Mendengar penuturan Valerio, Wajah Davira tiba-tiba berubah pucat. Dia menatap Valerio dengan bibir bergetar."Rio, aku ... aku nggak melakukan apa pun!" Davira tergagap, lalu bertanya dengan penuh rasa takut, "Rio, bukti apa yang kamu temukan?""Kita sama-sama tahu kalau Rieta selalu memperhatikan kesehatannya. Belakangan, dia sering minum semacam sup tonik. Dia juga meminum semangkuk sup itu sebelum meninggalkan rumah. Pembantu kediaman Keluarga Regulus mengatakan kalau kamulah yang mengantarkan sup itu kepada Rieta."Davira berusaha sekuat tenaga untuk membela diri, "Aku memang mengantarkan sup itu ke kamarnya, tapi aku nggak meracuninya. Bu Rieta memperlakukanku dengan baik dan kita bahkan hidup berdampingan selama empat tahun. Aku nggak punya dendam kepadanya, mana mungkin aku meracuninya? Bagaimana kalau pelayan yang membuat sup tonik itu yang melakukannya? Kamu nggak menaruh curiga kepada mereka, malah curiga kepadaku!""Sudah cukup, Davira!" Tatapan Valerio begitu dingin saat m
Begitu menceraikan Davira, Valerio akan bebas.Davira merasa sangat menyedihkan, seperti monyet yang menari-nari di depan banyak orang dan menjadi tontonan."Davira, ini kompensasi terbesar yang bisa aku berikan kepadamu. Kamu harus tahu kalau kamu sudah menghilangkan nyawa manusia. Kesalahanmu nggak bisa diampuni. Aku pun nggak punya kewajiban untuk membebaskanmu."Daripada menunggu Davira menyelesaikan hukumannya dengan mendekam puluhan tahun di dalam penjara, yang membuat perceraian tidak kunjung direalisasikan, Valerio lebih memilih untuk mengambil kesempatan saat Davira melakukan kesalahan dan menyelesaikan semuanya sekaligus.Davira tentu saja tahu apa yang dipikirkan Valerio. Dia mengaitkan bibirnya dan tersenyum dingin. "Bercerai denganmu, aku akan mati. Nggak bercerai pun aku akan mati. Lebih baik aku mati dengan menyandang status sebagai istrimu.""Terserah." Valerio beranjak. "Aku hanya akan memberimu satu kesempatan. Mulai sekarang, aku nggak akan peduli padamu lagi."Valer
Tatapan Davira begitu muram. Begitu melihat Briella, dia langsung meludah ke arahnya.Briella melirik Davira dengan jijik. Dia bahkan menjadi jengkel saat melihat Valerio. Pria itu menggunakan hak istimewanya untuk membebaskan Davira.Briella menghela napas dan melangkah mendekati kedua orang itu. Saat langkahnya melewati Valerio, dia berkata dengan wajah sopan tanpa ekspresi, "Pak Valerio, aku dibebaskan dari tuduhan, jadi nggak punya kepentingan apa pun lagi di sini. Aku akan pergi dulu."Mata Valerio mengikuti langkah Briella. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa. Wajah tampannya samar-samar terlihat tidak berdaya.Briella sudah melangkah pergi, tetapi tiba-tiba pergelangan tangannya dicengkeram oleh sebuah tangan. Dia menoleh dan melihat Davira menyeringai padanya."Haha." Senyum Davira memudar dalam sekejap. Dia menggertakkan gigi dengan keras ke arahnya. "Mati saja sana!"Briella terlonjak kaget. Detik berikutnya, Valerio dengan kasar menarik lengan Davira menjauh dari
"Rio, kamu memukulku? Beraninya kamu memukulku?""Pukulan itu masih terbilang ringan." Nada bicara Valerio penuh dengan peringatan, "Kamu sudah tahu alasan kenapa aku menjaminmu. Tapi kalau kamu menyakiti anakku, nasibmu akan lebih buruk dari ini."Davira masih mematung karena pukulan itu. Tidak jauh dari situ, Klinton berjalan mendekat, Davira pun berhambur ke dalam pelukannya."Kak, akhirnya kamu datang juga. Cepat urus tunanganmu! Sekarang dia bersekongkol dengan Rio, sampai mengancam hubungan pernikahan kami. Barusan Rio bahkan memukulku."Klinton menepuk pundak Davira. "Mobil sudah menunggu di luar. Kamu masuk dulu, serahkan sisanya padaku."Davira mendelik marah ke arah Briella dan menuju ke salah satu mobil yang terparkir di depan."Briella, kemarilah." Klinton berbicara ke arah Briella, menatap Valerio dengan penuh kebencian. "Hanya dalam satu malam, kamu sudah mengungkapkan identitasnya? Apa kamu masih belum cukup menyakitinya?"Tatapan Valerio melirik Klinton, yang akhirnya j
Suara Briella tidak keras, tetapi sikapnya cukup jelas. Davira cukup marah dengan sikap Briella yang seperti ini.Davira memelototi Briella dengan penuh kebencian, lalu menoleh ke arah Klinton, menyalurkan ketidakpuasannya, "Kak, dia itu Briella! Kenapa waktu itu kamu membohongi Papa sama Mama?"Klinton menyalakan mobil dan mengangkat matanya untuk mengamati Davira melalui kaca spion mobil.Selama ini, adiknya selalu dimanjakan dan ternyata sampai terlibat dalam kasus pembunuhan. Sebagai kakak Davira, dia tidak menyangka kalau adiknya akan mampu melakukan hal seperti itu."Situasinya sudah seperti ini, tapi kamu masih mempermasalahkan hal ini? Lebih baik pikirkan apa yang harus kamu lakukan selanjutnya.""Apa maksudnya apa yang harus aku lakukan?" Davira tidak menganggap kematian seorang manusia sebagai masalah besar. Keluarganya memiliki uang dan kekuasaan. "Rio bilang dia akan menjaminku. Aku nggak mungkin masuk penjara."Dia mengatakan ini dengan sikap bangga, bahkan sempat melirik
Sekarang, Briella bahkan belum menikah dengan Klinton, tetapi pria ini mengubah sikapnya begitu cepat!Untungnya, Briella tidak berpikir untuk bergantung sepenuhnya pada pria ini. Kalau tidak, dia akan mengulangi kesalahan yang sama dan menyerahkan inisiatif kepada orang lain untuk sekali lagi.Briella tersenyum dingin dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Kakak beradik di dalam mobil ini membuatnya merasa sesak. Dia membuka jendela dan melihat pemandangan yang melintas di luar jendela, mencoba yang terbaik untuk menahan emosinya.Mobil melaju sampai ke kediaman Keluarga Atmaja. Herman dan Resti sudah berdiri di pintu masuk vila dan terlihat cemas. Ketika melihat mobil datang, mereka bergegas menuruni tangga dan berjalan menghampiri.Pintu mobil terbuka, Davira pun turun dari mobil. Dia seperti anak kecil yang sedih, menjatuhkan diri ke pelukan Herman dan Resti, meratap dan menangis dengan sikap manja."Papa, Mama, aku sangat takut. Mereka membawaku dan mengurungku, aku sangat ketakutan.
Klinton menarik Briella sampai ke undakan tangga rumah, berhenti di depan pintu masuk rumah.Briella terengah-engah karena terseret paksa oleh Klinton. Dia melepaskan diri dari genggaman pria itu dan berdebat dengannya."Klinton, tenanglah!""Kamu ingin aku tenang?" Wajah Klinton dipenuhi dengan kemarahan. "Briella, sampai akhir pun aku sudah sangat pengertian kepadamu. Kita sudah tunangan, tapi kamu terus berhubungan sama Valerio. Dia itu adik iparku, mantan kekasihmu! Kamu anggap aku apa?"Klinton tidak menunjukkan ketenangan dan pengertian yang biasa dia tunjukkan. Saat ini, dia seakan sudah merobek topeng yang dia kenakan, mengungkapkan sisi dirinya yang sebenarnya di depan Briella.Briella memperhatikan dengan tenang saat pria itu kehilangan kesabaran. Tiba-tiba, dia merasa lega.Pria yang dulu sangat dia percayai, pria yang selalu bersikap tenang dan lembut, ternyata dia adalah pria yang sangat pemarah dan memiliki emosi meledak-ledak.Briella bahkan sempat berpikir kalau Klinton
Davira pun turut menimpali, "Benar. Briella juga terus membuat masalah sampai hubunganku dan kakak hancur. Dia terus menggangguku mentang-mentang jadi pacar kakak. Papa, Mama, kalian harus membalaskan kekejaman wanita ini kepadaku!"Resti menatap Klinton dengan cemas. "Klinton, buka matamu."Klinton hanya bisa mengerutkan keningnya. Masalahnya sudah sampai seperti ini dan ini benar-benar membuatnya lelah."Bu, Davira, bisakah kalian nggak mencampuri urusanku? Aku cuma bertengkar sama Briella. Mana ada pasangan yang nggak bertengkar? Lagipula, ini nggak seserius yang kalian pikirkan. Selain itu, Briella itu gadis yang baik. Kalian saja yang masih belum mengenalnya. Davira cuma asal bicara saja.""Aku asal bicara?" Davira mengentakkan kakinya dengan marah dan mengeluh kepada Resti, "Ma, lihatlah. Aku sudah bilang kalau Briella ingin merusak hubunganku dengan kakak. Nggak cuma itu saja, dia bahkan menghasut Rio buat menceraikanku. Wanita ini sangat licik, bahkan Rio saja sampai tergila-gi