Seorang wanita tengah duduk santai di dalam kereta kuda yang ia naiki.
Ia pergi menuju ke suatu tempat.
Wanita itu sedikit mengangkat ke atas dan menoleh ke jendela di sebelahnya. Ia memandangi seluruh pemandangan yang ada di sana.
Hari ini, ia akan pergi ke sebuah rumah teh yang sangat terkenal itu. Menurut para pelayan di rumahnya, rumah teh itu bisa dimasukin oleh semua kalangan.
Miskin, kaya, orang biasa, orang bangsawan, semua orang dari berbagai latar belakang boleh datang ke sana.
Tidak hanya itu saja, teh-teh yang mereka jual sangat enak dan menenangkan.
Itulah kenapa semua orang ingin pergi ke sana.
Untuk bisa pergi ke sana, lokasi rumah teh itu berada di sebelah pemandian air panas yabg juga terkenal.
Yang berarti, lokasinya berada di sekitar pegunungan. Sangat jauh bahkan membutuhkan waktu 4 jam dari kota ke sana.
Kereta kuda yang berhias sangat mewah akhirnya tiba di tempat lokasi.
Wanita itu turun dibantu oleh para penjaga dan melihat bangunan yang sangat sederhana dan estetik tentunya.
"Jadi... Ini tempatnya?"
"Benar... Yang mulia. Inilah tempatnya," balas penjaga itu dan wanita yang terhormat itu segera memasuki ruangan.
"Selamat datang di rumah teh kami!" seru para pekerja memberi sambutan kepada wanita itu.
Salah satu pekerja mempersilahkan wanita itu duduk di sebuah meja yang secara langsung menghadap penuh dengan tanaman.
"Siapa yang berkebun di sana?" tanya wanita itu.
"Pemilik rumah teh kami yang melakukan itu semuanya," balasnya dengan santun.
Wanita itu tersenyum kecil. " Sendirian? Hebat sekali mengurusi taman luas begini."
"Anda ingin mesan apa, yang mulia ratu?" tanya pekerja itu kepada sang ratu.
Sang ratu tampak berpikir keras. " Apakah kalian bisa membuat teh yang cocok dengan musim panas ini?"
Para pekerja itu tersenyum dengan ramah dan berkata, " tentu saja kami bisa membuatkan teh yang anda inginkan, yang mulia."
"Baiklah... Kalau begitu saya pesan itu."
Pelayan itu mengangguk dan segera meninggalkan sang ratu sendirian. Sementara menunggu pesanan datang, sang ratu melihat sekeliling.
Dekorasi penuh hijau-putih dengan dekorasi penuh alam. Sangat sejuk dan menenangkan. Pantas saja tempat ini sangat populer disertai di sebelah rumah teh ini ada pemandian air panas yang cukup populer.
Di sebelah kanan wanita itu terdapat 3-4 ladang yabg dipenuhi oleh tumbuhan-tumbuhan hijau di sana. Ia menduga kalau tumbuhan yang ditanam di sana adalah tumbuhan teh yang akan digunakan sebagai minuman.
Tidak lama, pelayan tadi tiba dengan pesanan sang ratu.
"Minuman apa ini?" tanya sang ratu melihat wujud teh yang disajikan di hadapannya.
"Ini adalah teh hijau dengan buah-buahan yang segar seperti nanas. Karena sekarang musim panas, akan cocok ditemani dengan teh yang memiliki rasa kesegaran di tubuh anda," jelas pelayan itu.
Sang ratu yang mendengar itu sangat penasaran dengan rasanya. Ia mencicipi minuman teh tersebut dan mengencap beberapa kali untuk memastikan.
"Benar katamu... Ini sangat segar dan enak. Terima kasih sudah merekomendasikan minuman ini."
Pelayan itu tersenyum ramah sambil memberi hormat. " Saya senang anda menyukainya, yang mulia."
"Ngomong-ngomong..." sang ratu meletakan cangkir teh tersebut dan menoleh ke arah pelayan di dekatnya.
"Siapa pemilik rumah teh ini? Saya ingin berbicara dengannya karena saya tertarik dengan bisnis ini."
"Maafkan saya, yang mulia. Bos kami sedang ada urusan yang sangat penting. Mungkin anda bisa mengirim surat kepada kami sebagai kunjungan anda lain waktu. Bos kami akan berusaha mengatur jadwal dengan anda sebisanya," jelasnya lagi sambil meminta maaf.
"Ah... Begitu ya..." ujarnya merasa kecewa dan melihat taman yang berada di sana.
"Saya ingin bertemu dengan dia secepatnya..."
"Kalau begitu... Siapa nama bos anda, anak muda?"
Pelayan itu terdiam beberapa detik, tetapi akhirnya ia menjawab, " Miranda Forst, yang mulia."
"BOSSS!!" seru seseorang sambil membuka pintu dengan keras.
"Apaan sih??!! Orang lagi sibuk begini?"
"Kita kedatangan dari kerajaan!!" serunya lagi membuat wanita itu sedikit terkejut.
"Kamu tidak bercanda, kan?"
"Aku serius. Kamu tau Ratu Julia, bukan? Dia sedang menikmati tehnya."
Wanita itu terdiam cukup lama.
"Dan kamu tau reaksinya?! Dia sangat suka dan ingin bertemu denganmu!!"
Ratu ingin bertemu dengannya?
Miranda, si pemilik rumah teh itu tersenyum misterius. " Aku tidak menyangka kalau bisnis kita mulai tertarik oleh kerajaan."
"Jadi bagaimana?" tanya dia sekali lagi.
"Aku akan membalas sekitar 1-2 minggu lagi. Kamu tau, kan aku sangat sibuk."
"B-baik!!" balasnya dengan semangat dan langsung menutup pintu dengan kuat.
Miranda menghela nafas panjang. Semuanya berjalan dengan lancar.
Setelah kedatangan sang ratu secara mengejutkan dan hasilnya sangat memuaskan, rumah teh milik Miranda sangat populer.Bahkan lebih populer daripada restoran mewah di ibukota.Walaupun sangat populer dan banyak orang ingin berkunjung ke sana, tetapi akses untuk pergi ke sana sangat sulit.Sama halnya dengan pemandian air panas yang hanya bisa dikunjungi sesekali saja, rumah teh ini juga dikunjungi sesekali saja.Itulah kenapa pengunjung di rumah teh tersebut tidak serame itu."Boss!!" seru seseorang membuat Miranda yang sibuk baca koran langsung menurunkan begitu ia terpanggil."Persediaan susu sudah mulai habis. Apakah-""Langsung aja beli," balas Miranda, kemudian ia membaca koran lagi."Boss!!""Apa?""Apa bos turuti saja perkataan Ratu kemarin? Kita bisa mendapatkan keuntungan lebih-""Ogah!! Aku tidak mau tema rumah tehku langsung hancur karena banyak pengunjung," balas Miranda menolak mentah-mentah.
Seperti biasa, rumah teh Miranda masih sepi, bahkan yang sering berkunjung adalah Tuan Brooke.Maklum, rumahnya dekat dengan rumah teh maupun pemandian air panas.Megan yang sibuk bersih-bersih, Marco yangs sedang sibuk dengan tanaman miliki Miranda, dan Miranda hanya membaca koran di pagi hari."Hmmm.... Kenapa berita hari ini tidak menarik sih?" ucapnya sambil menikmati tehnya."Memangnya berita apa yang dimuat oleh koran?" tanya Megan penasaran."Biasa... Politik," jawabnya, kemudian ia menutup korannya.Bersamaan itu, seorang pemuda datang menghampiri mereka berdua. "Selamat pagi.""Bagaimana dengan ujianmu, Derren?" tanya Miranda kepada pemuda bernama Derren.Derren menghela nafas panjang. " Berjalan lancar. Hasilnya akan diumumkan minggu depan."Derren berjalan menuju ruang belakang dan tidak lama ia keluar dengan se
Berita pembunuhan Isabella Falcon tersebar begitu cepat. Aktris teater yang sedang naik daun tiba-tiba dibunuh di taman kota.Sampai sekarang belum menemukan siapa pelaku sebenarnya dan rumah teh milik Miranda masih terlihat normal saja.Kini, Derren sedang berhadapan dengan putri seorang count yang banyak tingkahnya."Teh ini enak, tidak?""Semuanya enak kok, nona," balasnya dengan pasrah."Eh... Tapi apa tidak terlalu pahit, ya..."Uhh... Rasanya aku ingin hantam tubuh dia secara langsung batinnya menahan emosinya.Sabar... Sabar... Derren anak baik... Anak pintar..."Nona... Bagaimana kalau saya rekomendasikan Teh Rooibos. Manis menyegarkan dan tidak mengandung kafein."Tiba-tiba Miranda meletakan minuman itu kepada putri bangsawan tersebut.Putri bangsawan itu memandang cangkir teh tersebut dengan lama. " Kalau tidak enak, bagaimana?" tanyanya lagi."Saya menjamin kalau teh buatan saya sangat enak. Moho
"Sejak kapan bisnis ini dibuka?" tanya seorang gadis imut kepada Miranda."Hampir setahun yang lalu, nona," balas Miranda dengan tenang."Wow... Masih muda tapi perkembangan bisnismu begitu pesat, ya...""Tidak juga... Lagipula setiap hari pengunjung yang datang sekitar 3-5 orang. Belum termasuk untuk hari libur lainnya.""Kalau begitu... Bisakah kamu menceritakan-""Sayang... Ini bukan waktunya untuk bekerja. Ingat, kita sedang liburan," ujar pemuda di depannya yang diketahui adalah pacarnya."Tapi aku penasaran sekali..." Miranda hanya diam seribu bahasa."Maaf kalau pertanyaan saya lancang, tapi apakah nona adalah jurnalis?" tanya Miranda berusaha hati-hati."Oh! Benar aku adalah jurnalis. Darimana kamu bisa tau?"Tentu saja... Pacarmu menjelaskan profesimu dengan jelas batin Miranda."Anda kerja di perusahaan apa, nona?""Daily Week's," seketika Miranda dibuat terkejut."Oh! Aku sering membaca ko
"Laura?!""Kakak?! kenapa kakak bisa ada di sini?" tanya Laura penasaran dengan kehadiran kakaknya.Demian menghela nafas panjang. "Aku dan rekan-rekanku sedang dalam perjalanan pulang. Kamu sendiri?""Aku sedang menulis novel sambil menikmati teh buatan Miranda.""Kamu menulis novel lagi?!" seru Demian kepada adiknya. Dilihat dari nada bicaranya, sepertinya Demian tidak menyukai aktivitas Laura."Memang kenapa kalau aku menulis buku? Itu bukan suatu kriminal, kakak.""Tapi...""Ah sudahlah... Aku males berdebat sama kakak. Miranda, ini uangnya. Aku pulang dulu."Laura segera meninggalkan area secepatnya dan Miranda hanya bisa diam sambil menyaksikan perkelahian 'kecil' antar saudara."Tampaknya kamu tidak menyukai kegiatan adikmu, Jendral Wood."Demian hanya menghela nafas pasrah. "Begitulah..."
2 orang memakai zirah baja bewarna gelap memasuki rumah teh milik Miranda.Ini pertama kalinya Black Knight mengunjungi tempat yang adem seperti ini. Dan juga di tengah hutan seperti ini.Derren berinsiatif berjalan mendekati dan menanyakan kepada dua orang tersebut."Kalian ingin pesan apa, tuan-tuan?" ujar Derren dengan senyuman ramahnya.Mereka berdua saling diam satu sama lain dan akhirnya salah satu dari mereka membuka suara."Terserah," balasnya dengan singkat. Derren buru-buru langsung pergi menghampiri tempat Miranda di sana."Mereka berdua benar-benar sangat menakutkan," ucap Derren membisikan sesuatu kepada bosnya."Tetapi kenapa mereka bisa ada di sini? Tumben sekali mereka datang ke tempat sejauh ini.""Ini ada kaitannya dengan monster yang berkeliaran Di sekitar Gunung Pinda," ucap Demian tiba-tiba datang disekitar Miranda dan Derren."Monster?" ucap Mira
"Derren!! Bisa kamu ke sini, tidak?" Derren menoleh ke arah bosnya dan langsung berlari ke arah dia."Ada apa, bos?" tanya Derren dengan antusias."Keran air di tempat kita mati deh... Kamu bisa tolong minta air ke sebelah, tidak?""Sebelah? Maksudnya penginapan di sebelah?" Miranda mengangguk mantap."Baiklah... Aku akan minta ke mereka," jawabnya dan segera ia membawa 2 ember berukuran sedang berjalan menuju ke penginapan di sebelah rumah teh ini."Apakah sudah cukup, nak?" tanya seorang nenek kepada Derren."Sudah cukup kok, Nenek Sani. Terima kasih banyak," ucap Derren berterima kasih kepada nenek tersebut."Lain kali kalau ada waktu luang, bilang bosmu untuk mampir ke sini," kata Nenek Sani kepada Derren."Pasti kok, nek!" saat Derren mengangkat 2 ember berisi air, seorang gadis remaja memasuki dapur dan berjalan menghampiri Nenek Sani."Nenek Sani!! Lihat deh!!
Miranda memandang dua orang di hadapannya dengan rasa ketakutan. Secara mengejutkan Harry membawa seorang wanita seusia Megan dan kata Derren, Harry sedang berkencan dengan wanita itu.Tetapi yang membuat Miranda semakin terkejut adalah secara gamblangnya Harry menujukkan ke arah wanita itu bahwa dirinya tengah memilih kekasih dan menujukkan Miranda sebagai pacarnya Harry."Kau... Kenapa kamu tega kepadaku?" tanya Nyonya Baum kepada Harry dan pemuda itu hanya bisa menghela nafas saja. " Maaf, Nyonya Braum. Saya sudah mengatakan kalau saya sudah memiliki kekasih sekarang.""Kenapa?!! Kenapa?!!" teriaknya tidak terima. Miranda yang tidak tau apa-apa hanya diam saja perlahan mundur perlahan. Ia tidak ingin ikut urusan asmara orang.Setelah beberapa menit menyelesaikan masalah yang rumit dan tidak terduga, wanita itu akhirnya pulang dengan perasaan sakit hati. Harry menghela nafas panjang dan lega dan menoleh ke arah bos ayahnya itu."Maaf ya... Gara-g
Kali ini, di rumah teh ini didatangi oleh seorang putri bangsawan bergelar Count.Gadis muda itu pernah datang ke tempat itu saat sehari setelah kejadian pembunuhan Isabella Falcon."Mau pesan apa, nona?" tanya Megan dengan profesional."Aku ingin memesan teh susu saja," ujar perempuan itu dan dianggukin oleh Megan."Tumben sekali dia ingin meminum teh susu. Putri bangsawan seperti dia seharusnya meminum teh yang sangat mahal," ujar Derren setelah Megan berbicara kepada Miranda."Mungkin dia ingin menikmati teh lainnya. Kita tidak akan tau orang-orang inginnya seperti apa," jawab Miranda sambil meracik teh tersebut."Selamat pagi semuanya!!" seru Laura dengan senyuman merekah kepada para pekerja rumah teh tersebut."Anda tampaknya senang sekali, Nona Wood? Ada kabar gembira?" tanya Megan menyadari sikap Laura.Laura mengangguk mantap. "Naskah novelku sudah jadi dan 2 minggu lagi n
"Hah? Kamu akan menikah?!" seru Derren tidak percaya bahwa Miranda akan menikah secara mendadak.Miranda mengangguk lesu sebagai jawaban. "Tapi... Kenapa kamu tidak bersemangat? Seharusnya kamu bahagia ada pria yang akan menikahimu, nona bos," timpal Marco."Siapa pria akan menikahimu, bos?" tanya Megan penasaran dan bersamaan itu, datanglah Harry dengan senyuman ramah seperti biasa.Mereka semua menoleh ke arah lelaki itu dan Marco menjawab, " Apa anakku, nona bos?""Bukan," balas Miranda singkat dan Marco langsung sedih."Ada apa?" tanya Harry bingung melihat semua orang melihat ke arahnya."Bukan apa-apa," balas semuanya dengan kompak dan kembali dengan kerjaan masing-masing.Tidak lama, L
Miranda menghela nafas panjang. Gara-gara kemarin malam, ia tidak bisa tidur karena pria zirah gelap aneh yang mengajak dirinya nikah.DIA BENAR-BENAR GILA!!"Bos..." panggil Megan membuat Miranda menoleh ke arah perempuan tersebut."Ada apa?" Megan menyerahkan sebuah surat kepada wanita muda tersebut."Ini untukmu.""Untukku? Siapa?" tanya Miranda sambil membuka surat di tangannya."Kepolisian Kerajaan," Miranda langsung berhenti sejenak, kemudian ia menoleh ke arah Megan."Apa?"...****************...Kini, Miranda duduk manis dan melihat sekeliling."Apakah anda Non
"Siapa mereka?" tanya Megan berbisik kepada Miranda, bosnya. "Black Knight, Megan." "Black Knight? Perasaan di kerajaan kita tidak ada Black Knight," balas Megan tampak bingung. "Kamu tidak tau, Megan? Black Knight, pasukan khusus Kerajaan Tortan yang sangat terkenal." Megan menggelengkan kepalanya tanda tidak tau sama sekali dengan sosok Black Knight. "Aku sama sekali tidak tau mereka siapa. Jangankan para ksatria itu, Kerajaan Tortan yang bos sebut saja aku tidak tau." "Astaga... Pengetahuanmu sangat sempit sekali," balas Marco secara mengejutkan tiba di hadapan mereka berdua. "Apa kamu bilang?" tanya Megan tidak terima dengan 'ejekan' dari Marco. "Tetapi... Tumben sekali mereka datang lagi. Apakah pemburuan monster telah selesai?" "Benar juga.... Setahuku, dari sini ke Gunung Pinda membutuhkan waktu sekitar 3 hari, belum mengalahkan mereka. Bisa seminggu lebih itu."
"Kamu tau banyak dengan kepolisian kerajaan, Derren," balas Megan kepada pemuda itu."Sebenarnya... Pamanku bekerja di sana. Makanya aku tau begituan," jawab Derren."Kalau pernyataan Derren benar, kasus pembunuhan Isabella pasti akan sulit.""Dan juga... Besok lusa, mereka akan ke sini lagi untuk mengecek.""Permisi..." tiba-tiba mereka berempat menoleh ke seorang wanita muda di ujung sana."Oh bukannya si jurnalis itu?" ujar Miranda mengenal sosok wanita itu."Biar aku saja yang ke sana,' ujar Derren dan langsung menghampiri wanita itu."Selamat datang. Mau pesan apa, nona?" tanya Derren kepada wanita itu."Ada kopi, tidak?""K-kopi?" tanya Derren bingung dan melihat ke belakang. " K-kami tidak menjual kopi, nona.""Kalau begitu, ada teh yang rasanya pahit? Kalau ada, aku pesan itu," balas dan Derren segera menuju ke Miranda."Kita punya te
Miranda memandang dua orang di hadapannya dengan rasa ketakutan. Secara mengejutkan Harry membawa seorang wanita seusia Megan dan kata Derren, Harry sedang berkencan dengan wanita itu.Tetapi yang membuat Miranda semakin terkejut adalah secara gamblangnya Harry menujukkan ke arah wanita itu bahwa dirinya tengah memilih kekasih dan menujukkan Miranda sebagai pacarnya Harry."Kau... Kenapa kamu tega kepadaku?" tanya Nyonya Baum kepada Harry dan pemuda itu hanya bisa menghela nafas saja. " Maaf, Nyonya Braum. Saya sudah mengatakan kalau saya sudah memiliki kekasih sekarang.""Kenapa?!! Kenapa?!!" teriaknya tidak terima. Miranda yang tidak tau apa-apa hanya diam saja perlahan mundur perlahan. Ia tidak ingin ikut urusan asmara orang.Setelah beberapa menit menyelesaikan masalah yang rumit dan tidak terduga, wanita itu akhirnya pulang dengan perasaan sakit hati. Harry menghela nafas panjang dan lega dan menoleh ke arah bos ayahnya itu."Maaf ya... Gara-g
"Derren!! Bisa kamu ke sini, tidak?" Derren menoleh ke arah bosnya dan langsung berlari ke arah dia."Ada apa, bos?" tanya Derren dengan antusias."Keran air di tempat kita mati deh... Kamu bisa tolong minta air ke sebelah, tidak?""Sebelah? Maksudnya penginapan di sebelah?" Miranda mengangguk mantap."Baiklah... Aku akan minta ke mereka," jawabnya dan segera ia membawa 2 ember berukuran sedang berjalan menuju ke penginapan di sebelah rumah teh ini."Apakah sudah cukup, nak?" tanya seorang nenek kepada Derren."Sudah cukup kok, Nenek Sani. Terima kasih banyak," ucap Derren berterima kasih kepada nenek tersebut."Lain kali kalau ada waktu luang, bilang bosmu untuk mampir ke sini," kata Nenek Sani kepada Derren."Pasti kok, nek!" saat Derren mengangkat 2 ember berisi air, seorang gadis remaja memasuki dapur dan berjalan menghampiri Nenek Sani."Nenek Sani!! Lihat deh!!
2 orang memakai zirah baja bewarna gelap memasuki rumah teh milik Miranda.Ini pertama kalinya Black Knight mengunjungi tempat yang adem seperti ini. Dan juga di tengah hutan seperti ini.Derren berinsiatif berjalan mendekati dan menanyakan kepada dua orang tersebut."Kalian ingin pesan apa, tuan-tuan?" ujar Derren dengan senyuman ramahnya.Mereka berdua saling diam satu sama lain dan akhirnya salah satu dari mereka membuka suara."Terserah," balasnya dengan singkat. Derren buru-buru langsung pergi menghampiri tempat Miranda di sana."Mereka berdua benar-benar sangat menakutkan," ucap Derren membisikan sesuatu kepada bosnya."Tetapi kenapa mereka bisa ada di sini? Tumben sekali mereka datang ke tempat sejauh ini.""Ini ada kaitannya dengan monster yang berkeliaran Di sekitar Gunung Pinda," ucap Demian tiba-tiba datang disekitar Miranda dan Derren."Monster?" ucap Mira
"Laura?!""Kakak?! kenapa kakak bisa ada di sini?" tanya Laura penasaran dengan kehadiran kakaknya.Demian menghela nafas panjang. "Aku dan rekan-rekanku sedang dalam perjalanan pulang. Kamu sendiri?""Aku sedang menulis novel sambil menikmati teh buatan Miranda.""Kamu menulis novel lagi?!" seru Demian kepada adiknya. Dilihat dari nada bicaranya, sepertinya Demian tidak menyukai aktivitas Laura."Memang kenapa kalau aku menulis buku? Itu bukan suatu kriminal, kakak.""Tapi...""Ah sudahlah... Aku males berdebat sama kakak. Miranda, ini uangnya. Aku pulang dulu."Laura segera meninggalkan area secepatnya dan Miranda hanya bisa diam sambil menyaksikan perkelahian 'kecil' antar saudara."Tampaknya kamu tidak menyukai kegiatan adikmu, Jendral Wood."Demian hanya menghela nafas pasrah. "Begitulah..."