"Jangan bergerak atau aku nggak janji bisa menahan diri."Jantung Briella berdegup kencang dan pikirannya dilanda kebingungan. Dia ingin melawan, tetapi tubuhnya lemas, tidak bisa mengerahkan kekuatan untuk memberontak.Valerio melepaskan tangan Briella dan menyangga kedua lengannya di kedua sisi tubuh Briella. Dia menatap mata Briella dengan tatapan penuh nafsu, lalu mendongak dan mengembuskan napas panjang.Tubuhnya terasa berat, tetapi dia masih mampu mengendalikan dirinya di saat seperti ini.Valerio bergerak dan turun dari sofa, memungut handuk yang jatuh ke lantai dan melilitkannya ke tubuh bagian bawahnya. Dia melirik Briella. Tatapan panasnya memudar, lalu melangkah ke lantai atas dengan wajah tampannya yang menegang.Briella mencoba untuk duduk dan bersandar di sofa dengan napas terengah-engah. Setelah itu, sayup-sayup dia mendengar suara air mengalir dari lantai atas.Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menghembuskan napas dalam. Dia kembali teringat apa yang terjadi
Valerio mencoba untuk bersabar dan menjelaskannya kepada Briella."Masalah anak dan masalah ini adalah dua hal yang berbeda. Aku sudah meminta Marco menyelidiki kebenaran anak kita dan hasilnya akan segera kita ketahui. Sebelum itu, kita selesaikan dulu masalah yang ada.""Penyelesaian masalah yang kamu maksud adalah memaafkan Davira dan melindunginya tanpa prinsip."Briella menatap pria itu tanpa ekspresi. Saat ini, pikirannya makin jernih dan tenang."Nggak masalah. Lindungi saja Davira. Intinya, kematian Rieta nggak memberiku pengaruh apa pun. Tapi masalah anak, aku mau kebenaran dan keadilan. Aku ingin melihat hal yang terburuk sekalipun. Kalau dalam hal ini pun kamu masih melindunginya, aku juga nggak akan tinggal diam!"Tatapan Briella tegas. Setelah mengatakan ini, dia tidak lagi ingin mengatakan sepatah kata pun pada Valerio, langsung berbalik dan berjalan ke lantai atas.Valerio menatap punggung Briella, dadanya terasa sedikit sesak.Kenapa wanita ini tidak mau mendengarnya me
Briella mengamati kamar ini, yang ternyata tidak ada sofa. Kalau tidak ingin tidur di lantai, mereka hanya bisa tidur di ranjang. Valerio dan Briella sampai di sini sudah hampir fajar. Karena itu, mereka hanya bisa tidur di ranjang yang sama.Briella berjalan ke sisi samping ranjang, menyibak selimut dan berbaring.Valerio mematikan lampu dan ruangan menjadi gelap dan hening.Briella membalikkan badan dan bergeser sejauh mungkin dengan Valerio.Valerio memperhatikan punggung Briella yang masih diliputi kemarahan, tiba-tiba menyunggingkan senyuman tipis.Dia mengeluarkan tangannya dari dalam selimut dan menyentuh pinggang Briella, bersikap seakan tidak sengaja melakukannya.Briella tersentak, makin mengeratkan selimut untuk membungkus tubuhnya. Dia bergeser menjauh, hingga separuh tubuhnya sampai di pembatas ranjang. Bergerak sedikit saja dia pasti akan jatuh.Setiap gerakannya menunjukkan protes.Entah kenapa Valerio tergoda untuk menertawakan tingkahnya yang menunjukkan protes kemarah
Mendengar penuturan Valerio, Wajah Davira tiba-tiba berubah pucat. Dia menatap Valerio dengan bibir bergetar."Rio, aku ... aku nggak melakukan apa pun!" Davira tergagap, lalu bertanya dengan penuh rasa takut, "Rio, bukti apa yang kamu temukan?""Kita sama-sama tahu kalau Rieta selalu memperhatikan kesehatannya. Belakangan, dia sering minum semacam sup tonik. Dia juga meminum semangkuk sup itu sebelum meninggalkan rumah. Pembantu kediaman Keluarga Regulus mengatakan kalau kamulah yang mengantarkan sup itu kepada Rieta."Davira berusaha sekuat tenaga untuk membela diri, "Aku memang mengantarkan sup itu ke kamarnya, tapi aku nggak meracuninya. Bu Rieta memperlakukanku dengan baik dan kita bahkan hidup berdampingan selama empat tahun. Aku nggak punya dendam kepadanya, mana mungkin aku meracuninya? Bagaimana kalau pelayan yang membuat sup tonik itu yang melakukannya? Kamu nggak menaruh curiga kepada mereka, malah curiga kepadaku!""Sudah cukup, Davira!" Tatapan Valerio begitu dingin saat m
Begitu menceraikan Davira, Valerio akan bebas.Davira merasa sangat menyedihkan, seperti monyet yang menari-nari di depan banyak orang dan menjadi tontonan."Davira, ini kompensasi terbesar yang bisa aku berikan kepadamu. Kamu harus tahu kalau kamu sudah menghilangkan nyawa manusia. Kesalahanmu nggak bisa diampuni. Aku pun nggak punya kewajiban untuk membebaskanmu."Daripada menunggu Davira menyelesaikan hukumannya dengan mendekam puluhan tahun di dalam penjara, yang membuat perceraian tidak kunjung direalisasikan, Valerio lebih memilih untuk mengambil kesempatan saat Davira melakukan kesalahan dan menyelesaikan semuanya sekaligus.Davira tentu saja tahu apa yang dipikirkan Valerio. Dia mengaitkan bibirnya dan tersenyum dingin. "Bercerai denganmu, aku akan mati. Nggak bercerai pun aku akan mati. Lebih baik aku mati dengan menyandang status sebagai istrimu.""Terserah." Valerio beranjak. "Aku hanya akan memberimu satu kesempatan. Mulai sekarang, aku nggak akan peduli padamu lagi."Valer
Tatapan Davira begitu muram. Begitu melihat Briella, dia langsung meludah ke arahnya.Briella melirik Davira dengan jijik. Dia bahkan menjadi jengkel saat melihat Valerio. Pria itu menggunakan hak istimewanya untuk membebaskan Davira.Briella menghela napas dan melangkah mendekati kedua orang itu. Saat langkahnya melewati Valerio, dia berkata dengan wajah sopan tanpa ekspresi, "Pak Valerio, aku dibebaskan dari tuduhan, jadi nggak punya kepentingan apa pun lagi di sini. Aku akan pergi dulu."Mata Valerio mengikuti langkah Briella. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak bisa. Wajah tampannya samar-samar terlihat tidak berdaya.Briella sudah melangkah pergi, tetapi tiba-tiba pergelangan tangannya dicengkeram oleh sebuah tangan. Dia menoleh dan melihat Davira menyeringai padanya."Haha." Senyum Davira memudar dalam sekejap. Dia menggertakkan gigi dengan keras ke arahnya. "Mati saja sana!"Briella terlonjak kaget. Detik berikutnya, Valerio dengan kasar menarik lengan Davira menjauh dari
"Rio, kamu memukulku? Beraninya kamu memukulku?""Pukulan itu masih terbilang ringan." Nada bicara Valerio penuh dengan peringatan, "Kamu sudah tahu alasan kenapa aku menjaminmu. Tapi kalau kamu menyakiti anakku, nasibmu akan lebih buruk dari ini."Davira masih mematung karena pukulan itu. Tidak jauh dari situ, Klinton berjalan mendekat, Davira pun berhambur ke dalam pelukannya."Kak, akhirnya kamu datang juga. Cepat urus tunanganmu! Sekarang dia bersekongkol dengan Rio, sampai mengancam hubungan pernikahan kami. Barusan Rio bahkan memukulku."Klinton menepuk pundak Davira. "Mobil sudah menunggu di luar. Kamu masuk dulu, serahkan sisanya padaku."Davira mendelik marah ke arah Briella dan menuju ke salah satu mobil yang terparkir di depan."Briella, kemarilah." Klinton berbicara ke arah Briella, menatap Valerio dengan penuh kebencian. "Hanya dalam satu malam, kamu sudah mengungkapkan identitasnya? Apa kamu masih belum cukup menyakitinya?"Tatapan Valerio melirik Klinton, yang akhirnya j
Suara Briella tidak keras, tetapi sikapnya cukup jelas. Davira cukup marah dengan sikap Briella yang seperti ini.Davira memelototi Briella dengan penuh kebencian, lalu menoleh ke arah Klinton, menyalurkan ketidakpuasannya, "Kak, dia itu Briella! Kenapa waktu itu kamu membohongi Papa sama Mama?"Klinton menyalakan mobil dan mengangkat matanya untuk mengamati Davira melalui kaca spion mobil.Selama ini, adiknya selalu dimanjakan dan ternyata sampai terlibat dalam kasus pembunuhan. Sebagai kakak Davira, dia tidak menyangka kalau adiknya akan mampu melakukan hal seperti itu."Situasinya sudah seperti ini, tapi kamu masih mempermasalahkan hal ini? Lebih baik pikirkan apa yang harus kamu lakukan selanjutnya.""Apa maksudnya apa yang harus aku lakukan?" Davira tidak menganggap kematian seorang manusia sebagai masalah besar. Keluarganya memiliki uang dan kekuasaan. "Rio bilang dia akan menjaminku. Aku nggak mungkin masuk penjara."Dia mengatakan ini dengan sikap bangga, bahkan sempat melirik