Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.
“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.
“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.
“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka
“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.
“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba Raka menutup telephone tepat di sebelah Diana.
“Wait, barusan maksudnya apa ya mas? Telponan sama siapa lu?” tanya Diana bangkit dari kursinya dan meraih handphone Raka. Tertulis nama ‘Setya’ di panggilan keluarnya.
“Kalian tuh ya. Sama – sama hobi ngerepotin orang. Padahal chat langsung ke yang bersangkutan kan bisa. Ngapain mesti gue yang jadi perantara.” Raka terkekeh.
“Ya kan elu pak comblangnya mas”
Setelah mengetahui bahwa sedari tadi Setya mendengarkan jawaban Diana melalui telephone. Kesal, malu dan marah bercampur jadi satu di pikirah Diana.
“Hai Diana teman kerjanya Raka” sebuah pesan teks masuk ke handphone Diana.
Sebulan ternyata ini mereka memiliki pikiran yang sama. Diana mengira Setya ilfil dengannya, sedangkan Setya mengira Diana tidak suka dengannya karena terlalu banyak bicara tempo hari.
Diana pun tersenyum dan membalas pesan dari Setya. Lega, karena setidaknya saat ini Diana punya tidak lagi menebak – nebak seperti apa kesan Setya padanya hari itu, walaupun ia belum tahu akan berakhir kemana hubungan ini.
---
Diana dan Raka ditunjuk sebagai panitia acara serah terima proyek kali ini. Menandakan bahwa sebentar lagi akan ada surat penugasan baru yang berarti memindahkan mereka ke lokasi proyek baru. Doa Diana masih sama, semoga kali ini juga masih ditempatkan di sekitar Pulau Jawa. Diana masih enggan jauh dari keluarganya.
“Yah, elu dipindah ke Pasuruan mas? Ga seproyek lagi dong kita?” Diana dan Raka mengobrol di smoking area usai serah terima pekerjaan sore ini.
Diana mendapatkan surat penempatan kerja di Magelang, sementara Raka di Pasuruan, akhirnya setelah tiga tahun mereka selalu bersama dalam sebuah proyek, kini harus berpisah juga pada akhirnya.
“Iya nih Di. Masih jauh aja dari rumah. Mana disuruh langsung on site.” Jawab Raka “Tapi santai, kan tiga bulanan kita bisa tetap ketemu. Magelang juga masih deket dari Semarang” lanjut Raka lagi.
“Kisah cinta gue gimana dong ini? Pak comblangnya jauh. Hahaha” mereka tekekeh besama.
“Kan bisa telpon Oneng. Gue pantau aja, kalau Setya macem – macem atau berulah, kabarin gue ya Di. Gue maju paling depan kalo elu kenapa – kenapa.” Ucap Raka lagi.
“Eh Di, tapi elu masih berhubungan sama temen kuliah lu itu ga sih? Siapa Namanya gue lupa?”
“Oh, kenapa emangnya mas?”
“Ya kan jangan sampai elu nyakitin temen gue juga. Ntar tau – taunya elu malah pacaran sama temen kuliah lu itu terus temen gue lu buang gitu aja” Raka bertanya penuh curiga.
“Ya engga gitu lah mas. Aman kalo itu. Tenang aja. Lagian kan sama Setya niatnya masih temenan, belum ada obrolan ke arah lain.” jawab Diana dengan senyum getir di mukanya.
---
Dan akhirnya hari perpisahan pun tiba. Usai berpamitan, rombongan pegawai yang pindah ke daerah lain di sekitar Jawa Timur sudah meninggalkan proyek. Diana Kembali ke mess melanjutkan merapikan barang – barang yang akan dibawa pulang sebelum diantarkan ke stasiun siang ini.
Ketika Diana melangkahkan kakinya meninggalkan mess. Banyak sekali kenangan di rumah itu. “Selamat tinggal. Mari kita mulai perjalanan yang baru” ucapnya dalam hati.
Terbayang di benaknya suasana baru dan orang – orang baru yang akan ia temui, dan pastinya harus beradaptasi dari awal lagi.
Di perjalanan menuju Semarang, Diana memasang headphonenya mendengarkan playlist lagu indie kesukaannya. Sebuah notifikasi muncul Ketika ia hendak memasukkan handphone ke dalam jaketnya.
“Nanti jam 19.00 nyampe di stasiunnya?”
“Iya. Tapi bawaanku lumayan banyak nih. Gapapa?” tanya Diana memastikan.
“Okay. Jam 19.00” jawaban yang singkat, padat dan cukup jelas.
Diana hanya tersenyum sampai akhirnya ia tenggelam dalam tidurnya.
Kaget. Diana terbangun dari tidurnya Ketika checker tiket memberitahunya bahwa sepuluh menit lagi kereta akan sampai di stasiun Tawang Semarang. Buru – buru Diana berdiri mengecek barang bawaannya bersiap untuk turun.
Setibanya Diana di Stasiun Tawang Semarang, Diana tidak melihat sosok yang ia kenal di depan pintu keluar. Ia berjalan ke arah ruang tunggu di dekat area drop off. Diana masih mencari di sekitar ruang tunggu dan masih belum menemukan orang yang ia cari.
Sampai pandangannya tertuju pada seseorang yang tengah duduk terkantuk – kantuk dan Nampak sekali mukanya sangat elah.
“Mas Ghany” Diana menghampiri dan menepuk bahu lelaki itu.
Ghany kaget melihat Diana sudah berdiri di belakangnya. “Kamu dari tadi berdiri di situ? Katanya banyak barang bawaannya” Ghany heran karena hanya dua koper besar yang Diana bawa.
“Lama ya nunggunya?”
“Enggak kok. Mau makan apa nih? Belom makan kan pasti?”
“Terserah kamu aja mas. Capek banget ga bisa mikir. Hehe”
“Kamu nih kebiasaan. Yaudah, nasi goreng Bahagia di Pecinan aja ya kalo gitu” ujar Ghany beranjak dari tempat duduknya dan menarik koper yang diana bawa.
Diana dan Ghany dulu pernah mempunyai mimpi yang sama. Membangun rumah tangga yang indah berdua. Dada Diana masih saja sesak menghadapi kenyataan itu sampai detik ini. Ghany sangatlah memenuhi kriteria pria yang ingin ia jadikan pasangan hidupnya kelak. Namun perbedaan kepercayaan yang mereka pegang, membuat keduanya tidak sanggup untuk melangkah lebih jauh lagi.
Walaupun sekarang Ghany selalu ada untuk Diana, ia tidak mau membiarkan Ghany terpaku akan dirinya sehingga Ghany dapat menemukan perempuan lain yang lebih layak dari dirinya.
“Jadi udah ada cowo nih sekarang? Senyum – senyum terus tiap bales chat” tanya Ghany melihat Diana selalu tersenyum membalas chat sepanjang perjalanan. Biasanya Diana jarang melihat handphonenya ketika mereka sedang berdua.
”Belum mas, masih kenalan aja kok ini. Kamu sendiri gimana?”
“Waduh, salah ngomong nih gue” pikir Diana.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Ghany hanya terdiam. Tidak satu patah kata pun keluar dari mulut Ghany untuk menjawab pertanyaan Diana tadi.
Selesai menurunkan koper dan tas Diana, Ghany langsung masuk ke dalam mobil.Biasanya Ghany mampir sebentar untuk sekedar menyapa Ayah Diana. Namun tidak kali ini.
“Gampang ya Di buat kamu.” Ghany menutup jendela mobil dan langsung berlalu begitu saja dari rumah Diana.
Diana masih mematung di depan rumah. Ia masih tak mengerti perasaan apa yang menyelimuti hatinya.
Marah. Jelas sekali dari perkataan Ghany yang tajam dan langsung meninggalkannya begitu saja.
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Kini Diana tak lagi heran kenapa Setya memintanya untuk ‘sedikit’ berdandan ketika menemui Mamanya. Setya tidak pernah memberitahunya kalau dia anak Bu Mustika. “Diana ya namanya?” Bu Mustika memecahkan lamunan Diana. “Iya Tante, panggil Diana aja” “Udah berapa lama kamu jalan sama anak Tante? Kok kamu mau sih sama anak Tante?” Diana tersenyum bingung harus menjawab apa. Ini kali pertama ia menghadapi Ibu dari pacarnya sendirian. Mulutnya terasa sulit untuk berucap. “Udah Ma, kasihan ini udah sampai keringat dingin anaknya” beruntung sekali mba Novia menyelamatkan Diana kali ini. Bu Mustika Nampak puas mengisengi Diana yang kikuk. Diana sendiri masih bingung dengan situasi saat ini sampai akhirnya Arga merengek untuk bermain ke playzone di lantai tiga. “Sering – sering aja Di main ke rumah. Aku sama Mama di rumah terus kok.” Mba Novia Kembali menenangkan pikiran Diana yang masih blank sedari tadi. “Seb
Setelah melalui awal LDR yang sedikit drama, kini Diana sudah mulai terbiasa dengan hubungan jarak jauh yang untuk pertama kali berbeda pulau. Meskipun tiap malam dihabiskannya dengan video call, namun tetap tidak bisa mengurangi rasa rindunya. Setya banyak menceritakan tentang keluarganya yang saat ini tengah dilanda masalah. Alasan Setya ke Makassar sesungguhnya adalah perusahaan Papa – nya mengalami kerugian besar akhir – akhir ini, sehingga kakak lelakinya lah yang men – support keuangan di rumah. Setya memiliki seorang keponakan lucu berusia lima tahun yang bernama Arga. “Di, kemarin aku cerita ke Mama kalau aku punya kamu” cerita Setya di malam itu. “Apa kata Mama – mu mas?” tanya Diana cemas. Diana pernah memiliki trauma berpacaran namun tidak direstui menyababkannya sedikit khawatir. Apalagi dengan latar belakang keluarga Setya yang ‘berada’ sangat menciutkan nyali Diana. “Mama seneng lah tau aku punya pacar,
“Maksudnya mas?” Diana tercengang dengan pertanyaan dari Setya. “Mau apa nih?” ia masih bingung dengan apa yang Setya maksud.“Okey, aku ulang sekali lagi. Jangan minta aku buat ulangin lagi ya.” Raut wajah kesal Setya terlihat lucu bagi Diana.“Meidiana Sarasvati, maukah kamu menemani hari – hariku mulai saat ini sampai kita tua nanti?”Diana masih terdiam tidak percaya. Perempuan yang dibicarakan Setya sedari tadi ternyata adalah dirinya.“Kok kamu diem Di? Kamu ga mau ya?” ucap Setya lirih.Kini Diana tak lagi dapat menahan air matanya. Kali inii air matanya berubah menjadi tangis bahagia.“Di, kok kamu yang nangis? Harusnya aku dong” Setya panik dan bingung melihat Diana menangis.Diana masih tidak percaya dengan ucapan Setya barusan. Perasaannya bercampur aduk. Setelah sedikit tenang, Diana memandang Setya dari layarnya.“Makasih ya mas. Ma
Sejak pertemuannya dengan Setya sore itu, kini Diana mulai perlahan bisa membuka hatinya untuk Setya. Dia mulai terbiasa mendengarkan cerita – cerita Setya setiap harinya sepulang kerja. Setya tak henti membuat Diana tertawa akan hal – hal konyol yang dilalui sehari – hari ataupun ikut merasakan cerita – cerita sedih tentang beberapa job nya yang akhir – akhir ini sepi. Kini Diana mulai mencari – cari Setya jika sehari tak ada kabar darinya. Di tengah kesibukan akhir bulan membuat laporan pekerjaan, Diana mendapatkan pesan yang cukup mengejutkan dari Setya. “Di, awal bulan aku ke Makassar Di. Ninggalin kerjaan disini.” “Bakal ga balik untuk waktu yang lama kayaknya” Dua pesan itu membuat Diana cukup terkejut dan menghentikan pekerjaannya sejenak. “Mendadak banget mas. Berapa lama?” “Nanti malem aja ya aku cerita Di. Bingung banget. I need your advice” Setya mengakhiri chat sore itu meninggalkan Diana dengan pe
“Adek belum berangkat ke proyek baru kan hari ini? Nanti siang tolong antar Ibu ke Salatiga ya. Mau kirim titipan barang buat Pakdhe.” Ibu membangunkan Diana pagi sebelum berangkat ke kantor.“Masih pagi banget Bu, masih ngantuk” Diana menjawab ogah – ogahan ajakan Ibunya.“Nanti siang sepulang kerja, Dek. Engga sekarang. Itu sarapan dimakan ya, nanti sebelum pulang Ibu telepon kamu.” Lanjut Ibu memandangi anaknya yang terlihat malas membuka mata. “Ibu sampai rumah harus udah siap ya.”Ketika Ibu berangkat, Diana masih berbaring di kasurnya. Sudah tiga hari ia hanya makan – tidur – makan lagi – tidur lagi tanpa keluar dari rumah.Ketika ia benar – benar beranjak tempat tidurnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, sudah ada dua missed calls dari Ibu. Bergegas Diana meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. Terbayang omelan Ibu kalau sampai Diana belum sia
Sudah satu bulan sejak pertemuan Diana dan Setya namun tak kunjung ada kabar dari Setya. Diana berpikiran bahwa Setya tidak tertarik dengannya dan sudah dekat dengan perempuan lain. Karena sejak awal niatnya hanya untuk menambah teman, Diana berusaha merasa biasa saja walaupun di dalam hatinya ia menunggu respon dari Setya.“Gimana Di ketemuan sama Setya kemarin? Sukses ga?” Raka menepuk bahu Diana dari belakang.“Ga ada kabar mas. Ngilang aja orangnya abis ketemu kemarin. Gue kurang oke kali ya” jawab Diana.“Elunya sendiri gimana? Oke ga sama dia?” tanya Raka“Sebenernya oke aja kalo mau dilanjut mas. Tapi orangnya kayaknya ga mau tuh. Ga ada kabar sampai sekarang” ucap Diana pasrah kali ini. Sedikit heran ia melihat Raka terus mendesaknya dengan pertanyaan tentang Setya secara tiba – tiba.“Denger sendiri kan lu apa jawabannya. Udah ya gue matiin dulu mau kerja” tiba – tiba
Pukul sebelas pagi, suara telephone masuk membangunkan Diana dari tidurnya. Rencananya untuk terbangun jam dua belas siang gagal. Momen cuti yang ia dapatkan hanya tujuh hari dalam tiga bulan sangatlah berharga baginya untuk membayar jam tidurnya yang selalu berantakan saat on site, hancurlah di hari pertama. “Woooyyyy, Princess Diana udah bangun belum looooo” suara teriakan khas dari sahabatnya mau tak mau membuatnya membuka mata. “Jangan lupa janji kita sore ini ya. Jam 15.00 gue jemput. Inget Diana. JANGAN LUPA” Renata masih saja berteriak dari ujung telephone. “Baik tuan putri.” Jawab Diana sambil menutup telephonenya dan kembali memejamkan mata. Ia mengingat Kembali janji apa yang dibuatnya dengan Renata. Renata Alierfan, sahabat Diana yang lebih tua tiga tahun darinya. Dari hobi Diana bermain basket, bertemulah mereka di sebuah perlombaan antar sekolah, dimana Diana mewakili SMPnya dan Renata menjadi asisten pelatihnya
Tidak seperti hari – hari biasanya, rutinitas di proyek hari ini sedikit melambat karena hujan yang tak kunjung reda sedari pagi membuat kantor ramai. Semua orang berkumpul di assembly point karena kegiatan kerja tidak mungkin dilanjutkan.Sudah sebulan ini semangat Diana hilang entah kemana setelah mengakhiri hubungan dengan Malik, lelaki yang sudah setahun ini menemani hari – harinya. Jangankan tersenyum, untuk membuka mata dan mengawali hari pun enggan rasanya.“Kayaknya gue ga bisa LDR lagi, Di. Gue minta pengertian lu ya. You deserve someone better than me.” Kata – kata Malik sebulan lalu kembali terngiang di kepala.Awalnya Diana terkejut mendengarkan kata yang keluar dari mulut Malik, namun akhirnya Diana menyadari hubungan jarak jauh Kediri – Jakarta bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan pasangan muda seperti dirinya dan Malik.Ketika Diana tahu lelaki yang sangat ia sayangi ingin me