Adrian tersenyum, lalu mengajak Clara memasuki swalayan, dan mulai berbelanja keperluan dapur dan keperluan food court, setelah memasukan barang belanjaan ke dalam mobil. Adrian mengajak Clara untuk masuk ke dalam swalayan lagi.“Clara, kita belum membeli keperluanmu,” ucap Adrian, seraya menarik tangan Clara.“Keperluanku?”“Baju hamil, tadi Bi Atik menyuruhmu beli baju hamil ‘kan?”“Iya, tapi aku mau beli di pasar saja, uangku tidak cukup kalau beli di sini.”“Kamu tinggal pilih, biar aku yang bayar.”“Nggak Adrian, aku tidak mau.” Tolak Clara, seraya menghempaskan tangan Adrian yang masih memegang tangannya.“Jangan menolak, anggap saja ini pemberian ayahmu, aku sebenarnya menawarkan hadiah untuk Bang Hanggoro, tapi Bang Hanggoro selalu menolak, jadi hadiah itu buat kamu saja. Kamu harus menerimanya kalau tidak, aku akan mengusir keluargamu dari rumahku,” ancam Adrian tatapannya serius menatap Clara, hingga membuat Clara gugup.“Baiklah, aku menerimanya.”Keduanya pun memasuki swal
Sementara itu di rumah Himawan, Dinda dengan kesal, membanting belanja bawaannya di atas sofa, kemudian menghempaskan pantatnya di sofa dengan kasar. Melihat tingkah putrinya, Elin terheran.“Kamu kenapa, sedang hamil, cemberut begitu?” tanya Elin.“Ma, tadi di swalayan, Dinda bertemu Clara. Mama tahu nggak, Clara sudah punya suami lagi, dan hamil lho Ma, tadi pilih-pilih baju hamil. Dinda heran, ternyata dia, cepat melupakan cintanya pada Kak Bram, bikin Dinda kesal, entah siapa pemuda itu, terjebak rayuan Clara,” jelas Dinda geram.“Clara bicara apa saja tadi?” tanya Elin, penuh selidik, ia khawatir jika Clara memberi tahu Dinda, jika ia hamil anak Bram.“Clara tidak bicara apa-apa Ma, tapi aku kesal, dia sekarang bahagia dengan pria lain, sementara Kak Bram, masih belum bisa move on dari Clara,” gerutu Dinda kesal.Elin, bernapas lega karena Dinda tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi pada Clara.Hari terus berjalan, kedekatan Clara dan Adrian, semakin erat dan dekat. Pe
Hari berganti, sore itu Clara meringis menahan sakit di perutnya, beberapa kali ia duduk kemudian berdiri dan berjalan untuk meringankan rasa sakitnya, sementara Ayahnya dan Bi Atik tidak ada di rumah. Clara merasakan bahwa hari ini mungkin akan melahirkan anaknya, beberapa kali ia menghubungi ayah dan bibinya tapi tidak berhasil. Satu-satunya orang yang belum di hubungi adalah Adrian. Dengan terus menahan rasa sakit dan tangan yang dingin dan gemetar ia menekan nama Adrian di ponselnya dan akhirnya tersambung dengan Ardian.“Halo, Adrian, tolong aku, sepertinya aku akan melahirkan hari ini,” kata Clara dengan menahan rasa sakit.“Oke Clara, tunggulah sebentar, dalam waktu lima belas menit aku akan sampai,” balas Adrian. Dan Adrian segera menutup ponsel dan bergegas melaju dengan jeepnya dan menuju rumah Clara.Sesampainya di sana Adrian sangat panik, ia mendapati Clara terkulai tak berdaya di atas sofa, tangan Clara dingin keringat bercucuran, Clara hampir pingsan. Dengan cepat Adri
Hari berganti hari, dua tahun sudah berlalu, Clara dan Adrian masih sibuk dengan food court yang semakin hari semakin berkembang, dalam kurun waktu dua tahun sudah ada sepuluh cabang food court yang tersebar di wilayah Jakarta dengan 100 karyawan dan omset 300 juta perbulan .“Clara, terima kasih, berkat kerjasama kita selama dua tahun ini sudah bisa membuahkan hasil, dengan apa aku membalas hasil kerja kerasmu ini,” kata Adrian kepada wanita yang sudah dikenalnya hampir tiga tahun ini.“Nikahi aku,” jawab Clara sambil tersenyum.“Yakin kamu sudah siap menjadi Nyonya Adrian Baskoro Putra,” ujar Adrian sambil merangkul bahu Clara“Tapi, kamu harus jujur dengan orang tuamu, siapa aku, tentang masa laluku, masa lalu ayahku dan keberadaan Jose di tengah-tengah kita.”“Tentu saja.”“Adrian, selama kita bersama, kamu tidak pernah menceritakan tentang orang tuamu. Kata ayah Hanggoro kamu berselisih paham dengan ayahmu, apakah itu benar?” tanya Clara, di tatapnya pria di sebelahnya, yang
Mendengar pernyataan Hanggoro, Adrian dengan cepat melumpuhkan pemulung yang berusaha lari. Clara terus melihat dengan seksama pria paruh baya yang ada di hadapannya, ia tak menyangka sama sekali, bahwa pemulung yang sering di tolongnya ternyata orang yang menyebabkan ayahnya di penjara.“Siapa nama bapak, dan apa benar, tiga puluh tahun yang lalu terlibat perampokan di toko emas dan menyebabkan pemilik toko tewas?” tanya Clara menatap lekat lelaki tua yang selalu di tolongnya itu.Laki-laki tua dengan pakaian lusuh itu, menatap Clara ragu, tergambar jelas rasa malu, dan takut di wajahnya.“Iya, Neng. Waktu itu aku dan temanku, merampok toko emas, siang itu toko sepi, hanya ada pemilik toko dan Bapak ini {tangannya sambil menunjuk Hanggoro}, lalu aku dan pemilik toko terlibat perkelahian, hingga pisauku terjatuh, lalu saat itu aku melihat dari cermin yang ada di dinding, kalau Bapak itu mau menusuk pisau ke punggungku, dengan segera aku menghindar dan yang terjadi pemilik toko yang
Atik cemas, sambil mengendong Jose. Ia takut jika keluarga Bram, akan menyakiti Clara dan Jose. Tiba-tiba mobil jeep milik Adrian, berhenti di di depan pagar, lalu terlihat Clara turun dari mobil, di ikuti Adrian. Atik bergegas membukakan pintu dan menyuruh Clara dan Adrian cepat masuk“Ada apa Bi, kelihatan cemas?” tanya Clara, melangkah memasuki rumah, di ikuti Adrian.“Tadi Fandi ke sini,” jawab Atik.“Fandi suami Dinda,” Clara berucap, sambil menatap serius Bibinya itu.“Iya Clara, semula aku tidak tahu kalau Dia itu, menantu keluarga Himawan, dia ingin bertemu denganmu, aku tidak curiga apapun, sampai akhinya Fandi melihat Jose dan ia mempertanyakan tentang kehidupanmu dan Jose,” jelas Bi Atik.Mendengar penuturan Atik, Clara terlihat cemas ia menghempaskan pelan tubuhnya di atas sofa, Adrian pun ikut duduk di sebelahnya.“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Adrian.“Ada maksud apa Fandi ingin menemuiku. Dan jika dia tahu Jose adalah anak Bram, apa yang akan ia perbuat?” gumam Clar
Pikiran Clara tertuju pada Adrian dan Bramastio, dua pria yang ada di hatinya. Bramastio mantan suami dan ayah dari Jose. Yang tidak dapat di pungkiri masih ada cinta yang tersisa di sudut hatinya. Dan sisi lain Adrian, yang 3 tahun ini selalu di sampingnya, mendukungnya dan mencintainya. “Aku, tidak mau kembali pada Bramastio, Jose adalah anakku, ” jawab Clara dengan bibir bergetar. “Tapi Clara, Jose membutuhkan seorang ayah,” desak Fandi. “Iya, Jose sudah mempunyai seorang Ayah, yaitu Adrian, jadi aku mohon, jangan usik kehidupanku lagi, pergilah, aku dan keluargaku sudah memaafkanmu,” ujur Clara, seraya bangkit dan meninggalkan Fandi. Fandi hanya menatap pilu dan menahan rasa kecewa dan bersalah. Lalu beranjak pergi. Siang itu Adrian menemui Clara, dengan memakai celana jeans dan kaos warna merah dan jaket kulit warna hitam, membuat Clara terpesona hingga netranya tak mau lepas memandang wajah tampan dan keren Adrian. “Clara, ayo ikut aku ke Bandung, kita akan survey loka
Ki Darma, pemilik sebuah perkebunan seluas 100 hektar, hasil perkebunan buah sudah merambahi seluruh supermarket di seluruh wilayah Jakarta dan sekitarnya, pekerjanya sekitar 500 karyawan dan sebagian besar adalah penduduk sekitar perkebunan, sedangkan rumah mewah bernuansa alam berdiri dengan elok seratus meter dari perkebunan. Selain kaya raya Ki Darma juga di segani dan berkuasa. Pagi itu Ki Darma memanggil, Anah, Tarjo dan Doni di ruang kerjanya, dengan wajah tegang ketiga pegawai setianya menunggu Ki Darma, mereka bertiga duduk di sofa yang menghadap meja kerja Ki Darma suasana sunyi, hanya detak jam dinding yang berbunyi, pekerja yang lainnya belum datang. Dengan perasaan was-was mereka menunggu Ki Darma, selang beberapa menit akhirnya yang di tunggu datang. Ki Darma memasuki ruangan kemudian menutup rapat pintu. Ki Darma duduk di kursi kebesarannya sementara ketiga pegawainya duduk di sofa dengan kepala menunduk. Beberapa menit kemudian, Ki Darma berucap dengan suara yang t