Alex, itulah nama panggilannya. Dia adalah salah satu pemegang kekuasaan di perusahaan cabang itu, dan menjadi salah satu kaki tangan Mustafa. Kehadirannya di kantor cabang telah menciptakan suasana yang tegang dan penuh ketidakpastian.
Pak Sudarta, dengan tekad yang kuat, memutuskan untuk menyamar sebagai kurir makanan. Dia ingin mengungkap kebenaran tentang apa yang terjadi di balik layar. Alex, dengan wajah sombong dan sikap yang merendahkan, membuat aturan seenaknya sendiri. Banyak karyawan yang takut berbicara atau melakukan kesalahan sedikit saja, karena mereka tahu konsekuensinya: potongan gaji atau bahkan pemecatan. Namun, Pak Sudarta memiliki rencana. Dia akan menggali lebih dalam dan mengungkap strategi kelicikan yang mungkin telah merusak integritas perusahaan. Pertarungan antara kebenaran dan kekuasaan baru saja dimulai, dan masa depan perusahaan serta nasib karyawan bergantung pada langkah-langkah yang akan diambil oleh Pak Sudarta. "Eh kurir ? Kenapa datangnya lambat amat ! Kalau begitu aku gak mau bayar ! Kembali saja kamu ke rumahmu !" Kata Alex dengan lancangnya. "Apa maksudmu ! Gak mau bayar ? Apakah kamu tidak pernah merasakan usaha seorang karyawan yang bekerja banting tulang untukmu lalu kamu kurangi gajinya ? kamu sungguh tega yah !" Pa Sudarta begitu emosi dengan sikap Alex. "Hai pak Tua ! Ngapain loe urusin hidup gua, gua ini pemegang kekuasaan disini. Jadi, buat apa loe atur masalah gaji karyawan segala. Emangnya Lo tahu apa masalah perusahaan." Kata Alex dengan sombongnya. "Jadi, kamu seenaknya saja memperlakukan karyawan seperti ini, pantas saja jika semua karyawan gajinya dikurangi karena semua dari awal dari kamu ?" Kata Pa Sudarta yang menyamar menjadi kurir itu, tapi tetap saja ia masih tak percaya dengan ucapan kurir gadungan itu. "Hahaha ! Lo itu siapa ?" Tanya Alex "Aku adalah Sudarta asisten direktur utama perusahaan ini." Jawab Pak Sudarta. Tapi itu semua dianggapnya sebuah gurauan berkali-kali Pak Sudarta di tertawakan oleh Alex dan teman-temanya. Hingga Alex menghinanya dengan menyiramkan air dimuka pak Sudarta. "Ini adalah balasan buatmu, bajingan ! Mimpi kok disiang bolong mengaku-ngaku sebagai asisten direktur, cuih !" Kata Alex. Pak Sudarta merasa darahnya mendidih. Ia menggenggam ponselnya dengan kuat dan menelpon Pak Ruswanda, direktur utama perusahaan. Suara Pak Sudarta penuh emosi ketika ia menjelaskan situasi yang terjadi di kantor cabang. "Pak Ruswanda," ucap Pak Sudarta, "saya minta Anda segera memecat Alex dan teman-temannya di kantor cabang. Mereka telah menghina saya dan merusak integritas perusahaan." Pak Ruswanda yang mendengarkan dengan serius bertanya, "Apa yang terjadi, Sudarta?" Pak Sudarta menerangkan dengan tegas, "Awal investasi kita turun karena ulah Alex dan kawan-kawannya. Mereka menjadi biang kerok perusahaan yang hampir bangkrut. Uang dikorupsi hingga ratusan juta. Alex sangat licik, menerima uang dari investor, lalu melaporkan ke pusat dengan data keuangan yang berbeda." Pak Ruswanda menghela nafas. "Saya akan menindaklanjuti ini," katanya. "Dan apa yang akan terjadi pada Alex?" Pak Sudarta menjawab, "Saat ini, Alex harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia harus masuk penjara. Sifat buruknya telah merugikan perusahaan dan karyawan." Pak Ruswanda mengangguk. "Kita akan menyelesaikan ini dengan bijaksana," ucapnya. "Terima kasih, Sudarta." Pertarungan antara kebenaran dan kekuasaan semakin mendalam. Alex, yang dulu begitu sombong, kini harus menghadapi konsekuensi atas tindakannya. Pak Sudarta menatap Alex dengan mata yang membara. "Kamu dan teman-temanmu telah merusak perusahaan ini, mengkorupsi uang, dan memanipulasi data keuangan. Semua ini demi keuntungan pribadi!" Alex tertawa sinis. "Kamu pikir aku akan percaya pada omong kosongmu, Pak Tua?" katanya dengan nada merendahkan. "Kau hanyalah seorang kurir. Apa yang bisa kau lakukan?" Pak Sudarta merasa darahnya mendidih. "Aku bukan hanya seorang kurir!" bentaknya. "Aku adalah orang yang akan membongkar semua kebusukanmu! Kau pikir kekuasaanmu akan selalu melindungimu? Aku akan membuktikan sebaliknya!" Alex, dengan wajah yang semakin merah, tiba-tiba meraih handphone Pak Sudarta dan membantingnya ke lantai. "Kau berani mengancamku?" katanya dengan marah. "Aku adalah pemegang kekuasaan di sini! Kau takkan bisa menghentikanku!" Pak Sudarta menatap Alex dengan mata penuh tekad. "Kekuasaanmu takkan bertahan selamanya," ucapnya dengan mantap. "Aku akan membuktikan bahwa kebenaran akan selalu menang!" Konflik semakin memanas di perusahaan cabang. Tidak hanya Alex, tetapi juga semua karyawan terlibat dalam situasi yang tegang. Suasana di kantor menjadi semakin panas karena ketidakpuasan dan ketidaksetujuan terhadap tindakan Alex. Karyawan-karyawan yang merasa terzalimi mulai berbicara dengan lantang. "Pak Sudarta, kami juga merasa tidak puas dengan perlakuan Alex !" ujar seorang karyawan. "Dia telah merugikan kita semua dengan tindakannya yang licik." Karyawan lain menambahkan, "Kami bekerja keras untuk perusahaan ini, dan Alex malah mengurangi gaji kita tanpa alasan yang jelas! Ini tidak adil!" Pak Sudarta, yang masih menyamar sebagai kurir, merasa emosi memuncak. "Kita harus bersatu melawan ketidakadilan ini!" katanya dengan tegas. "Kita tidak boleh membiarkan Alex dan tindakannya merusak perusahaan dan hidup kita!" Semua karyawan mengangguk setuju. Konflik semakin memanas, tiba-tiba Mustafa, pamannya Alex muncul di kantor cabang. Wajahnya penuh dengan ketidakpuasan dan kemarahan. Alex, yang masih merasa sombong, berbalik dan melihat Mustafa. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada sinis. Mustafa mengabaikan pertanyaan Alex dan berbicara dengan tegas, "Alex, kurir itu bukan sembarang orang. Dia adalah Sudarta, asisten sang direktur perusahaan pusat. Dia tidak main-main." Alex terkejut. "Sudarta? Tidak mungkin!" katanya dengan nada tidak percaya. Mustafa mengangguk. "Ia adalah orang yang berada di balik semua ini. Kita harus berhati-hati." Konflik semakin memanas. Mustafa dan Alex, dua kekuatan yang saling bertentangan, berdiri di antara kebenaran dan kekuasaan. Setelah mengetahui identitas sebenarnya dari Sudarta, Alex merasa terkejut dan bingung. Wajahnya berubah pucat, dan matanya memandang Sudarta dengan ketidakpercayaan. Dia tidak pernah mengira bahwa seorang kurir yang tampak sederhana bisa memiliki peran yang begitu penting di balik layar. "Kau... kau benar-benar asisten sang direktur?" tanyanya dengan suara gemetar. Sudarta mengangguk. "Ya, Alex. Aku adalah orang yang akan membongkar semua kebusukanmu. Kekuasaanmu tidak akan melindungimu lagi." Alex merasa sudutnya terjepit. Dia tidak tahu bagaimana harus merespons. Semua rencananya hancur, dan masa depannya yang sombong dan licik kini tergantung pada keputusan yang akan diambil oleh Sudarta dan sang direktur. Pak Ruswanda memasuki ruangan dengan langkah mantap. Wajahnya serius, dan matanya menatap Alex dan Mustafa bergantian. Kehadirannya membuat suasana semakin tegang. "Alex," ucap Pak Ruswanda dengan suara tegas, "kau telah merusak perusahaan ini dengan tindakan licikmu. Kekuasaanmu tidak akan melindungimu lagi." Alex terdiam, tidak tahu bagaimana harus merespons. Dia merasa sudutnya terjepit. Mustafa, yang sebelumnya sombong, kini juga merasa ketakutan. Dia tahu bahwa masa depannya bergantung pada keputusan sang direktur. Semua mata tertuju pada Pak Ruswanda. Apa yang akan dia putuskan? Kisah ini akan terus berlanjut.Pak Ruswanda berdiri di tengah ruangan, pandangannya tajam. Dia memandang Alex dan Mustafa bergantian, seolah mempertimbangkan pilihan yang akan diambil. Suasana hening, dan semua karyawan menahan napas.Akhirnya, dengan suara yang tenang namun tegas, Pak Ruswanda berkata, "Alex, tindakanmu telah merusak integritas perusahaan ini. Kau akan dipecat dengan segera."Alex terdiam, wajahnya memucat. Dia tidak pernah mengira bahwa segala tindakannya akan berakhir seperti ini.Pak Ruswanda kemudian menoleh pada Mustafa. "Dan kau, Mustafa," katanya, "aku kecewa padamu. Kekeluargaan tidak boleh menghalangi keadilan. Kau juga akan dipecat."Mustafa terkejut dan marah. "Tidak mungkin!" bentaknya. "Aku adalah bagian dari keluarga ini!"Pak Ruswanda mengangguk. "Kita semua harus bertanggung jawab atas tindakan kita," ucapnya. "Perusahaan ini lebih besar dari ego dan kepentingan pribadi kita."Setelah mendengar ucapan tegas dari sang direktur, Alex dan Mustafa merasakan gelombang emosi yang berbeda
Ruswanda terkejut ketika istrinya menunjukkan bekas lipstik di bajunya. Ia bingung harus berkata apa. "Ini apa, Pah?" teriak sang istri. Ruswanda mencoba menjelaskan, "Dengarkan Papah dulu, Mah!" Namun, istrinya tidak mau mendengar. "Apa yang harus Mamah dengarkan dari suami bajingan sepertimu!" ucapnya dengan tajam. Air mata istrinya berlinang. "Kamu menusuk hatiku dan melukaiku, Pah! Sekarang, ini adalah bukti yang jelas. Aku minta cerai denganmu, Pah!" Istrinya pergi dan mendobrak pintu kamar dengan keras, mengagetkan Pak Ruswanda. Tanpa ragu, Pak Ruswanda mengejar istrinya, tak mau tinggal diam.Konflik rumah tangga mereka semakin memanas, dan masa depan mereka pun kini tergantung pada keputusan yang akan diambil. "Mah! Tunggu, jangan tinggalkan Papah!" teriak Pak Ruswanda, tapi istrinya tidak mau mendengar. Tanpa ragu, dia lari dan mengambil salah satu mobilnya, meninggalkan rumah mereka. Pak Ruswanda, sebagai direktur perusahaan dan kepala keluarga, merasa kebingungan. Entah a
Pagi yang cerah menyinari gedung PT. Ruswan Tekstil Indonesia (PT RSTI) dari ufuk barat hingga timur. Karyawan-karyawan berangkat ke tempat kerja sesuai aturan pemerintah, bekerja 7 jam dalam sehari. Mereka memulai pekerjaanya dimulai dari jam 6 pagi. Sudarta, yang kini menggantikan posisi Alex di perusahaan cabang, duduk di ruangannya. PT RSTI, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, hampir mengalami kebangkrutan akibat skandal yang melibatkan Alex. Namun, sekarang semua itu telah berubah. Sudarta memegang kendali perusahaan ini. Seorang sekretaris menyapa Sudarta dengan ramah, "Selamat pagi, Pak Sudarta." "Pagi," jawab Sudarta. "Apakah hari ini ada karyawan yang melamar pekerjaan?" "Sudah ada, Pak. Dia sudah menunggu di depan," kata sekretaris tersebut. **Benang-Benang Skandal dan Pengampunan** Pagi yang cerah menyinari gedung PT. Ruswan Tekstil Indonesia (PT RSTI) dari ufuk barat hingga timur. Karyawan-karyawan berangkat ke tempat kerja sesuai aturan pemerintah, memulai har
Ruswanda berada dalam situasi yang mematikan. Di tengah kegelapan malam, preman-preman mengancamnya dengan pisau. Mereka tahu dia adalah CEO PT RSTI dengan harta melimpah. Ruswanda merasa tekanan berat, namun dia tidak akan menyerah begitu saja.Dengan tenang, dia mengangkat tangannya. "Baiklah," ucapnya dengan suara mantap. "Saya akan memberikan apa yang kalian inginkan."Preman-preman itu tersenyum, tetapi mata mereka tetap waspada. Mereka mengira Ruswanda akan menyerahkan uangnya tanpa perlawanan. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat mereka terkejut.Ruswanda tiba-tiba menendang pisau dari tangan salah satu preman. Dalam sekejap, dia merebut pisau itu dan menghadap mereka dengan mata penuh tekad. "Kalian pikir saya akan menyerah begitu saja?" ucapnya tegas. "Saya CEO, dan saya tidak akan membiarkan diri saya diperdaya!"Pemuda misterius itu tiba-tiba muncul, wajahnya yang rupawan dan motor gedenya menarik perhatian. Dia berdiri di antara Ruswanda dan para preman, dengan sika
Abidin menatap Nayla dengan ragu. Dia tahu bahwa keputusannya akan mempengaruhi banyak hal. Dalam hatinya, dia berjuang antara kewajiban sebagai anak dan kebenaran yang harus diungkap.Akhirnya, dengan suara lirih, Abidin menjawab, "Ya, saya anaknya Mustafa."Nayla mengepalkan tangan. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"Abidin menghela nafas. "Saya belum tahu. Tapi satu hal pasti, aku akan merebut kembali kekuasaan di perusahaan ini demi ayahku.”Dengan tatapan yang penuh teka-teki, Nayla berkata, "Kita akan lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.” ucapnya dengan nada misterius. Dia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Abidin dengan pertanyaan yang belum terjawab. Di dalam hatinya, Nayla merencanakan langkah-langkah lebih lanjut.Tiba-tiba Sudarta memanggil Abidin dan Nayla untuk berfoto bersama-sama dan keduanya kembali ke perayaan, masing-masing membawa beban rahasia yang tak terungkap. Setelah pesta selesai, Sudarta merasa sangat berterimakasih atas jamuan yang dil
Pagi hari telah tiba. Ayam-ayam berkokok dengan semangat, menyambut matahari yang perlahan bangkit dari tidurnya. Di rumah Sudarta, dua dunia berbeda bersiap memulai hari.Sudarta, seorang pria paruh baya dengan wajah yang penuh keriput, bangun dari tempat tidurnya. Ia mengenakan kemeja putih dan dasi, siap untuk pergi ke kantornya. Sudarta adalah seorang manajer di perusahaan Cabang milik Ruswanda, sebuah perusahaan tekstil yang telah berdiri puluhan tahun. Ia memiliki mimpi besar untuk mengembangkan perusahaan ini lebih jauh lagi.Namun, di kamar sebelah, ada kegembiraan yang berbeda. Marcel, anak pertama Sudarta, sudah bersiap-siap untuk pergi kuliah. Marcel adalah anak tertua dari empat bersaudara. Sudarta selalu memberikan pendidikan terbaik untuk Marcel, hingga ia berhasil meraih gelar S2. Sudarta berharap Marcel bisa menggantikannya di perusahaan ayahnya.Marcel memilih jurusan tekstil. Ia belajar dengan tekun, menguasai ilmu tentang serat, pola, dan warna. Ia bercita-cita menj
"Pak Sudarta," sapanya lembut. "Selamat malam, Pak Sudarta."Sudarta merasa tidak asing dengan suara itu. Dia mengangkat wajahnya dan menemukan Nayla berdiri di ambang pintu. Wanita itu memiliki mata tajam dan senyum misterius. Rambutnya tergerai, dan dia memegang amplop bersegel merah."Selamat malam, Nayla," jawab Sudarta. "Masuklah."Nayla melangkah masuk ke ruangan. Sudarta memperhatikan setiap gerakannya. Siapa lagi jika bukan Nayla, sekretaris Ruswanda dari perusahaan pusat. Dia tahu bahwa Nayla datang dengan tujuan khusus. Agen tim dari Malaysia akan segera tiba, dan Nayla ingin memastikan semuanya berjalan lancar.Namun, Sudarta memiliki rahasia yang belum terungkap. Surat kaleng yang dia temukan tadi di meja masih ada di sakunya. Dia harus berhati-hati. Nayla tidak boleh tahu apa yang terjadi."Saya ingin melihat bagaimana keadaan kantor cabang sebelum agen tim datang," kata Nayla. "Pak Ruswanda memerintahkan saya untuk membantu menyiapkan segala sesuatunya."Sudarta mengangg
Hari Minggu yang sangat cerah, Sudarta duduk di teras rumahnya, memandang langit biru yang tak berawan. Semalam, perasaannya bercampur aduk. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Besok Senin, agen tim dari Malaysia akan datang untuk menginspeksi perusahaan cabang PT. RSTI yang telah dia bangun dengan susah payah.Sudarta menggigit bibirnya. Di satu sisi, dia memikirkan nasib dirinya dalam masa lalu. Kenangan tentang Vina, wanita PSK yang pernah dia sakiti, menghantuinya. Dia merasa bersalah dan ingin menebus kesalahannya. Namun, disisi lain, dia sudah berhasil sejauh ini. Perusahaan cabangnya berkembang pesat, dan dia telah menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang.Dia menatap surat kaleng yang masih ada di tangannya. Apakah ini permainan Mustafa? Ataukah ada yang lebih dalam? Mustafa, musuh lamanya, selalu mengintai di balik layar. Sudarta tahu dia harus berhati-hati.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Dia mengambilnya dan melihat nama Nayla di layar. Nayla, sekretaris Ruswand