Share

Orang Gila

Penulis: Dini Lisdianti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Keluarga Pak Wahyu hanya berdiri di depan pintu kamar Nilam, di mana dari dalam terdengar suara-suara aneh dan mengerikan. Mereka tampak pasrah, sebab Nilam kembali mengamuk sampai tali di tangan dan kakinya terlepas. Pilihan terakhir adalah mengunci pintu, membiarkan gadis itu sendirian.

Knop pintu terlihat diputar-putar dari dalam. Suara gedoran yang ekstrim membuat pintu itu sedikit mengalami kerusakan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengaji dari luar kamar. Begitu yang dilakukan Bu Rosidah dan Nur. Sementara Pak Wahyu hanya duduk di sofa ruang keluarga, matanya fokus menatap dinding bercat putih.

Hal yang sama juga dialami oleh Indah. Wanita itu mengurung diri di kamar karena Hafiz tidak memberinya kabar. Hari-harinya disibukkan mengecek ponsel, berharap ada notifikasi dari suaminya. Indah kerap kali menelepon, hanya saja laporan selalu sama, bahwa nomor Hafiz di luar jangkauan.

Seburuk-buruknya seorang suami, Indah tetaplah mencemaskan keberadaan Hafiz saat ini. Setidaknya,
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (14)
goodnovel comment avatar
Novi Ana
lanjut gk thor..??
goodnovel comment avatar
Linda Fitri Rahayu
wkwkwkwkwk ini mah di PHP othorny
goodnovel comment avatar
Atmaja Wita
lama banget gak ada kelanjutannya🥱
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Rombongan Aneh

    Rombongan Pengantin dari Alam Gaib"Kenapa seserahannya harus malem, Neng?" tanya perias pengantin pada Nilam, gadis yang akan menikah hari ini. Gadis berumur 20 tahun itu sudah sangat cantik, menggunakan singer Sunda serta kebaya putih. Ronceng melati di sebelah kanan tergerai ke depan menutupi brokat sederhana, di mana baju itu warisan dari ibunya. "Gak tahu, Teh. Permintaan dari keluarga A Aris. Lagipula, cuma ijab qabul, pestanya mah belakangan kalau urusan Aa di kota sudah selesai," jawab Nilam sambil terus mengulum senyum. Tidak masalah untuk Nilam menikah tanpa pesta, toh lebih cepat tentu lebih baik. "Denger-denger teh, harusnya minggu depan, kan, ya, Neng Nilam nikahnya?" "Iya, Teh. Cuma A Aris minta tanggal dimajukan. Beliau ada kerjaan di luar kota, jadi kalau udah nikah, Nilam bisa diajak juga. Ada yang ngurus Aa di sana." Wajah Nilam mulai memerah, ia tersipu malu membayangkan betapa indahnya mahligai rumah tangga yang akan dijalani bersama pria yang ia cintai.Teh Rit

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Kepanikan Keluarga

    Langit kian pekat, ditemani lolongan anjing serta cuitan para binatang malam. Desau angin menciptakan suasana hening di Desa Mekarwangi. Cahaya bulan purnama seakan mengundang pasang-pasang tak kasat mata untuk memperhatikan laju delman yang menyelusup dalam kabut malam di antara rindangnya pepohonan. Nilam masih belum menyadari apa-apa. Tangannya diselipkan pada lengan Aris yang sedingin es. Meski terbalut jas hitam tebal dan terhalang kebaya tipis, ia bisa merasakan betapa dinginnya kulit seputih pualam itu. Nilam menyandarkan kepalanya di bahu Aris, merasa tubuhnya lemah dan sangat mengantuk. Aris masih menatap jalanan yang hanya bisa dilalui oleh kereta kencananya. Suara seringai kuda terkadang memecah kesunyian. Roda kian berputar, membelah jalan di antara pohon bambu yang menjorok ke dalam—seakan berperan menjadi terowongan—menembus dunia yang sulit terjangkau manusia. Pria itu menoleh ke arah Nilam, membelai pipinya yang halus. Dengkuran halus mulai terdengar, menandakan gad

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Banyak Keanehan

    Hasim dan Darsan sudah sampai di rumah sakit yang kebetulan berada di kota mereka. Sesuai arahan dari Teh Rita, juga berbekal berita terupdate di internet, kedua pria itu akhirnya bertemu dengan pihak keluarga Aris. Karena semua masih diselimuti kesedihan, keduanya tidak berani bertanya macam-macam. Turut berduka. Hanya kalimat itu yang mereka sampaikan sebagai perwakilan dari keluarga pihak mempelai wanita. Hasim dan Darsan pun masih belum bisa menjelaskan keadaan di rumah Nilam, sebab kejadian malam ini seperti di luar ekspetasi. para korban yang berjumlah sepuluh orang tersebut masih dalam proses autopsi. Kedua pria itu hanya mengatakan pada keluarga korban jika keluarga Nilam sedang dalam keadaan kacau, maka kedatangannya diwakilkan. Karena memang sedang sama-sama berduka, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Mereka lebih fokus pada urusan keluarga masing-masing. Hasim dan Darsan duduk berselonjor di halaman rumah sakit, menghadap ke arah jalan. Tubuh mereka lemas seketika set

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Mimpi Aneh

    Beberapa orang masih bertahan di rumah Nilam sembari menunggu azan Subuh. Sebagian lagi memutuskan pulang dan menunggu saja kabar baiknya besok pagi dengan harapan cahaya matahari membawa sinar kebahagiaan pada warga Desa Wangunsari. Terutama kabar tentang kepulangan Nilam. Bah Karsun akan berusaha memanggil Nilam dengan zikir ketika detik-detik menjelang azan di mesjid nanti. Kalau sampai fajar datang gadis itu tak kembali, maka jalan selanjutnya adalah menyisir wilayah desa. Apalagi Sungai Niskala terkenal sebagai gerbang menuju alam lain. Karena waktu masih tersisa beberapa jam, warga mendesak Pak Wahyu untuk mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Pantrangan apa yang sudah dilanggar? Atau mungkin proses mana yang terlewat ketika hari pernikahan. Aturan desa cukup ketat untuk calon pengantin, bahkan sang pengantin wajib menyucikan diri di sungai dekat makam keramat. Konon, untuk membuang sial.Sementara itu, Pak Wahyu terkenal sebagai orang yang tak acuh pada aturan desa. Maka, b

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Peringatan Kecil

    Beberapa saat setelah Nilam pingsan, akhirnya gadis itu mulai tersadar. Matanya mengerjap, tangannya memegangi kepala. Di ujung ranjang ada Bu Rosidah yang tengah memijat kaki Nilam, sedangkan Pak Wahyu berdiri di ambang pintu. Saat melihat Nilam menoleh, dengan cepat pria itu mendekat. "Pak, Bu," panggilnya dengan suara lemah.Dengan cekatan Bu Rosidah menyodorkan teh manis yang sudah tidak terlalu hangat. Tangannya yang sebelah membantu mengangkat kepala Nilam, yang sebelahnya lagi mendekatkan gelas agar memudahkan Nilam meneguk air meski hanya sedikit. "Neng teh gak apa-apa, kan?" tanya Bu Rosidah khawatir, sedangkan Pak Wahyu menarik bangku plastik yang berada di depan meja rias. "Gak apa-apa, Bu. Cuma agak pusing aja. Memangnya kenapa Bu?" Nilam sedikit memundurkan badannya, mencari posisi terbaik agar bisa bersandar pada tumpukan bantal. "Tadi teh kamu pingsan pas pagi nari. Kata Ibu, kamu belum makan dari pagi. Jaga kesehatan atuh, Neng. Jangan bikin Bapak khawatir," ucap

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Gerbang Dunia Lain

    Cerita Pak Wahyu tentang peristiwa aneh di rumahnya pun berakhir karena waktu azan Subuh telah berkumandang. Pak Lurah memberi intruksi agar warga salat terlebih dahulu. Nanti, sekitar pukul 08.00, diharap berkumpul di depan kantor kelurahan untuk menyisir kawasan desa. Satu per satu dari mereka pulang. Pria bernama Agus itu pun berpamitan pada Pak Wahyu, begitu juga Bah Karsun yang akan pergi ke mesjid bersama anaknya. Yang tersisa di rumah hanya tinggal Pak Wahyu, Nur, juga suami-suami mereka. Bu Rosidah dan Indah masih ditenangkan oleh tetangga di kamar. "Bapak gak nyembunyiin apa-apa dari Nur, kan?" tanya Nur memperhatikan wajah bapaknya yang tampak kacau. "Nyembunyiin apa Teh? Jangan bikin suasana tambah kacau," jawab Pak Wahyu. Punggungnya ia sandarkan ke tembok, matanya sibuk menatap langit-langit ruangan. "Lebih baik kamu pikirkan cara ngomong ke Ibu. Apalagi Ibu teh punya asam lambung akut, gak boleh stres." "Pak ...." Pundak Nur dirangkul dari belakang oleh Bagas, suami

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Dendam di Atas Pusara

    Pukul 07.35, sebagian warga sudah berkumpul di halaman kantor kelurahan. Sambil menunggu intruksi dan kehadiran warga yang lain, mereka berbincang-bincang dengan beberapa kubu. Sudah bisa dipastikan, yang jadi topik adalah hilangnya Nilam.Ada yang menebak jika Nilam dibawa penunggu Hutan Ireng, ada juga yang bilang dibawa oleh penghuni Sungai Niskala yang kebetulan berada di bawah tebing makam keramat. Calon pengantin harus mutih dan menyepi dulu satu malam si sana, mungkin pada saat itu si penunggu jatuh cinta pada Nilam, pikir warga. Tidak ada yang salah. Harus diakui bahwa Nilam adalah gadis sederhana yang cantik. Memiliki kulit eksotis dengan bibir tipis. Alisnya tebal simetris, bulu mata lentik, mata sipit, serta hidung bangir. Pipinya agak cubby, dagunya sedikit menyusut. Para pria mengakui Nilam masuk dalam kategori wanita berwajah manis. "Menurut kalian, apa si Nilam akan balik lagi? Atau malah kayak yang sudah-sudah?" tanya Alit pada rekan di depannya. Mereka tengah duduk

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Kerinduan yang Tak Tertahan

    Pasang-pasang kaki menelusuri tempat yang jarang terjamah oleh warga. Mereka menapaki bukit, makam, sungai, dan juga curug. Dari pagi hingga sore hari, nama Nilam terus dipanggil, terkadang diselingi dengan seruan azan, berharap ada hal baik yang datang. Kelelahan membuat mereka beristirahat sejenak di area sungai. Ada juga yang menelusuri sampai ujung, guna memastikan tak ada yang terlewat. Bahkan Pak Wahyu sudah ikhlas, jika yang ditemukan berupa mayat. Yang penting, Nilam terlihat raganya. Karena sampai pukul 15.00 belum membuahkan hasil, rombongan pertama dibubarkan, diganti dengan rombongan kedua yang nantinya akan mencari sampai malam. Bah Karsun bilang, mencarilah di area yang pertama disisir, beliau tetap yakin bahwa Nilam tidak jauh. "Pak, mending pulang dulu. Bapak harus makan," ucap Bagas, suaranya sedikit dibesarkan karena gemuruh air sungai cukup membuat suasana bising. "Bapak belum tenang, sok aja kamu yang pulang. Kasian Nur, kerjaan kamu juga ketunda, kan?" "Gak a

Bab terbaru

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Orang Gila

    Keluarga Pak Wahyu hanya berdiri di depan pintu kamar Nilam, di mana dari dalam terdengar suara-suara aneh dan mengerikan. Mereka tampak pasrah, sebab Nilam kembali mengamuk sampai tali di tangan dan kakinya terlepas. Pilihan terakhir adalah mengunci pintu, membiarkan gadis itu sendirian.Knop pintu terlihat diputar-putar dari dalam. Suara gedoran yang ekstrim membuat pintu itu sedikit mengalami kerusakan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengaji dari luar kamar. Begitu yang dilakukan Bu Rosidah dan Nur. Sementara Pak Wahyu hanya duduk di sofa ruang keluarga, matanya fokus menatap dinding bercat putih.Hal yang sama juga dialami oleh Indah. Wanita itu mengurung diri di kamar karena Hafiz tidak memberinya kabar. Hari-harinya disibukkan mengecek ponsel, berharap ada notifikasi dari suaminya. Indah kerap kali menelepon, hanya saja laporan selalu sama, bahwa nomor Hafiz di luar jangkauan.Seburuk-buruknya seorang suami, Indah tetaplah mencemaskan keberadaan Hafiz saat ini. Setidaknya,

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Sakitnya Kehilangan

    Obrolan Jajang dan Ki Gendeng seketika terhenti kala mereka mendengan suara langkah kaki dari luar ruangan. Keduanya terdiam cukup lama, memastikan tidak salah dengar. Jari telunjuk Ki Gendeng terangkat, seakan memberi tanda untuk tetap diam. "Kayaknya teh ada yang ngikutin kamu, Jang," bisi Ki Gendeng. Kepalanya dimiringkan pada arah pintu masuk. Jajang terdiam sejenak, mencoba menerka siapa yang berani mengikutinya. Feelingnya tertuju pada Basir karena tadi ia sempat berpapasan dengan pria itu. Tidak menutup kemungkinan juga, sebab Basir orang yang nekatan, juga terlalu ikut campur dengan urusan orang lain. "Sepertinya, saya tahu siapa orangnya, Ki. Jadi, saya harus melakukan apa?" Yang ditanya malah terkekeh, lalu ia menjawab, "Biarkan saja. Sudah Aki bilang, yang masuk akan sulit keluar. Tadi Aki membuat jalan tipuan. Dia akan tersesat. Sekarang kita keluar dengan tenang." Setelah Jajang mengangguk, keduanya keluar dari ruangan sempit itu—menelusuri lorong demi lorong yang ha

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Keadaan Nilam di Alam Sana

    "Punten, Ki, saya baru datang," ucap Jajang sedikit membungkuk, menunjukkan rasa hormat pada pria tua yang tubuhnya sudah sangat bongkok itu.Namanya Ki Gendeng. Ia berasal dari desa sebelah—Desa Patapaan. Sesuai namanya, Gendeng, orang-orang menganggapnya tidak waras karena terlalu banyak belajar ilmu hitam. Kerap kali Ki Gendeng bicara seorang diri. Namun, Tak jarang pula ia kedatangan pasien yang meminta petunjuk agar bisa melakukan pesugihan ataupun menyantet orang lain.Ki Gendeng mengangguk. Ia mengajak Jajang untuk masuk, sebab ada ritual yang sedari kemarin Jajang minta, tetapi belum bisa dilaksanakan karena syarat belum memenuhi. Keduanya berjalan menuju lorong gue, di mana di bagian paling dalam terdapat sebuah ruangan yang dulu sering dipakai oleh para sesepuh desa.Ruangan tersebut berukuran kecil, di atasnya terdapat bebatuan yang menonjol ke bawah. Menurut Ki Gendeng, orang yang sembarang masuk, akan susah kembali lagi karena gua dijaga oleh para pengikutnya. Dalam arti

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Kala Hati Tersakiti

    Sepulang dari pencarian, Basir memilih untuk tidak pulang ke rumah, melainkan berbelok arah menuju rumah Darsan. Sebelum Bagas datang, ia harus jadi orang pertama yang mengetahui apa yang terjadi pada Darsan. Jika ia simak obrolan Bagas tadi, pria itu menjadi salah satu orang yang dicurigai.Sepanjang jalan, pria itu menoleh kanan kiri, memastikan tidak ada orang yang peduli akan langkah kakinya. Beberapa memang berpapasan, bertanya Basir mau pergi ke mana. Pria itu hanya menjawab, mau ke perkebunan.Awan di langit sudah tak seputih kapas, berumah menjadi jingga kemerahan. Basir semakin mempercepat langkahnya karena waktu Ashar akan segera berkahir. Beberapa meter dari tempatnya kini, sudah terlihat rumah Darsan yang dindingnya masih berupa bilik bambu. Dari luar, tampak begitu sepi.Setelah sampai, Basir mengetuk pintu perlahan seraya mengucapkan salam, "Assalamualaikum."Hening, belum ada jawaban. Yang terdengar hanya geresak-gerusuk langkah kaki dari dalam. Kembali Basir mengucap s

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Pengakuan Nyai Kusuma

    Bu Rahayu yang sudah mendekati Teh Rita dibuat terkejut ketika pintu tiba-tiba menutup dengan begitu kencang. Wanita yang memakai abaya hitam itu masih berdiri di belakang, memberi jarak kalau-kalau terjadi sesuatu. Tak berapa lama, Teh Rita menoleh dengan raut wajah datar, bawah matanya menghitam. Tanpa rasa gentar, Bu Rahayu bertanya, "Ada apa kau ke sini, Kusuma?" Gerakan spontan Teh Rita saat berdiri sedikit membuat Bu Rahayu tersentak. Kusuma seakan sengaja menggunakan tubuh Teh Rita untuk membuat Bu Rahayu lemah. Sampai-sampai, wanita yang masih memakai mukena itu dibawa merayap di dinding. "Hentikan, Kusuma!" bentak Bu Rahayu, ia takut jika Nyai Kusuma sengaja menjatuhkan Teh Rita dari atas langit kamar. "Urusan kita belum selesai, Rahayu!" Suara serak dan berat itu menggema, seperti sebuah ruangan kosong yang menghasilkan pantulan. "Matinya manusia sama dengan menyelesaikan urusan dunia. Jadi, sudah tidak ada lagi yang perlu diselesaikan. Pulanglah dengan tenang Kusuma."

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Ketakutan Darsan

    "Duduk dulu, Kang, tenang. Kita bicarakan baik-baik," ucap Pak Wahyu pada Basir, di mana pria itu terus saja menanyai masalah hilangnya Karim. Suara lembut dari Pak Wahyu sedikit memberi pendinginan pada Basir. Ia pun mengajak dua pria lain yang ikut untuk duduk di sofa. Basir juga meminta Bagas untuk menghubungi Pak Lurah agar ada penindakan pada kasus yang sudah dua kali terjadi ini. Karena Bagas masih dalam keadaan lelah, ia pun sampai kebingungan mencari ponselnya. Akhirnya, Ridwan menghubungi bapaknya agar segera datang ke kediaman Pak Wahyu. Untung saja di jam seperti ini, Pak Lurah sudah bangun untuk menunaikan salat sunah. Dalam posisi duduk, Pak Wahyu meminta semua untuk beristigfar dahulu agar menemukan titik terangnya, sebab ia masih merasa bingung kenapa Basir bisa ngotot menyalahkan hilangnya Karim adalah ulah dari keluarga Pak Wahyu.Basir pun menceritakan semuanya. Dari awal mulai mereka janji bertemu, satu panggilan masuk, hingga cerita Siti yang menyebutkan bahwa s

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   KABUR!

    Cahaya api dari obor tampak meliuk-liuk kala tertiup angin. Penerangan dari batang bambu itu ditancapkan di beberapa sudut. Di sebuah ruangan gua, beberapa meter dari pintu masuk, Nilam dibaringkan pada tikar cokelat yang sudah digelar. Gadis itu hanya memakai samping (kain batik) yang melilit tubuhnya, memperlihatkan kulit yang tidak terlalu putih, tetapi bersih. Ruangan yang dipenuhi memiliki batuan lancip tak beraturan itu dinamakan Tatapan Siraja, di mana para sesepuh zaman dahulu menyucikan hati, diri, di ruangan tersebut. Sedari tadi siang, asisten Bah Padri yang lain sudah mempersiapkan segalanya untuk ritual malam ini. Sebuah gentong berisi mata air tujuh sumur diletakan di samping tubuh Nilam, lengkap beserta sesajen seperti; bunga-bungaan, dupa dalam kendi, ayam cemani, dan beberapa keris. Bah Padri sudah susuk bersila, membacakan mantra seraya menebar kemenyan pada arang yang menyala. Bah Padri memberi jampi pada tempatnya berada, memberi benteng agar tidak ada makhluk l

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Manusia Tanpa Otak

    Semua pertanyaan Ridwan mengingatkan Bagas pada kejadian di mana Hafiz pernah berbuat macam-macam pada Nilam secara mistis. Entah apa tujuannya, yang jelas pria itu selalu berkilah jika ditanya. Berawal dari suatu sore. Semua anak-anak Pak Wahyu berkumpul di rumah untuk makan bersama. Para wanita sibuk bercanda gurau di dapur, memasak serta menyiapkan hidangan penutup—termasuk minuman segar, permintaan dari Pak Wahyu. Keluarga masuk tenang, tentram. Nilam sibuk mengoceh tentang Aris yang melamarnya secara romantis. Memberi cincin, bunga, dan permintaan secara langsung kepada orang tua. Janji akan menikahi dengan pesta di sebuah hotel mewah. Sementara para pria, hanya mengobrol di ruang tamu, menyimak Pak Wahyu yang sibuk menceritakan pertandingan bola tadi malam. Hafiz lebih banyak merespons, sedangkan Bagas hanya sesekali menimpali karena dia tidak terlalu suka dengan acara olahraga. "Kang Hafiz, sini. Pasangin gas!" teriak Indah dari dapur. "Iya! Sebentar, Pak." Pria itu beranj

  • Rombongan Pengantin dari Alam Gaib   Derita Karim

    Selepas tahlilan di rumah Bu Ajeng, para bapak-bapak mulai membubarkan diri. Kematian tak wajar almarhumah Bu Eni membuat suasana desa kian mencekam. Maka, meski jam masih terbilang sore, semua orang memilih pulang lalu menyepi di rumah masing-masing. Karim yang baru masuk rumah langsung mengganti pakaiannya. Pria itu sudah punya janji dengan Basir dan Pak Lurah untuk pergi ke rumah Pak Wahyu—melihat keadaan Nilam. Sebelum pergi, ia sempatkan memandangi kaca lemari, memperhatikan kain kasa yang menutupi bagian belakang kepala. "Mau ke mana udah rapi, Kang?" tanya Siti, istri Karim yang baru saja melahirkan anak kedua, sekitar empat bulan yang lalu. "Ke rumah Pak Wahyu. Ada urusan sama Pak Lurah," jawabnya sambil mengusap kasanya, membetulkan penutup luka yang kurang rapat. Untung saja kepalanya pelontos, jadi tidak terlalu ribet dengan rambut. "Kan kepala Akang teh masih sakit. Inget gak kata Bu Anggita tadi pas di klinik? Jangan dulu kena angin sama air!" cerca Siti. Kini ia sibu

DMCA.com Protection Status