Ruang Rindu

Ruang Rindu

Oleh:  Agatha Orchidas  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
28 Peringkat
31Bab
6.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sinopsis

Takut dengan yang namanya pernikahan membuatku sampai hari ini memutuskan untuk sendiri, bahkan ketika saudara sepupu yang seumuran denganku saling bertukar cerita tentang anak-anak mereka, aku hanya bisa menjadi seorang pendengar dan mengulas senyum tipis sekadar membalas pertanyaan "kapan nikah?". Aku bahkan tidak bisa mengatakan pada siapapun tentang ketakutanku, tidak pada ayahku, apalagi ibuku. Ada apa denganku? Apa yang selama ini ku terima dari sikap kerabat ayahku lah yang menjadi salah satu alasan kuat trauma tentang pernikahan yang bahkan sejengkal pun belum ku tapaki. Kejadian demi kejadian membuatku semakin enggan menjalin komitmen dengan siapapun, mungkin sampai aku menemukan rumah yang tepat untukku pulang.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Nairha El Nafsa
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
2021-08-27 15:32:18
1
user avatar
Cattleya
hwaiting... .........
2021-08-27 13:15:16
1
user avatar
Eneng Susanti
Penuturannya bagus, bikin nyaman dan enak dibaca. Cerita ringan yang menghangatkan hati ini tuh. Salam dari Khair dan Khaira. Review juga ke sana ya
2021-08-24 03:08:09
1
user avatar
M.Y. Daechwita
Ayok Next! Semangat Thor! ♡
2021-08-10 08:18:41
1
user avatar
Phi Cute
Bahasanya santai banget kak, asik buat dibaca.. penggambaran tokohnya juga bikin yang baca bisa langsung ngebayangin.. semangat kak author, karya kamu keren banget
2021-08-06 13:42:43
1
user avatar
Ulfah N
menikah bukanlah jaminan kebahagiaan gaessss
2021-07-30 07:40:27
1
user avatar
Dreamcatcher
Liat judulnya udah rindu aja nih sama authornya, di next Thor
2021-07-24 10:08:26
1
user avatar
Abdul Majid romadhoni
bagus,bahasa yg di gunakan juga unik dan asik,saya jadi tidak mudah bosan ketika membacanya. #semangat trus dan lanjutkan buat author
2021-07-16 18:03:16
1
user avatar
Rae_1243
🤩🤩🤩🤩🤩🤩🤩
2021-07-15 11:37:43
1
user avatar
Bunny Park
Seruuu, Up lagi kaaa
2021-07-14 19:18:54
1
user avatar
Richan25
Keren...semangat ya
2021-07-14 17:46:13
1
user avatar
Butiran_Debu
semangat updatenyaaa
2021-07-14 15:55:21
1
user avatar
Rhienz
Seru....!!! Next yah kakak
2021-07-14 14:21:56
1
user avatar
Kez
Selalu di bikin penasaran sama cerita ini, keren bgt semangat ya thor ... ditunggu updatenya
2021-07-14 13:16:51
1
user avatar
Cean
Keren lanjut thor
2021-07-14 12:49:29
1
  • 1
  • 2
31 Bab

Prolog

"Ammmeata..  tha... ta..." gumaman yang ku tau itu hanya bahasa bayi, aku sama sekali tidak paham apa yang dibicarakannya, hanya bisa menduga-duga. Entah kenapa bayiku yang satu ini agaknya punya sifat lebih mirip ayahnya, di usianya yang baru 5 bulan udah pinter ngoceh aja, kalau udah gini bikin aku gemes, ini jelas duplikatnya suamiku, cuma kata banyak orang wajah nya aku banget."Kamu ngomong apa ya? Kamu nyanyi apa ngerap? Kamu ikut-ikutan bapak ya?" ujarku menggapainya dan melayangkannya ke udara sesaat cukup membuat ia terkekeh dan gumaman kecil itu lolos dari bibir mungilnya, gemas ku ciumi pipi gembulnya."Assalamu'alaikum, Bapak pulang..." sapa sengau suamiku, wajah orientalnya yang teduh dengan senyum lebar selalu dan selalu menggetarkan perasaanku, sudah lama tapi kok masih aja deg-deg an kalau liat dia senyum kaya gitu."Wa'alaikumsalam! itu bapak pulang..." sahutku menatap mereka satu persatu, kulihat si sulung yang bermain dengan tengkurap men
Baca selengkapnya

Pt. 01 : Rantau Mencekik Dengan Rantai

Kulangkahkan kaki dengan malas keluar dari gedung rektorat, hampir satu jam adu mulut dengan petugas administrasi membuat otakku ingin meledakkan lahar seketika itu juga. Kenapa orang borjuis selalu merasa diatas segalanya? Apa iya kuliahku hanya samapai titik ini? Masuk semester tiga aja belum, udah harus seribet ini berurusan dengan pembiayaan. Seandainya aku bisa seperti kakakku yang mendapat beasiswa untuk kuliah, tapi sayang aku tidak sepintar dia dan aku juga tidak pernah bisa mengurus beasiswa dibawah status kurang mampu, untuk sekedar meringankan biaya kuliahku yang nggak sedikit. Tapi rasanya percumah mengatakan andai, toh pada kenyataannya takdir lebih jujur dari keinginan ku. Aku tidak mengatakan aku bodoh, tapi aku juga nggak pinter-pinter amat.  Aku berhenti di depan Warung Makan bercat hijau, warung andalan anak kost dan mahasiswa di kampusku. Mungkin ngutang di sana bisa mengurangi rasa laparku selama dua hari belum makan apapun, hanya minum dari air galo
Baca selengkapnya

Pt 02 : Tawaran Menikah Untuk Tetap Kuliah

  Aku hanya bisa menunggu di depan ruang kaprodi, sesaat setelah aku mendapat panggilan tadi. Pikiranku berputar-putar entah kemana, apa ini waktunya aku di tendang dari kampus ini? Otakku tak bisa berhenti berpikir logis. Wahai otak berhargaku, tolong bisalah berkompromi! Berpikirlah yang baik-baik saja! Kau harus bertahan, jadi tolong jangan berpikir yang aneh-aneh!. Ah, dasar otakku selalu overthinking. Dengan memainkan ponselku yang bisa di bilang sudah tidak normal lagi, tombol powernya sudah tidak berfungsi dan bentuknya sudah pecah sana-sini, ditambah lagi cara menghidupkannya harus buka tutup baterai. Berharap dengan bermain gawai dapat meredakan gelisah dalam benakku sendiri. Tak lupa juga aku memasang headset ke telinga kiriku, mencoba menikmati salah satu lagu kesukaanku, eye blues milik Gidae --Rapper dari Gwangju--.  I wanna put you in my blue dream Even if not, in my eyes I wanna hug you in my blue dreams Even if
Baca selengkapnya

Pt. 03 : IPK Tinggi Nggak Jamin Kuliah Lancar Jaya

"Jadi langkah kamu setelah ini apa Asmara?" Tanya Bu Andin setelah bicara panjang panjang lebar tentang IPK ku semester lalu, buku rekam kegiatan selama menjadi mahasiswi di fakultas kesehatan, sampai kemungkinan-kemungkinan buruk yang sejak seminggu lalu hanya datang dan pergi tanpa permisi ke otakku semua bu Andin bahas. "Jujur bu... saya nggak ada pandangan apa-apa... pikiran saya udah buntu... kalau menurut bu Andin dilihat dari mata prodi, apa yang harus saya lakukan?" Ujarku akhirnya menyuarakan kegalauan hatiku tanpa meperlihatkan kehancuranku, apa yang harus dipertahankan? Untuk mengejar uang 21 juta sampai besok tanggal 15 jelas nggak bisa! Sekarang aja udah tanggal 1? Mau nyongkel bank mana nih? Otakku ruwet seketika. Bahkan Bu Andin pun tadi mengatakan, posisiku saat ini sulit untuk mendapatkan beasiswa, sebodoh itukah aku? Bukan masalah bodoh sih sebenernya. Tapi karena aku yang selalu bilang untuk beasiswa kurang mampu alias keluarga miskin bukan kriteria yang p
Baca selengkapnya

Pt. 04 : Padahal Udah di Tolak

Entah apa maksud pak Thoif mengatakan kuliahku tidak perlu di cuti kan, aku masih bertanya-tanya dan sedikitpun beliau tidak memberitahuku di telphone alasannya apa, pak Thoif hanya ingin bertemu dengan ku untuk membicarakan ini. Dosen bahasa Indonesia ku itu sangat ku hormati, disatu sisi beliau adalah salah satu dosen yang memiliki sikap bersahabat di hadapan mahasiswanya, sedang disisi yang lain pak Thoif adalah guruku sejak aku SD. Ceritanya sangat panjang, yang ku ingat dulu saat aku masih SD pak Thoif adalah guru kewarganegaraan, setelah aku lulus SD tidak pernah lagi mendengar kabarnya, dan saat aku ospek pertama kalinya bertemu dengan guru yang sangat ku kagumi, terlebih guruku ini sekarang jadi dosen bahasa Indonesia di seluruh fakultas kampus tempatku kuliah kecuali di fakultas ekonomi, disana beliau menjadi dosen akuntansi sekaligus wakil dekan. Nggak main-main pak Thoif ini, wakil dekan termuda di kampus ini, usianya baru 34 tahun padahal kebanyakan dekan d
Baca selengkapnya

Pt. 05 : Diusir dari Kos-kosan

"Kok bisa?!" Pekik Silvi di seberang nun jauh disana, aku menelponnya dengan sisa keberanianku. Tubuhku bergetar menahan gejolak di dadaku.  "Aku bisa jelasin nanti, sekarang kamu bisa kesini?" Tanyaku dengan suara datar, pandanganku kosong menatap langit sore yang mulai menggelap. Sejam yang lalu aku sampai kosan dengan di hadapakan wajah panik Alana, semakin kalut karena melihat barang-barangku sudah di luar kosan semua, sempet ngeri bayangin apa barang-barangku di lempar? Kan kasihan laptop ku kalauy kebanting. Tapi syukurlah nggak di lempar-lempar, tapi sumpah teriakan ibu kos membuatku bergidik ngeri.  "Aku bikin kos-kosan kaya gini bukan untuk di utangi ya mbak! Jadi tolong kalau nggak bisa bayar pergi sekarang! Ingat! Kamu masih hutang bayar kos 3 bulan! Bayar itu akhir bulan nanti! Sekarang kamu pergi!" teriak bu Lis tadi membuat jantung ku seperti berhenti, udah di usir, masih di anggap hutang pula? Tapi ya emang aku salah sih, ya giman
Baca selengkapnya

Pt. 06 : "Jangan Panggil Pak!"

Dia memegang tanganku kencang seperti orang takut kehilangan, aku terbahak mendapati sikapnya yang kelewat protektif. “kamu tau kalau pegang tangan gadis kaya gini nggak boleh? Kamu bukan mukhrimku ya pak!” kataku masih dengan sisa-sisa kekehanku. “kamu?” tanyanya menatapku intens, ya aku reflex aja bilang kaya gitu. Habis dia juga yang memulai dengan bahasa tidak formal setiap bersama ku kan?“kamu yang mulai untuk bicara nggak formal sama aku, salahku dimana? Lagian aku tetep kasih embel-embel pak kan?” ujarku menyangkal kemungkinan dia akan menyalahkanku.“aku nggak bilang kalau kamu salah, tapi aku seneng percakapan kita nggak secanggung itu.” Ujarnya dengan senyum manis, kulitnya yang sawo matang dengan mata tajam dan senyum yang selalu mengundang lesung pipit di kanan pipinya membuatku berpikir sebenarnya dia ganteng, ya kalau di bandingin sama Kai EXO nggak kalah lah. “jangan panggil pak ya…” pintanya membuatku menoleh.“ya gak bisa gitu dong, pak Candra
Baca selengkapnya

Pt. 07 : Bagaimana Fauzi tau Aku Disini?

Suara gaduh dari samping rumah membangunkanku, entah apa yang terjadi di sana, kulihat Silvi masih terlelap di dalam selimutnya. Aku meraba sekeliling tempat ku, mencari ponsel yang entah di mana. "I got you," desisku setelah mendapatkan ponselku. Jam 02:45, aku menguap sesaat sebelum turun dari ranjang menuju kamar mandi. Biasanya aku suka membicarakan tentang idola dari Jepang, Thailand, Korea, dan China setiap bersama dengan Silvi sebelum kami berangkat tidur saat bersama seperti ini. Selera kami dalam musik dan seni hampir sama, bahkan serial drama dari berbagai negara sering kami cicipi bersama dan kita akan mereviewnya selesai itu. Aku suka dengan musik hip-hop, klasik, pop, R n B, semua jenis suka sih, kecuali dangdut koplo, serius kalau aliran musik yang satu ini aku alergi. Begitu juga Silvi, Manda, dan Fatira. Apa ya bahasanya? Se frekuensi? Semacam itu lah, padahal aku yang tertua diantara kami berempat, baiklah usia memang tidak bisa 100% menjadi tolak ukur penilaian ses
Baca selengkapnya

Pt. 08 : "Semua Mantanku Gak Ada Yang Perawan Ara"

"Udah deh cemberutnya, kamu tau kan aku bisa sewaktu-waktu mesum lho..." ujar Fauzi dengan wajah jenaka dan senyum jahilnya yang membuatku geram, beberapa waktu lalu dia yang udah bikin aku panik luar biasa, sekarang dia yang nggak berhenti menggoda ku sesuka hati. "Ya habisnya kamu bikin aku panik! Jantungku rasanya mau copot uzi!" Teriakku masih tak mau menatapnya, setelah aksinya menyusup di ambang pintu yang ingin kututup tadi ia bisa sesantai itu, padahal wajahnya tadi sangat kesakitan saat aku serius mendorong pintu dan dia juga serius terhimpit sekaligus tak mau mengalah. Yang ada di pikiranku, kalau Fauzi mati disini akulah tersangka yang akan masuk bui. Jangan lah! Aku belum bisa mencapai cita-citaku jadi Dokter aku nggak mau punya catatan kriminal."Uzi?" Tanyanya mencondongkan tubuhnya dari duduk yang menghadap padaku, dulu saat hubungan kami masih baik-baik saja aku suka memanggilnya Uzi, tapi sejak aku mendeklarasikan kata putus aku memanggilnya seperti itu
Baca selengkapnya

Pt. 09 : Hewan Yang Terluka Jauh Lebih Beringas

Tanganku sedikit bergetar dengan otakku yang menduga-duga kenapa bapak menelponku bahkan saat aku hampir menelponnya, apa benar perasaanku yang merasa di awasi ini berkaitan dengan bapak yang menelponku di jam sepagi ini? Ya nggak pagi-pagi amat sih, masih jam 8 nan. "Hallo, Assalamu'alaikum pak..." sapaku dengan suara yang ku usahakan se ceria mungkin. "Wa'alaikumsalam nduk, maaf bapak telpon jam segini, darurat soalnya..." sahut bapak membuatku membeo sesaat. Darurat? Apa yang darurat? Benarkah aku sedang di awasi makanya bapak bilang darurat, aku ingat dengan jelas beberapa tahun lalu bapak juga begini tiba-tiba nelpon dengan kalimat darurat, jarang-jarang bapak nelpon diluar urusan pendidikanku, itupun seringnya aku yang menghubungi bapak duluan. "Ada apa pak?" tanyaku berusaha terdengar tenang. "Rumah yang kita tempati di sita bank..." jawaban bapak membuatku membola seketika, diluar ekspekstasiku."Ha???" "Iya, rumahnya
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status