Pak Ruswanda berdiri di tengah ruangan, pandangannya tajam. Dia memandang Alex dan Mustafa bergantian, seolah mempertimbangkan pilihan yang akan diambil. Suasana hening, dan semua karyawan menahan napas.
Akhirnya, dengan suara yang tenang namun tegas, Pak Ruswanda berkata, "Alex, tindakanmu telah merusak integritas perusahaan ini. Kau akan dipecat dengan segera." Alex terdiam, wajahnya memucat. Dia tidak pernah mengira bahwa segala tindakannya akan berakhir seperti ini. Pak Ruswanda kemudian menoleh pada Mustafa. "Dan kau, Mustafa," katanya, "aku kecewa padamu. Kekeluargaan tidak boleh menghalangi keadilan. Kau juga akan dipecat." Mustafa terkejut dan marah. "Tidak mungkin!" bentaknya. "Aku adalah bagian dari keluarga ini!" Pak Ruswanda mengangguk. "Kita semua harus bertanggung jawab atas tindakan kita," ucapnya. "Perusahaan ini lebih besar dari ego dan kepentingan pribadi kita." Setelah mendengar ucapan tegas dari sang direktur, Alex dan Mustafa merasakan gelombang emosi yang berbeda. Alex, yang sebelumnya sombong dan yakin akan kekuasaannya, kini merasa terjepit. Wajahnya memucat, dan matanya mencari-cari peluang untuk bertahan. Dia tidak pernah mengira bahwa tindakannya akan berakhir seperti ini. Kekuasaannya yang dulu begitu kokoh kini terancam. Sementara itu, Mustafa merasa marah dan frustasi. Dia tahu bahwa masa depannya bergantung pada keputusan sang direktur. Namun, dia tidak akan menyerah begitu saja. Kepentingan keluarga dan ambisinya membuatnya bertekad untuk mencari jalan keluar. Semua mata tertuju pada Pak Ruswanda. Keputusan yang akan diambil akan memengaruhi banyak orang, dan ketidakpastian membuat suasana semakin tegang. Pada akhirnya, segala perjuangan yang dilakukan oleh Pak Sudarta berhasil membuahkan hasil. Masalah yang sebelumnya menghantui perusahaan cabang akhirnya terpecahkan, dan kembali ke tangan yang aman. Pak Sudarta tidak hanya mendapatkan kepuasan atas kebenaran yang terungkap, tetapi juga sebuah hadiah yang sangat berharga: ia diangkat menjadi pimpinan di perusahaan cabang tersebut untuk menggantikan posisi Alex. Pak Sudarta duduk di ruangannya, merasa lega dan puas. Selama berbulan-bulan, dia telah memimpin investigasi internal untuk mengungkap kecurangan yang terjadi di perusahaan cabang. Alex, mantan pimpinan cabang yang kini terlibat dalam skandal, akhirnya terbukti bersalah. Nayla, sekretaris yang selama ini setia mendampingi Pak Ruswanda, masuk ke ruangan dengan senyuman. "Selamat, Pak Sudarta," ucapnya. "Anda berhasil membersihkan nama baik perusahaan kita." Pak Sudarta tersenyum. "Terima kasih, Nayla. Ini adalah kemenangan bagi kita semua. Tapi ada satu lagi hal yang ingin saya bicarakan." Nayla menatapnya dengan penasaran. "Apa itu, Pak Sudarta?" Pak Sudarta mengambil amplop dari laci meja dan memberikannya pada Nayla. "Ini adalah surat pengangkatan. Saya diangkat menjadi pimpinan di perusahaan cabang ini untuk menggantikan posisi Alex oleh pak Ruswanda.” Nayla terkejut. "Pak Sudarta, ini luar biasa! Selamat!" Pak Sudarta mengangguk. "Terima kasih, Nayla. Tapi ingat, ini adalah tanggung jawab besar. Saya harus memastikan perusahaan ini kembali berjalan dengan baik dan memulihkan kepercayaan para karyawan." Nayla tersenyum. "Saya yakin Anda akan melakukannya dengan baik, Pak Sudarta." Nayla, seorang sekretaris pribadi direktur utama bernama Ruswanda, memiliki kemampuan luar biasa dalam mengolah data dan membantu semua pekerjaan Ruswanda. Di balik meja kerjanya yang rapi, dia menyimpan ambisi yang lebih besar: menguasai perusahaan. Nayla bukan hanya cerdas, tetapi juga cantik. Siapapun yang melihatnya, terpesona oleh pesonanya. Namun, ambisinya lebih dari sekadar kesempurnaan fisik. Dia ingin mengambil alih kendali, memimpin perusahaan dengan tangan besi, dan mengubah nasibnya. Ruswanda, dengan topeng kewibawaannya sebagai direktur utama, tidak menyadari bahwa dia menjadi pusat perhatian Nayla. Dalam keheningan kantor, di antara laporan keuangan dan pertemuan strategis, benang-benang cinta terlarang mulai terjalin. Ruswanda, yang sebelumnya hanya fokus pada bisnis, kini terpesona oleh sekretarisnya. Namun, ini bukan hanya kisah cinta biasa. Nayla dan Ruswanda menyimpan rahasia yang tak boleh terungkap. Di balik pintu kantor yang tertutup rapat, mereka berdua terlibat dalam hubungan yang melampaui batas profesionalitas. Tidak ada satupun yang mengetahui tentang kisah cinta tersembunyi ini kecuali dinding-dinding kantor yang diam menyaksikannya. Sore itu, di antara gedung-gedung perkantoran yang menjulang, Ruswanda mendekati Nayla. Nayla, dengan wajah yang tak bisa ditebak, menatap Ruswanda. "Nayla sayang," bisik Ruswanda, "nanti sore ada waktu tidak?" Nayla menarik napas dalam-dalam. "Tidak ada," jawabnya tegas. "Bagaimana kalau kita makan malam?" Ruswanda tersenyum. "Boleh juga." Jawab Nayla Malam itu, Nayla dan Ruswanda bertemu di restoran yang tersembunyi dari pandangan orang banyak. Cahaya lilin memantulkan kilauan di matanya saat dia duduk di meja yang telah dipesan Ruswanda. Mereka berbicara dengan suara rendah, menggali benang-benang perasaan yang tak bisa mereka pungkiri. Namun, di balik senyum dan sentuhan yang terlarang, ada ketidakpastian yang semakin dalam. Apakah mereka akan terus bermain dengan api ini, ataukah benang-benang cinta ini akan memintal mereka lebih dalam lagi? Saat itu, Ruswanda mengantarkan Nayla ke rumah kontrakannya. Setelah perpisahan singkat, Nayla sengaja menempelkan bibirnya ke baju Ruswanda tanpa disadari. Namun, ketika Ruswanda pulang ke rumahnya, teriakan istrinya memecah keheningan malam. “Papah! Apa yang kamu selingkuh dibelakangku!” teriak istrinya, wajahnya memerah dan mata penuh amarah. Ruswanda terdiam, hatinya berkecamuk. Apakah ini akhir dari segalanya? Apakah ada penjelasan lain yang bisa dia berikan? Apakah Ruswanda akan mengakui atau menyembunyikan rahasia gelapnya? Hanya waktu yang akan memberikan jawabannya.Ruswanda terkejut ketika istrinya menunjukkan bekas lipstik di bajunya. Ia bingung harus berkata apa. "Ini apa, Pah?" teriak sang istri. Ruswanda mencoba menjelaskan, "Dengarkan Papah dulu, Mah!" Namun, istrinya tidak mau mendengar. "Apa yang harus Mamah dengarkan dari suami bajingan sepertimu!" ucapnya dengan tajam. Air mata istrinya berlinang. "Kamu menusuk hatiku dan melukaiku, Pah! Sekarang, ini adalah bukti yang jelas. Aku minta cerai denganmu, Pah!" Istrinya pergi dan mendobrak pintu kamar dengan keras, mengagetkan Pak Ruswanda. Tanpa ragu, Pak Ruswanda mengejar istrinya, tak mau tinggal diam.Konflik rumah tangga mereka semakin memanas, dan masa depan mereka pun kini tergantung pada keputusan yang akan diambil. "Mah! Tunggu, jangan tinggalkan Papah!" teriak Pak Ruswanda, tapi istrinya tidak mau mendengar. Tanpa ragu, dia lari dan mengambil salah satu mobilnya, meninggalkan rumah mereka. Pak Ruswanda, sebagai direktur perusahaan dan kepala keluarga, merasa kebingungan. Entah a
Pagi yang cerah menyinari gedung PT. Ruswan Tekstil Indonesia (PT RSTI) dari ufuk barat hingga timur. Karyawan-karyawan berangkat ke tempat kerja sesuai aturan pemerintah, bekerja 7 jam dalam sehari. Mereka memulai pekerjaanya dimulai dari jam 6 pagi. Sudarta, yang kini menggantikan posisi Alex di perusahaan cabang, duduk di ruangannya. PT RSTI, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, hampir mengalami kebangkrutan akibat skandal yang melibatkan Alex. Namun, sekarang semua itu telah berubah. Sudarta memegang kendali perusahaan ini. Seorang sekretaris menyapa Sudarta dengan ramah, "Selamat pagi, Pak Sudarta." "Pagi," jawab Sudarta. "Apakah hari ini ada karyawan yang melamar pekerjaan?" "Sudah ada, Pak. Dia sudah menunggu di depan," kata sekretaris tersebut. **Benang-Benang Skandal dan Pengampunan** Pagi yang cerah menyinari gedung PT. Ruswan Tekstil Indonesia (PT RSTI) dari ufuk barat hingga timur. Karyawan-karyawan berangkat ke tempat kerja sesuai aturan pemerintah, memulai har
Ruswanda berada dalam situasi yang mematikan. Di tengah kegelapan malam, preman-preman mengancamnya dengan pisau. Mereka tahu dia adalah CEO PT RSTI dengan harta melimpah. Ruswanda merasa tekanan berat, namun dia tidak akan menyerah begitu saja.Dengan tenang, dia mengangkat tangannya. "Baiklah," ucapnya dengan suara mantap. "Saya akan memberikan apa yang kalian inginkan."Preman-preman itu tersenyum, tetapi mata mereka tetap waspada. Mereka mengira Ruswanda akan menyerahkan uangnya tanpa perlawanan. Namun, apa yang terjadi selanjutnya membuat mereka terkejut.Ruswanda tiba-tiba menendang pisau dari tangan salah satu preman. Dalam sekejap, dia merebut pisau itu dan menghadap mereka dengan mata penuh tekad. "Kalian pikir saya akan menyerah begitu saja?" ucapnya tegas. "Saya CEO, dan saya tidak akan membiarkan diri saya diperdaya!"Pemuda misterius itu tiba-tiba muncul, wajahnya yang rupawan dan motor gedenya menarik perhatian. Dia berdiri di antara Ruswanda dan para preman, dengan sika
Abidin menatap Nayla dengan ragu. Dia tahu bahwa keputusannya akan mempengaruhi banyak hal. Dalam hatinya, dia berjuang antara kewajiban sebagai anak dan kebenaran yang harus diungkap.Akhirnya, dengan suara lirih, Abidin menjawab, "Ya, saya anaknya Mustafa."Nayla mengepalkan tangan. "Jadi, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"Abidin menghela nafas. "Saya belum tahu. Tapi satu hal pasti, aku akan merebut kembali kekuasaan di perusahaan ini demi ayahku.”Dengan tatapan yang penuh teka-teki, Nayla berkata, "Kita akan lihat apa yang akan terjadi selanjutnya.” ucapnya dengan nada misterius. Dia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Abidin dengan pertanyaan yang belum terjawab. Di dalam hatinya, Nayla merencanakan langkah-langkah lebih lanjut.Tiba-tiba Sudarta memanggil Abidin dan Nayla untuk berfoto bersama-sama dan keduanya kembali ke perayaan, masing-masing membawa beban rahasia yang tak terungkap. Setelah pesta selesai, Sudarta merasa sangat berterimakasih atas jamuan yang dil
Pagi hari telah tiba. Ayam-ayam berkokok dengan semangat, menyambut matahari yang perlahan bangkit dari tidurnya. Di rumah Sudarta, dua dunia berbeda bersiap memulai hari.Sudarta, seorang pria paruh baya dengan wajah yang penuh keriput, bangun dari tempat tidurnya. Ia mengenakan kemeja putih dan dasi, siap untuk pergi ke kantornya. Sudarta adalah seorang manajer di perusahaan Cabang milik Ruswanda, sebuah perusahaan tekstil yang telah berdiri puluhan tahun. Ia memiliki mimpi besar untuk mengembangkan perusahaan ini lebih jauh lagi.Namun, di kamar sebelah, ada kegembiraan yang berbeda. Marcel, anak pertama Sudarta, sudah bersiap-siap untuk pergi kuliah. Marcel adalah anak tertua dari empat bersaudara. Sudarta selalu memberikan pendidikan terbaik untuk Marcel, hingga ia berhasil meraih gelar S2. Sudarta berharap Marcel bisa menggantikannya di perusahaan ayahnya.Marcel memilih jurusan tekstil. Ia belajar dengan tekun, menguasai ilmu tentang serat, pola, dan warna. Ia bercita-cita menj
"Pak Sudarta," sapanya lembut. "Selamat malam, Pak Sudarta."Sudarta merasa tidak asing dengan suara itu. Dia mengangkat wajahnya dan menemukan Nayla berdiri di ambang pintu. Wanita itu memiliki mata tajam dan senyum misterius. Rambutnya tergerai, dan dia memegang amplop bersegel merah."Selamat malam, Nayla," jawab Sudarta. "Masuklah."Nayla melangkah masuk ke ruangan. Sudarta memperhatikan setiap gerakannya. Siapa lagi jika bukan Nayla, sekretaris Ruswanda dari perusahaan pusat. Dia tahu bahwa Nayla datang dengan tujuan khusus. Agen tim dari Malaysia akan segera tiba, dan Nayla ingin memastikan semuanya berjalan lancar.Namun, Sudarta memiliki rahasia yang belum terungkap. Surat kaleng yang dia temukan tadi di meja masih ada di sakunya. Dia harus berhati-hati. Nayla tidak boleh tahu apa yang terjadi."Saya ingin melihat bagaimana keadaan kantor cabang sebelum agen tim datang," kata Nayla. "Pak Ruswanda memerintahkan saya untuk membantu menyiapkan segala sesuatunya."Sudarta mengangg
Hari Minggu yang sangat cerah, Sudarta duduk di teras rumahnya, memandang langit biru yang tak berawan. Semalam, perasaannya bercampur aduk. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Besok Senin, agen tim dari Malaysia akan datang untuk menginspeksi perusahaan cabang PT. RSTI yang telah dia bangun dengan susah payah.Sudarta menggigit bibirnya. Di satu sisi, dia memikirkan nasib dirinya dalam masa lalu. Kenangan tentang Vina, wanita PSK yang pernah dia sakiti, menghantuinya. Dia merasa bersalah dan ingin menebus kesalahannya. Namun, disisi lain, dia sudah berhasil sejauh ini. Perusahaan cabangnya berkembang pesat, dan dia telah menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang.Dia menatap surat kaleng yang masih ada di tangannya. Apakah ini permainan Mustafa? Ataukah ada yang lebih dalam? Mustafa, musuh lamanya, selalu mengintai di balik layar. Sudarta tahu dia harus berhati-hati.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Dia mengambilnya dan melihat nama Nayla di layar. Nayla, sekretaris Ruswand
Suasana ruangan berubah seketika ketika pintu terbuka. "Selamat pagi semuanya," ucap direktur dengan tegas. Tiba-tiba, dia menghampiri mereka, dan tatapannya menyapu ruangan. Sudarta, Ruswanda, dan Subroto terpesona, seolah-olah waktu berputar mundur dan membawa mereka ke masa lalu.Ruswanda, seorang direktur yang berpengaruh, memperkenalkan mereka. "Pak Sudarta, kenalkan ini saudara iparku, Subroto."Sudarta mengangguk, hatinya berdebar. "Iya, Pak! Saya sudah mengenalnya sejak kecil. Beliau ini adalah teman semasa SD. Tidak menyangka bahwa dia adalah adik ipar Anda, Pak."Subroto tersenyum, matanya penuh makna. Rahasia masa lalu dan masa depan terpampang di hadapan mereka.Saat mereka berbincang-bincang, Nayla memperhatikan Sudarta dan Subroto. Matanya menyimpan rencana jahat. Di samping Sudarta, Abidin sebagai orang kepercayaan juga membantu rencana Nayla.Nayla, wanita yang menyimpan dendam, merencanakan kejahatan dengan cermat. Dia ingin meracuni Subroto, teman masa kecil Sudarta,
Marcel mengikuti dokter ke ruang perawatan intensif. Di sana, ia melihat anak itu terbaring dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Marcel merasa hatinya hancur melihat kondisi anak itu. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan apa saja untuk membantu anak itu pulih.Saat Marcel keluar dari ruang perawatan, ia bertemu dengan seorang wanita yang tampak sangat cemas. Namun, ia sangat terkejut saat melihat siapa wanita itu. “Mrs. Andrian?” Marcel sangat kaget atas kehadirannya di ruang perawatan itu. Matanya penuh air mata, dan di belakangnya berdiri dua orang bodyguard yang tampak siap siaga.Mrs. Andrian menatap Marcel dengan tatapan dingin. “Apa yang kamu lakukan di sini, Marcel?” tanyanya dengan suara yang penuh kemarahan.Marcel merasa tubuhnya gemetar. “Saya… saya hanya ingin memastikan anak itu baik-baik saja,” jawabnya dengan suara bergetar.Mrs. Andrian menggelengkan kepala. “Kamu sudah cukup membuat masalah, Marcel. Sekarang, keluar dari sini sebe
“Ka Ruswanda,” kata Sumarni, istri Subroto, dengan nada penuh keprihatinan. “Aku tahu apa yang sudah terjadi pada kalian.” Ruswanda hanya bisa mengangguk, tak ada daya dan upaya untuk membantah atau menjelaskan lebih lanjut.“Ini semua salahku, Sumarni,” kata Ruswanda dengan suara bergetar [pada adik kandungnya. “Mengapa dulu aku mengkhianati Ratna saat aku tahu bahwa aku mandul, sehingga aku selingkuh dengan Nayla. Dengan perbuatan kejam, aku pun tidur dengannya.”“Astaghfirullahaladzim! Teganya kamu, Kak Ruswanda,” kata Sumarni, matanya membelalak dengan kekecewaan dan kemarahan.“Tapi semua ini aku sudah bertaubat, sehingga aku mengusir Nayla saat dia hamil, dan sampai saat ini, aku tidak pernah berjumpa dengan anakku,” kata Ruswanda, suaranya penuh penyesalan.Istri Ruswanda, yang duduk di sampingnya, hanya bisa merasa cemburu mendengar pengakuan suaminya. Hatinya terasa perih, namun ia mencoba untuk tetap tenang.Sumarni menghela napas panjang. “Kak, aku tahu ini berat, tapi kamu
Malam itu, Marcel kembali ke ruang kerjanya. Ia merasa lega setelah berbicara dengan ayahnya, namun ia tahu bahwa perjuangannya belum selesai. Ia harus terus bekerja keras untuk mengungkap kebenaran dan menghancurkan Ruswanda.Saat Marcel pergi ke toilet, Sudarta yang merasa penasaran memutuskan untuk masuk ke kamar Marcel. Ia melihat laptop Marcel yang masih menyala dan dokumen-dokumen yang tersebar di meja. Dengan hati-hati, Sudarta mendekati meja dan mulai membaca dokumen-dokumen tersebut.Wajah Sudarta berubah pucat saat ia menyadari apa yang sedang direncanakan oleh putranya. “Marcel… apa yang kamu lakukan?” gumamnya dengan suara bergetar. Ia tidak percaya bahwa Marcel berencana untuk menghancurkan Ruswanda, teman dekatnya selama bertahun-tahun.Marcel kembali dari toilet dan terkejut melihat ayahnya di ruang kerjanya. “Pak, apa yang sedang Anda lakukan di sini?” tanya Marcel dengan nada cemas.Sudarta menatap Marcel dengan mata yang penuh kekecewaan. “Marcel, apa maksud semua in
Siang itu, suasana di perusahaan Ruswanda sangat kacau. Semua pekerja berdemo memenuhi halaman depan perusahaan. Mereka membawa spanduk dan berteriak menuntut keadilan. “Kami butuh gaji yang layak!” “Hentikan pemotongan upah!” “Ruswanda, dengarkan kami!” teriakan-teriakan itu menggema di seluruh area pabrik.Ruswanda duduk di kantornya, wajahnya tampak pucat dan penuh kebingungan. Perusahaan yang ia bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun kini berada di ambang kebangkrutan. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Setiap hari, laporan keuangan yang masuk semakin memperlihatkan kondisi perusahaan yang semakin memburuk. Utang menumpuk, proyek-proyek tertunda, dan kepercayaan investor mulai goyah.Ruswanda tidak memiliki anak. Ia selalu fokus pada karir dan bisnisnya, sehingga tidak pernah berpikir untuk membangun keluarga. Kini, di saat-saat sulit seperti ini, ia merasa kesepian. Tidak ada satupun yang ingin mewarisi perusahaannya. Tidak ada yang peduli dengan nasibnya.Di luar kantor,
Sudarta kini telah kembali ke rumah, ditemani oleh istrinya, Ibu Ratih. Setelah menjalani operasi jantung yang cukup berat, Sudarta membutuhkan perawatan intensif agar kesehatannya tetap terjaga. Perjalanan pulang dari rumah sakit terasa panjang dan melelahkan, namun Sudarta merasa lega bisa kembali ke rumahnya yang nyaman.Setibanya di rumah, suasana terasa sepi. Tidak ada satupun yang menyambut kedatangan mereka, kecuali pembantu setia mereka, Siti. Sudarta merasa ada yang aneh, biasanya anaknya, Marcel, selalu ada di rumah untuk menyambutnya."Hari ini, aku tidak melihat anakku Marcel, kemanakah dia?" tanya Sudarta dengan nada khawatir."Tadi pagi katanya dia ke perusahaan pusat ingin menemui Pak Ruswanda, Pak," jawab Siti dengan sopan."Ke perusahaan pusat? Ada masalah apa ya, Bu?" tanya Sudarta lagi, kali ini dengan nada yang lebih serius.Ibu Ratih tampak bingung. Ia tahu bahwa ada masalah besar di perusahaan, namun ia tidak ingin membuat suaminya khawatir, terutama saat kondisi
“Alex?” sahut Abidin, suaranya penuh dengan kejutan dan ketidakpercayaan. Semua mata tertuju kepada seseorang yang berdiri di ambang pintu. Alex, keponakan dari Mustafa, ayahnya Abidin, baru saja keluar dari penjara. Skandal besar yang melibatkan perusahaan RSTI dan Mustafa telah membuatnya mendekam di balik jeruji besi selama bertahun-tahun.Kini, Alex hadir dengan wajah yang berbeda. Wajah yang dulu penuh dengan kesombongan dan ambisi kini tampak lebih tenang dan penuh penyesalan. Dia melangkah masuk ke rumah Abidin yang sedang berkabung, membawa aura yang berbeda dari sebelumnya.\“Alex, bagaimana kabarmu? Mengapa kau bisa bebas dari penjara?” tanya Abidin dengan nada penasaran. Matanya menatap tajam ke arah Alex, yang berdiri di ambang pintu dengan senyum tipis di wajahnya.Alex menatap Nayla yang berdiri di samping Abidin dan tersenyum. “Sebelumnya, saya turut berduka dengan kematian istrimu, Abidin,” jawabnya dengan suara rendah namun jelas. “Aku juga ingin mengucapkan terima ka
Siang itu, berganti menjadi gelap dan suasana di rumah sakit semakin sunyi. Abidin duduk di ruang tunggu dengan perasaan gundah gulana. Pikirannya terus-menerus memutar kejadian tragis yang baru saja terjadi. Melihat istrinya, Destia, ditabrak oleh sebuah mobil adalah pemandangan yang tidak akan pernah bisa dia lupakan. Rasa bersalah dan penyesalan menghantui setiap pikirannya.Di sudut ruangan, Rina sebagai selingkuhannya, berdiri dengan wajah penuh kecemasan. Dia merasa tidak nyaman berada di sana, mengetahui bahwa kehadirannya hanya akan memperburuk situasi. "Kang Mas, aku sungguh tak tahu jika kamu sudah menikah," katanya dengan suara pelan, hampir berbisik. "Aku akan pergi dari sini."Abidin menatap Rina dengan tatapan bingung. Dia merasa bimbang, tidak tahu harus bagaimana. Di satu sisi, dia merasa bersalah karena telah mengkhianati Destia, tetapi di sisi lain, dia juga merasa ada perasaan yang tidak bisa dia abaikan terhadap Rina. "Rina, tunggu," katanya dengan suara gemetar. "
Abidin merasa putus asa. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki kesalahannya. "Sayang, aku akan berhenti mengunjungi mucikari. Aku akan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa aku benar-benar menyesal."Destia terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Abidin. "Kau benar-benar akan berhenti? Kau benar-benar akan berubah?"Abidin mengangguk dengan tegas. "Ya, Sayang. Aku berjanji. Aku akan berubah. Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan kembali kepercayaan dari kamu."Destia menatap Abidin dengan tatapan penuh keraguan. "Baiklah, Mas. Aku akan memberimu satu kesempatan lagi. Tapi ingat, ini adalah kesempatan terakhirmu. Jika kau mengkhianatiku lagi, aku tidak akan pernah memaafkanmu."Abidin merasa lega mendengar kata-kata Destia. "Terima kasih, Sayang. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi."Namun, di balik janji manisnya, Abidin menyembunyikan niat yang licik. Dia tidak pernah puas dengan istrinya dan selalu mencari wanita lain untuk memuaskan h
Ruswanda memasuki ruangan Sudarta dengan langkah cepat, merasa cemas tentang kondisi sahabat lamanya. Namun, langkahnya terhenti seketika saat melihat Nayla duduk di samping tempat tidur Sudarta. Wajahnya berubah kaget, dan dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Nayla?" gumamnya dengan suara pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Nayla menoleh dan melihat Ruswanda berdiri di ambang pintu. Hatinya berdebar kencang dan berbagai perasaan bercampur aduk dalam dirinya. "Sialan, kenapa dia ada di sini," pikir Nayla dalam hati, merasa canggung dan tidak nyaman dengan situasi ini. Mereka berdua saling menatap dalam keheningan yang canggung. Kenangan masa lalu yang suram kembali menghantui pikiran mereka. Nayla teringat bagaimana Ruswanda telah mengkhianatinya dan meninggalkannya dalam keadaan hamil, sementara Ruswanda merasa bersalah atas apa yang telah dilakukannya kepada Nayla. Sudarta, yang terbaring lemah di tempat tidur, merasakan ketegangan di antara mereka