Share

Jangan Main Api

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-28 09:57:34

“Apa yang kamu bicarakan dengan Indah?” tanya Haris ketika mereka sedang duduk santai di ruang keluarga menemani Ais yang asyik bermain.

Esti yang dari tadi matanya tertuju ke layar televisi langsung menoleh ke arah Haris dengan penuh tanda tanya.

“Kok Mas tahu kalau aku ngobrol dengan Indah? Oh, Indah mengadu sama kamu ya? Ngomong apa aja? Sesuai dengan yang aku bicarakan dengannya atau ada yang dikurangi dan ditambahi?’ Esti langsung memberondong Haris dengan beberapa pertanyaan yang membuat Haris kaget dan gugup.

“E-enggak, Indah nggak ngomong apa-apa sama aku,” jawab Haris dengan gugup.

“Aduh, kok aku nggak kepikiran kalau Esti bakal mencecarku dengan banyak pertanyaan,” kata Haris dalam hati menyadari kebodohannya.

“Jujur saja, Mas. Jangan bohong! Indah mengadu padamu kan? Terus kamu lebih percaya sama aku atau Indah?”

“Sudahlah, nggak usah dibahas.” Haris berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Enggak bisa, Mas yang memulainya. Harus diselesaikan, apa yang Indah bicarakan? Kapan Indah mengadu padamu?”

Haris hanya menghela nafas panjang, saat ini maju kena mundur pun kena. Ia terjebak dengan ucapannya sendiri.

“Indah hanya bilang kalau ia ngobrol-ngobrol denganmu saja.” Haris berkata dengan hati-hati supaya tidak menyinggung Esti.

“Bohong, pasti lebih dari itu yang ia katakan. Mas, jangan terlalu dekat dengan Indah, sewajarnya saja. Sebelum semua terjadi, lebih baik menghindar. Jangan bermain api!”

“Kamu menuduhku?”

“Enggak, hanya mengingatkan saja.” Lalu Esti mengirim sebuah rekaman percakapan yang ia lakukan dengan Indah.

“Buka ponselmu, itu rekaman percakapan yang sebenarnya. Kalau Indah bercerita lain padamu berarti ia berusaha mencari perhatian dan simpati darimu.” Esti meminta Haris untuk membuka ponselnya.

Haris langsung membuka ponselnya dan mendengarkan percakapan antara Esti dan Indah. Benar kata Esti kalau apa yang dikatakan Indah pada Haris tidak sesuai dengan apa yang ia dengar dari rekaman itu.

“Aku hanya mengingatkan saja, tidak ada maksud lain. Lagipula semua itu bermula dari Mei yang risih melihat Indah berpakaian ketat. Mas tahu kan bagaimana kritisnya Mei? Daripada Mei yang langsung nyeletuk di depan Indah, lebih baik aku yang bicara baik-baik. Mas saja tidak suka ketika Mei atau Ais pakai pakaian yang sangat ketat dan terbuka, iya kan?”

Haris hanya terdiam, tidak berani berkomentar.

“Dari awal aku tidak setuju ketika Mas mulai membeli peralatan orgen tunggal.”

“Tapi kamu mau kan menerima uang hasilnya?” sindir Haris.

“Ya tentu saja, karena gaji Mas sudah dipotong bank untuk membeli perlengkapan itu. Uang bulanan dari Mas jadi berkurang.”

“Kamu kan bisa pakai uang gajimu.”

“Terus kita nggak punya tabungan, gitu ya? Kalau ada keperluan mendadak atau biaya yang lain pakai uang dari mana? Apalagi tahun ini Mei sudah masuk SMA, pengeluaran menjadi meningkat. Tugas mencari nafkah itu tugasnya suami, istri hanya membantu saja. Kita kan sudah sepakat dari awal. Apa Mas nggak ikhlas ngasih uang hasil Orgen tunggal?” Esti mulai kesal.

“Tentu saja aku ikhlas, semua aku lakukan untuk keluarga kita.”

“Jual saja orgen tunggal itu. Cari usaha lain yang lebih berkah. Kita selalu saja meributkannya,” keluh Esti.

“Bukan aku yang mengajak ribut, tapi kamu yang selalu berlebihan tentang orgen tunggal.”

“Berlebihan katamu, Mas? Aku hanya realistis menganalisa apa yang mungkin bisa terjadi. Tentu saja aku melihat fakta dan kenyataan yang terjadi pada beberapa pemilik orgen tunggal. Rata-rata mereka selalu ribut dengan pasangannya. Coba kayak musik Silampari Voice itu, mereka menyanyikan lagu-lagu yang tidak banyak bergoyangnya. Penyanyinya pun tampil sopan.”

“Ya jelas berbeda. Penikmat hiburan disini kan kalangan menengah ke bawah, jadi banyak menyanyikan lagu-lagu dangdut dan remix yang sedang naik daun. Kalau Silampari voice itu untuk kalangan menengah ke atas, bayarannya pun mahal,” kata Haris membela diri.

***

“Sepertinya orgen tunggal punyamu sangat maju ya? Aku lihat manggung di beberapa tempat minggu ini. Soalnya beberapa kali aku kondangan, hiburannya orgen tunggalmu,” kata Dewi kakak pertama Haris.

Sore ini Haris mampir ke rumah Ibunya, kebetulan kakak pertamanya juga datang berkunjung. Siti, ibunya Haris tinggal bersama dengan Erlin, sang anak bungsu.

“Alhamdulillah, Mbak,” sahut Haris sambil menyeruput kopi yang dibuat oleh Erlin.

“Tapi aku nggak suka dengan penampilan biduannya.” Dewi berkomentar lagi.

“Kenapa, Mbak? Padahal suara Indah itu bagus lho.” Erlin ikut nyeletuk.

“Pakaiannya terlalu seksi, membuat risih.”

“Iya, Mbak. Aku pernah melihat penampilan Indah yang menurutku terlalu vulgar. Apa Mas Haris nggak pernah mengingatkan Indah?” Lagi-lagi Erlin mengomentari ucapan Dewi.

“Apa yang kemarin nyanyi di rumah Pak Hendri?’ tanya Siti, sang ibu yang dari tadi mendengarkan pembicaraan anak-anaknya.

“Betul, Bu. Indah memakai baju ketat dengan belahan dada yang terlalu rendah. Kelihatannya banyak yang menyawernya,” sahut Erlin.

“Coba kamu bicara baik-baik dengan Indah. Kalau kamu merasa nggak enak, minta Esti untuk berbicara, biasanya kalau sesama perempuan kan lebih enak.” Siti memberi saran pada Haris.

“Kalau latihan di rumah, pakaiannya bagaimana? Lebih tertutup atau semakin terbuka?” lanjut Siti.

“Kayaknya sama saja, Bu. Soalnya aku pernah melihat dia latihan pakai celana sangat pendek, memperlihatkan pahanya yang mulus.” Erlin berbicara lagi.

“Hati-hati lho, jangan sampai penampilan Indah membuat kamu dan Esti ribut. Ibu yakin kalau Esti tidak suka melihat cara berpakaian Indah. Kenapa nggak kamu jual saja orgen tunggal itu, cari usaha lain yang lebih berkah.” Siti menasehati Haris.

“Itu kan penghasilan tambahan untuk Haris, apalagi bermain musik itu kan hobinya Haris. Esti pasti senang karena ada tambahan uang dari Haris. Gaji, TPP dan dari orgen tunggal, apa nggak semakin banyak uang yang dipegang Esti.” Dewi tampak membela Haris,” Benar kan Haris kalau semua uang kamu berikan pada Esti?”

“Gaji sudah dipotong bank, Mbak.” Haris menjawab pelan.

“Kamu pinjam bank? Untuk apa? Kalian berdua PNS, ada TPP, Esti dapat sertifikasi, uang dari orgen tunggal, apakah masih kurang?” cecar Dewi.

Haris menghela nafas kemudian berbicara,”Untuk membeli peralatan orgen tunggal dan sound sistemnya. Butuh modal besar untuk melengkapi alat-alat musiknya.”

Dewi dan Siti hanya geleng-geleng kepala mendengarkan penjelasan dari Haris.

“Haris, kamu sudah pernah melakukan kesalahan fatal yang hampir membuat rumah tanggamu berantakan. Ibu harap kamu jangan melakukan kesalahan yang sama. Karena semua itu bisa terjadi lagi, apalagi kamu punya musik yang biduannya kayak perempuan nggak benar.”

“Indah nggak seperti itu, Ibu jangan menuduh sembarangan.” Haris berkata dengan spontan, membuat semua yang ada di ruangan itu tampak kaget. Semua menatap Haris dengan penuh tanda tanya.

“Kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku?” Haris tidak menyadari kalau apa yang tadi ia ucapkan menimbulkan pertanyaan baru.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Pikirkan Anak Istrimu

    “Ibu nggak menuduh Indah, tapi Ibu bicara berdasarkan kenyataan. Ada hubungan apa kamu dengan Indah, kok kamu sangat membelanya?” sahut Siti dengan nada yang agak tinggi.Haris kaget, ia baru menyadari kalau ia sudah salah berbicara.“Sialan, kok aku sampai keceplosan seperti itu ya?” kata Haris dalam hati, menyadari kebodohan yang sudah ia lakukan.“Haris, jangan bermain api. Sedekat apa hubunganmu dengan Indah?” tanya Dewi.“Sebatas pemilik dan biduannya saja, nggak lebih. Aku hanya kasihan melihat Indah selalu menjadi bahan cemoohan. Dia itu mencari nafkah untuk menghidupi anaknya. Apa salah kalau aku mempekerjakan dia? Apalagi sejak dia bergabung, orgen tunggal ku jadi sering dapat jadwal manggung. Dia itu membawa hoki.” Haris berkata panjang lebar.“Hati-hati Mas, berawal dari kasihan, kemudian saling curhat dan akhirnya menjadi nyaman. Rumah tangga pun dipertaruhkan.” Erlin mengingatkan Haris.Haris menjadi kesal, karena kedatangannya kesini untuk mengunjungi ibunya, tapi malah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Cerita Tentang Biduan

    “Kamu kenapa?” tanya Haris ketika melihat air mata menetes di pipi Esti. Ia pun segera memeluk Esti.Esti mempererat pelukannya, dan ia pun menangis tersedu-sedu.“Aku merasa kalau akhir-akhir ini komunikasi kita tidak baik bahkan setiap berbicara selalu diwarnai dengan perdebatan yang tiada ujung. Aku merindukan masa-masa seperti dulu, rumah yang penuh dengan kehangatan. Apakah keinginanku ini terlalu berlebihan?” Esti berkata dengan terbata-bata sambil terisak.“Enggak sayang, keinginanmu itu tidak berlebihan. Bahkan sangat wajar. Maafkan aku yang tidak menyadari semua keinginanmu itu.” Haris melepaskan pelukannya dan memegang wajah Esti dengan kedua tangannya, kemudian mencium Esti.“Maafkan aku, aku mungkin bukan suami yang baik. Tapi aku akan berusaha untuk menjadi suami yang bisa kamu andalkan.” Haris menatap Esti dengan tatapan penuh cinta.“Apakah aku sudah tidak menarik lagi bagimu, Mas?” tanya Esti.“Sssttt.” Haris meletakkan telunjuknya ke bibir Esti.“Maafkan aku kalau akh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Ponsel Baru

    “Mas, aku ada cerita,” kata Esti ketika sedang ngobrol dengan Haris. Hubungan mereka berdua sudah mulai membaik akhir-akhir ini.“Cerita apa?” tanya Haris.“Tadi ada siswaku bermasalah, ternyata dia itu keponakannya Indah.”“Terus, memangnya kenapa? Siswa bermasalah kan biasa.” Haris belum paham apa yang dimaksud oleh Esti.“Winda itu anak dari kakak sepupunya Indah. Orang tua Winda sudah bercerai, ibunya jadi TKW di Taiwan. Yang membuat aku kaget, ayahnya Winda selingkuh dengan Indah. Dan perselingkuhan itu membuat Indah hamil. Akhirnya suami Indah mengajukan gugatan cerai, karena Indah mengakui kalau itu anak dari selingkuhannya.” Esti tampak bersemangat bercerita.Haris sempat kaget, tapi ia bisa menguasai keadaannya. Haris pernah mendengar cerita ini, tapi hanya sebatas gosip saja.“Siapa laki-laki itu? Maksudku selingkuhannya Indah?”“Erdi. Katanya dulu juga kru sebuah orgen tunggal. Sekarang Erdi juga merantau, katanya sih ke Pekanbaru, di kebun kelapa sawit. Apa Mas mengenalnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-17
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Salah Sebut Nama

    “Ponsel baru ya? Pasti mahal,” ucap seorang kru.“Iya dong! Tapi kredit hihi,” sahut Indah,” lagipula aku punya uang dari mana kalau beli cash.”“Ponsel baru? Apa mungkin….” Esti mulai bertanya-tanya, ia berharap kalau itu tidak seperti yang ia pikirkan.“Kenapa kok sepertinya semua serba kebetulan?” Lagi-lagi Esti hanya bergumam saja.“Ngapain kamu disitu?” tanya Haris mengagetkan Esti.“Oh, lagi dengerin para kru ngobrol. Mereka kalau ngobrol suka lucu-lucu, bikin ketawa. Jadi hiburan tersendiri.” Esti berkata sambil tertawa untuk mengurangi kegugupannya karena ketahuan mendengarkan pembicaraan orang lain. “Kenapa nggak gabung bersama mereka?”“Kalau aku ikut gabung, malah mereka nggak santai ngobrolnya.”“Soalnya kamu itu orangnya terlalu serius, jadi mereka bingung mau ngajak ngobrol,” kata Haris sambil menatap Esti.“Mas, lihat nggak ponselnya Indah. Keluaran terbaru dan bagus, pasti harganya mahal. Hebat ya Indah mampu membeli ponsel terbaru. Aku mau dong dibelikan yang kayak g

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-19
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Terlalu Cemburu

    Sudah satu bulan sejak Haris salah sebut nama, sejak itu pula Esti selalu beralasan ketika Haris mengajak berhubungan. “Kenapa sih kamu selalu menghindar? Selalu saja ada alasan, sekarang alasanmu apa lagi?” tanya Haris dengan kesal.Esti hanya terdiam. Ia tahu kalau ia salah karena sudah menolak ajakan suaminya. Tapi hatinya sangat sakit ketika mengingat kejadian waktu itu.“Kamu itu istri durhaka dan Allah akan marah karena menolak ajakan suami. Apa yang akan kamu lakukan tidak berkah karena suami tidak ridho. Kalau seperti ini terus, bisa-bisa aku cari lagi.” Haris mendengus kesal. Nafsu sudah di ubun-ubun tapi Esti malah menghindar.“Silahkan kalau mau cari lagi,” sahut Esti dengan tenang.“Kamu menantangku? Masih banyak perempuan yang mau denganku. Aku masih gagah. Apa kamu pikir aku tidak mampu mencari perempuan lain?” ejek Haris sambil menatap sinis ke arah Esti.“Termasuk Indah? Apakah Indah yang akan kamu cari untuk melampiaskan nafsumu?” “Mengapa selalu kamu kait-kaitkan d

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-20
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Boleh Bergabung?

    “Nggak usah pakai tapi-tapian. Sekarang kamu harus lebih membuka pikiranmu. Jangan hanya cemburu tidak jelas seperti itu.”“Tidak jelas bagaimana, Mbak? Bahkan saat Mas Haris bercinta denganku, ia menyebut nama Indah.”Dewi tampak kaget dengan ucapan Esti.“Nggak usah mengada-ada kamu. Kenapa kamu ngotot sekali menuduh Haris selingkuh? Nggak usah aneh-aneh, pikirkan anak-anakmu.” Dewi berkata dengan tegas.Akhirnya Esti berpamitan pulang, ia sangat kecewa dengan tanggapan Dewi. Selama ini hubungan Dewi dan Esti memang dekat dan baik, karena itu mereka saling bertukar pikiran. Apalagi mereka sama-sama guru. Dewi sendiri seorang janda, dengan dua anak perempuan. Usman, mantan suami Dewi berselingkuh dengan kekasih yang dulu tidak direstui oleh orang tua Usman.Esti sengaja bercerita pada Dewi, dengan harapan Dewi bisa menasehati Haris. Bukannya malah menjatuhkan mental Esti dengan mengatakan Esti terlalu cemburu.Ketika mobil Esti keluar dari halaman rumah Dewi, tampak Erlin, adik bungs

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-21
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Jangan Panggil Bunda

    “Ya sudah, aku pulang saja, daripada kalian nggak jadi makan.” Esti beranjak dari duduknya, kemudian memotret mereka berdua. Haris dan Indah sangat kaget, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Esti keluar dari rumah makan itu, tak lupa ia mengambil pesanannya.“Masukkan ke tagihan meja no 5 ya?” kata Esti sambil menunjuk ke arah Haris dan Indah.“Baik, Bu.” Sang kasir menjawab sambil tersenyum.Esti melangkah dengan gontai, tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan Esti sekarang. Semua menjadi satu. Apa yang ia takutkan selama ini benar-benar terjadi. Tapi ia tidak mau terpuruk, ada Mei dan Ais anak mereka yang perlu diperhatikan.Diperjalanan, Esti sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Ia pun menangis sesenggukan. Lebih baik ia menangis di mobil daripada menangis di rumah. Jangan sampai anak-anaknya tahu kalau ia menangis.Sampai di rumah, Esti langsung masuk ke kamar. Ia membuka lemari tempat dokumen dan surat-surat berharga. Ia menyimpan semua surat-surat berharga itu ke su

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-22
  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Hamil

    “Aku pikir Mas sudah berubah semenjak kasus dulu. Ternyata benar kata orang, sekali selingkuh, pasti akan melakukan selingkuh lagi. Bodohnya aku, kenapa aku dulu memaafkanmu.” Haris masih terdiam, semua yang dikatakan Esti benar. Kalau ia menyangkalnya, pasti Esti akan semakin emosi.“Kalau aku melakukan kesalahan, seharusnya Mas bilang padaku. Aku akan berusaha untuk memperbaikinya. Bukannya malah mencari kepuasan diluar.” Esti berhenti sejenak, menghela nafas dan melanjutkan berbicara.“Seperti kejadian menyebut nama Indah, aku sudah mau melayani semua keinginanmu. Kapanpun Mas mau aku selalu mengiyakan. Apa aku kurang memuaskan? Kenapa Mas tega melakukan semua ini? Mas nggak berkaca pada kejadian yang menimpa keluargamu. Mbak Dewi dan Erlin keluarganya berantakan karena pihak ketiga. Dulu Mas ngomongin Mas Usman nggak punya hati, karena menyakiti Mbak Dewi. Ternyata malah kamu juga yang nggak punya hati.” Esti berkata dengan air mata yang tidak bisa dibendung lagi.“Aku akan menca

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-23

Bab terbaru

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Tidak Mau Disalahkan

    Tanpa berpikir panjang, Indah meneruskan pesan itu dan langsung menelpon Haris."Mas, lihat pesan dari Esti! Dia mengancam akan melaporkan pernikahan kita ke atasanmu! Dia ingin Mas dipecat!" suaranya penuh kemarahan.Haris, yang masih di rumah sakit menjaga ibunya, menghela napas berat. "Aku sudah baca.""Lalu Mas mau diam aja?!" bentak Indah. "Dia pikir dia siapa sampai bisa mengancam kita seperti ini?!"Haris memijit pelipisnya. "Indah, aku sedang di rumah sakit. Bisa kita bicara nanti?"Indah mendengus kesal. "Mas! Kalau Mas sampai kehilangan pekerjaan, gimana dengan aku dan anak kita?!"Haris menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. "Aku akan bicara dengan Esti. Aku akan minta dia untuk tidak membawa masalah ini lebih jauh."Indah tertawa sinis. "Oh, jadi Mas masih peduli sama dia?! Aku istrimu sekarang, Mas! Aku nggak akan biarkan perempuan itu menang!"Haris mulai kehilangan kesabaran. "Aku cuma mau menyelesaikan ini dengan baik, Indah. Kalau kita terus memperkeruh suasana,

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Dipaksa Menikah

    Malam itu, di rumah Indah yang sederhana, Haris duduk di hadapan penghulu dengan wajah kosong. Para saksi sudah berkumpul. Indah duduk tak jauh darinya, mengenakan kebaya putih sederhana. Tapi tak ada kebahagiaan di mata Haris, hanya keterpaksaan.Ketika penghulu mulai membaca akad nikah, tangan Haris gemetar."Haris Maulana bin Karim, apakah Anda menerima Indah Astuti binti Burhan sebagai istri Anda dengan mas kawin yang sudah disepakati?"Haris menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering. Sekilas, ia teringat wajah Esti dan anak-anaknya. Haris mengangguk.Kemudian Pak Burhan bertindak sebagai wali nikah, menggenggam tangan Haris. Dengan suara bergetar, Haris mengucapkan kata yang mengubah hidupnya selamanya."Saya terima nikahnya Indah Astuti binti Burhan dengan mas kawin yang emas lima gram, tunai.""Sah!" ujar para saksi bersamaan.Indah tersenyum tipis, meski air mata jatuh dari sudut matanya. Bu Ratna tampak puas, sementara ayahnya mengangguk lega. Sepertinya memang ini sudah di

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Terpojok

    Haris terdiam sejenak, matanya kosong menatap layar ponselnya yang baru saja dimatikan. Suara Dewi yang tiba-tiba menyapanya membuatnya terbangun dari lamunannya."Kenapa wajahmu kusut kayak gitu?" tanya Dewi yang baru keluar dari ruangan ibunya. Dewi menatapnya dengan cemas, merasa ada sesuatu yang mengganggu Haris.Haris menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Indah... dia makin nekat. Dia nggak mau dengar alasan, Mbak. Dia tetap bersikeras mau datang ke rumah sakit, bertemu Ibu."Dewi mengerutkan kening, tampak terkejut. "Haris, ini bukan waktu yang tepat. Ibu baru aja, kamu nggak ingin keadaan makin parah, kan?"Haris baru saja hendak kembali ke kamar ibunya ketika tiba-tiba suara langkah cepat terdengar di lorong rumah sakit."Mas Haris!"Haris menoleh dan terkejut. Indah sudah ada di sana.Ia berdiri dengan tangan di pinggang, napasnya memburu. Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu berhenti tepat pada Haris dan Dewi."Aku sudah bilang aku akan da

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Sandiwara Terbongkar

    Bu Siti mengerutkan kening, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Apa maksudmu, Esti?"Haris menunduk, tak sanggup menatap ibunya. Dewi segera meraih tangan Bu Siti, berusaha menenangkannya."Ibu, maafkan kami karena tidak memberi tahu lebih awal," ujar Dewi hati-hati. "Kami hanya tidak ingin Ibu kaget dan sakit lagi."Bu Siti masih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. "Jadi... selama ini kalian hanya berpura-pura di depan Ibu?" suaranya bergetar.Erlin ikut bicara, "Ibu, kami hanya ingin Ibu bahagia. Kami takut kalau Ibu tahu ini saat masih belum pulih, kondisinya malah memburuk."Bu Siti menatap mereka satu per satu. Matanya dipenuhi luka dan kekecewaan. Ia merasa telah dibohongi oleh anak-anaknya sendiri."Tapi Ibu tetap mengetahuinya, kan?" ujar Bu Siti lirih. "Seandainya kalian memberitahu sejak awal, mungkin Ibu bisa lebih siap.""Maafkan aku, Ibu. Aku harus menikahi Indah, bertanggung jawab atas kehamilannya. Esti mengusirku dari rumah," kata Haris perlah

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Bersandiwara

    "Erlin, Ibu ingin menginap di rumah Haris. Sejak pulang dari rumah sakit, Ibu belum bertemu dengannya," kata Bu Siti dengan suara penuh harap.Ucapan itu membuat Erlin tertegun. Ia menatap ibunya dengan ragu, sementara hatinya bergejolak. Bagaimana mungkin ia memberi tahu bahwa Haris telah diusir oleh Esti?Erlin melirik Indra, suaminya, yang juga tampak kebingungan. Keduanya saling bertukar pandang, mencari cara terbaik untuk merespons permintaan Bu Siti tanpa membuatnya terlalu terkejut."Bagaimana, Erlin? Apa kamu tidak mau mengantarkan Ibu ke rumah Haris?" tanya Bu Siti lagi, kali ini dengan nada yang lebih mendesak.Erlin menelan ludah. "I... iya, Bu. Nanti aku antar," jawabnya dengan suara sedikit gemetar.Tanpa membuang waktu, ia melangkah keluar rumah, mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya. Dengan tangan gemetar, ia merogoh ponselnya dan segera menelepon Dewi, kakaknya. Ia butuh saran. Ia tak bisa menghadapi ini sendirian.Erlin pun segera menelepon Dewi. Jantungnya

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Dipermalukan

    Ruangan kembali sunyi. Semua orang tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Tapi kali ini, Syaiful, kakak Indah yang sejak tadi hanya diam dan mengamati, akhirnya membuka suara. "Tadi kamu bilang menikah siri nggak apa-apa, asalkan bersama Haris.” Syaiful tampak mengejek Indah.“Bagaimana dengan kandunganmu? Lama-lama akan semakin membesar." Suaranya tenang, tapi ada ketegasan di dalamnya. Indah terdiam. Ia mengelus perutnya yang mulai membuncit, wajahnya masih dipenuhi kesedihan.Pak Burhan menghela nafas panjang. Wajahnya penuh kekecewaan, sorot matanya tajam menatap Indah yang masih terisak. "Ayah sudah mengingatkanmu, Indah, jangan mengganggu suami orang. Ya, begini akibatnya." Indah meremas ujung dasternya, bibirnya bergetar, seolah ingin membela diri tapi tak ada kata yang sanggup ia keluarkan. Air matanya jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang pucat. "Ayah, aku nggak pernah mau begini..." suaranya lirih. "Aku cuma mencintai Mas Haris..." "Cinta?" Bu Ratna mendengus

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Menemui Keluarga Indah

    Haris duduk di kursi dengan kepala tertunduk, jari-jarinya saling meremas, seolah mencoba mencari pegangan di tengah badai yang ia ciptakan sendiri. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Deni dingin. Suasana ruang tamu terasa menyesakkan. Haris menghela napas berat sebelum menjawab dengan suara lirih, "Besok aku akan ke rumah Indah." "Kalau ibunya memaksa pesta pernikahan, bagaimana?" Deni melipat tangan di dada, ekspresinya tajam seperti pisau. Sebelum Haris sempat bicara, Dewi memutar bola matanya dan menyela dengan suara ketus. "Lebih baik uang untuk pesta kamu gunakan untuk kehidupanmu nanti. Gajimu sudah di bank, kan?" Haris mengangguk pelan. "Iya... Bahkan ATM-ku masih dipegang sama Esti." "Mas... Mas... Gimana sih? ATM dipegang Mbak Esti? Ya jelas buat biaya Mei dan Ais!" Erlin terkekeh sinis. "Kamu pikir Mbak Esti bakal diam aja setelah tahu suaminya selingkuh dan punya anak sama perempuan lain?" Haris terdiam. Nafasnya terasa berat. "Makanya, kalau mau berbuat

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Disalahkan

    "Ibu kalian yang egois." Dewi berkata dengan sinisnya. " Lihatlah, Esti. Anak-anakmu yang menjadi korban keegoisanmu.”Esti mendongak, menatap Dewi dengan tajam. Matanya sudah cukup bengkak karena menangis, tapi kini bukan kesedihan yang terpancar, melainkan kemarahan."Egois? Aku yang egois, Mbak?" Esti tertawa kecil, getir. "Aku yang diselingkuhi, aku yang dikhianati, dan sekarang aku juga yang disalahkan?"Dewi mendengus. "Kalau kamu lebih sabar, lebih mengalah, mungkin rumah tangga ini masih bisa dipertahankan."Mei menoleh ke budenya dengan ekspresi bingung. "Jadi Ibu yang salah, Bude?”Esti mengelus kepala Ais yang masih memeluknya erat. "Nak, kalian dengar baik-baik. Ibu sudah berusaha bertahan selama ini, tapi Ayah kalian yang tidak memilih kita."Haris menghembuskan napas berat. "Ayah tetap ingin jadi ayah buat kalian."Mei menatap ayahnya dengan mata yang berkilat karena air mata. "Tapi Ayah juga ayah untuk anaknya Tante Indah, kan?"Haris terdiam. Tak ada jawaban yang bisa

  • Runtuhnya Sebuah Kesetiaan   Bertanggung Jawab

    Ibunya Indah terlihat lega, sementara ayahnya menatapnya dengan tajam. "Indah, jangan mempermalukan diri sendiri. Kita sudah cukup dipermalukan."Indah menggeleng keras, lalu menatap Haris dengan mata memohon. "Mas Haris, aku nggak mau pergi. Aku mau tetap di sini bersamamu. Aku nggak peduli menikah siri atau resmi, aku cuma ingin kita tetap bersama!"Esti, yang sejak tadi menahan emosinya, akhirnya tertawa sinis. "Indah, kamu nggak punya malu, ya? Masih ngotot mau tinggal di rumah ini, setelah semua yang terjadi?”"Aku mengandung anaknya! Aku berhak tinggal di sini!" Indah berteriak.PLAK!Tiba-tiba, ayahnya Indah menampar pipi Indah dengan keras. Semua orang terkejut."Diam, Indah!" Ayahnya berseru, suaranya bergetar karena emosi. "Kamu sudah membuat kami malu! Jangan tambah lagi! Kamu pikir bisa datang ke rumah istri sah, merebut suaminya, lalu seenaknya menginjak harga diri orang lain?”Indah memegang pipinya yang memerah. Tangisnya semakin pecah, tapi kali ini bukan hanya karena

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status