Dua minggu kemudian, aku dan Linda resmi memindah-kreditkan rumah yang sudah 3 tahun lebih kubelikan untuk Linda itu. Lalu kami pun pindah ke rumah ibu.
Awalnya ibu seperti sedikit keberatan saat kusampaikan rencana kepindahan kami ke rumahnya. Dan tentu saja ini di luar dugaanku. "Ada apa, Bu? Apa ibu tidak suka Bimo tinggal di sini nemenin ibu?" tanyaku waktu itu melihat wajahnya yang tak bersemangat saat kuutarakan rencana kepindahan kami ke rumahnya. "Bukan begitu, Bim. Bukannya ibu tidak suka. Tapi kamu dan Linda itu kan belum menikah secara resmi. Tetangga-tetangga di sini juga taunya istri kamu itu Metta, bukan Linda. Ibu cuma takut kalian akan jadi bahan gunjingan nanti di sini," jelasn "Kalau hanya karena itu, ibu jangan khawatir. Setelah proses perceraianku dengan Metta nanti selesai, aku akan segera menikahi Linda secara resmi, Bu. Untuk sekarang biarkan kami tinggal di sini. Aku"Jadi maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk menyampaikan beberapa hal yang perlu pak Bimo ketahui perihal gugatan cerai yang diajukan oleh istri anda, ibu Metta Diandra."Beberapa menit setelah aku bagikan lokasi tempat tinggal, datanglah dua wanita cantik dengan dandanan kantoran keluar dari mobil sedan yangmereka parkir di depan rumah ibu.Dua wanita itu memperkenalkan diri sebagai tim kuasa hukum Metta."Apa yang harus saya ketahui?" tanyaku tak sabar. Begitu juga Linda yang menemaniku menerima para tamu itu. Sementara di ruang tengah, aku tahu bahwa ibu sedang mendengarkan percakapan kami sambil menemani Tiara."Seperti yang pak Bimo ketahui bahwa bu Metta telah mengajukan gugatan cerainya pada bapak. Maka kami ke sini membawa beberapa berkas penting yang membutuhkan tanda tangan anda, Pak. Bu Metta menyampaikan kepada kami bahwa perceraian ini sudah atas kesepakatan anda berdua. Jadi k
Antusiasnya hari pertama kerja, membuat Linda lalai melakukan kewajibannya mengurus dahulu keluarganya. Dia bangun pagi sekali dan langsung sibuk berdandan habis-habisan sampai kemudian taksi yang menjemputnya tiba di depan rumah.Sebenarnya Bimo sudah menawarkan diri untuk mengantarkannya ke kantor tempat dimana dia diterima kerja. Namun Linda menolak dengan berbagai alasan. Bimo tidak heran, karena kali ini karena dia hanya bisa mengantarkan istrinya itu naik motor. Linda memang paling tidak suka dibonceng dengan kendaraan roda dua itu.Menggandeng Tiara kembali ke dalam rumah setelah melepas kepergian istrinya, Bimo melihat ibunya sedang sibuk di dapur."Lhoh, ibu ngapain?" tanyanya tak enak hati. Seharusnya sebagai orang yang menumpang, Linda tadi bisa menyiapkan walau hanya sekedar minuman hangat untuk suami dan ibu mertuanya. Namun dari sejak wanita itu bangun sampai kemudian taksi menjempunya, Linda tak beranjak d
P.O.V Metta "Mah, itu papa kan?" Ibas membuyarkan konsentrasiku ke jalanan di depanku saat malam itu kami baru saja pulang dari toko buku untuk membeli beberapa referensi untuk belajarnya."Mana sih? Bukan ah, Bas. Ngapain papa malam-malam begini di sini?" sanggahku cuek.Sebenarnya aku tak terlalu memperhatikan tempat yang ditunjuknya tadi karena merasa tempat ini lumayan jauh dari rumah ibu mertuaku. Sepertinya tidak mungkin mas Bimo malam-malam keluyuran sampai ke sini.Baru kemarin aku mendapat info dari tim pengacara bu Farah bahwa mas Bimo dan istri barunya itu telah menjual rumah dan pindah tinggal bersama ibunya. Sepertinya mereka benar-benar sedang kesulitan keuangan sampai-sampai harus menjual rumah yang telah mereka cicil selama beberapa tahun itu."Iya, bener papa kok, Mah. Lihat itu, Mah! Berhenti dulu Mah, berhenti!" Ibas menepuk-nepuk bahu k
"Si Linda kok jadi ngeselin gitu sih? Berani beraninya nyuruh-nyuruh ibu," Nani mengomel sepanjang jalan pulang melihat apa yang dilakukan adik iparnya di rumah ibunya tadi."Aku juga nggak nyangka, mana ibu disuruh-suruh juga nurut aja. Si Bimo tuh apa nggak bisa sih ngajarin istrinya biar bener?" Norma menanggapinya dengan bersungut juga. "Coba tadi aku nggak lagi nagih hutangnya Bimo, udah kuomelin dia, Nan. Eh, kamu telpon si Bimo gih. Kita bilangin aja apa yang Linda lakuin di rumah ibu tadi.""Ah palingan dia udah tahu, Mbak. Bimo kan memang anaknya gitu. Lemot banget jadi laki. Sama si Metta aja dia kalah, apalagi ini nih sama kuntilanak satu nih.""Si Linda kamu sebut kuntilanak, Nan? Hahaha." Norma tertawa lebar mendengar itu."Lah, apa coba sebutan yang bener buat dia, udah numpang kelakuannya sok sok an kayak majikan gitu? Nyesel aku mbak dukung dia nikah sama Bimo waktu itu, tangisannya bener-ben
"Alhamdulillah." Bimo mengusap mukanya bahagia sore itu setelah mendengar bunyi notifikasi di dari aplikasi perpesanan di ponselnya."Ada apa, Bim?" Ibunya yang sedang menemani Tiara bermain di teras rumah sontak menoleh."Kabar dari Metta, Bu. Uangnya sudah dikirim ke rekeningku.""Uang penjualan rumah kalian itu?" tanya ibunya dengan raut sedikit kecewa."Iya, Bu.""Apa sudah ada keputusan dari pengadilan tentang perceraian kalian, Bim?" tanya ibunya lagi. Nampaknya berita keputusan sidang perceraian Bimo tak membuatnya bahagia."Sudah kemarin, Bu.""Ya sudah kalau begitu, syukurlah semuanya lancar. Ibu hanya berharap semoga Metta masih mau berkunjung ke sini bersama Ibas setelah ini," kata wanita tua itu 0enuh harap."Tentu saja, Bu. Mereka pasti main ke sini kapan-kapan. Metta juga sudah bilang kok kalau aku boleh bawa Ibas
"Metta? Ibas?"Wanita tua itu bergegas menuruni tangga kecil rumahnya saat melihat sebuah mobil berhenti di halaman. Dia masih hafal betul bahwa mobil yang berhenti di depannya itu adalah mobil yang dulu sering dipakai anak lelakinya jika sedang berkunjung ke rumahnya itu.Metta mengembangkan senyumnya melihat sambutan bahagia mantan mertuanya, diikuti oleh anak lelakinya yang juga langsung menghambur ke arah wanita tua itu."Nenek!" sapanya sambil memeluk neneknya."Nenek kangen kamu, Sayang," ucap wanita tua itu sambil menciumi gemas pipi cucunya yang sudah beberapa waktu tak dijumpainya."Apa kabar, Bu? Sehat?" tanya Metta, yang kemudian dijawab anggukan bahagia oleh sang mantan ibu mertua."Ibu merasa lebih baik lagi melihat kalian datang," jawab wanita tua itu sambil menggandeng tangan mantan menantunya untuk diajaknya memasuki rumah.&nbs
"Buuuu!" teriakan keras Linda membuat ibu mertuanya terburu-buru menghampirinya."Ada apa, Lin? Ibu baru selesai dari kamar kecil," ucap wanita tua itu dengan terbata."Ngapain aja sih di kamar mandi? Lama banget deh. Tolong jagain Tiara dong, Bu. Aku sedang buru-buru nih.""Buru-buru mau kemana? Ini kan hari minggu, Lin? Apa kamu masuk kerja?""Ada acara lah pokoknya. Ibu kok mau tau urusan orang aja sih? Dah, aku titip Tiara dulu ya, Bu. Mas Bimo masih tidur, nggak usah dibangunin," kata wanita itu cepat, lalu melangkah ke luar dengan tergesa pula.Ibu mertuanya melirik jam di dinding rumahnya sekilas. Baru jam 7 pagi dan ini adalah hari minggu. Apa iya menantunya itu masuk kerja di hari libur begini?Dengan penasaran, wanita itu melangkah ke ruang tamu dan mengintip keluar dari gordyn jendela rumahnya. Mobil yang sama yang setiap hari mengantar sang
Lelaki berperawakan tinggi atletis itu baru saja keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di pinggang saat dilihatnya Linda sedang sibuk dengan ponselnya di tepi ranjang."Apa yang kamu lakukan dengan ponselku?" tanya lelaki itu sedikit panik sambil merebut ponsel yang masih ada di tangan sekretarisnya itu. Walaupun dia tahu bahwa wanita itu tak akan pernah bisa membuka kunci sidik jari yang dia aplikasikan di benda pipih miliknya itu, namun wajahnya tetap saja terlihat gusar."Sorry, Sayang. Tadi ada panggilan masuk dari istri kamu. Aku hanya melihat saja," jawab Linda sedikit takut melihat wajah atasannya yang menatapnya kurang suka."Hei, sudah berapa kali aku bilang kan, jangan pernah sentuh benda apapun milikku," kata lelaki itu mengingatkan."Iya maaf, aku salah, Sayang. Jangan marah ya?" rajuk wanita itu kemudian."It's okay, kalau gitu kemarilah. Aku sudah sa