Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika.
“Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana.
“Iya Tante, panggil Diana aja”
“Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?”
Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap.
“Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini.
Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga.
“Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi.
“Sebelum sama kamu, Setya pernah salah pilih perempuan. Dia dari keluarga terpandang yang cukup lah, lumayan cantik juga. Tapi dia kasar banget sama Setya. Dia jadiin anak tante kayak pembantunya. Dulu Setya sayang mungkin ya, makanya dia ga ambil pusing. Eh, lama – lama Tante yang risih liet kelakuan perempuan itu. Pas akhirnya mereka udahan, seneng banget Tante.” Diana hanya mengangguk menanggapi obrolan bu Mustika.
“Tante harap kamu ga kayak gitu ya Di, Tante lihat kamu perempuan baik – baik.” Entah kenapa Diana sangat ingin keluar dari situasi ini sekarang.
“Oh iya Di, besok sore kita ada acara di Patra Hotel. Kamu ikut ya? Tadi Mama sih yang nyuruh aku bilang ke kamu.” Mba Novia menepuk bahu Diana dari belakang.
“Besok banget ya Mba?” Diana bingung bagaimana harus menolak ajakan keluarga Setya kali ini tapi Ia sudah berjanji akan mengantar Ibu ke Solo.
“Lihat besok dulu ga papa ya mba? Aku nganter Ibu ke Solo kayaknya..” jawab Diana.
Perjalanan pulang ke rumah, Diana masih berpikir, kenapa bu Mustika menceritakan masalah mantan Setya padanya. Padahal Diana sendiri tidak pernah bertanya apapun masalah mantan ke Setya. Banyak tanda tanya dii kepala Diana. Kenapa hal – hal yang dia lihat dan alami tadi terasa seperti dibuat – buat. Baik itu tingkah laku bu Mustika ataupun Mbak Novia.
Banyak pertanyaan di benak Diana. Tapi ia enggan memkirkannya lebih jauh lagi. Hari ini sudah cukup menguras tenaganya.
Malamnya Setya menelepon Diana.
“Gimana tadi ketemu Mama?” suara Setya terdengar girang seperti menantikan cerita Diana akan kejadian hari ini bersama keluarganya.
Diana diam saja belum mengatakan apapun ke Setya. “Kok diem sih Yang? Galak ya Mama ke kamu?” lanjut Setya lagi karena Diana masih saja terdiam.
“Enggak.” Jawab Diana singkat.
“Eh, kenapa ini kamu Yang? Kok dingin gitu?” lanjut Setya lagi. “Mama atau Mba Novia nyinggung perasaan kamu ya?”
“Hemmmmmm…” Diana menghembuskan nafas cukup panjang. “Kok kamu ga bilang kalo Mama–mu itu bu Mustika sih?”
“Ooooohhh.. jadi gara – gara ituu” jawab Setya kemudian tertawa terbahak.
Jawaban Setya sembari tertawa renyah dari ujung sana entah kenapa membuat Diana semakin kesal.
“Menurut kamu ini semua lucu?” kata – kata Diana langsung membuat Setya berhenti tertawa. Keduanya terdiam cukup lama.
“Di? Kamu marah beneran Cuma gara – gara ini?” lanjut Setya lagi. “Jangan ngambek dong sayang. Kan aku belum denger ceritamu jalan sama Mama.”
“Udah ya Mas. Aku capek mau istirahat.” Tutup Diana.
---
Dua puluh menit berlalu namun Diana masih tenggelam di dalam pikirannya. Capek hanyalah alasan untuknya menyudahi percakapan dengan Setya tadi.
Pertemuannya dengan Bu Mustika membuat Diana sadar seberapa besar jarak antara keluarganya dengan keluarga Setya. Namun saat ini mereka sedang di awal menjalin hubungan, Diana tidak mau menyakiti perasaan Setya dengan memutuskannya begitu saja.
Ragu. Rasa itu kian menyelimuti Diana.
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me