Share

Menghina Orang Tua

Author: YuRa
last update Last Updated: 2025-02-28 09:43:13

Drtt…drtt… Terdengar suara ponsel Haris berdering. Esti masih belum bisa tidur, ia diam pura-pura tidur, ingin tahu bagaimana reaksi Haris. Haris bangun dan meraih ponselnya, ia menatap ke arah Esti. Ia berpikiran kalau Esti sudah tidur.

Sebuah pesan yang masuk ke ponsel Haris, dengan perlahan ia membuka pesan itu. Jantungnya berdetak dengan kencang membaca pesan itu. Kemudian ia merebahkan tubuhnya lagi di sebelah Esti. Ia tampak bimbang setelah membaca pesan itu.

Esti tahu kalau Haris gelisah karena Haris tidak bisa diam tubuhnya. Beberapa kali Haris membalikkan badannya.

“Apa yang kamu pikirkan Mas? Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan?” kata Esti dalam hati. Ia masih mengamati apa yang akan dilakukan oleh Haris.

Sementara itu, Haris sudah berniat untuk keluar rumah, menemui orang yang mengirim pesan padanya. Haris hendak bangun, tapi ia mengurungkan niatnya, karena Esti membalikkan badan dan memeluk Haris dari belakang.

“Aduh kenapa Esti malah memelukku?” Haris menjadi kesal.

Esti semakin erat memeluk tubuh Haris, membuat Haris tidak bisa melakukan apa-apa.

“Mas, jangan pergi?” gumam Esti. Ia pura-pura mengigau.

Haris hanya terdiam.

“Suamiku itu setia, nggak mungkin selingkuh.” Lagi-lagi Esti pura-pura mengigau lagi.

“Pasti karena pembicaraan tadi, sampai membuat Esti mengigau,” kata Haris dalam hati.

Esti masih memeluk Haris dari belakang, membuat Haris semakin tidak bisa berkutik. Akhirnya ia pun terlelap dalam tidurnya.

***

“Bu, kayaknya orgen tunggal Cakrawala tampil di pernikahan tetanggaku,” kata Dita, guru sejarah di sekolah tempat Esti bekerja. Ia sengaja ke ruangan Esti untuk menanyakannya.

“O iya, di rumah Pak Amin kan?” sahut Esti. Ia pun menghentikan kegiatan menulisnya.

“Iya. Orgen tunggal Cakrawala sedang naik daun ya, Bu. Pasti jadwal manggungnya padat.”

“Alhamdulillah, seminggu ini manggung dua kali.”

“Biduannya suaranya bagus dan orangnya ramah. Yang nyawer juga banyak, ada Pak Kades, juga tuan rumah. Kemarin saya kan jadi panitia di rumah Pak Amin, jadi ada saya tahu.” Dita menjelaskan.

“Kalau kades ya biasanya memang nyawer, gengsi dong kalau nggak nyawer. Ikut nyanyi nggak Pak kadesnya?” Esti tertawa kecil.

“Iya, lagi dangdut yang gadis atau janda itu lho? Memangnya biduannya janda ya? Ada beberapa orang yang ngomong, kalau suaminya nggak setuju ia jadi biduan. Akhirnya mereka bercerai. Itu kata orang lho Bu.”

“Iya, saya juga dengar kabar itu.”

“Apa Ibu nggak was-was punya biduan yang seksi, bahenol dan kalau ngomong suaranya kayak mendesah gitu.”

Deg! Jantung Esti berdetak dengan kencang. Dita mengamati perubahan ekspresi wajah Esti.

“Maaf, Bu, saya nggak bermaksud jelek lho. Soalnya ada beberapa pemilik orgen tunggal yang ada main dengan biduannya. Tapi saya yakin kalau Pak Haris enggak, beliau tampak setia dengan Bu Esti.”

Esti tersenyum untuk menutupi gundah dihatinya.

“Masuk!” terdengar suara perintah dari luar, membuat Esti dan Dita menoleh ke arah luar. Kemudian masuk Candra, guru piket dengan dua siswi.

“Ada apa Pak Candra?” tanya Esti.

“Mereka berdua berkelahi.”

“Dua perempuan ini? Dimana?”

“Di kelas pas pergantian jam tadi. Guru yang mengajar keluar, guru selanjutnya belum masuk kelas.” Pak Candra menjelaskan.

“Oke, terima kasih.”

Candra pun keluar dari ruangan BK.

“Ada pasien nih, Bu. Saya keluar ya,” kata Dita berpamitan pada Esti. Esti menjawabnya sambil tersenyum.

Esti merupakan guru BK di SMA Negeri 1 di kotanya. Ia sudah cukup senior di sekolah ini, dari pertama SK mengajar turun, ia sudah ditempatkan di sekolah ini.

“Duduk sini,” kata Esti memerintahkan kedua siswi tersebut untuk duduk berhadapan dengannya. Dengan takut-takut dua perempuan ini duduk di kursi.

“Ada masalah apa, kok sampai berkelahi?” tanya Esti dengan suara tenang.

“Dia yang mulai, Bu.”

“Enak aja, kamu tuh yang mulai duluan.”

Kedua siswi tersebut saling menyalahkan.

“Bagaimana Ibu tahu permasalahannya, kalau kalian tidak bisa bergantian berbicara,” kata Esti melerai perdebatan dua perempuan ini. Mereka berdua langsung terdiam.

“Nama kamu siapa? Kelas berapa?” tanya Esti menunjuk siswi yang berwajah sendu, sepertinya baru saja menangis.

“Santi, Bu. Kelas X.2.”

“Kamu?” tunjuk Esti pada siswi yang satunya.

“Winda, X.2.”

“Oke, sekarang Winda cerita dulu.” Esti meminta Winda untuk bercerita duluan.

“Santi mendorong saya, Bu. Untung belakang saja ada dinding, kalau nggak ada pasti saya jatuh ke lantai.” Winda menjelaskan dengan berapi-api.

“Benarkan itu, Santi?” tanya Esti sambil menatap Santi. Santi hanya menganggukkan kepala.

“Kenapa kamu mendorongnya? Kalau sampai terjatuh bisa berbahaya. Nggak mungkin kamu tiba-tiba mendorong Winda kalau tidak ada pemicunya.”

Mata Santi tampak berkaca-kaca.

“Winda menghina ibu saya.” Santi menjawab sambil terisak-isak. Esti menyodorkan tisu yang ada di mejanya, Santi mengambil satu helai tisu dan menghapus air mata yang menetes di pipinya.

“Menghina? Menghina bagaimana?” Esti mengernyitkan dahi.

“Ngatain ibu saya pelakor, merusak rumah tangga orang.”

“Memang pelakor, kan? Biduan kan seperti itu,” ejek Winda.

“Winda! Nggak boleh berkata seperti itu!” Esti mulai kesal.

“Kenyataan kok, Bu.” Winda masih ngotot membenarkan ucapannya.

“Memangnya kamu tahu kalau ibunya Santi seperti itu?” tanya Esti, ia sudah geram dengan tingkah Winda yang seolah-olah paling benar.

“Biduan kan memang suka menggoda suami orang, kemudian selingkuh dengan suami orang,” sahut Winda.

“Tapi ibuku nggak seperti itu!” sanggah Santi.

“Memangnya kamu tahu kelakuan ibumu seperti apa? Nggak tahu, kan? Ibumu itu penggoda suami orang, pantas saja kalau ayahmu menceraikan ibumu!” Winda semakin gencar menghina ibunya Santi.

“Kamu nggak tahu yang sesungguhnya terjadi di keluargaku. Jadi nggak usah sok tahu.” Santi berkata dengan tegas, ia sudah muak dengan Winda.

“Nggak usah belagu kamu, dasar anak biduan murahan.”

“Winda! Jaga ucapanmu!” teriak Esti, ia sudah kesal dengan Winda.

“Ada apa, Bu?” tanya Irfan, guru BK yang baru masuk ke ruangan. Ia pun duduk di kursinya.

Esti menjelaskan duduk permasalahannya, Irfan hanya manggut-manggut.

“Kalian mau diselesaikan nggak permasalahan ini, kalau nggak mau, panggil orang tua kalian,” kata Irfan dengan tegas.

“Mau, Pak.” Santi dan Winda menjawab serentak.

“Kalau mau diselesaikan, dengarkan Bu Esti berbicara. Lanjutkan, Bu.” Irfan melihat ke arah Esti, Esti pun mengangguk. Irfan hanya menjadi pengamat saja.

“Winda, sebenarnya kamu ada masalah apa, kok sampai menghina orang tua Santi?” selidik Esti.

“Nggak ada masalah apa-apa, Bu.” Winda menjawab dengan pelan.

“Nggak mungkin nggak ada masalah, masa kamu tiba-tiba menghina ibunya Santi? Jawab dengan jujur!” tegas Esti.

Winda menunduk tidak menjawab pertanyaan Esti.

“Kalau kamu nggak mau menjawab, ya sudah, masalah ini biar diselesaikan oleh Waka kesiswaan dan kepala sekolah.” Esti berusaha menakuti Winda.

“Santi…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tentang Pakaian

    “Santi…” Winda tidak melanjutkan ucapannya.“Santi kenapa?” selidik Esti.“Santi kecentilan menggoda Rendi,” kata Winda dengan pelan.Esti tersenyum ke arah Irfan, rupanya Irfan juga tersenyum mendengar ucapan Winda.“Oalah, masalah laki-laki ya?” Irfan tertawa kecil, membuat Winda memerah pipinya karena malu.“Aku nggak menggoda Rendi, Rendi yang datang mendekati mejaku. Ia menanyakan tugas kelompok,” kilah Santi.“Winda, kalau kamu kesal masalah itu, jangan dikaitkan dengan orang tua Santi. Itu sangat menyakiti hati Santi. Kamu mau kalau orang tuamu dihina oleh orang lain?” Esti mulai berbicara dengan lembut.Winda menggelengkan kepalanya. Esti pun berbicara panjang lebar untuk mendamaikan Santi dan Winda. Bagaimanapun juga mereka berdua adalah remaja yang sedang puber dan mencari jati diri, jadi sedikit permasalahan saja akan membuat mereka ribut. Apalagi kalau masalah asmara.“Jangan diulangi lagi ya, Winda? Jangan menghina orang tua teman-temanmu.” Esti mengingatkan Winda,” dan

    Last Updated : 2025-02-28
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ghibah

    “Biasa, Mas. Toni sedang buntu, butuh suntikan dana untuk bertahan hidup,” kata Indah menggoda Toni.“Jangan buka kartu dong, kan ketahuan kalau dompetku melompong.” Toni mengimbangi ucapan Indah, supaya Haris tidak curiga. Haris hanya tersenyum melihat kru dan biduannya yang saling mengeluarkan celetukan.“Bukannya manggung kemarin sudah dapat?” tanya Haris.“Namanya juga manusia, Bos. Banyak kebutuhan dan keinginan,” sahut Toni. Belum sempat Haris menjawab, ada seseorang memanggilnya.“Ayah!” teriak Ais yang berlari mendekati Haris.“Iya, sayang,” sambut Haris sambil memeluk tubuh anak bungsunya itu.“Ayo, Yah, Ais mau nunjukin sesuatu,” ajak Ais sambil menarik tangan ayahnya.“Oke.” Haris pun mengikuti langkah kaki Ais untuk masuk menuju rumah mereka.Indah tampak kesal, belum sempat ia menggoda Haris, malah Haris pergi. Toni tersenyum melihat Indah yang kecewa.“Cie…cie, ada yang kecewa,” bisik Toni menggoda Indah.Sementara itu, di dalam rumah ada Esti dan Mei yang sedang sibuk d

    Last Updated : 2025-02-28
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Main Api

    “Apa yang kamu bicarakan dengan Indah?” tanya Haris ketika mereka sedang duduk santai di ruang keluarga menemani Ais yang asyik bermain.Esti yang dari tadi matanya tertuju ke layar televisi langsung menoleh ke arah Haris dengan penuh tanda tanya.“Kok Mas tahu kalau aku ngobrol dengan Indah? Oh, Indah mengadu sama kamu ya? Ngomong apa aja? Sesuai dengan yang aku bicarakan dengannya atau ada yang dikurangi dan ditambahi?’ Esti langsung memberondong Haris dengan beberapa pertanyaan yang membuat Haris kaget dan gugup.“E-enggak, Indah nggak ngomong apa-apa sama aku,” jawab Haris dengan gugup.“Aduh, kok aku nggak kepikiran kalau Esti bakal mencecarku dengan banyak pertanyaan,” kata Haris dalam hati menyadari kebodohannya.“Jujur saja, Mas. Jangan bohong! Indah mengadu padamu kan? Terus kamu lebih percaya sama aku atau Indah?”“Sudahlah, nggak usah dibahas.” Haris berusaha mengalihkan pembicaraan.“Enggak bisa, Mas yang memulainya. Harus diselesaikan, apa yang Indah bicarakan? Kapan Inda

    Last Updated : 2025-02-28
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pikirkan Anak Istrimu

    “Ibu nggak menuduh Indah, tapi Ibu bicara berdasarkan kenyataan. Ada hubungan apa kamu dengan Indah, kok kamu sangat membelanya?” sahut Siti dengan nada yang agak tinggi.Haris kaget, ia baru menyadari kalau ia sudah salah berbicara.“Sialan, kok aku sampai keceplosan seperti itu ya?” kata Haris dalam hati, menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan.“Haris, jangan bermain api. Sedekat apa hubunganmu dengan Indah?” tanya Dewi.“Sebatas pemilik dan biduannya saja, nggak lebih. Aku hanya kasihan melihat Indah selalu menjadi bahan cemoohan. Dia itu mencari nafkah untuk menghidupi anaknya. Apa salah kalau aku mempekerjakan dia? Apalagi sejak dia bergabung, orgen tunggal ku jadi sering dapat jadwal manggung. Dia itu membawa hoki.” Haris berkata panjang lebar.“Hati-hati Mas, berawal dari kasihan, kemudian saling curhat dan akhirnya menjadi nyaman. Rumah tangga pun dipertaruhkan.” Erlin mengingatkan Haris.Haris menjadi kesal, karena kedatangannya kesini untuk mengunjungi ibunya, tapi malah

    Last Updated : 2025-03-04
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Cerita Tentang Biduan

    “Kamu kenapa?” tanya Haris ketika melihat air mata menetes di pipi Esti. Ia pun segera memeluk Esti.Esti mempererat pelukannya, dan ia pun menangis tersedu-sedu.“Aku merasa kalau akhir-akhir ini komunikasi kita tidak baik bahkan setiap berbicara selalu diwarnai dengan perdebatan yang tiada ujung. Aku merindukan masa-masa seperti dulu, rumah yang penuh dengan kehangatan. Apakah keinginanku ini terlalu berlebihan?” Esti berkata dengan terbata-bata sambil terisak.“Enggak sayang, keinginanmu itu tidak berlebihan. Bahkan sangat wajar. Maafkan aku yang tidak menyadari semua keinginanmu itu.” Haris melepaskan pelukannya dan memegang wajah Esti dengan kedua tangannya, kemudian mencium Esti.“Maafkan aku, aku mungkin bukan suami yang baik. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi suami yang bisa kamu andalkan.” Haris menatap Esti dengan tatapan penuh cinta.“Apakah aku sudah tidak menarik lagi bagimu, Mas?” tanya Esti.“Sssttt.” Haris meletakkan telunjuknya ke bibir Esti.“Maafkan aku kalau akh

    Last Updated : 2025-03-17
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ponsel Baru

    “Mas, aku ada cerita,” kata Esti ketika sedang ngobrol dengan Haris. Hubungan mereka berdua sudah mulai membaik akhir-akhir ini.“Cerita apa?” tanya Haris.“Tadi ada siswaku bermasalah, ternyata dia itu keponakannya Indah.”“Terus, memangnya kenapa? Siswa bermasalah kan biasa.” Haris belum paham apa yang dimaksud oleh Esti.“Winda itu anak dari kakak sepupunya Indah. Orang tua Winda sudah bercerai, ibunya jadi TKW di Taiwan. Yang membuat aku kaget, ayahnya Winda selingkuh dengan Indah. Dan perselingkuhan itu membuat Indah hamil. Akhirnya suami Indah mengajukan gugatan cerai, karena Indah mengakui kalau itu anak dari selingkuhannya.” Esti tampak bersemangat bercerita.Haris sempat kaget, tapi ia bisa menguasai keadaannya. Haris pernah mendengar cerita ini, tapi hanya sebatas gosip saja.“Siapa laki-laki itu? Maksudku selingkuhannya Indah?”“Erdi. Katanya dulu juga kru sebuah orgen tunggal. Sekarang Erdi juga merantau, katanya sih ke Pekanbaru, di kebun kelapa sawit. Apa Mas mengenalnya

    Last Updated : 2025-03-17
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Salah Sebut Nama

    “Ponsel baru ya? Pasti mahal,” ucap seorang kru.“Iya dong! Tapi kredit hihi,” sahut Indah,” lagipula aku punya uang dari mana kalau beli cash.”“Ponsel baru? Apa mungkin….” Esti mulai bertanya-tanya, ia berharap kalau itu tidak seperti yang ia pikirkan.“Kenapa kok sepertinya semua serba kebetulan?” Lagi-lagi Esti hanya bergumam saja.“Ngapain kamu disitu?” tanya Haris mengagetkan Esti.“Oh, lagi dengerin para kru ngobrol. Mereka kalau ngobrol suka lucu-lucu, bikin ketawa. Jadi hiburan tersendiri.” Esti berkata sambil tertawa untuk mengurangi kegugupannya karena ketahuan mendengarkan pembicaraan orang lain. “Kenapa nggak gabung bersama mereka?”“Kalau aku ikut gabung, malah mereka nggak santai ngobrolnya.”“Soalnya kamu itu orangnya terlalu serius, jadi mereka bingung mau ngajak ngobrol,” kata Haris sambil menatap Esti.“Mas, lihat nggak ponselnya Indah. Keluaran terbaru dan bagus, pasti harganya mahal. Hebat ya Indah mampu membeli ponsel terbaru. Aku mau dong dibelikan yang kayak g

    Last Updated : 2025-03-19
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Terlalu Cemburu

    Sudah satu bulan sejak Haris salah sebut nama, sejak itu pula Esti selalu beralasan ketika Haris mengajak berhubungan. “Kenapa sih kamu selalu menghindar? Selalu saja ada alasan, sekarang alasanmu apa lagi?” tanya Haris dengan kesal.Esti hanya terdiam. Ia tahu kalau ia salah karena sudah menolak ajakan suaminya. Tapi hatinya sangat sakit ketika mengingat kejadian waktu itu.“Kamu itu istri durhaka dan Allah akan marah karena menolak ajakan suami. Apa yang akan kamu lakukan tidak berkah karena suami tidak ridho. Kalau seperti ini terus, bisa-bisa aku cari lagi.” Haris mendengus kesal. Nafsu sudah di ubun-ubun tapi Esti malah menghindar.“Silahkan kalau mau cari lagi,” sahut Esti dengan tenang.“Kamu menantangku? Masih banyak perempuan yang mau denganku. Aku masih gagah. Apa kamu pikir aku tidak mampu mencari perempuan lain?” ejek Haris sambil menatap sinis ke arah Esti.“Termasuk Indah? Apakah Indah yang akan kamu cari untuk melampiaskan nafsumu?” “Mengapa selalu kamu kait-kaitkan d

    Last Updated : 2025-03-20

Latest chapter

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Panggil Bunda

    “Ya sudah, aku pulang saja, daripada kalian nggak jadi makan.” Esti beranjak dari duduknya, kemudian memotret mereka berdua. Haris dan Indah sangat kaget, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Esti keluar dari rumah makan itu, tak lupa ia mengambil pesanannya.“Masukkan ke tagihan meja no 5 ya?” kata Esti sambil menunjuk ke arah Haris dan Indah.“Baik, Bu.” Sang kasir menjawab sambil tersenyum.Esti melangkah dengan gontai, tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Esti sekarang. Semua menjadi satu. Apa yang ia takutkan selama ini benar-benar terjadi. Tapi ia tidak mau terpuruk, ada Mei dan Ais anak mereka yang perlu diperhatikan.Diperjalanan, Esti sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia pun menangis sesenggukan. Lebih baik ia menangis di mobil daripada menangis di rumah. Jangan sampai anak-anaknya tahu kalau ia menangis.Sampai di rumah, Esti langsung masuk ke kamar. Ia membuka lemari tempat dokumen dan surat-surat berharga. Ia menyimpan semua surat-surat berharga itu ke su

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Boleh Bergabung?

    “Nggak usah pakai tapi-tapian. Sekarang kamu harus lebih membuka pikiranmu. Jangan hanya cemburu tidak jelas seperti itu.”“Tidak jelas bagaimana, Mbak? Bahkan saat Mas Haris bercinta denganku, ia menyebut nama Indah.”Dewi tampak kaget dengan ucapan Esti.“Nggak usah mengada-ada kamu. Kenapa kamu ngotot sekali menuduh Haris selingkuh? Nggak usah aneh-aneh, pikirkan anak-anakmu.” Dewi berkata dengan tegas.Akhirnya Esti berpamitan pulang, ia sangat kecewa dengan tanggapan Dewi. Selama ini hubungan Dewi dan Esti memang dekat dan baik, karena itu mereka saling bertukar pikiran. Apalagi mereka sama-sama guru. Dewi sendiri seorang janda, dengan dua anak perempuan. Usman, mantan suami Dewi berselingkuh dengan kekasih yang dulu tidak direstui oleh orang tua Usman.Esti sengaja bercerita pada Dewi, dengan harapan Dewi bisa menasehati Haris. Bukannya malah menjatuhkan mental Esti dengan mengatakan Esti terlalu cemburu.Ketika mobil Esti keluar dari halaman rumah Dewi, tampak Erlin, adik bungs

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Terlalu Cemburu

    Sudah satu bulan sejak Haris salah sebut nama, sejak itu pula Esti selalu beralasan ketika Haris mengajak berhubungan. “Kenapa sih kamu selalu menghindar? Selalu saja ada alasan, sekarang alasanmu apa lagi?” tanya Haris dengan kesal.Esti hanya terdiam. Ia tahu kalau ia salah karena sudah menolak ajakan suaminya. Tapi hatinya sangat sakit ketika mengingat kejadian waktu itu.“Kamu itu istri durhaka dan Allah akan marah karena menolak ajakan suami. Apa yang akan kamu lakukan tidak berkah karena suami tidak ridho. Kalau seperti ini terus, bisa-bisa aku cari lagi.” Haris mendengus kesal. Nafsu sudah di ubun-ubun tapi Esti malah menghindar.“Silahkan kalau mau cari lagi,” sahut Esti dengan tenang.“Kamu menantangku? Masih banyak perempuan yang mau denganku. Aku masih gagah. Apa kamu pikir aku tidak mampu mencari perempuan lain?” ejek Haris sambil menatap sinis ke arah Esti.“Termasuk Indah? Apakah Indah yang akan kamu cari untuk melampiaskan nafsumu?” “Mengapa selalu kamu kait-kaitkan d

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Salah Sebut Nama

    “Ponsel baru ya? Pasti mahal,” ucap seorang kru.“Iya dong! Tapi kredit hihi,” sahut Indah,” lagipula aku punya uang dari mana kalau beli cash.”“Ponsel baru? Apa mungkin….” Esti mulai bertanya-tanya, ia berharap kalau itu tidak seperti yang ia pikirkan.“Kenapa kok sepertinya semua serba kebetulan?” Lagi-lagi Esti hanya bergumam saja.“Ngapain kamu disitu?” tanya Haris mengagetkan Esti.“Oh, lagi dengerin para kru ngobrol. Mereka kalau ngobrol suka lucu-lucu, bikin ketawa. Jadi hiburan tersendiri.” Esti berkata sambil tertawa untuk mengurangi kegugupannya karena ketahuan mendengarkan pembicaraan orang lain. “Kenapa nggak gabung bersama mereka?”“Kalau aku ikut gabung, malah mereka nggak santai ngobrolnya.”“Soalnya kamu itu orangnya terlalu serius, jadi mereka bingung mau ngajak ngobrol,” kata Haris sambil menatap Esti.“Mas, lihat nggak ponselnya Indah. Keluaran terbaru dan bagus, pasti harganya mahal. Hebat ya Indah mampu membeli ponsel terbaru. Aku mau dong dibelikan yang kayak g

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ponsel Baru

    “Mas, aku ada cerita,” kata Esti ketika sedang ngobrol dengan Haris. Hubungan mereka berdua sudah mulai membaik akhir-akhir ini.“Cerita apa?” tanya Haris.“Tadi ada siswaku bermasalah, ternyata dia itu keponakannya Indah.”“Terus, memangnya kenapa? Siswa bermasalah kan biasa.” Haris belum paham apa yang dimaksud oleh Esti.“Winda itu anak dari kakak sepupunya Indah. Orang tua Winda sudah bercerai, ibunya jadi TKW di Taiwan. Yang membuat aku kaget, ayahnya Winda selingkuh dengan Indah. Dan perselingkuhan itu membuat Indah hamil. Akhirnya suami Indah mengajukan gugatan cerai, karena Indah mengakui kalau itu anak dari selingkuhannya.” Esti tampak bersemangat bercerita.Haris sempat kaget, tapi ia bisa menguasai keadaannya. Haris pernah mendengar cerita ini, tapi hanya sebatas gosip saja.“Siapa laki-laki itu? Maksudku selingkuhannya Indah?”“Erdi. Katanya dulu juga kru sebuah orgen tunggal. Sekarang Erdi juga merantau, katanya sih ke Pekanbaru, di kebun kelapa sawit. Apa Mas mengenalnya

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Cerita Tentang Biduan

    “Kamu kenapa?” tanya Haris ketika melihat air mata menetes di pipi Esti. Ia pun segera memeluk Esti.Esti mempererat pelukannya, dan ia pun menangis tersedu-sedu.“Aku merasa kalau akhir-akhir ini komunikasi kita tidak baik bahkan setiap berbicara selalu diwarnai dengan perdebatan yang tiada ujung. Aku merindukan masa-masa seperti dulu, rumah yang penuh dengan kehangatan. Apakah keinginanku ini terlalu berlebihan?” Esti berkata dengan terbata-bata sambil terisak.“Enggak sayang, keinginanmu itu tidak berlebihan. Bahkan sangat wajar. Maafkan aku yang tidak menyadari semua keinginanmu itu.” Haris melepaskan pelukannya dan memegang wajah Esti dengan kedua tangannya, kemudian mencium Esti.“Maafkan aku, aku mungkin bukan suami yang baik. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi suami yang bisa kamu andalkan.” Haris menatap Esti dengan tatapan penuh cinta.“Apakah aku sudah tidak menarik lagi bagimu, Mas?” tanya Esti.“Sssttt.” Haris meletakkan telunjuknya ke bibir Esti.“Maafkan aku kalau akh

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pikirkan Anak Istrimu

    “Ibu nggak menuduh Indah, tapi Ibu bicara berdasarkan kenyataan. Ada hubungan apa kamu dengan Indah, kok kamu sangat membelanya?” sahut Siti dengan nada yang agak tinggi.Haris kaget, ia baru menyadari kalau ia sudah salah berbicara.“Sialan, kok aku sampai keceplosan seperti itu ya?” kata Haris dalam hati, menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan.“Haris, jangan bermain api. Sedekat apa hubunganmu dengan Indah?” tanya Dewi.“Sebatas pemilik dan biduannya saja, nggak lebih. Aku hanya kasihan melihat Indah selalu menjadi bahan cemoohan. Dia itu mencari nafkah untuk menghidupi anaknya. Apa salah kalau aku mempekerjakan dia? Apalagi sejak dia bergabung, orgen tunggal ku jadi sering dapat jadwal manggung. Dia itu membawa hoki.” Haris berkata panjang lebar.“Hati-hati Mas, berawal dari kasihan, kemudian saling curhat dan akhirnya menjadi nyaman. Rumah tangga pun dipertaruhkan.” Erlin mengingatkan Haris.Haris menjadi kesal, karena kedatangannya kesini untuk mengunjungi ibunya, tapi malah

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Main Api

    “Apa yang kamu bicarakan dengan Indah?” tanya Haris ketika mereka sedang duduk santai di ruang keluarga menemani Ais yang asyik bermain.Esti yang dari tadi matanya tertuju ke layar televisi langsung menoleh ke arah Haris dengan penuh tanda tanya.“Kok Mas tahu kalau aku ngobrol dengan Indah? Oh, Indah mengadu sama kamu ya? Ngomong apa aja? Sesuai dengan yang aku bicarakan dengannya atau ada yang dikurangi dan ditambahi?’ Esti langsung memberondong Haris dengan beberapa pertanyaan yang membuat Haris kaget dan gugup.“E-enggak, Indah nggak ngomong apa-apa sama aku,” jawab Haris dengan gugup.“Aduh, kok aku nggak kepikiran kalau Esti bakal mencecarku dengan banyak pertanyaan,” kata Haris dalam hati menyadari kebodohannya.“Jujur saja, Mas. Jangan bohong! Indah mengadu padamu kan? Terus kamu lebih percaya sama aku atau Indah?”“Sudahlah, nggak usah dibahas.” Haris berusaha mengalihkan pembicaraan.“Enggak bisa, Mas yang memulainya. Harus diselesaikan, apa yang Indah bicarakan? Kapan Inda

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ghibah

    “Biasa, Mas. Toni sedang buntu, butuh suntikan dana untuk bertahan hidup,” kata Indah menggoda Toni.“Jangan buka kartu dong, kan ketahuan kalau dompetku melompong.” Toni mengimbangi ucapan Indah, supaya Haris tidak curiga. Haris hanya tersenyum melihat kru dan biduannya yang saling mengeluarkan celetukan.“Bukannya manggung kemarin sudah dapat?” tanya Haris.“Namanya juga manusia, Bos. Banyak kebutuhan dan keinginan,” sahut Toni. Belum sempat Haris menjawab, ada seseorang memanggilnya.“Ayah!” teriak Ais yang berlari mendekati Haris.“Iya, sayang,” sambut Haris sambil memeluk tubuh anak bungsunya itu.“Ayo, Yah, Ais mau nunjukin sesuatu,” ajak Ais sambil menarik tangan ayahnya.“Oke.” Haris pun mengikuti langkah kaki Ais untuk masuk menuju rumah mereka.Indah tampak kesal, belum sempat ia menggoda Haris, malah Haris pergi. Toni tersenyum melihat Indah yang kecewa.“Cie…cie, ada yang kecewa,” bisik Toni menggoda Indah.Sementara itu, di dalam rumah ada Esti dan Mei yang sedang sibuk d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status