Pria itu melonggarkan dasinya dan menjatuhkan berkas di tangannya ke atas meja.Briella mengeluarkan cek dua puluh miliar dari dalam tasnya, lalu meletakkannya di atas meja kerja Valerio."Pak Valerio, ini uang dua puluh miliar. Aku harap Pak Valerio bisa membantuku mencari tahu keberadaan anakku."Nada bicara Briella terdengar memelas. Dia tidak akan bersikap seperti ini kepada Valerio kalau masih punya pilihan lain.Dua orang yang berniat untuk melupakan masa lalu, kini dipertemukan kembali oleh anak mereka. Briella berpikir kalau hal itu mungkin akan menjadi gangguan bagi mereka berdua.Mata Valerio melirik cek tersebut, lalu tatapannya beralih ke wajah Briella. Nada bicara Briella terdengar asing, seakan dia tidak punya hubungan apa pun dengan Valerio."Kamu menggunakan uangku sebagai imbalan permintaan tolong untuk membantumu menemukan anakmu?"Briella mengangguk tanpa ragu, "Ya."Pria itu tidak berdaya dan tersenyum tipis. "Elbert bilang apa saja?""Dia bilang kalau anakku masih
Nada bicara Valerio tenang. Dia meletakkan jarinya di depan mulut sebagai isyarat tenang. "Briella, aku tahu kamu peduli sama anak itu. Tapi, kita saja belum menemukannya. Kita bicarakan lagi masalah itu nanti."Briella mengepalkan tangannya erat-erat. Apa pun yang terjadi, dia tidak akan menyerah atas hak asuh anak itu. Anak itu harus tetap berada di sisinya.Valerio mengangkat pandangannya dan menyadari kalau tangan Briella terkepal erat. Seketika, senyum tipis terlihat di sudut mulutnya."Bukannya kamu mau tunangan sama pria lain? Mana mungkin aku membiarkanmu membuat anakku punya ayah tiri. Kamu bisa punya anak lagi, tapi aku nggak akan bisa punya anak lagi."Briella memutar matanya jengah. "Kamu nggak merasa bersalah bilang seperti itu? Kamu sudah punya satu putra dan satu putri, tapi masih berebut anak denganku?"Valerio melihat kekhawatiran di mata Briella, gurat senyum tipis tersembunyi di antara kedua matanya."Apa maksudnya berebut anak denganmu? Kalau nggak membesarkan anak,
Melihat Valerio yang menyembunyikan Briella di belakangnya, petugas polisi itu terlihat kewalahan."Pak Valerio, tolong bekerja sama dengan kami dan biarkan kami membawa Nona ini pergi."Dari belakang punggung Valerio, Briella melihat petugas polisi yang datang. Tatapan dinginnya menunjukkan kegugupan.Sebelumnya, dia memiliki pengalaman buruk dengan dibawa pergi ke penjara. Bahkan, sampai sekarang dia masih merasa trauma dengan tempat semacam itu.Tarikan tangannya pada ujung jas yang dikenakan Valerio menunjukkan ketakutannya. Pria itu meliriknya sekilas, tahu apa yang ada di dalam hati Briella.Valerio menoleh, lalu menatap wajah petugas polisi di depannya dengan raut datar."Keluargaku meninggal, aku juga terkait dengan masalah ini. Kalian nggak boleh membawanya dengan menaiki mobil polisi. Aku yang akan mengantarnya ke sana.""Tapi ....""Nggak ada tapi." Valerio menunjukkan sikap keras dan otoriter. "Bukankah kalian juga menangkapnya tanpa punya bukti yang meyakinkan? Minta atasa
Setelah meledaknya berita kematian Rieta dan dibawanya Valerio ke kantor polisi, departemen humas Perusahaan Regulus mengklarifikasi insiden tersebut dengan menyatakan bahwa kematian Rieta memang benar adanya. Dibawanya Valerio oleh polisi hanyalah sebuah kewajiban untuk bekerja sama dalam investigasi sebagai warga negara yang taat hukum.Ini adalah prosedur yang normal, jadi tidak perlu dikhawatirkan atau menimbulkan kepanikan.Para pemegang saham Perusahaan Regulus yang dilanda kepanikan pun akhirnya bisa bernapas lega setelah melihat klarifikasi ini.Di ruang interogasi, Briella duduk di kursi tersangka. Tangan dan kakinya diborgol dan tubuhnya terasa dingin."Pelayan di restoran mengatakan kalau kamulah orang yang ditemui Bu Rieta sebelum meninggal. Kalian juga sempat bertengkar. Ceritakan secara spesifik apa yang terjadi saat itu."Briella terdiam dan kembali mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Dia berusaha sebaik mungkin untuk memberikan penjelasan yang benar dan lengkap kepad
Briella berjalan keluar dari ruang interogasi, memutar pergelangan tangannya yang agak sakit. Ketika mendongak, dia melihat sosok pria tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.Cuaca hari ini cukup dingin. Karena kejadian yang tiba-tiba, Valerio hanya mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Sosoknya yang ramping memancarkan aura dingin dan asing, membuat orang lain tidak berani mendekat.Melihat pria itu berdiri di sana, entah kenapa Briella merasa kalau pria itu tengah menunggunya. Seketika, matanya langsung memerah.Kalau pria itu tidak mengikutinya sampai di sini, Briella tidak bisa membayangkan seberapa besar keberanian yang dia butuhkan agar bisa menekan kepanikan dan ketakutan di dalam hatinya.Valerio melangkah mendekat dan berdiri di depan Briella. Melihat wajah mungil Briella yang terlihat pucat, matanya yang indah diselimuti oleh kepanikan yang kuat.Dia bertanya dengan alis berkerut, "Kenapa? Apa di dalam sana mereka memukulimu?""Nggak. Mereka melakukan int
Mobil melaju ke dalam lingkungan perumahan dan berhenti di depan sebuah vila yang menjulang tinggi. Sopir turun dari mobil dan membuka pintu vila, lalu masuk dan menyalakan lampu. Dia memeriksa bagian dalam vila sebelum keluar."Pak Valerio, di dalam tidak ada apa pun."Valerio mengangguk, membuat sopir membuka pintu mobil. Pria itu melirik arah Briella di sampingnya, yang ternyata sudah tidur.Valerio mengangkat tangannya, bergerak dengan lembut untuk memangku Briella di pangkuannya, memperlakukan Briella layaknya anak kecil. Lalu, dia menggendongnya keluar dari mobil.Sopir memakaikan jas ke tubuh Valerio, melihat Valerio menggendong Briella masuk ke dalam vila sebelum pergi.Valerio membawa Briella ke kamar yang berada di lantai dua, lalu membaringkannya di ranjang.Tidur Briella masih belum lelap, jadi dia langsung terbangun setelah dibaringkan di ranjang. Begitu membuka mata, dia melihat lingkungan yang tidak dikenal. Detik berikutnya, dia mendengar suara percikan air dari kamar m
Valerio mengambil kemeja putih dan memakainya dengan asal untuk menutupi tubuhnya. Lalu, dia duduk di meja makan, menunjukkan sikap jantan.Briella terbisa mengerucutkan bibirnya, lalu meletakkan bantal di pelukannya dan berdiri. "Aku cuci tangan dulu."Pria itu mendongak dan tatapannya tanpa sadar menyapu punggung Briella. Melihat punggung ramping dan kaki jenjang Briella, tatapannya berubah dalam. Gejolak di dalam tubuhnya makin meningkat.Valerio berusaha menahan dorongan itu dengan mengambil alat makan. Dia menyantap hidangan mi di depannya dengan gerakan santai.Briella selesai mencuci tangan dan berjalan keluar. Dia menarik kursi makan, lalu duduk di seberang Valerio.Keduanya terdiam, masing-masing sibuk dengan makanan mereka. Sesekali, tatapan mereka bertemu tanpa merasa canggung.Setelah mengisi perutnya, Valerio duduk di sofa dan menyalakan TV. Berita diputar di saluran keuangan, di mana seorang komentator keuangan menganalisis dan mengomentari dampak kematian Rieta yang tida
"Jangan bergerak atau aku nggak janji bisa menahan diri."Jantung Briella berdegup kencang dan pikirannya dilanda kebingungan. Dia ingin melawan, tetapi tubuhnya lemas, tidak bisa mengerahkan kekuatan untuk memberontak.Valerio melepaskan tangan Briella dan menyangga kedua lengannya di kedua sisi tubuh Briella. Dia menatap mata Briella dengan tatapan penuh nafsu, lalu mendongak dan mengembuskan napas panjang.Tubuhnya terasa berat, tetapi dia masih mampu mengendalikan dirinya di saat seperti ini.Valerio bergerak dan turun dari sofa, memungut handuk yang jatuh ke lantai dan melilitkannya ke tubuh bagian bawahnya. Dia melirik Briella. Tatapan panasnya memudar, lalu melangkah ke lantai atas dengan wajah tampannya yang menegang.Briella mencoba untuk duduk dan bersandar di sofa dengan napas terengah-engah. Setelah itu, sayup-sayup dia mendengar suara air mengalir dari lantai atas.Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menghembuskan napas dalam. Dia kembali teringat apa yang terjadi