Tiga hari sudah, Clara dirawat di rumah sakit, akhirnya dokter mengijinkan Clara pulang. Bersama Ayahnya, Clara meninggalkan rumah sakit.
“Tujuan ke mana Bapak?” tanya sopir taksi pada Hanggoro.
“Ke Perumahan Cemara Indah, Jalam Thamrin,” jawab Hanggoro.
Sopir taksi itupun mengangguk.
“Ayah, kita akan ke tempat siapa?” cerca Clara penasaran.
“Tiga hari yang lalu, Ayah bertemu dengan teman, ia menawari Ayah sebuah rumah untuk di tinggali dan juga memberi ayah pekerjaan untuk mengelola food courtnya.” Jelas Hanggoro sambil tersenyum. Clara hanya tersenyum mendengar cerita ayahnya. Kurang lebih perjalanan setengah jam sampailah mereka di sebuah komplek perumahan. Tepat di depan sebuah rumah sederhana bernuansa minimalis, taksi berhenti. Terlihat Bi Atik sudah menunggu di teras rumah, wajahnya tampak gembira melihat Clara dan Hanggoro tiba di rumah.
“Selamat datang di rumah kita yang baru Clara,” sapa Bi Atik sambari memeluk keponakannya itu.
“Wow rumahnya lumayan luas dan rapi, baik banget teman Ayah.” Mata Clara menyapu seluruh ruangan rumah sambil menghempaskan pelan tubuhnya di sebuah sofa, nampak kalau tubuhnya masih lemah.
“Istirahatlah di kamar, Bibi akan buatkan teh hangat, dan jagalah bayi dalam perutmu itu, walaupun keluarga Bram tidak menginginkan bayi itu, aku Bibimu dan Ayahmu akan selalu mendukungmu.” Bi Atik membelai rambut Clara dengan penuh kasih sayang, kemudian beranjak ke dapur untuk membuatkan teh. Sementara Hanggoro berpamitan akan pergi bekerja.
Hampir satu bulan Clara tinggal di komplek perumahan baru, hampir sebulan ini ia enggan keluar rumah, yang ia lakukan hanya membantu bibinya membuat donat, sebenarnya ia jenuh, ingin sekali bekerja menghasilkan uang sendiri, toh kebutuhan hidupnya akan semakin banyak setelah anaknya lahir nanti. Senja semakin menghilang tergantikan cahaya lampu-lampu jalan, ingatannya tentang Bram tak pernah hilang, di rabanya perutnya yang semakin membuncit itu. Ingatannya kembali di saat pertama kali bertemu Bramastio ayah dari anak yang di kandungnya.
Flash back
Clara Putri, gadis berusia 22 tahun, dengan wajah cantik, kulit putih bersih, di dukung oleh hidung yang mancung dan rambut hitam lurus sejak lulus SMA dia sudah bekerja. Apapun pekerjaan ia lakukan, penjaga counter, pelayan restoran, semuanya pernah di jalani dan yang terakhir ini Clara bekerja di sebuah swalayan terbesar di ibukota. Walaupun saat itu posisinya hanyalah melayani customer, tapi ia sangat bahagia. Pekerjaan itulah yang akhirnya mempertemukannya dengan Bramastio.
Berawal dari sembilan bulan yang lalu, waktu itu ia dalam masa trainning bekerja, karena sering terlambat masuk kerja, Ibu Siska supervisornya menegurnya dan mengancam akan memecatnya.
Untunglah ada Pak Ahmad sequrity senior yang mengijinkannya tinggal di gudang lantai atas, tentu saja tanpa sepengetahuan atasan. Selama satu minggu sudah, Clara menempati gudang lantai atas tanpa sepengetahuan siapapun kecuali Pak Ahmad, hingga suatu malam saat swalayan sudah tutup ada seorang laki–laki yang membuatnya terkejut dan hampir saja Clara memukul kepala pria itu dengan sapu karena di kira maling.
“Hai, siapa kamu kenapa malam begini masih berkeliyaran di sini“ bentak Clara pada lelaki itu.
“lha kamu, kenapa juga masih di sini“ balasnya tak kalah sengit.
“Aku, memang tinggal di lantai atas,” jawab Clara ketus, dengan sapu masih di tangannya.
“Kalau begitu kita sama, aku juga tinggal di gudang lantai paling atas, tadi pak Ahmad sudah mengizinkannya. Kenalkan namaku Tio. Aku cleaning service, baru hari ini kerja.” Tio menjulurkan tangannya, Clara pun menyambut uluran tangan Tio.
“Clara, panggil saja Clara, awas ya jangan masuk ke kamarku,“sahut Clara sambil berlalu meninggalkannya.
Beberapa malam bersama Tio, tinggal di lantai atas membuat Clara semakin senang karena ada teman untuk ngobrol, dan jika malam tiba mereka sering mengendap–endap menghindari cctv yang sebagian, jika malam di matikan, hanya ruang tertentu yang masih menyala, mereka sering ke bagian bazar dan mengambil biskuit.
“Kita seperti tikus yang mencari makanan di malam hari,“ kata Tio di suatu malam yang membuat Clara terpingkal–pingkal.
Tio memang bertingkah lebih gila, sering Clara mendapati dia tidur di display spring bed yang ada di bagian furniture, memang sih, bagian furniture tidak ada cctvnya jadi ia bisa tidur sepuasnya sampai menjelang pagi. Tiga bulan sudah Clara dan Tio selalu bersama, kadang mereka malam–malam menyelinap keluar untuk sekedar jalan–jalan keluar, membeli makan di pedagang kaki lima. Dan pada suatu malam, waktu itu mereka berada di sebuah taman, Clara tak pernah menduga kalau Tio menyatakan cintanya, tak ada alasan Clara untuk menolaknya, wajah yang tampan bak artis korea, tubuh yang porposional dan juga pekerja keras tak dapat ia pungkiri kalau selama ini Clara pun mengaguminya, akhirnya di malam itu mereka pun jadian sebagai sepasang kekasih.
Hingga tibalah waktu yang membuat Clara shock. Hari itu ada pengumuman dari supervisor kalau pimpinan baru akan datang, persiapan telah di mulai dari jam tujuh pagi, semua karyawan yang berjumlah seratus orang itu telah bersiap menyambut kedatangan pimpinan baru, termasuk Clara.
Mobil sedan mewah warna hitam berhenti di tangga masuk, karpet merah telah di bentangkan bak menyambut aktor Holywood di piala oscar. Mata Clara terbelalak, jantung berdebar kencang, dan hampir pingsan ketika seorang pria memakai kemeja komplit dengan jas dan dasi, keluar dari mobil.
“Tio,“ gumam Clara lirih. Kemudian Clara mendengar Pak Wandi Manager berbicara.
“Ini adalah pimpinan baru kita yaitu bapak Bramastio, mungkin sebagian dari kalian sudah kenal dan terkejut, karena memang selama tiga bulan ini Pak Bram, bekerja sebagai cleaning service di swalayan ini,” kata Pak Wandi yang bikin kaki Clara lemas seketika. Setelah acara penyambutan selesai Clara di panggil Bu Siska.
“Clara, pimpinan kita yang baru Pak Bram ingin bertemu, kamu temui di ruangannya.” Clara hanya mengangguk, ada gurat ketakutan di wajahnya.
“Ya Tuhan, semoga Pak Bram tidak memecatku, biarlah Ia memutuskan aku sebagai kekasihnya asalkan aku jangan dipecat,” gumam Clara sepanjang kakinya melangkah menuju ruangan Bram.
Tok..tok..
“Masuk,‘’ suara dari dalam ruangan membuat jantung Clara semakin berdegup kencang. Perlahan pintu ia buka, terlihat lelaki yang di kenalnya sebagai Tio, karyawan cleaning service, kini duduk di kursi CEO. Dengan cepat Clara menundukkan wajahnya. Tampak wajah tampan Baram serius tanpa senyum sedikitpun menatap ke arah Clara..
“Duduklah!” perintah Bram.
“Maaf Pak Bram, aku mohon jangan PHK, saya janji, tidak lagi tinggal di lantai atas,” kata Clara sambil berlinang air mata. Bram menyodorkan tissu, ke arah Clara.
“Kamu, memang tak kuizinkan untuk tinggal di lantai atas apalagi bekerja di sini,“ gertak Bram, Clara masih menunduk, dengan air mata yang menitik, dan mencoba menahan tangisnya.
“Bersediakah, kamu menikah denganku,“ sambung Bram lagi, yang membuat tangis Clara berhenti seketika, dan Clara berlahan, memberanikan diri menatap wajah tampan yang semakin dekat itu, tangan Bram menghapus sisa-sisa air mata, kemudian ditariknya jari manis Clara dan disematkan sebuah cincin. Bibir Clara seakan terkunci, tak bisa berkata–kata lagi, bahagia yang ia rasakan.
Dan sejak saat itu, semua karyawan tahu, kalau Clara menjalin cinta dengan Bramastio. Dan dengan gigihnya Bram memperjuangkan cintanya di hadapan orang tuanya.
“Apa Bram! Kamu ingin menikahi gadis customer sevice itu!” bentak Elin, mama dari Bram, wanita usia 50 an itu, menatap tajam ke arah putra sulungnya.
“Iya Ma, Clara gadis yang baik, jangan Mama lihat dari latar belakangnya, ia mencintai Bram, apa adanya, kami sudah menjalin hubungan sebagai kekasih, jauh sebelum Clara tahu, jika aku adalah CEO dari Swalayan Hima Group.
“Mama, tidak setuju. Bagaimana nanti Mama menghadapi gosip, jika Mama punya menantu yang tidak sederajat dengan keluarga kita,” balas Elin, dengan nada tinggi.
“Baiklah, Ma. Jika Mama dan Papa tidak menyetujui Bram menikahi Clara. Aku akan pergi meninggalkan rumah, dan melepaskan jabatanku sebagai CEO,” ancam Bram.
“Keras kepala, kamu Bram, apa sih istimewanya Clara, dia memang cantik, tapi wanita seperti dia, banyak. Carilah calon istri yang sederjat dengan keluarga kita, jangan membuat malu keluarga!” tukas Thomas Himawan, yang sejak tadi diam-diam mendengarkan perdebatan istri dan putranya.
“Keputusan Bram sudah bulat. Bram tetap akan menikahi Clara,” jawab Bram, dengan tegas, lalu bergegasa meninggalkan kedua orang tuanya, yang masih marah.
Bramastio Himawan, Putra sulung dari Elin dan Thomas Himawan, pemilik Swalayan Hima Group, terlahir dari keluarga konglomerat, yang memiliki salah satu swalayan terbesar di ibukota, kadang membuatnya jenuh. Bagaimana tidak, setiap hari Papa dan Mamanya membicarakan tentang bisnisnya. Tidak hanya itu, mereka bahkan mengirim Bram ke Amerika untuk belajar bisnis. Setelah belajar hampir lima tahun akhirnya ia pulang ke tanah air, dan Thomas pun mempercayakan bisnis swalayan pada Bram. Dengan alasan untuk membentuk karakternya, dan biar tahu kondisi karyawan Bram di tempatkan sebagai cleaning service selama tiga bulan. Alhasil jadilah Bram petugas cleaning service di swalayannya sendiri. Tak pernah Ia menduga di saat itulah Bram mengenal Clara Putri yang dipanggil Clara, gadis sederhana dari keluarga miskin. Hari–hari yang Bram lalui bersamanya ternyata membuat Bram jatuh cinta. Clara, gadis yang cantik, berkulit putih bersih, dengan rambut lurus sebahu, mata yang bulat dan hidung mancung. Membuat pandangan Bram tak perah lepas dari Clara. ini. Selain itu Clara gadis yang hamble, dan cerdas.
“Putuskan dia, Bram, kamu putraku satu–satunya, ada banyak gadis cantik dari kalangan kita yang dapat kau persunting” kata Elin, sambil membanting foto Clara yang di letakkan di meja kamar. Elin, berusaha mencegah Bram untuk menikahi Clara.
“Aku, mencintainya Ma... cinta memang buta, tak dapat melihat status sosial“ jawab Bram. Dengan menatap Elin, kesal.
Dan puncak dari kecewa Elin, ia lampiaskan pada Clara. Pagi itu sebelum swalayan buka, Elin menemui Clara, di maki–makinya Clara di hadapan teman–temannya, Clara hanya bisa tertunduk dan bercucuran air mata, dengan cepat Bram, menarik tangannya dan membawanya pergi. Bram dan Clara pergi meninggalkan segala pedih di hati mereka. Bram terlampau mencintai Clara hingga ancaman Thomas akan mencoret namanya dari hak waris dan akan menyerahkan semua harta pada Dinda adik perempuan Bram tak kuhiraukan. Selama satu bulan Bram menghilang tanpa kabar.
“Bram pulanglah ke rumah, aku tak tega melihatmu tinggal di kontrakan kecil ini,“ pinta Clara.
“Kita, akhiri saja hubungan ini,“ ucap Clara menangis, Bram memeluk diri Clara seerat mungkin.
“Takkan pernah aku meninggalmu, walaupun aku kehilangan gelarku sebagai konglomerat harus hilang.”
Akhinya Thomas dan Elin menyerah, mereka berhasil menemukan Bram dan memintanya untuk kembali, dan merestui hubungan Clara dan Bramastio.
***
Suara jeep yang berhenti di depan pagar, membuyarkan lamunan Clara. Dilihat sesosok pria yang tak asing lagi, turun dari jeep warna hitam, pria itu pun berjalan menuju pintu depan. Clara bergegas keluar dan segera membuka pintu.
“Adrian, ngapain kamu ke sini?” tanya Clara keheranan.
“Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu di sini? Apa suamimu mencampakanmu,” balas Adrian menatap penuh tanda tanya, kenapa wanita hamil yang di tolongnya berada di rumah yang di pinjamkan pada Hanggoro. Clara mendelik ke arah Adrian, ingin ia mengumpat Adrian. Tapi di urungkan karena Ayahnya sudah datang.“Hai Adrian, maaf apa sudah lama menunggu.” Bergegas Hanggoro menghampiri Adrian yang masih berdiri di teras. ”Clara ada tamu, kenapa tidak di suruh masuk.” Clara masih terbengong” oo ya ini kenalkan Clara, putriku satu–satunya.” Hanggoro memperkenalkan Clara kepada Adrian.“Sudah kenal Bang, tak perlu di kenalkan lagi,” balas Adrian dengan muka juteknya.“Baiklah, ayo masuk, Clara tolong buatkan minum,” pinta Hanggoro pada Clara.“Clara, itu putri Abang? Dulu pas kita ketemu di rumah sakit itu, sebenarnya aku yang membawa Clara ke rumah sakit. Dia tiba-tiba pingsan di jalan.” Jelas Adrian pada Hanggoro.“Jadi yang menolong Clara kamu, wah aku harus berterima kasih padamu. Seben
“Bu Elin,” ucap Clara, dengan bibir bergetar.“Sudah aku peringatkan, jangan mendekati keluargaku,” gertak Elin.Clara, bersusah payah bangkit sambil berucap, ”Maaf Bu Elin.”“Maaf...akan aku pastikan kamu keluar dari kafe ini.”Keributan antara Clara dan Elin, di dengar supervisor, dengan cepat wanita bertubuh sintal itu mendekati Elin dan Clara.“Maaf ada yang bisa saya bantu Nyonya?” tanya supervisor dengan ramah.“Aku ingin, kalian memecat wanita ini, Dia tidak sopan padaku!” perintah Elin, dengan geram.“Maaf kami tidak bisa memecatnya itu wewenawg manager.”“Panggil managernya ke sini, jika tidak, aku akan laporkan kalian semua pada pemilik kafe ini, kalian tahu ‘kan, aku kenal dengan sangat baik pemilik kafe, aku juga sudah berlangganan selama belasan tahun di kafe ini,” ancam Elin.Supervisor itupun, memanggil manager. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki berkumis, datang dengan wajah tegang.“Maaf Bu Elin, atas tindakan pegawai kami yang baru, kami akan memecatnya sesuai pe
Adrian tersenyum, lalu mengajak Clara memasuki swalayan, dan mulai berbelanja keperluan dapur dan keperluan food court, setelah memasukan barang belanjaan ke dalam mobil. Adrian mengajak Clara untuk masuk ke dalam swalayan lagi.“Clara, kita belum membeli keperluanmu,” ucap Adrian, seraya menarik tangan Clara.“Keperluanku?”“Baju hamil, tadi Bi Atik menyuruhmu beli baju hamil ‘kan?”“Iya, tapi aku mau beli di pasar saja, uangku tidak cukup kalau beli di sini.”“Kamu tinggal pilih, biar aku yang bayar.”“Nggak Adrian, aku tidak mau.” Tolak Clara, seraya menghempaskan tangan Adrian yang masih memegang tangannya.“Jangan menolak, anggap saja ini pemberian ayahmu, aku sebenarnya menawarkan hadiah untuk Bang Hanggoro, tapi Bang Hanggoro selalu menolak, jadi hadiah itu buat kamu saja. Kamu harus menerimanya kalau tidak, aku akan mengusir keluargamu dari rumahku,” ancam Adrian tatapannya serius menatap Clara, hingga membuat Clara gugup.“Baiklah, aku menerimanya.”Keduanya pun memasuki swal
Sementara itu di rumah Himawan, Dinda dengan kesal, membanting belanja bawaannya di atas sofa, kemudian menghempaskan pantatnya di sofa dengan kasar. Melihat tingkah putrinya, Elin terheran.“Kamu kenapa, sedang hamil, cemberut begitu?” tanya Elin.“Ma, tadi di swalayan, Dinda bertemu Clara. Mama tahu nggak, Clara sudah punya suami lagi, dan hamil lho Ma, tadi pilih-pilih baju hamil. Dinda heran, ternyata dia, cepat melupakan cintanya pada Kak Bram, bikin Dinda kesal, entah siapa pemuda itu, terjebak rayuan Clara,” jelas Dinda geram.“Clara bicara apa saja tadi?” tanya Elin, penuh selidik, ia khawatir jika Clara memberi tahu Dinda, jika ia hamil anak Bram.“Clara tidak bicara apa-apa Ma, tapi aku kesal, dia sekarang bahagia dengan pria lain, sementara Kak Bram, masih belum bisa move on dari Clara,” gerutu Dinda kesal.Elin, bernapas lega karena Dinda tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi pada Clara.Hari terus berjalan, kedekatan Clara dan Adrian, semakin erat dan dekat. Pe
Hari berganti, sore itu Clara meringis menahan sakit di perutnya, beberapa kali ia duduk kemudian berdiri dan berjalan untuk meringankan rasa sakitnya, sementara Ayahnya dan Bi Atik tidak ada di rumah. Clara merasakan bahwa hari ini mungkin akan melahirkan anaknya, beberapa kali ia menghubungi ayah dan bibinya tapi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang belum di hubungi adalah Adrian. Dengan terus menahan rasa sakit dan tangan yang dingin dan gemetar ia menekan nama Adrian di ponselnya dan akhirnya tersambung dengan Ardian.“Halo, Adrian, tolong aku, sepertinya aku akan melahirkan hari ini,” kata Clara dengan menahan rasa sakit.“Oke Clara, tunggulah sebentar, dalam waktu lima belas menit aku akan sampai,” balas Adrian. Dan Adrian segera menutup ponsel dan bergegas melaju dengan jeepnya dan menuju rumah Clara.Sesampainya di sana Adrian sangat panik, ia mendapati Clara terkulai tak berdaya di atas sofa, tangan Clara dingin keringat bercucuran, Clara hampir pingsan. Dengan cepat Adri
Hari berganti hari, dua tahun sudah berlalu, Clara dan Adrian masih sibuk dengan food court yang semakin hari semakin berkembang, dalam kurun waktu dua tahun sudah ada sepuluh cabang food court yang tersebar di wilayah Jakarta dengan 100 karyawan dan omset 300 juta perbulan .“Clara, terima kasih, berkat kerjasama kita selama dua tahun ini sudah bisa membuahkan hasil, dengan apa aku membalas hasil kerja kerasmu ini,” kata Adrian kepada wanita yang sudah dikenalnya hampir tiga tahun ini.“Nikahi aku,” jawab Clara sambil tersenyum.“Yakin kamu sudah siap menjadi Nyonya Adrian Baskoro Putra,” ujar Adrian sambil merangkul bahu Clara“Tapi, kamu harus jujur dengan orang tuamu, siapa aku, tentang masa laluku, masa lalu ayahku dan keberadaan Jose di tengah-tengah kita.”“Tentu saja.”“Adrian, selama kita bersama, kamu tidak pernah menceritakan tentang orang tuamu. Kata ayah Hanggoro kamu berselisih paham dengan ayahmu, apakah itu benar?” tanya Clara, di tatapnya pria di sebelahnya, yang
Mendengar pernyataan Hanggoro, Adrian dengan cepat melumpuhkan pemulung yang berusaha lari. Clara terus melihat dengan seksama pria paruh baya yang ada di hadapannya, ia tak menyangka sama sekali, bahwa pemulung yang sering di tolongnya ternyata orang yang menyebabkan ayahnya di penjara.“Siapa nama bapak, dan apa benar, tiga puluh tahun yang lalu terlibat perampokan di toko emas dan menyebabkan pemilik toko tewas?” tanya Clara menatap lekat lelaki tua yang selalu di tolongnya itu.Laki-laki tua dengan pakaian lusuh itu, menatap Clara ragu, tergambar jelas rasa malu, dan takut di wajahnya.“Iya, Neng. Waktu itu aku dan temanku, merampok toko emas, siang itu toko sepi, hanya ada pemilik toko dan Bapak ini {tangannya sambil menunjuk Hanggoro}, lalu aku dan pemilik toko terlibat perkelahian, hingga pisauku terjatuh, lalu saat itu aku melihat dari cermin yang ada di dinding, kalau Bapak itu mau menusuk pisau ke punggungku, dengan segera aku menghindar dan yang terjadi pemilik toko yang
Atik cemas, sambil mengendong Jose. Ia takut jika keluarga Bram, akan menyakiti Clara dan Jose. Tiba-tiba mobil jeep milik Adrian, berhenti di di depan pagar, lalu terlihat Clara turun dari mobil, di ikuti Adrian. Atik bergegas membukakan pintu dan menyuruh Clara dan Adrian cepat masuk“Ada apa Bi, kelihatan cemas?” tanya Clara, melangkah memasuki rumah, di ikuti Adrian.“Tadi Fandi ke sini,” jawab Atik.“Fandi suami Dinda,” Clara berucap, sambil menatap serius Bibinya itu.“Iya Clara, semula aku tidak tahu kalau Dia itu, menantu keluarga Himawan, dia ingin bertemu denganmu, aku tidak curiga apapun, sampai akhinya Fandi melihat Jose dan ia mempertanyakan tentang kehidupanmu dan Jose,” jelas Bi Atik.Mendengar penuturan Atik, Clara terlihat cemas ia menghempaskan pelan tubuhnya di atas sofa, Adrian pun ikut duduk di sebelahnya.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Adrian.“Ada maksud apa Fandi ingin menemuiku. Dan jika dia tahu Jose adalah anak Bram, apa yang akan ia perbuat?” gumam Clar
Bram, sampai di depan ruangan Fandi, tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk, Fandi terkejut dengan kehadiran Bram yang tampak begitu cemas.“Kak Bram, duduklah,” pinta Fandi, ia tahu persis maksud Bram menemuinya.Bram pun duduk, menghela nafas berat dan kemudian berucap.“Apakah benar, Jose harus tranplantasi jantung?” tanya Bram dengan bibir gemetar.“Benar Kak Bram, Jose mengalami lubang di pembuluh darah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan, sakit jantung Jose sudah sangat parah, pengobatan dan operasi sudah tidak memungkinkan, dan jalan satu-satunya adalah tranplantasi jantung,” jelas Fandi.“Berapa lama Jose bertahan?” tanya Bram.“Kita punya waktu satu bulan sampai kita mendapat donor jantung yang sesuai, kami sudah menghubungi Rumah Sakit Jantung Singapura, untuk mendapatkan donor jantung,” balas Fandi dengan serius.“Jika dalam satu bulan, Jose tidak mendapatkan donor jantung, apa yang terjadi?” tanya Bram lagi, kali ini jantungnya
Kaki Clara terasa lemas, Jose akan di tangani lima dokter sekaligus, pertanyaan sakit apa Jose, membayangi pikiran Clara. Langkahnya pelan, keluar dari ruangan Dokter Ridwan. Nilam yang menunggu Jose, juga terlihat cemas, ketika melihat Clara, seperti orang linglung.“Clara, Jose, baik-baik saja ‘kan?” tanya Nilam, menatap putrinya dengan tatapan dalam.“Tidak Bu, Jose tidak baik-baik saja, cobaan apalagi ini Bu, kenapa masalah suka sekali menghampiriku,” balas Clara, terlihat putus asa, ia menghempaskan pantatnya di kursi tunggu, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan berlahan terdengar isakan tangis. Suara tangisan Clara, begitu memilukan, membuat Nilam bersedih, dan cemas akan keadaan Jose. Nilam duduk di sebelah Clara, di usapnya punggung Clara dengan lembut, seraya menunggu pernyataan dari dari putrinya, tentang sakit yang di derita Jose.“Adrian dan Baskoro suruh pulang, jika memang ini serius,” ujar Nilam pelan.Clara mendesah pelan, dan menghentikan tangis
Satu bulan setelah penculikan Jose, Clara dan Adrian lebih memperhatikan Jose, pengawasan ketat dilakukan, Clara tidak mau lengah lagi, ia masih tak menyangka, kalau Dinda yang melakukan penculikan. Clara dan Adrian selalu mencurahkan kasih sayangnya pada Jose. Clara juga mengizinkan Bram, ayah kandung Jose untuk sesekali bertemu dengan Jose.Setiap malam Clara menyempatkan menemani dan membacakan buku cerita pada Jose, sampai Jose tertidur pulas, seperti malam ini, dengan manjanya Jose menarik tangan Clara sambil berucap manja.“Mommy, ayo bacakan cerita kancil ke cebur sumur, dan di tolong sama gajah,” rengek Jose sambil bergelayut manja.“Okey, sayang, Jose sikat gigi dulu, lalu naik ke tempat tidur, nanti Mommy bacakan cerita,” balas Clara sambil menggandeng tangan mungil Jose.Jose pun menuruti apa yang di perintahkan Clara, dengan berlari kecil ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, dan setelah itu berajak naik ke tempat tidur dan di sana Clara sudah duduk bersanda
Clara dan Adrian hampir putus asa, sudah satu minggu lamanya Jose tidak di ketemukan, Pagi itu Clara masih duduk di tempat tidur, matanya sembab, di peluknya foto Jose, sesekali di pandanginya foto bocah umur lima tahun yang lucu itu. Adrian yang melihat keadaan Clara turut sedih, tapi dia lebih menfokuskan mencari Jose, tiap satu jam sekali dia menghubungi anak buahnya untuk memgetahui perkembangan pencarian Jose, tapi lagi-lagi nihil.“Clara, aku bawakan sarapan, kamu harus tetap makan, satu minggu ini makanmu tidak teratur,” ucap Adrian dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, dan segelas susu lalu di letakan di meja samping tempat tidur.Clara menatap sendu dan berujar, ”Adrian aku tak sanggup, jika harus kehilangan Jose.”“Jose, baik-baik saja, percayalah, sebentar lagi kita akan menemukannya,” ucap Adrian tangannya mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Clara. Lalu di raihnya semangkuk bubur dan suap demi suap dimasukannya ke mulut Clara. Hari menjelang siang, Polisi
Lima bulan berlalu, Clara dan Adrian dengan susah payah melupakan kesedihannya kehilangan janin dalam kandungan Clara. Sementara Bram telah membayar kesalahannya di balik jeruji besi.Di kediaman Thomas terjadi keributan, Bram yang baru saja bebas dari penjara, pulang ke rumah dengan keadaan mabuk, melihat itu Thomas geram.“Tampaknya aku sudah tidak bisa berharap lagi pada Bram, cintanya pada Clara merusak jiwanya, satu–satunya harapanku hanya pada Jose, cucu laki-lakiku, aku akan berusaha merebut Jose dari tangan Clara, dan akan kuwariskan semua bisnisku kelak pada Jose,” ucap ThomasElin hanya terdiam, penyesalan menyelimuti dirinya, perceraian Bram dengan Clara, justru menghancurkan kehidupan Bram. Sekarang Clara menjalani kehidupan bahagia dengan Adrian.Sementara itu di rumah Baskoro, Clara sedang memperhatikan Jose yang sedang bermain-main dengan Baskoro dan Nilam. Clara yang berdiri di atas balkon kamar tersenyum bahagia menyaksikan Jose begitu akrab dengan kakek tirinya, la
Setelah kasus kematian Ki Darma terpecahkan, Clara dan Adrian kembali ke Jakarta, hari menjelang malam, udara terasa dingin, beberapa kali Clara menguap, ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Adrian dan terlelap tidur, sementara Adrian terus fokus menyetir, melajukan kendaraannya meninggalkan kota Bandung.Beberapa jam kemudian mereka sampai, Adrian membangunkan Clara.“Sayang, kita sudah sampai,” ucap pelan Adrian dengan lembut, sambil mengusap-usap pipi Clara. Sehingga membuat Clara terbangun dan mengerjab-ngerjabkan matanya, yang masih sedikit kabur.“Di mana ini?”“Di apartemen, besok kita ke rumah ayahmu, dan bertemu Jose, lalu kita akan jalan-jalan bertiga bersama Jose, kamu pasti sudah kangen ‘kan hampir dua minggu tidak ketemu Jose.”“Iya, Adrian aku kangen banget ingin cium pipi tembemnya,” sahut Clara sambil tersenyum, membayangkan wajah imut yang mengemaskan.Adrian dan Clara masuk ke dalam apartemen, setelah membersihkan diri, Adrian duduk di sofa depan televisi, matanya t
Clara memutuskan tinggal di rumah Ki Darma, yang sekarang menjadi miliknya, setelah polisi memberinya izin. Penyelidikan polisi masih berlanjut, tapi Clara juga tidak mau tinggal diam saja, apalagi petunjuk tentang kematian Kakeknya sudah jelas, satu-satunya orang yang Clara curigai adalah Mala dan ada kemungkinan bekerja sama dengan Pak Iwan.Clara hampir tak percaya, Mala sudah di anggap sahabatnya, dan Pak Iwan sudah puluhan tahun mengabdi pada Ki Darma mampu berkhianat. Clara menceritakan semuanya pada Adrian, dan Adrian berjanji akan menemani Clara dalam menyelesaikan kasus ini.“Sayang, aku akan Ke Bandung dua hari lagi, kamu harus hati-hati, ada kemungkinan pelaku juga akan menyakitimu,” pesan Adrian lewat telefon“Okey, aku akan hati-hati,” jawab Clara dan menutup pembicaraan lewat ponsel.Pagi itu Clara menunggu kedatangan Pak Satria yang berjanji akan memperlihatkan aset-aset Ki Darma. Akhirnya yang di tunggu pun datang.“ Pagi, Clara,” sapa Pak Satria pada Clara.“Pagi Pak
Dua minggu sudah, Clara dan Adrian pergi bulan madu yang kedua, kebahagian masih terpancar di mata mereka, Adrian lebih perhatian pada Clara, cintanya semakin kuat terpatri di hatinya, untuk satu-satunya wanita yang membuatnya berubah menjadi manusia yang lebih baik. Sepulang dari Eropa, mereka langsung menemui Jose.Clara langsung memeluk bocah kescil itu, kecupan dan ciuman sayang di daratkan di wajah mungilnya, demikian juga dengan Adrian di peluknya tubuh gendut dan pipi tembem Jose, dekapan seorang ayah diberikannya pada Jose. Tiba-tiba kebahagian mereka terusik dengan kabar duka. Clara mendapat telefon dari Bi Anah, bahwa Ki Darma meninggal dunia. Clara shock mendengar hal itu, ia teringat terakhir kali memeluk Kakeknya, sebelum Clara pergi ke Eropa. Clara tidak percaya kalau itu adalah pelukan terakhir untuk Kakeknya.Clara menangis histeris, di pelukan Adrian.“Sudah Clara, jangan bersedih, kita harus segera ke Bandung untuk pemakaman Ki Darma,” ucap Adrian dan memapah Clara k
Pagi menyapa, Adrian dan team pengacara datang ke kantor polisi, dan menyerahkan hasil rekaman. Setelah polisi memutar video rekaman di laptop dan meneliti keasliannya, maka segeralah di ambil keputusan untuk penyelidikan kembali dan membebaskan Clara.Pak Adrian, apa bapak memiliki musuh?” tanya polisi dengan tegas.“Tidak, pak. Selama ini saya menjalankan bisnis dengan baik, saya merasa tidak punya musuh,” jelas Adrian.“Baiklah, kami akan melakukan penyelidikan lagi, siapa dua orang bertopeng itu?” kata polisi dengan tegas dan serius.Kemudian, polisi membuatkan surat pernyataan pembebasan terhadap Clara, kurang dari satu jam, terlihat Clara dengan di kawal seorang polwan, menemui Adrian dan Yusuf.“Selamat Bu Clara. Anda di bebaskan, dan kasus di buka lagi, polisi akan memburu pelaku sebenarnya,” ucap Pak Yusuf dengan menjabat tangan ClaraClara membalas jabatan tangan Yusuf sembari berucap, ”Terima kasih Pak Yusuf.”Kemudian pandangannya beralih pada Adrian, dan langsung memelu