Briella berjalan keluar dari ruang interogasi, memutar pergelangan tangannya yang agak sakit. Ketika mendongak, dia melihat sosok pria tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berada.Cuaca hari ini cukup dingin. Karena kejadian yang tiba-tiba, Valerio hanya mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam. Sosoknya yang ramping memancarkan aura dingin dan asing, membuat orang lain tidak berani mendekat.Melihat pria itu berdiri di sana, entah kenapa Briella merasa kalau pria itu tengah menunggunya. Seketika, matanya langsung memerah.Kalau pria itu tidak mengikutinya sampai di sini, Briella tidak bisa membayangkan seberapa besar keberanian yang dia butuhkan agar bisa menekan kepanikan dan ketakutan di dalam hatinya.Valerio melangkah mendekat dan berdiri di depan Briella. Melihat wajah mungil Briella yang terlihat pucat, matanya yang indah diselimuti oleh kepanikan yang kuat.Dia bertanya dengan alis berkerut, "Kenapa? Apa di dalam sana mereka memukulimu?""Nggak. Mereka melakukan int
Mobil melaju ke dalam lingkungan perumahan dan berhenti di depan sebuah vila yang menjulang tinggi. Sopir turun dari mobil dan membuka pintu vila, lalu masuk dan menyalakan lampu. Dia memeriksa bagian dalam vila sebelum keluar."Pak Valerio, di dalam tidak ada apa pun."Valerio mengangguk, membuat sopir membuka pintu mobil. Pria itu melirik arah Briella di sampingnya, yang ternyata sudah tidur.Valerio mengangkat tangannya, bergerak dengan lembut untuk memangku Briella di pangkuannya, memperlakukan Briella layaknya anak kecil. Lalu, dia menggendongnya keluar dari mobil.Sopir memakaikan jas ke tubuh Valerio, melihat Valerio menggendong Briella masuk ke dalam vila sebelum pergi.Valerio membawa Briella ke kamar yang berada di lantai dua, lalu membaringkannya di ranjang.Tidur Briella masih belum lelap, jadi dia langsung terbangun setelah dibaringkan di ranjang. Begitu membuka mata, dia melihat lingkungan yang tidak dikenal. Detik berikutnya, dia mendengar suara percikan air dari kamar m
Valerio mengambil kemeja putih dan memakainya dengan asal untuk menutupi tubuhnya. Lalu, dia duduk di meja makan, menunjukkan sikap jantan.Briella terbisa mengerucutkan bibirnya, lalu meletakkan bantal di pelukannya dan berdiri. "Aku cuci tangan dulu."Pria itu mendongak dan tatapannya tanpa sadar menyapu punggung Briella. Melihat punggung ramping dan kaki jenjang Briella, tatapannya berubah dalam. Gejolak di dalam tubuhnya makin meningkat.Valerio berusaha menahan dorongan itu dengan mengambil alat makan. Dia menyantap hidangan mi di depannya dengan gerakan santai.Briella selesai mencuci tangan dan berjalan keluar. Dia menarik kursi makan, lalu duduk di seberang Valerio.Keduanya terdiam, masing-masing sibuk dengan makanan mereka. Sesekali, tatapan mereka bertemu tanpa merasa canggung.Setelah mengisi perutnya, Valerio duduk di sofa dan menyalakan TV. Berita diputar di saluran keuangan, di mana seorang komentator keuangan menganalisis dan mengomentari dampak kematian Rieta yang tida
"Jangan bergerak atau aku nggak janji bisa menahan diri."Jantung Briella berdegup kencang dan pikirannya dilanda kebingungan. Dia ingin melawan, tetapi tubuhnya lemas, tidak bisa mengerahkan kekuatan untuk memberontak.Valerio melepaskan tangan Briella dan menyangga kedua lengannya di kedua sisi tubuh Briella. Dia menatap mata Briella dengan tatapan penuh nafsu, lalu mendongak dan mengembuskan napas panjang.Tubuhnya terasa berat, tetapi dia masih mampu mengendalikan dirinya di saat seperti ini.Valerio bergerak dan turun dari sofa, memungut handuk yang jatuh ke lantai dan melilitkannya ke tubuh bagian bawahnya. Dia melirik Briella. Tatapan panasnya memudar, lalu melangkah ke lantai atas dengan wajah tampannya yang menegang.Briella mencoba untuk duduk dan bersandar di sofa dengan napas terengah-engah. Setelah itu, sayup-sayup dia mendengar suara air mengalir dari lantai atas.Dia merapikan rambutnya yang berantakan dan menghembuskan napas dalam. Dia kembali teringat apa yang terjadi
Valerio mencoba untuk bersabar dan menjelaskannya kepada Briella."Masalah anak dan masalah ini adalah dua hal yang berbeda. Aku sudah meminta Marco menyelidiki kebenaran anak kita dan hasilnya akan segera kita ketahui. Sebelum itu, kita selesaikan dulu masalah yang ada.""Penyelesaian masalah yang kamu maksud adalah memaafkan Davira dan melindunginya tanpa prinsip."Briella menatap pria itu tanpa ekspresi. Saat ini, pikirannya makin jernih dan tenang."Nggak masalah. Lindungi saja Davira. Intinya, kematian Rieta nggak memberiku pengaruh apa pun. Tapi masalah anak, aku mau kebenaran dan keadilan. Aku ingin melihat hal yang terburuk sekalipun. Kalau dalam hal ini pun kamu masih melindunginya, aku juga nggak akan tinggal diam!"Tatapan Briella tegas. Setelah mengatakan ini, dia tidak lagi ingin mengatakan sepatah kata pun pada Valerio, langsung berbalik dan berjalan ke lantai atas.Valerio menatap punggung Briella, dadanya terasa sedikit sesak.Kenapa wanita ini tidak mau mendengarnya me
Briella mengamati kamar ini, yang ternyata tidak ada sofa. Kalau tidak ingin tidur di lantai, mereka hanya bisa tidur di ranjang. Valerio dan Briella sampai di sini sudah hampir fajar. Karena itu, mereka hanya bisa tidur di ranjang yang sama.Briella berjalan ke sisi samping ranjang, menyibak selimut dan berbaring.Valerio mematikan lampu dan ruangan menjadi gelap dan hening.Briella membalikkan badan dan bergeser sejauh mungkin dengan Valerio.Valerio memperhatikan punggung Briella yang masih diliputi kemarahan, tiba-tiba menyunggingkan senyuman tipis.Dia mengeluarkan tangannya dari dalam selimut dan menyentuh pinggang Briella, bersikap seakan tidak sengaja melakukannya.Briella tersentak, makin mengeratkan selimut untuk membungkus tubuhnya. Dia bergeser menjauh, hingga separuh tubuhnya sampai di pembatas ranjang. Bergerak sedikit saja dia pasti akan jatuh.Setiap gerakannya menunjukkan protes.Entah kenapa Valerio tergoda untuk menertawakan tingkahnya yang menunjukkan protes kemarah
Mendengar penuturan Valerio, Wajah Davira tiba-tiba berubah pucat. Dia menatap Valerio dengan bibir bergetar."Rio, aku ... aku nggak melakukan apa pun!" Davira tergagap, lalu bertanya dengan penuh rasa takut, "Rio, bukti apa yang kamu temukan?""Kita sama-sama tahu kalau Rieta selalu memperhatikan kesehatannya. Belakangan, dia sering minum semacam sup tonik. Dia juga meminum semangkuk sup itu sebelum meninggalkan rumah. Pembantu kediaman Keluarga Regulus mengatakan kalau kamulah yang mengantarkan sup itu kepada Rieta."Davira berusaha sekuat tenaga untuk membela diri, "Aku memang mengantarkan sup itu ke kamarnya, tapi aku nggak meracuninya. Bu Rieta memperlakukanku dengan baik dan kita bahkan hidup berdampingan selama empat tahun. Aku nggak punya dendam kepadanya, mana mungkin aku meracuninya? Bagaimana kalau pelayan yang membuat sup tonik itu yang melakukannya? Kamu nggak menaruh curiga kepada mereka, malah curiga kepadaku!""Sudah cukup, Davira!" Tatapan Valerio begitu dingin saat m
Begitu menceraikan Davira, Valerio akan bebas.Davira merasa sangat menyedihkan, seperti monyet yang menari-nari di depan banyak orang dan menjadi tontonan."Davira, ini kompensasi terbesar yang bisa aku berikan kepadamu. Kamu harus tahu kalau kamu sudah menghilangkan nyawa manusia. Kesalahanmu nggak bisa diampuni. Aku pun nggak punya kewajiban untuk membebaskanmu."Daripada menunggu Davira menyelesaikan hukumannya dengan mendekam puluhan tahun di dalam penjara, yang membuat perceraian tidak kunjung direalisasikan, Valerio lebih memilih untuk mengambil kesempatan saat Davira melakukan kesalahan dan menyelesaikan semuanya sekaligus.Davira tentu saja tahu apa yang dipikirkan Valerio. Dia mengaitkan bibirnya dan tersenyum dingin. "Bercerai denganmu, aku akan mati. Nggak bercerai pun aku akan mati. Lebih baik aku mati dengan menyandang status sebagai istrimu.""Terserah." Valerio beranjak. "Aku hanya akan memberimu satu kesempatan. Mulai sekarang, aku nggak akan peduli padamu lagi."Valer