Share

Kehidupan Baru

Tiga hari sudah, Clara dirawat di rumah sakit, akhirnya dokter mengijinkan Clara pulang. Bersama Ayahnya, Clara meninggalkan rumah sakit.

“Tujuan ke mana Bapak?” tanya sopir taksi pada Hanggoro.

“Ke Perumahan Cemara Indah, Jalam Thamrin,” jawab Hanggoro.

Sopir taksi itupun mengangguk.

“Ayah, kita akan ke tempat siapa?” cerca Clara penasaran.

“Tiga hari yang lalu, Ayah bertemu dengan teman, ia menawari Ayah sebuah rumah untuk di tinggali dan juga memberi ayah pekerjaan untuk mengelola food courtnya.” Jelas Hanggoro sambil tersenyum. Clara hanya tersenyum mendengar cerita ayahnya. Kurang lebih perjalanan setengah jam sampailah mereka di sebuah komplek perumahan. Tepat di depan sebuah rumah sederhana bernuansa minimalis, taksi berhenti. Terlihat Bi Atik sudah menunggu di teras rumah, wajahnya tampak gembira melihat Clara dan Hanggoro tiba di rumah.

“Selamat datang di rumah kita yang baru Clara,” sapa Bi Atik sambari memeluk keponakannya itu.

“Wow rumahnya lumayan luas dan rapi, baik banget teman Ayah.” Mata Clara menyapu seluruh ruangan rumah sambil  menghempaskan pelan tubuhnya  di sebuah sofa, nampak kalau tubuhnya masih lemah.

“Istirahatlah di kamar, Bibi akan buatkan teh hangat, dan jagalah bayi dalam perutmu itu, walaupun keluarga Bram tidak menginginkan bayi itu, aku Bibimu dan Ayahmu akan selalu mendukungmu.” Bi Atik membelai rambut Clara dengan penuh kasih sayang, kemudian beranjak ke dapur untuk membuatkan teh. Sementara Hanggoro berpamitan akan pergi bekerja.

Hampir satu bulan Clara tinggal di komplek perumahan baru, hampir sebulan ini ia enggan keluar rumah, yang ia lakukan hanya membantu bibinya membuat donat, sebenarnya ia jenuh, ingin sekali bekerja menghasilkan uang sendiri, toh kebutuhan hidupnya akan semakin banyak setelah anaknya lahir nanti. Senja semakin menghilang tergantikan cahaya lampu-lampu jalan, ingatannya tentang Bram tak pernah hilang, di rabanya perutnya yang semakin membuncit itu. Ingatannya kembali di saat pertama kali bertemu Bramastio ayah dari anak yang di kandungnya.

Flash back

Clara Putri, gadis berusia 22 tahun, dengan wajah cantik, kulit putih bersih, di dukung oleh hidung yang mancung dan rambut hitam lurus sejak lulus SMA dia sudah bekerja. Apapun pekerjaan ia lakukan, penjaga counter, pelayan restoran, semuanya  pernah di jalani dan yang terakhir ini Clara bekerja di sebuah swalayan terbesar di ibukota. Walaupun saat itu posisinya hanyalah melayani customer, tapi ia sangat bahagia. Pekerjaan itulah yang akhirnya mempertemukannya dengan Bramastio.

Berawal dari sembilan bulan yang lalu, waktu itu ia dalam masa trainning bekerja, karena sering terlambat masuk kerja,  Ibu Siska supervisornya menegurnya dan mengancam akan memecatnya.

Untunglah ada Pak Ahmad sequrity senior yang mengijinkannya tinggal di gudang lantai atas, tentu saja tanpa sepengetahuan atasan. Selama satu minggu sudah, Clara menempati gudang lantai atas tanpa sepengetahuan siapapun kecuali Pak Ahmad, hingga suatu malam saat swalayan sudah tutup ada seorang laki–laki yang membuatnya terkejut dan hampir saja Clara memukul kepala pria itu dengan sapu karena di kira maling.

“Hai, siapa kamu kenapa malam begini masih berkeliyaran di sini“ bentak Clara pada lelaki itu.

“lha kamu, kenapa juga masih di sini“ balasnya tak kalah sengit.

“Aku, memang tinggal di lantai atas,” jawab Clara ketus, dengan sapu masih di tangannya.

“Kalau begitu kita sama, aku juga tinggal di gudang lantai paling atas, tadi pak Ahmad sudah mengizinkannya. Kenalkan namaku Tio. Aku cleaning service, baru hari ini kerja.” Tio menjulurkan tangannya, Clara pun menyambut uluran tangan Tio.

“Clara, panggil saja Clara, awas ya jangan masuk ke kamarku,“sahut Clara sambil  berlalu meninggalkannya.

Beberapa malam bersama Tio, tinggal di lantai atas membuat Clara semakin senang karena ada teman untuk ngobrol, dan jika malam tiba mereka sering mengendap–endap menghindari cctv yang sebagian, jika malam di matikan, hanya ruang tertentu yang masih menyala, mereka sering ke bagian bazar dan mengambil biskuit.

“Kita seperti tikus yang mencari makanan di malam hari,“ kata Tio di suatu malam yang membuat Clara terpingkal–pingkal.

Tio memang bertingkah lebih gila, sering Clara mendapati dia tidur di display spring bed yang ada di bagian furniture, memang sih, bagian furniture tidak ada cctvnya jadi ia bisa tidur sepuasnya sampai menjelang pagi. Tiga bulan sudah Clara dan Tio selalu bersama, kadang mereka malam–malam menyelinap keluar untuk sekedar jalan–jalan keluar, membeli makan di pedagang  kaki lima. Dan pada suatu malam, waktu itu mereka berada di sebuah taman, Clara tak pernah menduga kalau Tio menyatakan cintanya, tak ada alasan Clara untuk menolaknya, wajah yang tampan bak artis korea, tubuh yang porposional dan juga pekerja keras tak dapat ia pungkiri kalau selama ini Clara pun mengaguminya, akhirnya di malam itu mereka pun jadian sebagai sepasang kekasih.

Hingga tibalah waktu yang membuat Clara shock. Hari itu ada pengumuman dari supervisor  kalau pimpinan baru akan datang, persiapan telah di mulai dari jam tujuh pagi, semua karyawan yang berjumlah seratus orang itu telah bersiap menyambut kedatangan pimpinan baru, termasuk Clara.

Mobil sedan mewah warna hitam berhenti di tangga masuk, karpet merah telah di bentangkan bak menyambut aktor Holywood di piala oscar. Mata Clara terbelalak, jantung berdebar kencang, dan hampir pingsan ketika seorang pria memakai kemeja komplit dengan jas dan dasi, keluar dari mobil.

“Tio,“ gumam Clara lirih. Kemudian  Clara mendengar Pak Wandi Manager berbicara.

“Ini adalah pimpinan baru kita yaitu bapak Bramastio, mungkin sebagian dari kalian sudah kenal dan terkejut, karena memang selama tiga bulan ini Pak Bram, bekerja sebagai cleaning service di swalayan ini,” kata Pak Wandi  yang bikin kaki  Clara lemas seketika. Setelah acara penyambutan selesai Clara di panggil Bu Siska.

“Clara, pimpinan kita yang baru Pak Bram ingin bertemu, kamu temui di ruangannya.” Clara  hanya mengangguk, ada gurat ketakutan di wajahnya.

“Ya Tuhan, semoga Pak Bram tidak memecatku, biarlah Ia memutuskan aku sebagai kekasihnya asalkan aku jangan dipecat,” gumam Clara sepanjang kakinya melangkah  menuju ruangan Bram.

Tok..tok..

“Masuk,‘’ suara dari dalam ruangan membuat jantung Clara semakin berdegup kencang. Perlahan pintu ia buka, terlihat lelaki yang di kenalnya sebagai Tio, karyawan cleaning service, kini duduk di kursi CEO. Dengan cepat Clara menundukkan wajahnya. Tampak wajah tampan Baram serius tanpa senyum sedikitpun menatap ke arah Clara..

“Duduklah!” perintah Bram.

“Maaf Pak Bram, aku mohon jangan PHK, saya janji, tidak lagi tinggal di lantai atas,” kata Clara sambil berlinang air mata. Bram menyodorkan tissu, ke arah Clara.

“Kamu, memang tak kuizinkan untuk tinggal di lantai atas apalagi bekerja di sini,“ gertak Bram, Clara masih menunduk, dengan air mata yang menitik, dan mencoba menahan tangisnya.

“Bersediakah, kamu menikah denganku,“ sambung Bram lagi, yang membuat tangis Clara  berhenti seketika, dan  Clara berlahan, memberanikan diri menatap wajah tampan yang semakin dekat itu, tangan Bram menghapus sisa-sisa air mata, kemudian ditariknya jari manis Clara dan disematkan sebuah cincin. Bibir Clara seakan terkunci, tak bisa berkata–kata lagi, bahagia yang  ia rasakan.

Dan sejak saat itu, semua karyawan tahu, kalau Clara menjalin cinta dengan Bramastio. Dan dengan gigihnya  Bram memperjuangkan cintanya di hadapan orang tuanya.

“Apa Bram! Kamu ingin menikahi gadis customer sevice itu!” bentak Elin, mama dari Bram, wanita usia 50 an itu, menatap tajam ke arah putra sulungnya.

“Iya Ma, Clara gadis yang baik, jangan Mama lihat dari latar belakangnya, ia mencintai Bram, apa adanya, kami sudah menjalin hubungan sebagai kekasih, jauh sebelum Clara tahu, jika aku adalah CEO dari Swalayan Hima Group.

“Mama, tidak setuju. Bagaimana nanti Mama menghadapi gosip, jika Mama punya menantu yang tidak sederajat dengan keluarga kita,” balas Elin, dengan nada tinggi.

“Baiklah, Ma. Jika Mama dan Papa tidak menyetujui Bram menikahi Clara. Aku akan pergi meninggalkan rumah, dan melepaskan jabatanku sebagai CEO,” ancam Bram.

“Keras kepala, kamu Bram, apa sih istimewanya Clara, dia memang cantik, tapi wanita seperti dia, banyak. Carilah calon istri yang sederjat dengan keluarga kita, jangan membuat malu keluarga!” tukas Thomas Himawan, yang sejak tadi diam-diam mendengarkan perdebatan istri dan putranya.

“Keputusan Bram sudah bulat. Bram tetap akan menikahi Clara,” jawab Bram, dengan tegas, lalu bergegasa meninggalkan kedua orang tuanya, yang masih marah.

Bramastio Himawan, Putra sulung dari Elin dan Thomas Himawan, pemilik Swalayan Hima Group, terlahir dari keluarga konglomerat, yang memiliki salah satu swalayan terbesar di ibukota, kadang  membuatnya jenuh. Bagaimana tidak, setiap hari Papa dan Mamanya membicarakan tentang bisnisnya. Tidak hanya itu, mereka bahkan mengirim Bram ke Amerika untuk belajar bisnis. Setelah belajar hampir lima tahun akhirnya ia pulang ke tanah air, dan Thomas pun mempercayakan bisnis swalayan pada Bram. Dengan alasan untuk membentuk karakternya, dan biar tahu kondisi karyawan  Bram di tempatkan sebagai cleaning service selama tiga bulan. Alhasil jadilah Bram petugas cleaning service di swalayannya sendiri. Tak pernah Ia menduga di saat itulah  Bram mengenal Clara Putri  yang  dipanggil  Clara, gadis sederhana dari keluarga miskin. Hari–hari yang  Bram lalui bersamanya ternyata membuat Bram  jatuh cinta. Clara, gadis yang cantik, berkulit putih bersih, dengan rambut lurus sebahu, mata yang bulat dan hidung mancung. Membuat pandangan Bram tak perah lepas dari Clara. ini. Selain itu Clara gadis yang hamble, dan cerdas.

“Putuskan dia, Bram, kamu putraku satu–satunya, ada banyak gadis cantik dari kalangan kita yang dapat kau persunting” kata Elin, sambil membanting foto Clara yang di letakkan di meja kamar. Elin, berusaha mencegah Bram untuk menikahi Clara.

“Aku, mencintainya Ma... cinta memang buta, tak dapat melihat status sosial“ jawab Bram. Dengan menatap Elin, kesal.

Dan puncak dari kecewa Elin, ia lampiaskan pada Clara. Pagi itu sebelum swalayan buka, Elin menemui Clara, di maki–makinya Clara di hadapan teman–temannya, Clara hanya bisa tertunduk dan bercucuran air mata, dengan cepat  Bram, menarik tangannya dan membawanya pergi. Bram dan Clara pergi meninggalkan segala pedih di hati mereka. Bram terlampau mencintai Clara hingga ancaman  Thomas akan mencoret namanya dari hak waris dan akan menyerahkan semua harta pada Dinda adik perempuan Bram tak kuhiraukan. Selama satu bulan  Bram menghilang tanpa kabar.

“Bram pulanglah ke rumah, aku tak tega melihatmu tinggal di kontrakan kecil ini,“ pinta Clara.

“Kita, akhiri saja hubungan ini,“ ucap Clara menangis, Bram memeluk diri Clara seerat mungkin.

“Takkan  pernah aku meninggalmu, walaupun aku kehilangan gelarku sebagai konglomerat harus hilang.”

Akhinya Thomas dan Elin menyerah, mereka berhasil menemukan Bram dan memintanya untuk kembali, dan merestui hubungan Clara dan Bramastio.

***

Suara jeep yang berhenti di depan pagar, membuyarkan lamunan Clara. Dilihat sesosok pria yang tak asing lagi, turun dari jeep warna hitam, pria itu pun berjalan menuju pintu depan. Clara bergegas keluar dan segera membuka pintu.

“Adrian, ngapain  kamu ke sini?” tanya Clara keheranan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status