“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.
“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.
“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”
Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.
Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum siap Ketika Ibu sampai di rumah.
Benar saja, ketika ia selesai mandi, Ibu sudah duduk di ruang tengah menatap anaknya sambil menggelengkan kepala. Diana buru – buru bergegas ke kamarnya sebelum Ibunya selesai berganti pakaian dan memasukkan barang titipan buat Pakdhe ke mobil. Kalau tidak, benar – benar omelan Ibu akan didapatnya sepanjang perjalanan.
“Berangkatnya jadinya hari apa Dek?”
“Hari Senin besok Bu. Disuruh langsung ke proyeknya. Tapi Adek kayaknya minggu berangkatnya. Sekalian liet kosnya juga.” Jawab Diana.
“Terus pacarmu siapa sekarang?”
Pertanyaan Ibu membuat Diana terlambat mengerem di lampu merah. Pertanyaan yang selalu beliau tanyakan tiap tahu anaknya putus cinta.
“Ah apaan sih Bu. Belum ada ini, jomblo anaknya” cemberut, Diana masih saja kesal tiap Ibu menanyakan hal itu.
Ibu tertawa kecil melihat tingkah anak bungsunya. “Ya kalau udah ada sini kenalin ke Ibu. Orang sini aja kalau bisa Dik, biar ga jauh mudiknya.” Ibu masih meneruskan kalimatnya.
“Ibuuuu.. ampun Bu” kali ini Diana menggelengkan kepala melanjutkan perjalannya.
“Pulangnya lewat kopeng ya, Bu. Adek mau lihat lokasi proyeknya sekalian. Boleh kan?”
“Boleh dong. Cuma satu jam kan dari rumah Pakdhe” jawab Ibu.
---
Sore itu Diana tengah duduk sendiri di coffee shop milik Andra, sepupunya.
“Ntar kalo udah santai gue temenin ya Di. Ini lagi rame banget” ucap Andra menaruh segelas es long black Americano di meja Diana.
“Lanjut aja mas, gue mau ketemu temen juga kok ini.”
Tempat duduk di ujung sebelah taman ini selalu dikosongkan tiap Diana mengabari akan mampir sekedar untuk melamun ataupun mengerjakan sesuatu. Tempat yang nyaman dan kopi yang enak, tak heran coffee shop ini selalu ramai apalagi di akhir pekan seperti hari ini.
“Udah dari tadi datengnya Di?” tanya Setya yang baru datang melihat kopi Diana sudah tinggal setengah gelas.
“Iya, sekalian nemenin sepupu buka toko tadi”
“Sepupumu kerja disini Di? Baristanya temen SMP ku loh. Jangan – jangan dia sepupumu ya?” tanya Setya duduk di depan Diana.
Diana hanya tersenyum melihat tingkah Setya yang sedang mencoba memulai percakapan. Dua bulan sejak terakhir mereka bertemu, Setya masih pria yang banyak bicara membuat Diana tertawa kecil pada akhirnya.
“Jadi beneran nih pinah ke Magelang? Kapan berangkatnya?”
Diana masih memandangi Setya yang tak henti bicara sedari tadi. “Besok sore mas” jawab Diana.
“Kenapa sih Di senyum – senyum terus dari tadi? Ntar kamu naksir loh.”
Kali ini Diana tertawa terbahak – bahak mendengarkan perkataan Setya. “Kamu tuh loh mas, ga ada spasinya kalo ngomong. Bingung kan aku jawab yang mana dulu”
Setya tersipu menggaruk – garuk kepalanya.
“Loh mas Andra tumben di toko hari Sabtu” Setya menjabat tangan Andra. Andra bingung melihat ke arah Diana “Gue Setya mas temennya Dino.”
“Oh halo” Andra menganggukkan kepalanya mencoba mengingat muka pelanggannya.
Diana memalingkan muka ke arah taman, berpura – pura ia tidak mengenal Andra. Andra yang memahami tingkah Diana langsung berpamitan kembali ke depan.
“Jadi kapan kamu berangkat ke Magelangnya tadi? Belum dijawab kan?”
“Besok mas.” Jawab Diana singkat.
Melihat Diana yang masih pelit bicara, akhirnya Setya membahas tentang hari – hari mereka dua bulan kemarin. Keduanya tertawa bersamaan mengetahui bahwa mereka ternyata saling menunggu respon sampai akhirnya Setya meminta bantuan Raka. Diana menceritakan kehebohannya Bersama Raka menyiapkan acara seremonial penyerah terimaan proyek. Setya menceritakan tentang proyek – proyek desain interior yang sedang ia kerjakan.
“Lain kali chat aja mas. Aku sering skip, apalagi kalo kerjaan lagi banyak – banyaknya”
“Wah, susah ya berarti kalo mau jadi pacarmu Di” jawab Setya menatap mata Diana.
Diana masih kikuk dengan sikap setya, namun ia mengagumi sosok Setya yang sudah menjadi pengusaha di usianya yang masih terbilang muda. Sedangkan Setya semakin mengagumi Diana yang sangat mandiri dan pintar. Tidak sekalipun ia memalingkan mukanya dari Diana.
“Pelit banget Di ngomongnya dari tadi” tanya Setya, nada bicaranya sedikit terdengar kesal.
“Kalo aku juga banyak ngomong ntar ga ada yang dengerin dong. Aku kan pendengar yang baik mas” jawab Diana.
Tak terasa mereka berbincang, waktu sudah menunjukkan pukul Sembilan malam. Diana teringat bahwa ia masih harus packing untuk berangkat ke proyek besok siang.
“Mas, aku duluan ya, masih ada yang belom masuk ke koper nih buat besok. Kamu masih mau lanjut apa mau pulang?” ucap Diana membereskan tasnya sambil membalas pesan.
“Aku sekalian balik deh. Kamu baliknya gimana ini nanti? Mau ku anter?” tanya Setya.
“Engga usah mas. Aku sekalian bareng sama sepupuku ini. Hehe.”
Diana beranjak dari kursinya menuju ke parkiran. Setya berjalan di sebelah Diana. Nampak seseorang sudah menunggunya di dalam mobil.
“Lohhhh, mas Andra ini sepupu kamu Di?”
Mereka bertiga tertawa terbahak – bahak. Setya tidak menyangka bahwa mas Andra lah sepupu yang pernah diceritakan oleh Diana.
“Astaga Diana, bilang dong dari tadi. Malu kan aku”
Usai berpamitan, Andra dan Diana melaju ke arah rumah Diana.
“Itu tadi pacar apa temen Di?” Andra memecahkan keheningan. Dia tahu betul Diana tidak akan bercerita tentang hubungan apa yang ia miliki dengan lelaki bernama Setya itu jika ia tak menanyakannya langsung ke Diana.
“Masih temen mas. Ga usah bilang Ibu loh. Nanti Panjang jadinya” ujar Diana mengingatkan Andra.
Andra hanya tersenyum dan mengangguk “Orangnya banyak ngomong bener. Gue dengerinnya aja pusing. Elu bisa betah gitu.”
“Makanya gue bilang jangan ngomong apa – apa dulu ke Ibu. Jawab Diana. Ia masih takut bercerita ke Ibunya tentang teman dekatnya saat ini. Diana masih takut jika hubungan ini tidak akan berlangsung lebih jauh lagi. Diana masi belum sreg dengan Setya yang terlalu banyak bicara.
“gue aja belom, apalagi Tante”
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me