Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya.
Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya.
“Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.”
“Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya”
Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak.
“Mendadak banget mas. Berapa lama?”
“Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice”
Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan penuh tanda tanya. Sepetinya sesuatu yang besar sedang terjadi di hidup Setya. Banyak pertanyaan di pikiran Diana, namun ia memilih untuk menyimpannya hingga malam nanti.
Setibanya di kamar kos, Diana mengecek handphonenya namun masih belum ada kabar lebih lanjut dari Setya. Pukul sepuluh malam, akhirnya Diana memutuskan untuk menelepon Setya terlebih dahulu. Sekali lagi, tidak ada respon dari Setya.
Menjelang tengah malam, barulah handphone Diana berdering. Nama Setya terlihat di layar.
“Halo mas Setya temen kuliahnya mas Raka.”
Diana masih saja menyapa Setya seperti pertama mereka kenal dulu.
“Ah kamu Di, belum bosen sama password itu” jawab suara dari seberang terdengar sangat berat.
“Di, aku disuruh Mama ikut proyeknya Pak Agung mertuanya Abang di Makassar.”
“Bagus dong, ada kesempatan buat belajar mas” jawab Diana.
“Masalahnya Di..” Setya terdiam sejenak. “Aku kan belum pernah kerja di proyek konstruksi. Aku ga tau harus ngapain”
Diana mendengarkan Setya dengan seksama, takut kalau salah menangkap maksudnya.
“Di perusahaan apa mas?”
“PT Pembangunan Bersama Tbk., Di.”
“Apa yang bikin kamu ragu mas? Aku liet ini kesempatan bagus buat karirmu kedepannya” Diana masih belum mengetahui apa yang menyebabkan keraguan Setya.
Kemudian Setya bercerita bahwa ini kali pertamanya meninggalkan rumah sejak lulus kuliah. Ia belum pernah bekerja di perusahaan, sejauh ini hanya part time di perusahaan ayahnya. Dan Setya sedang berada di zona nyamannya membangun bisnisnya sendiri. Namun dari sudut pandang mamanya, bisnis Setya masih belum berkembang sejak dua tahun lalu. Mamanya ingin Setya belajar di perusahaan besar, agar di kemudian hari saat Setya benar – benar siap dengan dunia bisnis, Setya sudah matang dan bisa terjun secara total.
“Bagus sih mas saran dari Mama – mu. Aku masih penasaran, sebenernya apa sih yang nge – ganjel? Kenapa kamu ragu?”
Setya menceritakan keraguannya akan lingkungan kerjanya nanti, tentang kebiasaannya mengkoordinir orang lain bukan menerima perintah, dan hal – hal lainnya yang menurut Diana masih wajar terjadi di dunia konstruksi ini.
“Jadi itu yang kamu khawatirin mas?”
“Iya.” Hanya jawaban singkat Setya yang Diana dengar.
“Udah mas, jangan overthinking. Jalani aja dulu for your good sake. Ga ada salahnya kan belajar di manapun itu. Perusahaan itu juga besar, dia fokus di pembangunan gedung yang pastinya bakalan bagus buat kamu nanti.” Hati – hati Diana mencoba memberikan masukan.
“Ada lagi ga Di? Aku bener – bener butuh masukan” suara Setya masih terdengar berat.
“Hmmm, mungkin dengan merantau kamu bisa belajar tentang karekter orang – orang di dunia kerja juga sih mas. Buat lebih jelasnya harus kamu hadapi sendiri, ga semua yang kamu lihat dari seseorang itu sama kayak aslinya mereka. Banyak banget sih sebenernya mas. Tapi dua itu jadi faktor aku sendiri berani kerja jauh dari rumah.” Diana menambahkan lagi
“Yang pasti, keinginanku buat belajar jauh lebih besar dari semuanya mas.” Tutup Diana mantap.
“Gitu ya Di?”
“Iya mas. Nah, abis itu balik lagi ke kamu. Kamu berani buat keluar dari zona nyamanmu dan cari pengalaman apa mau di zona nyaman aja?”
Setya terdiam cukup lama sebelum akhirnya melanjutkan pembicaraannya lagi.
“Tapi masih ada satu hal yang yang bikin aku paling berat ninggalin Semarang buat saat ini Di?”
“Okey. Kalo kamu mau cerita, aku disini dengerin kok mas.”
“Saat ini aku lagi deket sama seseorang Di”
Duaaarrrrrr. Bagaikan petir di siang bolong Diana mendengar ucapan Setya. ‘Tuh bener kan Diana. You’re not the only one’. Sesak rasanya. Tapi Diana masih tetap mendengarkan Setya.
“Berat buat aku ninggalin dia sekarang. Kita udah deket. Rencanaku bulan depan mau bikn surprise nyamperin dia buat nyatain perasaanku ke dia.”
Diana masih terdiam mendengarkan.
“Di? Kok diem?” Setya memastikan Diana.
“Iya mas lanjut” jawab Diana singkat.
“Nah itu Di, cewek ini tuh susah banget buat dideketin. Lama lah ini aku pendekatannya sampai akhirnya dia nge – respon. Aku ga mau kehilangan dia kalo aku jauh Di. Menurut kamu gimana?”
Diana terdiam. Dadanya masih sesak memikirkan ternyata dia bukan satu – satunya perempuan yang sedang dekat dengan Setya. Matanya mulai berkaca – kaca. Pelan – pelan Diana pun menjawab pertanyaan dari Setya.
“Kalau kamu udah seratus persen yakin sama dia, saranku nyatain aja mas. Kalau kalian saling sayang, menurutku jarak bukan masalah sih. Kan tiga bulan sekali masih bisa kamu samperin mbaknya”
“Gitu ya?”
“Iya mas. Kamu milih mbaknya ini buat pacaran serius kan? Bukan buat main – main mengisi kekosongan aja?”
“Iya dong Di. Udah 27 tahun gini masa aku masih mau main – main lagi. Udah lewat masa itu”
“Baguslah mas. Cuss aku dukung kamu sejuta persen buat nyatain ke si mbak”
Tak terasa air mata Diana menetes perlahan. ‘Jika dia memang bukan untuku. Temukanlah aku dengan yang lebih baik, Tuhan’ ucap Diana dalam hati menahan kecewanya.
“Oke deh Di kalo gitu.”
Kini Diana dan Setya sama – sama terdiam cukup lama.
“Boleh aku ganti ke video call sebelum tanya satu pertanyaan lagi Di?”
“Boleh dong mas.” jawab Diana buru – buru menyeka air matanya dan mencoba tersenyum sebelum berganti ke panggilan video.
“Liet aku dong Di” lanjut Setya. Terlihat ia sedang duduk serius di meja kerjanya. “Penting nih”
“Iya mas. Monggo dilanjut.” Akhirnya mau tidak mau Diana melihat ke arah kamera.
“Jadi, kamu mau ngga Di?”
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me