Briella mengiakan pelan, "Gita, aku sudah mau pulang. Kita bicara lagi nanti."Tanpa menunggu jawaban Gita, Briella sudah mengakhiri panggilan. Dia berjalan sambil menunduk dan perasaan sedih pun meledak di dalam hatinya. Perasaan itu berubah menjadi air mata yang terjatuh tanpa bisa dibendung.Briella membenci dirinya sendiri karena sudah menempatkan dirinya dalam situasi ini.Semua konsekuensi harus dia tanggung sendiri."Kamu mau menggugurkan kandunganmu tanpa penjelasan apa pun?"Briella sampai di rumah dan Gita mengentak lantai karena kesal.Briella menjawab tanpa menunjukkan perubahan ekspresi di wajahnya, "Aku sudah bilang sama Valerio. Dia yang nggak datang sudah menjelaskan semuanya. Ini adalah pemahaman dasar dari sikap orang dewasa. Kalau aku tanya lagi, rasanya aku seperti nggak punya harga diri.""Kalau menurutku, buat ini jadi masalah besar. Minta dua triliun buat menyembuhkan lukamu."Briella menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Pertunangan Valerio dan Davira sudah jad
Briella tiba di Galapagos dan pintu vila dalam keadaan terbuka. Briella menduga kalau Pak Akmal ada di dalam. Namun, saat masuk ke dalam, Briella melihat Valerio tengah duduk di sofa.Ekspresi Briella tampak goyah dan dia hanya berdiri diam di ambang pintu.Valerio mendongak dan tatapannya tidak berubah saat menatap Briella. Wajah pria itu terlihat sedingin es.Briella menatap pria itu dengan tatapan acuh. Setelah saling bertatapan selama beberapa saat, Valerio tiba-tiba melontarkan pertanyaan."Tadi malam mau bilang apa saat di telepon?"Pria itu bertanya dan memecah keheningan di antara keduanya.Briella merasa lucu karena tidak mengerti maksud Valerio dengan mengajukan pertanyaan seperti itu.Sudah jelas kalau sikap pria itu menunjukkan penolakan, tetapi dia malah sengaja melontarkan pertanyaan itu. Bukankah sudah jelas kalau dia hanya ingin mempermalukan Briella?"Pak Akmal bilang kalau kamu berencana mengalihkan kepemilikan rumah ini kepadaku. Jadi, aku datang untuk mengurus itu."
Valerio terlihat sedikit termenung setelah mendengar perkataan Briella. Tidak lama kemudian, dia menjawab lirih, "Kalau begitu, lahirkan saja."Briella tertawa pelan. "Aku cuma bercanda. Mana mungkin aku hamil."Briella bisa melihat keraguan Valerio dan tahu apa yang tengah dipikirkan oleh pria itu."Kenapa nggak mungkin?""Kondisi tubuhku nggak memungkinkanku buat hamil. Selain itu ...." Briella ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Pak Valerio juga sudah punya tunangan."Valerio mengangkat alis dan bertanya dengan penuh minat, "Jadi, kamu cemburu?"Briella menatap Valerio dan matanya tidak menunjukkan emosi apa pun, "Pak Valerio, kita lanjutkan saja pembicaraan perjanjian perpisahannya.""Nggak perlu." Valerio beranjak dan menggandeng tangan Briella keluar. "Kita ke rumah sakit."Begitu mendengar itu, Briella langsung menepis tangan Valerio. Dia mengatur napasnya dan berkata dengan nada tenang, "Nggak perlu periksa ke rumah sakit. Aku positif hamil."Ada getaran dalam mata Valerio setelah
Briella berdiri diam di ambang pintu, tidak yakin siapa yang ada di luar kamar.Ini adalah kediaman pribadi Valerio dan tidak ada yang bisa masuk ke tempat ini tanpa izin dari pria itu. Jadi, Briella tidak bisa menebak siapa orang yang datang.Terdengar suara berisik di luar, yang diikuti suara kunci terbuka.Briella mundur selangkah. Melihat kalau orang yang datang adalah Davira, jadi tanpa sadar Briella mundur selangkah.Davira bersedekap dan tatapannya menyapu seluruh tubuh Briella. Ekspresi mencemooh terlihat di wajahnya."Kata Rio kamu hamil?"Briella berdiri diam dan wajahnya memucat. Dia mendongak dan menatap Davira, lalu mulai mencibir, "Sepertinya kamu bukan dengar dari Valerio. Kamu yang baca pesan itu, 'kan?"Davira terlihat menegang, lalu menimpali dengan cibiran, "Kamu cerdik juga rupanya. Ternyata kamu bisa menebak kalau akulah yang melihat pesan Rio."Briella menyeringai, "Sekarang kamu sudah tahu, lalu apa tujuanmu datang ke mari?""Buat lihat anakku dan Rio." Tatapan D
"Marco bantu buka pakai kunci cadangan. Dia mengizinkanku masuk juga karena kamu. Masalah ini sangat mendesak, jadi dia membuat pengecualian dan mengizinkanku masuk.""Kamu bisa menungguku besok pagi saat di kantor.""Tapi aku harus kasih dokumennya ke klien pagi itu juga. Nggak akan sempat kalau ....""Sudah cukup, diamlah."Valerio menyela dengan dingin. Nadanya pun terkesan tidak sabar.Mata Davira mulai berkaca-kaca karena sedih. Adrian Buana yang berada di sana pun menyipitkan matanya dan merasakan kecanggungan dalam situasi ini. Jadi, dia membawa tasnya menuju lantai atas."Rio, di mana wanita hamil yang kamu bilang?""Di lantai atas, kamar tidur kedua di sebelah kiri."Valerio berjalan melewati Davira dan mengikuti Adrian ke lantai atas.Davira menatap kedua pria jangkung dan tampan itu, lalu menyeletuk lirih."Briella sudah pergi. Dia akan menggugurkan kandungannya."Tubuh Valerio bergetar saat mendengar itu. Dia menatap Davira dengan wajah penuh amarah."Pintu kamar dikunci, b
"Rumah sakit?" Adrian mengangkat alisnya, menunjukkan gurat heran. Dalam hati, dia makin tertarik dengan wanita yang bernama Briella.Dia makin penasaran, wanita seperti apa yang bisa membuat Valerio mempertahankannya selama lima tahun. Sekarang, setelah melihat raut wajah Valerio, ternyata kemampuan wanita itu cukup mengesankan!Adrian menyandarkan lengannya di jendela mobil, menunjukkan senyum tipis di wajahnya yang sedikit tidak sesuai dengan profesinya sebagai seorang dokter."Aku tanya, kapan kamu menghamili wanita itu?"Valerio terdiam, garis rahangnya yang tajam masih menunjukkan kesan dingin, bahkan tubuhnya pun sama. Valerio yang seperti ini layaknya gunung es. Adrian yang duduk di sampingnya saja bisa merasakan hawa dingin yang menusuk di sekitar tubuhnya.Dia menaikkan kerah kaus polo yang dia kenakan, lalu melihat keluar jendela dan bersiul. Salah satu alisnya terangkat ke atas.Namun, dalam hati dia tidak bisa menahan senyumannya. Valerio berada di antara tunangan dan sekr
"Ya, tapi jangan khawatir. Kamu sudah kasih waktu satu minggu, jadi aku akan menyelesaikannya dalam kurun waktu itu."Nathan menggertakkan gigi karena marah, "Gimana caramu menyelesaikannya? Kamu menyelesaikannya dengan menanggung rasa sakitnya sendiri! Briella, apa hatimu terbuat dari besi? Kenapa kamu nggak membicarakan ini denganku?"Briella tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia awalnya sangat tenang, tetapi saat mendengar apa yang dikatakan Nathan, air matanya tidak bisa berhenti mengalir.Ya. Dia sudah terbiasa menanggung semuanya sendiri. Itu karena dia sangat memahami kalau tidak ada yang bisa dia andalkan selain dirinya sendiri.Dia menarik ingusnya dan menahan air mata yang sempat pecah. Setelah itu, nada bicaranya kembali tenang."Aku sudah memikirkan ini baik-baik. Ini masalah pribadiku, jadi aku akan bertanggung jawab dan menyelesaikannya sendiri.""Tapi sekarang aku pacarmu. Apa kamu nggak tahu gunanya pacar untuk apa?"Nathan meninju setir mobil dan sangat kesal deng
"Nggak perlu nunggu. Aku ingin kamu mengiakan sekarang juga."Tangan Nathan bertumpu pada kemudi, jari-jarinya yang panjang dan ramping mengetuk kemudi dengan seirama. Dia mengatakan itu dengan santai."Kamu benar-benar nggak masuk akal." Briella mengerutkan bibir dan masih menunjukkan sikap tegas, "Aku punya hak mutlak buat memutuskan apakah akan mempertahankan atau menggugurkan anak ini. Dia juga bukan anakmu, jadi kenapa aku harus mendengarkan perintahmu?"Nathan menyeringai dan menatap wanita di sampingnya. Dia bisa melihat sikap keras kepala dan angkuh dalam diri Briella. Jelas-jelas Briella mengatakan hal yang menentangnya, tetapi Nathan tiba-tiba merasa kalau sikap keras kepala yang ditunjukkan Briella sangat menarik.Entah kenapa, semakin Briella seperti ini, semakin Nathan tertarik kepadanya. Bahkan keinginan untuk bisa memiliki Briella semakin menguat.Sebenarnya apa saja yang sudah dialami Briella selama ini? Kenapa dia bersedia menjadi sekretaris Valerio selama lima tahun?