Dengan sedikit kesal Adrian menuju kantin, ia merasakan haus dan lapar setelah menolong Clara yang tiba-tiba pingsan. Setelah itu ia segera menuju tempat parkir, belum sampai di tempat parkir tiba-tiba matanya menangkap sesosok pria yang di kenalnya.
“Bang Hanggo..Bang Hanggoro,” teriak Adrian sambil berlari kecil mengejar Hanggoro.
Hanggoro yang mendengar namanya dipanggil, segera berhenti dan menoleh ke arah suara.
“Adrian, kamu di sini,” tanya Hanggoro.
“Iya Bang, tadi habis menolong seseorang yang pingsan,” jawab Adrian. “Bang, aku satu bulan yang lalu menengok Abang di Lapas, tapi katanya, Abang sudah bebas, selama satu bulan aku terus mencari Abang, untunglah kita bertemu di sini, bisakah kita bicara sekarang.” Adrian merangkul bahu Hanggoro dan berniat mengajak pergi.
“Maaf Adrian, tidak sekarang, aku ada urusan penting.”
“Baiklah Bang, ini kartu namaku segera hubungi aku ya,” pinta Adrian sambil menyodorkan sebuah kartu nama. Dengan cepat Hanggoro mengambil kartu nama itu dan memohon diri untuk pergi.
Dengan langkah cepat dan penuh kecemasan Hanggoro menuju kamar rawat Clara. Di bukanya pintu kamar dan dilihatnya putri kesayangannya itu tergolek tak berdaya di tempat tidur, matanya sembab dan wajahnya pucat.
“Ada apa Clara, kamu baik-baik saja ‘kan ?”
“Iya Ayah, Clara dan bayi ini baik-baik saja.” Clara memegang perutnya yang masih terlihat datar.
Hanggoro sedikit terkejut, ia pun mengambil kursi dan duduk tepat di tepi tempat tidur.
“Apa Bram dan keluarganya tahu kamu hamil Clara?”
“Bram di Singapura, Clara tidak dapat menghubunginya, sedangkan orang tua Bram menolaknya.”
“Sudah kuduga.” Hanggoro membelai lembut rambut putrinya itu, mengisyaratkan dukungan untuk Clara. Tangan Hanggoro mengusap bulir yang mengalir di pipi Clara. ”Ayah dan Bibimu akan selalu bersamamu, jangan khawatir sayang,” sambung Hanggoro lirih, sedikit membuat hati Clara lebih tenang.
Hanggoro memberitahu Atik, jika Clara di rumah sakit, dan meminta Atik untuk menjaganya, Hanggoro ingin melakukan sesuatu untuk masa depan Clara. Hanggoro menaiki ojek online, ia menuju kediaman Thomas. Sesampainya di sana Hanggoro tidak di izinkan masuk oleh security, hingga memancing keributan antara Hanggoro dan security.
“Ada apa ini, ribut sekali!” Elin, berteriak dari teras rumahnya.
“Nyonya, Bapak ini mau bertemu Tuan Thomas,” balas security sambil menunjuk Hanggoro yang masih berdiri di depan pagar yang menjulang tinggi.
Elin menatap nyalang ke Hanggoro, lalu dengan langkah cepat ia menuju pintu pagar.
“Suruh dia masuk!” perintah Elin, pada security dengan nada penuh amarah.
Security pun membuka pintu pagar, lalu dengan langkah pelan Hanggoro memasuki halaman rumah yang terlihat mewah dan megah. Hanggoro mengikuti langkah Elin, menuju sebuah taman, di sana terdapat kursi taman.
“Duduklah! Dan katakan apa maumu datang ke rumahku!” perintah Elin dengan nada kasar, terlihat jelas ia sangat kesal dengan kedatangan Hanggoro.
Hanggoro hanya diam, ia pun duduk seperti yang diperintahkan Elin. Kemudian dengan pelan dan ragu, Hanggoro berucap “Nyonya Elin, Anda tahu ‘kan, jika Clara hamil, tolong pertemukan Clara dengan Bram, setidaknya Bram harus memberi keputusan mengenai anak yang di kandung Clara.”
“Bram, sudah menceraikan Clara, jadi anak itu bukan urusan Bram ataupun keluargaku,” jawab Elin, tatapnnya masih tajam ke arah Hanggoro.
“Tapi Nyonya, tolong bayi itu memerlukan ayahnya. Aku berjanji, setelah ini, aku akan pergi dari hadapan Clara dan Bram, dan juga keluarga Nyonya, saya akan pergi sejauhnya, asalkan terima kembali Clara dan cucu Nyonya,” ucap Hanggoro, dengan wajah penuh harap.
“Sudah aku bilang, keluarga Thomas Himawan tidak mau mempunyai keturunan seorang penjahat sepertimu. Berapa yang kamu inginkan, untuk menggugurkan kandungan Clara, 50 juta? 100 juta. Aku akan berikan padamu, asalkan kamu dan Clara tidak pernah datang lagi di hadapan kami!” Elin, semakin mengeraskan suaranya.
“Kami tidak memerlukan uang Nyonya, Aku hanya memikirkan kebahagiaan putriku.”
“Kalau begitu kita sama, aku juga ingin Bram bahagia, tapi tidak dengan Clara. Dari dulu aku tidak merestui hubungan Bram dan Clara. Jadi aku tegaskan lagi, jika kamu masih mengganggu keluarga kami dengan hamilnya Clara, aku pastikan Clara dan bayinya celaka,” ancam Elin, terlihat wajah serius memendam amarah.
“Anda akan menyesal, melakukan hal ini pada Clara dan cucu Anda sendiri, kalian pasti akan kena karmanya,” ucap Hanggoro, lalu bergegas pergi meninggalkan Elin.
Hati seorang ayah hancur, ketika melihat putrinya menderita, apalagi penyebab penderitaannya adalah dirinya. Selama bertahun-tahun, Hanggoro tidak mencurahkan kasih sayang pada Clara akibat di pernjara, dan kini setelah keluar dari tahanan, membuat pernikahan Clara hancur.
Hanggoro menyusuri jalan tanpa arah, ia beristirahat di salah satu taman kota, matanya menatap nanar, sekumpulan anak kecil yang sedang bermain di temani orang tuanya. Hatinya terasa perih, menyaksikan sesuatu yang tidak dapatkan Clara waktu kecil, dan membayangkan jika cucunya kelak mengalami hal yang sama tidak merasakan kehadiran orang tua yang sempurna.
Di tengah-tengah rasa galaunya, tiba-tiba Hanggoro teringat pada Adrian, yang tidak sengaja bertemu di rumah sakit tadi, ia pun meraih sebuah kartu nama milik Ardian, lalu di bacanya kartu berukuran kecil di tangannya. Andrian Baskoro Putra, nama tertera pada kartu kecil, dan di bawah tulisan nama terdapat tulisan, Food Court Bekasi, jalan Patimura. Untuk sesaat Hanggoro mengerutkan dahi, ia teringat pada sosok pemuda yang umurnya jauh di bawah Hanggoro. Pemuda berusia 27 tahun itu, yang berkepribadian cuek, tapi begitu mengenalnya Adrian adalah pemuda yang peduli terhadap orang-orang di sekitarnya, ia memilik jiwa penyayang di balik sifat arogannya. Hanggoro bangkit dari tempat duduknya, setelah memanggil bajaj. Hanggoro menuju ke tempat food court milik Adrian. Sesampainya di sana terlihat Adrian sedang sibuk di dapur sederhana, di bantu oleh seorang koki.
“Hai Bang Hanggoro,” sapa Adrian, dengan senyum mengembang, lalu menghampiri Hanggoro.” Ayo Bang, silakan duduk, mau minum apa Bang? Ada lemon squesh, atau ice tea,” Adrian, menawarkan minuman pada Hanggoro, sambil menarik kursi supaya Hanggoro duduk.
“Terserah apa saja,” jawab Hanggoro.
“Baik Bang, sebentar ya,” Adrian, gegas menuju dapur dan tidak lama kembali ke meja Hanggoro, dengan membawa satu gelas lemon sequash, dan satu piring chicken katsu, menu andalan food court milik Adrian.
“Terima kasih Adrian, syukurlah, kamu bisa sukses dengan tanganmu sendiri,” puji Hanggoro, seraya tersenyum pada Adrian.
“Ini semua berkat Bang Hanggoro yang menasehati aku, untuk menjadi orang berguna, setidaknya untuk diri sendiri, jika belum berguna untuk orang lain. Setelah menjalani rehabilitasi, aku mencoba usaha kuliner, dan saat ini sudah ada 5 cabang food court yang aku miliki.”
“Bagus Adrian, aku senang mendengar kamu sudah sukses.”
“O ya Bang, aku sekarang tinggal di apartemen, sekitar 50 meter dari sini, apartemen Emeral Garden lantai 10 nomor 111, kapan-kapan mampir ke tempatku.”
Haggoro hanya mengangguk, sambil menyuap makanan yang ada di hadapannya.
“Abang tinggal di mana?” tanya Adrian.
“Aku, mengontrak, di pinggiran kota.”
“Bang Hanggoro, tinggallah bersamaku di apartemen, dan jika Abang mau, Abang bisa membantuku mengelola food court ini,” ajak Adrian serius.
“Terima kasih Adrian, untuk pekerjaan aku akan menerimanya, tapi untuk tinggal di apartemen, aku tidak bisa, karena aku tinggal bersama putriku dan adik perempuanku.”
“Kalau begitu Abang bisa menempati rumahku yang ada di perumahan, Cemara Indah, tapi rumahnya sederhana, kalau Abang mau, aku berikan kuncinya, tempatnya tidak jauh dari sini, naik kendaraan, tidak sampai 30 menit sudah sampai,” ujar Adrian.
“Adrian, terima kasih, saat ini aku dan keluargaku memang sangat membutuhkan rumah, dan pekerjaan,” balas Hanggoro, tersenyum bahagia, setidaknya satu masalah telah terselesaikan, sebuah pekerjaan dan rumah yang layak untuk di tempati.
Tiga hari sudah, Clara dirawat di rumah sakit, akhirnya dokter mengijinkan Clara pulang. Bersama Ayahnya, Clara meninggalkan rumah sakit.“Tujuan ke mana Bapak?” tanya sopir taksi pada Hanggoro.“Ke Perumahan Cemara Indah, Jalam Thamrin,” jawab Hanggoro.Sopir taksi itupun mengangguk.“Ayah, kita akan ke tempat siapa?” cerca Clara penasaran.“Tiga hari yang lalu, Ayah bertemu dengan teman, ia menawari Ayah sebuah rumah untuk di tinggali dan juga memberi ayah pekerjaan untuk mengelola food courtnya.” Jelas Hanggoro sambil tersenyum. Clara hanya tersenyum mendengar cerita ayahnya. Kurang lebih perjalanan setengah jam sampailah mereka di sebuah komplek perumahan. Tepat di depan sebuah rumah sederhana bernuansa minimalis, taksi berhenti. Terlihat Bi Atik sudah menunggu di teras rumah, wajahnya tampak gembira melihat Clara dan Hanggoro tiba di rumah.“Selamat datang di rumah kita yang baru Clara,” sapa Bi Atik sambari memeluk keponakannya itu.“Wow rumahnya lumayan luas dan rapi, baik bang
“Aku yang seharusnya bertanya, kenapa kamu di sini? Apa suamimu mencampakanmu,” balas Adrian menatap penuh tanda tanya, kenapa wanita hamil yang di tolongnya berada di rumah yang di pinjamkan pada Hanggoro. Clara mendelik ke arah Adrian, ingin ia mengumpat Adrian. Tapi di urungkan karena Ayahnya sudah datang.“Hai Adrian, maaf apa sudah lama menunggu.” Bergegas Hanggoro menghampiri Adrian yang masih berdiri di teras. ”Clara ada tamu, kenapa tidak di suruh masuk.” Clara masih terbengong” oo ya ini kenalkan Clara, putriku satu–satunya.” Hanggoro memperkenalkan Clara kepada Adrian.“Sudah kenal Bang, tak perlu di kenalkan lagi,” balas Adrian dengan muka juteknya.“Baiklah, ayo masuk, Clara tolong buatkan minum,” pinta Hanggoro pada Clara.“Clara, itu putri Abang? Dulu pas kita ketemu di rumah sakit itu, sebenarnya aku yang membawa Clara ke rumah sakit. Dia tiba-tiba pingsan di jalan.” Jelas Adrian pada Hanggoro.“Jadi yang menolong Clara kamu, wah aku harus berterima kasih padamu. Seben
“Bu Elin,” ucap Clara, dengan bibir bergetar.“Sudah aku peringatkan, jangan mendekati keluargaku,” gertak Elin.Clara, bersusah payah bangkit sambil berucap, ”Maaf Bu Elin.”“Maaf...akan aku pastikan kamu keluar dari kafe ini.”Keributan antara Clara dan Elin, di dengar supervisor, dengan cepat wanita bertubuh sintal itu mendekati Elin dan Clara.“Maaf ada yang bisa saya bantu Nyonya?” tanya supervisor dengan ramah.“Aku ingin, kalian memecat wanita ini, Dia tidak sopan padaku!” perintah Elin, dengan geram.“Maaf kami tidak bisa memecatnya itu wewenawg manager.”“Panggil managernya ke sini, jika tidak, aku akan laporkan kalian semua pada pemilik kafe ini, kalian tahu ‘kan, aku kenal dengan sangat baik pemilik kafe, aku juga sudah berlangganan selama belasan tahun di kafe ini,” ancam Elin.Supervisor itupun, memanggil manager. Tidak lama kemudian, seorang laki-laki berkumis, datang dengan wajah tegang.“Maaf Bu Elin, atas tindakan pegawai kami yang baru, kami akan memecatnya sesuai pe
Adrian tersenyum, lalu mengajak Clara memasuki swalayan, dan mulai berbelanja keperluan dapur dan keperluan food court, setelah memasukan barang belanjaan ke dalam mobil. Adrian mengajak Clara untuk masuk ke dalam swalayan lagi.“Clara, kita belum membeli keperluanmu,” ucap Adrian, seraya menarik tangan Clara.“Keperluanku?”“Baju hamil, tadi Bi Atik menyuruhmu beli baju hamil ‘kan?”“Iya, tapi aku mau beli di pasar saja, uangku tidak cukup kalau beli di sini.”“Kamu tinggal pilih, biar aku yang bayar.”“Nggak Adrian, aku tidak mau.” Tolak Clara, seraya menghempaskan tangan Adrian yang masih memegang tangannya.“Jangan menolak, anggap saja ini pemberian ayahmu, aku sebenarnya menawarkan hadiah untuk Bang Hanggoro, tapi Bang Hanggoro selalu menolak, jadi hadiah itu buat kamu saja. Kamu harus menerimanya kalau tidak, aku akan mengusir keluargamu dari rumahku,” ancam Adrian tatapannya serius menatap Clara, hingga membuat Clara gugup.“Baiklah, aku menerimanya.”Keduanya pun memasuki swal
Sementara itu di rumah Himawan, Dinda dengan kesal, membanting belanja bawaannya di atas sofa, kemudian menghempaskan pantatnya di sofa dengan kasar. Melihat tingkah putrinya, Elin terheran.“Kamu kenapa, sedang hamil, cemberut begitu?” tanya Elin.“Ma, tadi di swalayan, Dinda bertemu Clara. Mama tahu nggak, Clara sudah punya suami lagi, dan hamil lho Ma, tadi pilih-pilih baju hamil. Dinda heran, ternyata dia, cepat melupakan cintanya pada Kak Bram, bikin Dinda kesal, entah siapa pemuda itu, terjebak rayuan Clara,” jelas Dinda geram.“Clara bicara apa saja tadi?” tanya Elin, penuh selidik, ia khawatir jika Clara memberi tahu Dinda, jika ia hamil anak Bram.“Clara tidak bicara apa-apa Ma, tapi aku kesal, dia sekarang bahagia dengan pria lain, sementara Kak Bram, masih belum bisa move on dari Clara,” gerutu Dinda kesal.Elin, bernapas lega karena Dinda tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi pada Clara.Hari terus berjalan, kedekatan Clara dan Adrian, semakin erat dan dekat. Pe
Hari berganti, sore itu Clara meringis menahan sakit di perutnya, beberapa kali ia duduk kemudian berdiri dan berjalan untuk meringankan rasa sakitnya, sementara Ayahnya dan Bi Atik tidak ada di rumah. Clara merasakan bahwa hari ini mungkin akan melahirkan anaknya, beberapa kali ia menghubungi ayah dan bibinya tapi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang belum di hubungi adalah Adrian. Dengan terus menahan rasa sakit dan tangan yang dingin dan gemetar ia menekan nama Adrian di ponselnya dan akhirnya tersambung dengan Ardian.“Halo, Adrian, tolong aku, sepertinya aku akan melahirkan hari ini,” kata Clara dengan menahan rasa sakit.“Oke Clara, tunggulah sebentar, dalam waktu lima belas menit aku akan sampai,” balas Adrian. Dan Adrian segera menutup ponsel dan bergegas melaju dengan jeepnya dan menuju rumah Clara.Sesampainya di sana Adrian sangat panik, ia mendapati Clara terkulai tak berdaya di atas sofa, tangan Clara dingin keringat bercucuran, Clara hampir pingsan. Dengan cepat Adri
Hari berganti hari, dua tahun sudah berlalu, Clara dan Adrian masih sibuk dengan food court yang semakin hari semakin berkembang, dalam kurun waktu dua tahun sudah ada sepuluh cabang food court yang tersebar di wilayah Jakarta dengan 100 karyawan dan omset 300 juta perbulan .“Clara, terima kasih, berkat kerjasama kita selama dua tahun ini sudah bisa membuahkan hasil, dengan apa aku membalas hasil kerja kerasmu ini,” kata Adrian kepada wanita yang sudah dikenalnya hampir tiga tahun ini.“Nikahi aku,” jawab Clara sambil tersenyum.“Yakin kamu sudah siap menjadi Nyonya Adrian Baskoro Putra,” ujar Adrian sambil merangkul bahu Clara“Tapi, kamu harus jujur dengan orang tuamu, siapa aku, tentang masa laluku, masa lalu ayahku dan keberadaan Jose di tengah-tengah kita.”“Tentu saja.”“Adrian, selama kita bersama, kamu tidak pernah menceritakan tentang orang tuamu. Kata ayah Hanggoro kamu berselisih paham dengan ayahmu, apakah itu benar?” tanya Clara, di tatapnya pria di sebelahnya, yang
Mendengar pernyataan Hanggoro, Adrian dengan cepat melumpuhkan pemulung yang berusaha lari. Clara terus melihat dengan seksama pria paruh baya yang ada di hadapannya, ia tak menyangka sama sekali, bahwa pemulung yang sering di tolongnya ternyata orang yang menyebabkan ayahnya di penjara.“Siapa nama bapak, dan apa benar, tiga puluh tahun yang lalu terlibat perampokan di toko emas dan menyebabkan pemilik toko tewas?” tanya Clara menatap lekat lelaki tua yang selalu di tolongnya itu.Laki-laki tua dengan pakaian lusuh itu, menatap Clara ragu, tergambar jelas rasa malu, dan takut di wajahnya.“Iya, Neng. Waktu itu aku dan temanku, merampok toko emas, siang itu toko sepi, hanya ada pemilik toko dan Bapak ini {tangannya sambil menunjuk Hanggoro}, lalu aku dan pemilik toko terlibat perkelahian, hingga pisauku terjatuh, lalu saat itu aku melihat dari cermin yang ada di dinding, kalau Bapak itu mau menusuk pisau ke punggungku, dengan segera aku menghindar dan yang terjadi pemilik toko yang
Bram, sampai di depan ruangan Fandi, tanpa mengetuk pintu, ia langsung masuk, Fandi terkejut dengan kehadiran Bram yang tampak begitu cemas.“Kak Bram, duduklah,” pinta Fandi, ia tahu persis maksud Bram menemuinya.Bram pun duduk, menghela nafas berat dan kemudian berucap.“Apakah benar, Jose harus tranplantasi jantung?” tanya Bram dengan bibir gemetar.“Benar Kak Bram, Jose mengalami lubang di pembuluh darah aorta yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Dari hasil pemeriksaan, sakit jantung Jose sudah sangat parah, pengobatan dan operasi sudah tidak memungkinkan, dan jalan satu-satunya adalah tranplantasi jantung,” jelas Fandi.“Berapa lama Jose bertahan?” tanya Bram.“Kita punya waktu satu bulan sampai kita mendapat donor jantung yang sesuai, kami sudah menghubungi Rumah Sakit Jantung Singapura, untuk mendapatkan donor jantung,” balas Fandi dengan serius.“Jika dalam satu bulan, Jose tidak mendapatkan donor jantung, apa yang terjadi?” tanya Bram lagi, kali ini jantungnya
Kaki Clara terasa lemas, Jose akan di tangani lima dokter sekaligus, pertanyaan sakit apa Jose, membayangi pikiran Clara. Langkahnya pelan, keluar dari ruangan Dokter Ridwan. Nilam yang menunggu Jose, juga terlihat cemas, ketika melihat Clara, seperti orang linglung.“Clara, Jose, baik-baik saja ‘kan?” tanya Nilam, menatap putrinya dengan tatapan dalam.“Tidak Bu, Jose tidak baik-baik saja, cobaan apalagi ini Bu, kenapa masalah suka sekali menghampiriku,” balas Clara, terlihat putus asa, ia menghempaskan pantatnya di kursi tunggu, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, dan berlahan terdengar isakan tangis. Suara tangisan Clara, begitu memilukan, membuat Nilam bersedih, dan cemas akan keadaan Jose. Nilam duduk di sebelah Clara, di usapnya punggung Clara dengan lembut, seraya menunggu pernyataan dari dari putrinya, tentang sakit yang di derita Jose.“Adrian dan Baskoro suruh pulang, jika memang ini serius,” ujar Nilam pelan.Clara mendesah pelan, dan menghentikan tangis
Satu bulan setelah penculikan Jose, Clara dan Adrian lebih memperhatikan Jose, pengawasan ketat dilakukan, Clara tidak mau lengah lagi, ia masih tak menyangka, kalau Dinda yang melakukan penculikan. Clara dan Adrian selalu mencurahkan kasih sayangnya pada Jose. Clara juga mengizinkan Bram, ayah kandung Jose untuk sesekali bertemu dengan Jose.Setiap malam Clara menyempatkan menemani dan membacakan buku cerita pada Jose, sampai Jose tertidur pulas, seperti malam ini, dengan manjanya Jose menarik tangan Clara sambil berucap manja.“Mommy, ayo bacakan cerita kancil ke cebur sumur, dan di tolong sama gajah,” rengek Jose sambil bergelayut manja.“Okey, sayang, Jose sikat gigi dulu, lalu naik ke tempat tidur, nanti Mommy bacakan cerita,” balas Clara sambil menggandeng tangan mungil Jose.Jose pun menuruti apa yang di perintahkan Clara, dengan berlari kecil ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, dan setelah itu berajak naik ke tempat tidur dan di sana Clara sudah duduk bersanda
Clara dan Adrian hampir putus asa, sudah satu minggu lamanya Jose tidak di ketemukan, Pagi itu Clara masih duduk di tempat tidur, matanya sembab, di peluknya foto Jose, sesekali di pandanginya foto bocah umur lima tahun yang lucu itu. Adrian yang melihat keadaan Clara turut sedih, tapi dia lebih menfokuskan mencari Jose, tiap satu jam sekali dia menghubungi anak buahnya untuk memgetahui perkembangan pencarian Jose, tapi lagi-lagi nihil.“Clara, aku bawakan sarapan, kamu harus tetap makan, satu minggu ini makanmu tidak teratur,” ucap Adrian dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, dan segelas susu lalu di letakan di meja samping tempat tidur.Clara menatap sendu dan berujar, ”Adrian aku tak sanggup, jika harus kehilangan Jose.”“Jose, baik-baik saja, percayalah, sebentar lagi kita akan menemukannya,” ucap Adrian tangannya mengusap bulir bening yang mengalir di pipi Clara. Lalu di raihnya semangkuk bubur dan suap demi suap dimasukannya ke mulut Clara. Hari menjelang siang, Polisi
Lima bulan berlalu, Clara dan Adrian dengan susah payah melupakan kesedihannya kehilangan janin dalam kandungan Clara. Sementara Bram telah membayar kesalahannya di balik jeruji besi.Di kediaman Thomas terjadi keributan, Bram yang baru saja bebas dari penjara, pulang ke rumah dengan keadaan mabuk, melihat itu Thomas geram.“Tampaknya aku sudah tidak bisa berharap lagi pada Bram, cintanya pada Clara merusak jiwanya, satu–satunya harapanku hanya pada Jose, cucu laki-lakiku, aku akan berusaha merebut Jose dari tangan Clara, dan akan kuwariskan semua bisnisku kelak pada Jose,” ucap ThomasElin hanya terdiam, penyesalan menyelimuti dirinya, perceraian Bram dengan Clara, justru menghancurkan kehidupan Bram. Sekarang Clara menjalani kehidupan bahagia dengan Adrian.Sementara itu di rumah Baskoro, Clara sedang memperhatikan Jose yang sedang bermain-main dengan Baskoro dan Nilam. Clara yang berdiri di atas balkon kamar tersenyum bahagia menyaksikan Jose begitu akrab dengan kakek tirinya, la
Setelah kasus kematian Ki Darma terpecahkan, Clara dan Adrian kembali ke Jakarta, hari menjelang malam, udara terasa dingin, beberapa kali Clara menguap, ia pun menyandarkan kepalanya di bahu Adrian dan terlelap tidur, sementara Adrian terus fokus menyetir, melajukan kendaraannya meninggalkan kota Bandung.Beberapa jam kemudian mereka sampai, Adrian membangunkan Clara.“Sayang, kita sudah sampai,” ucap pelan Adrian dengan lembut, sambil mengusap-usap pipi Clara. Sehingga membuat Clara terbangun dan mengerjab-ngerjabkan matanya, yang masih sedikit kabur.“Di mana ini?”“Di apartemen, besok kita ke rumah ayahmu, dan bertemu Jose, lalu kita akan jalan-jalan bertiga bersama Jose, kamu pasti sudah kangen ‘kan hampir dua minggu tidak ketemu Jose.”“Iya, Adrian aku kangen banget ingin cium pipi tembemnya,” sahut Clara sambil tersenyum, membayangkan wajah imut yang mengemaskan.Adrian dan Clara masuk ke dalam apartemen, setelah membersihkan diri, Adrian duduk di sofa depan televisi, matanya t
Clara memutuskan tinggal di rumah Ki Darma, yang sekarang menjadi miliknya, setelah polisi memberinya izin. Penyelidikan polisi masih berlanjut, tapi Clara juga tidak mau tinggal diam saja, apalagi petunjuk tentang kematian Kakeknya sudah jelas, satu-satunya orang yang Clara curigai adalah Mala dan ada kemungkinan bekerja sama dengan Pak Iwan.Clara hampir tak percaya, Mala sudah di anggap sahabatnya, dan Pak Iwan sudah puluhan tahun mengabdi pada Ki Darma mampu berkhianat. Clara menceritakan semuanya pada Adrian, dan Adrian berjanji akan menemani Clara dalam menyelesaikan kasus ini.“Sayang, aku akan Ke Bandung dua hari lagi, kamu harus hati-hati, ada kemungkinan pelaku juga akan menyakitimu,” pesan Adrian lewat telefon“Okey, aku akan hati-hati,” jawab Clara dan menutup pembicaraan lewat ponsel.Pagi itu Clara menunggu kedatangan Pak Satria yang berjanji akan memperlihatkan aset-aset Ki Darma. Akhirnya yang di tunggu pun datang.“ Pagi, Clara,” sapa Pak Satria pada Clara.“Pagi Pak
Dua minggu sudah, Clara dan Adrian pergi bulan madu yang kedua, kebahagian masih terpancar di mata mereka, Adrian lebih perhatian pada Clara, cintanya semakin kuat terpatri di hatinya, untuk satu-satunya wanita yang membuatnya berubah menjadi manusia yang lebih baik. Sepulang dari Eropa, mereka langsung menemui Jose.Clara langsung memeluk bocah kescil itu, kecupan dan ciuman sayang di daratkan di wajah mungilnya, demikian juga dengan Adrian di peluknya tubuh gendut dan pipi tembem Jose, dekapan seorang ayah diberikannya pada Jose. Tiba-tiba kebahagian mereka terusik dengan kabar duka. Clara mendapat telefon dari Bi Anah, bahwa Ki Darma meninggal dunia. Clara shock mendengar hal itu, ia teringat terakhir kali memeluk Kakeknya, sebelum Clara pergi ke Eropa. Clara tidak percaya kalau itu adalah pelukan terakhir untuk Kakeknya.Clara menangis histeris, di pelukan Adrian.“Sudah Clara, jangan bersedih, kita harus segera ke Bandung untuk pemakaman Ki Darma,” ucap Adrian dan memapah Clara k
Pagi menyapa, Adrian dan team pengacara datang ke kantor polisi, dan menyerahkan hasil rekaman. Setelah polisi memutar video rekaman di laptop dan meneliti keasliannya, maka segeralah di ambil keputusan untuk penyelidikan kembali dan membebaskan Clara.Pak Adrian, apa bapak memiliki musuh?” tanya polisi dengan tegas.“Tidak, pak. Selama ini saya menjalankan bisnis dengan baik, saya merasa tidak punya musuh,” jelas Adrian.“Baiklah, kami akan melakukan penyelidikan lagi, siapa dua orang bertopeng itu?” kata polisi dengan tegas dan serius.Kemudian, polisi membuatkan surat pernyataan pembebasan terhadap Clara, kurang dari satu jam, terlihat Clara dengan di kawal seorang polwan, menemui Adrian dan Yusuf.“Selamat Bu Clara. Anda di bebaskan, dan kasus di buka lagi, polisi akan memburu pelaku sebenarnya,” ucap Pak Yusuf dengan menjabat tangan ClaraClara membalas jabatan tangan Yusuf sembari berucap, ”Terima kasih Pak Yusuf.”Kemudian pandangannya beralih pada Adrian, dan langsung memelu