberapa tahun itu."Iya, bener papa kok, Mah. Lihat itu, Mah! Berhenti dulu Mah, berhenti!" Ibas menepuk-nepuk bahu k
"Si Linda kok jadi ngeselin gitu sih? Berani beraninya nyuruh-nyuruh ibu," Nani mengomel sepanjang jalan pulang melihat apa yang dilakukan adik iparnya di rumah ibunya tadi."Aku juga nggak nyangka, mana ibu disuruh-suruh juga nurut aja. Si Bimo tuh apa nggak bisa sih ngajarin istrinya biar bener?" Norma menanggapinya dengan bersungut juga. "Coba tadi aku nggak lagi nagih hutangnya Bimo, udah kuomelin dia, Nan. Eh, kamu telpon si Bimo gih. Kita bilangin aja apa yang Linda lakuin di rumah ibu tadi.""Ah palingan dia udah tahu, Mbak. Bimo kan memang anaknya gitu. Lemot banget jadi laki. Sama si Metta aja dia kalah, apalagi ini nih sama kuntilanak satu nih.""Si Linda kamu sebut kuntilanak, Nan? Hahaha." Norma tertawa lebar mendengar itu."Lah, apa coba sebutan yang bener buat dia, udah numpang kelakuannya sok sok an kayak majikan gitu? Nyesel aku mbak dukung dia nikah sama Bimo waktu itu, tangisannya bener-ben