“Lo udah ketemu sama Pak Julius, Rus?”Suara Ares mengiringi perjalanan Ikarus yang saat ini tengah menuju kantor MJ Entertainment.“Mm…” Ikarus hanya bergumam. Tatapnya lurus ke depan, mengingat bahwa sudah bertahun-tahun tidak menginjakkan kakinya di ibu kota, Ikarus mau tidak mau harus fokus dengan maps yang menunjukkan jalan yang ditujunya. “Gue nggak pernah suka dengan jalanan Jakarta. Kalau nggak ugal-ugalan, macet di mana-mana.”“Lo lagi nyetir? Mau ke mana?”“Gue mau ketemu sama Hera. Kalau di Bali bisa kali gue nyetir 15 menit. Tapi di Jakarta, gue udah nyetir setengah jam lebih dan nggak sampai-sampai gara-gara macet.”“Emang paling benar lo tuh di Bali, Anjing. Mending balik aja, deh. Mumpung lo belum efektif kerja di sana, kan?”Ada kekeh singkat dari bibir Ikarus. “Lama-lama bini lo cemburu sama gue, Babi.”“Bodo amat. Lo tahu kan kalau gue—”“Lo juga tahu alasan gue nekat sampai sejauh ini, kan? Hera sempat hamil anak gue, Res. Gue juga turut andil di dalamnya. Gue nggak
“Kira-kira kamu bakalan dicariin nggak kalau aku ajak belanja dulu?”Hera yang tengah duduk sembari menonton serial Netflix kemudian menoleh. “Belanja?”“Iya. Di sini nggak ada apa-apa, dan aku nggak mungkin nggak ngasih kamu apa-apa, kan? Kamu nggak haus?” tanya Ikarus. “Padahal Jakarta panas banget. Gimana kalau kita jajan es krim?”“Emang aku anak kecil?” cibir Hera sembari memutar matanya.Ikarus tergelak. “Kedai gelato di Bali kebanyakan didatangi orang dewasa, Ra. Kayaknya nggak masalah kalau kita jajan es krim juga di Jakarta.”“Boleh, deh.”“Aku coba izin sama Wafa dulu, ya. In case dia nyari kamu.”Hera mengangguk. Membiarkan Ikarus meraih ponselnya untuk menghubungi adiknya lalu berjalan menjauh. Lalu tak berselang lama, Ikarus sudah kembali. “Berangkat sekarang? Atau mau lanjut nonton lagi?” kekeh Ikarus.“Berangkat sekarang aja.” Hera kemudian bangkit dari duduknya. “Aku udah menemukan kegiatan untuk mengusir kebosanan,” ujarnya di sela mereka melangkah meninggalkan unit
“Good morning, Bang.” Suara Bella membuat Ikarus yang baru saja menuruni anak tangga lantas menoleh. “Mama sengaja bangun lebih awal karena tahu kamu bakalan pergi pagi.”“Good morning, Ma.” Ikarus kemudian mengayunkan langkahnya menuju dapur lalu mendaratkan kecupan di pipi ibunya. “Jangan capek-capek, Ma. Anak Mama udah bisa cari uang sendiri, Mama nggak usah repot-repot masak begini.”“Kata siapa? Papa mau makan apa nanti, Bang?” Suara itu membuat Ikarus dan Bella kompak menoleh lalu keduanya terkekeh. Kairav juga terlihat sudah rapi dengan setelan kerjanya.“Nggak usah cemburu dong, Pa. Aku cuma dimasakin Mama pagi ini doang,” kekeh Ikarus lalu menghampiri Kairav yang sudah duduk di meja makan.“Abang mau dibuatin teh atau kopi?” tanya Bella.“Mm, ada susu coklat hangat aja nggak, Ma?”“Sejak kapan kamu minum susu coklat, Bang?” Namun Bella kemudian membuka lemari dapur, mengeluarkan sebuah toples yang berisikan susu coklat milik Minerva.“Minerva belum bangun, Ma?”“Dia masih shi
“RUS!”Suara panggilan itu membuat lamunan Ikarus terburai. Pandangannya lantas meninggalkan kemana menghilangnya Hera dan Miranda, lalu tersenyum lebar begitu mendapati Althaia melangkah menghampirinya.“Astaga, Tha! Kakak ipar gue udah DP duluan apa gimana, sih? Lo kenapa cepet amat buntingnya?”“DP pala lo! Sempat test drive, sih. Cuma masalahnya kalau dihitung-hitung ini bayi bukan hasil dari test drive itu.”“Dasar orang gila!”Althaia terkekeh sembari mengusap perutnya yang membola. “Lo ngapain sih ke sini? Kangen sama gue lo, ya? Ngaku!”“Nggak usah geer!” Ikarus menghela napas. “Kenapa nggak cuti aja, sih? Lo udah susah jalan gini.” Langkah keduanya terayun menuju salah satu kedai kopi yang ada di lobi rumah sakit. Setelah memesan beberapa minuman, Ikarus dan Althaia duduk di salah satu bangku yang kosong. Ikarus sedikit mencondongkan badan, ia tidak berbohong bahwa sejak tadi ia khawatir dengan kondisi Althaia.“Kalau gue cuti sekarang, waktu gue sama anak gue setelah lahir
[Heraia Cassandra: Kamu udah mulai kerja hari ini, ya?][Heraia Cassandra: Happy working.]Ikarus mengulas senyuman tipis saat membaca pesan dari Hera. Pria itu baru saja akan membalas pesan itu saat nama ‘Ares’ sudah lebih dulu muncul di layar.Ikarus menghembuskan napas perlahan. Lalu, “Hm?”“Lo udah sampai hotel?”“Baru sampai di basement. Kenapa, sih?”Selain sibuk merecoki hidupnya, sejak kemarin Ares selalu mencari perhatian Ikarus. Entah untuk membahas report atau apapun soal pekerjaan. Dan Ikarus mulai jengah.“Gimana perasaan hari pertama lo? Deg-degan, nggak?”“Kalau nggak ada yang penting gue tutup.”“Babi! Tungguin woy!”Ikarus menghela napas panjang dengan satu tangannya yang terselip di saku celana. Ia kemudian melangkah meninggalkan basement untuk segera menuju ke lobi.Setelah keluar dari lift, Ares kembali bersuara. “Bakalan ada EAM yang nungguin lo di lobi. Jangan terlalu kaget.”“Dah kan? Gue tutup.”Setelah mengakhiri panggilan itu secara sepihak, Ikarus menghentik
“Saya mau kamu jaga Hera selagi saya bekerja. Dia amnesia dan nggak ingat apa-apa di masa lalu. Jadi, jangan pernah kamu membahas hal-hal yang berkaitan dengan masa lalunya.” “Baik, Nyonya.” “Ah, satu lagi. Kalau nanti ada temannya Hera yang datang, namanya Ikarus. Kamu awasi, ya. Laporkan apa saja yang diobrolin sama mereka. Apapun yang dilakukan sama mereka. Kalau perlu kamu foto dan kirimkan saya. Jangan sampai dia macam-macam selama saya nggak ada di sini.” “Ba-baik, Nyonya. Ada lagi?” “Nggak ada. Ya sudah kalau begitu. Ayo kamu ikut masuk dulu. Saya akan bicara dengan Hera dan memperkenalkan kamu sama dia.” “Baik, Nyonya.” Baik Miranda maupun Mirna lantas berbalik, keduanya mengayunkan langkahnya menuju ke ruang rawat Hera. Begitu tiba di sana, pandangan Miranda lantas tertuju pada Hera yang kini tengah memegang iPadnya. “Sayang… kamu harus istirahat. Kenapa malah nonton film, sih?” tegur Miranda. “Aku bosan, Ma.” Hera mengunci iPadnya lalu menatap Miranda yang kini berjal
“Hai…” Sapaan sekaligus sentuhan di pundaknya itu membuat Hera kemudian menoleh cepat. Ikarus kemudian berjongkok di hadapan Hera dengan satu lututnya yang bertumpu di rerumputan. Wajah pria itu sedikit mendongak. “Lagi ngelamunin apa, sih?”Hera menggeleng. “Tadinya aku nggak kepikiran kalau kamu bakalan ke sini. Soalnya WhatsApp-ku sama sekali nggak kamu balas.”“Maaf, ya?” Ikarus meraih tangan Hera ke dalam genggamannya. “Tapi kamu baik-baik saja, kan?”Hera mengangguk. “Aku baik-baik saja, kok. Aku cuma sedikit bosan.”“Tahan dulu, ya? Tadi Dokter Kiev bilang Minggu ini kamu udah dijadwalkan untuk operasi.”“Iya…” Hera menggigit bibirnya. “Tapi aku takut, Rus.”“Takut kenapa? Dokter Kiev adalah dokter terbaik di rumah sakit ini,” ujar Ikarus. “Gimana kalau kamu udah sembuh nanti kita jalan-jalan ke Kota Tua.”“Kota Tua tuh, mana?”“Ya di Jakarta.” Ikarus terkekeh. “Kalau aku ngajak kamu jalan jauh, bisa-bisa aku dilaporkan ke polisi disangkanya aku nyulik kamu.” Pandangan Ikarus k
“Are you okay?”Ikarus menarik selimut untuk Hera hingga sebatas bahu. Pria itu baru saja selesai menyuapi Hera yang terlihat enggan mengisi perutnya malam itu. Beruntungnya Ikarus berhasil membujuknya.“Kamu mau pulang?”Ikarus menghela napas pendek lalu tersenyum kecil. “Aku akan pulang nanti. Setelah kamu tidur. Jadi, Ratu Langit, malam ini jangan mikirin apa-apa, ya?”“Jujur aja aku masih kepikiran teman-teman di sana.” Hera menghela napas panjang. “Kalian pasti sayang banget sama aku,” ujarnya lirih.“I’ve told you before. Kita udah kayak keluarga di Bali, Ra.”“Bisa kamu ceritakan satu hal lucu yang pernah terjadi dengan kita?”“Sure!” Ikarus tampak berpikir sejenak. Lalu ia tersenyum. “Ada kejadian lucu saat itu… Eve hamil anak kembar, dan ternyata mengalami kehamilan simpatik.”“Kehamilan simpatik?”Ikarus mengangguk. “Iya, kehamilan simpatik. Jadi yang ngerasain morning sickness dan ngidam itu Ares, bukan Eve. Pernah satu malam Ares ngidam nasi Jinggo sekitar jam satu dini ha
“Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng
“Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan
“Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya
“Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah
“Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat
“WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka
Hera hanya bisa menggelengkan kepalanya begitu tiba di Bali Galeria Mall. Suasana mall sore itu terlihat cukup ramai mengingat bahwa mereka berkunjung saat akhir pekan.“Emang kita mau nonton apa sih, Bang?” tanya Bella saat mereka sudah melangkah memasuki mall.Ikarus terkekeh. “Ada film Marvel, Ma. Bukan film horor, kok, jadi Mama nggak usah khawatir.”Bella menghela napas lega. “Sumpah, ya. Seumur-umur, Mama belum pernah double date begini, mana yang ngajak double date anak sendiri pula.”Ikarus kembali tertawa. “Kapan lagi bisa ngajak Mama sama Papa kencan barengan, kan?”Bella dan Kairav hanya menggelengkan kepalanya. Lalu mereka berjalan menaiki eskalator untuk menuju bioskop. Beruntungnya Ikarus sudah sempat membeli tiket nontonnya secara online, sehingga mereka tidak perlu mengantri lagi begitu mereka tiba di gedung bioskop.“Ra, kayaknya habis nonton nyalon bentaran seru deh, ya?” celetuk Bella saat itu.“Ah iya, Ma. Aku juga kayaknya pengen banget creambath, deh. Semenjak h
“Makan malam di luar, yuk? Sekalian aku pengen ngajak nonton kamu.” Ikarus menyurukkan wajahnya di ceruk leher Hera. Alih-alih menunggu tanggapan istrinya Ikarus kembali melanjutkan ucapannya. “Tapi kamu lagi mager banget, ya? Masih ngerasa mual?”Suara Ikarus sejenak membuat Hera yang tadinya masih terpejam kini membuka matanya.Ini hari Sabtu, dan mereka libur. Seharian ini Hera menghabiskan waktunya dengan bergelung di bawah selimut. Entah karena hormon kehamilannya, Hera benar-benar malas untuk melakukan sesuatu akhir-akhir ini.“Mau nonton apa? Tumben banget, sih?” tanya Hera dengan malas.“Kok tumben? Emangnya salah kalau aku ngajak kamu ‘pacaran’ istri sendiri? Udah lama banget kayaknya kita nggak jalan berdua, kecuali kalau lagi makan, Ra. Ya, kan?”Hera memutar matanya lalu terkekeh geli. “Kamu kenapa, sih? Aneh banget tahu, nggak.”“Aneh kenapa, coba?”“Ya aneh aja. Nggak kayak biasanya kamu begini.” Hera tersenyum kecil, lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Ikarus. “Tad
“Kamu emang sengaja sekongkolan sama Eros, kan? Makanya bisa tahu kalau aku di sini?”Ikarus terkekeh lalu menyelipkan anak rambut Hera ke belakang telinga. Dibandingkan dengan sebelumnya yang masih merasa kesal, Hera sudah terlihat lebih tenang sekarang.Ikarus menghela napas. “Kenapa pakai acara kabur-kaburan segala, coba? Kan aku jadi khawatir sama kamu, Ra.”“Siapa coba yang memulai? Salah siapa pakai acara ngambek-ngambek nggak jelas gitu.”“Ya kan aku nggak suka kalau ada cowok yang deket-deket sama kamu, Ra. Mana dia kelihatan banget kalau tertarik sama kamu pula. Siapa yang nggak kesal, coba?”“Aku nggak akan berpaling sama kamu, Rus. Jadi kamu nggak usah khawatir. Lagian siapa yang bakalan naksir kalau tahu aku udah bersuami dan sekarang aku lagi hamil muda gini, hm?”“Dia nggak tahu kalau kamu lagi hamil, by the way.” Ikarus mendecak, menoleh dan memperhatikan Eros yang tengah duduk di bibir pantai, menikmati matahari terbenam yang terasa sempurna seorang diri.“Kan! Mulai l