Perusahaan Regulus.Pesawat Valerio baru saja mendarat. Dia langsung bergegas ke kantor begitu mendengar ada masalah besar yang terjadi di Perusahaan Regulus.Siska dipanggil ke ruangannya. Untuk pertama kalinya dia melihat Pak Valerio terlihat panik.Orang sepertinya pasti sudah melalui banyak hal dan tidak seharusnya dia segugup ini, bukan?"Di mana Briella?""Dia ... di kereta cepat.""Siapa yang menelepon polisi?""Ah ...."Siska terkejut saat mendengar pertanyaan Pak Valerio. Dengan risiko rahasia perusahaan bocor dan dicuri, bukankah seharusnya pilihan yang paling tepat adalah menelepon polisi?Namun, maksud dari kata-kata Pak Valerio, apa seharusnya mereka tidak lapor polisi?Siska baru beberapa hari mengambil alih pekerjaan Briella. Sikap Valerio membuat dirinya merasa kariernya sudah berakhir."Saya ... saya akan memeriksanya sekarang ....""Nggak perlu." Valerio menghentikan Siska, "Ke mana Briella pergi?""Saya ... nggak tahu. Nomor Bu Briella nggak bisa dihubungi."Valerio
Davira mencoba menekan amarah yang meledak di dalam dirinya lalu berbalik dan keluar dari ruangan Valerio.Begitu sampai di meja kerja Briella, dia menatap Siska lekat-lekat.Siska terus mencoba menghubungi Briella dan merasa tidak nyaman ditatap seperti itu oleh Davira."Bu Davira, ada apa?"Davira menjawab dengan tidak senang, "Kenapa nada bicaramu begitu? Kamu ada masalah denganku?"Siska mengerutkan bibir. Sejak terakhir kali Keluarga Atmaja datang ke ruang presdir dan membuat keributan, pegawai di kantor presdir mana yang tidak kesal kepada Davira?Bukan hanya itu, rasa kesal mereka kepada Davira sangat besar.Ketika Bu Briella masih bekerja di sini, dia melakukan semua pekerjaannya dengan penuh perhatian dan penuh pertimbangan, saat bekerja juga sangat efisien. Semuanya memiliki hubungan baik dengan Bu Briella. Begitu Bu Briella pergi, tiba-tiba saja suasana kantor menjadi tidak nyaman, seolah-olah mereka telah kehilangan seorang pemimpin yang sangat penting.Semua orang merinduk
"Rio, kenapa kamu pergi ke Kota Veros?"Davira belum pergi jauh, jadi sempat mendengar percakapan Valerio dan Siska. Dia langsung menghentikan pria itu di koridor."Mencari Briella."Davira menggerutu dan mulai mengeluh, "Masalah ini bisa selesai kalau lapor polisi, tapi kamu malah merepotkan dirimu sendiri."Valerio bertanya dengan nada dingin, "Davira, aku tanya, apa kamu yang melakukan ini?"Davira terkejut, terlihat kesedihan di wajahnya yang dingin. "Kamu pun curiga kepadaku? Rio, kamu sangat mengecewakanku ....""Kita bersikap profesional dan jangan bawa-bawa perasaan. Kamu hanya perlu jawab ya atau tidak.""Kalau memang aku yang melakukannya, kenapa aku bersikeras memintamu lapor polisi?" Davira menjadi emosional, "Bukankah harusnya aku takut? Rio, aku bukan orang bodoh!"Bibir tipis Valerio terkatup dan tidak bisa menepis pembelaan Davira."Nggak peduli apa yang kamu lakukan, jangan sakiti dia.""Heh ...." Davira mencibir, "Kamu itu tunanganku, tapi kamu memintaku buat nggak me
Nathan membukakan pintu mobil dan mempersilakan Briella masuk. Sementara dia sendiri duduk di kursi kemudi dan melajukan mobilnya keluar dari stasiun.Briella memegang buket mawar di tangan dan membicarakan masalah ibunya dengan Nathan."Apa masalah ibu sudah beres?""Sudah. Rumah sakit di sini punya tim yang khusus yang bisa menangani penyakit ibumu. Jangan khawatir, perawatan di sini pasti lebih baik daripada rumah sakit di Kota Tamar.""Terima kasih, Nathan. Tolong catat semua pengeluarannya. Aku akan melunasinya nanti.""Kamu ini orang yang pintar dalam segala hal, tapi kamu sangat perhitungan.""Beberapa hal memang harus dihitung."Briella menyandarkan kepalanya, membuat angin yang melewati mobil menerpa wajahnya dan membuat rambutnya berantakan. Nathan sedikit melirik dan dia melihat kecantikan alami dalam diri Briella.Dia bahkan lupa dengan apa yang ingin dikatakannya. Alangkah baiknya kalau waktu bisa berhenti pada saat ini.Mobil melaju di jalanan Kota Veros yang sibuk, berbe
"Briella, tolong beri aku kesempatan."Nathan mengangkat tangannya dan dengan lembut menghapus air mata yang membasahi wajah Briella.Dalam suasana seperti ini, emosi Briella menyeruak dan hatinya dipenuhi dengan rasa haru.Dia mendongak. Dari balik bahu Nathan, Briella melihat sosok pria yang berdiri tidak jauh dari situ. Sekelebat keterkejutan melintas di pelupuk matanya saat melihat wajah pria itu.Valerio?Bagaimana dia bisa di sini?Valerio dan Briella saling bertatapan selama beberapa detik. Wajah Valerio yang tidak menunjukkan ekspresi apa pun, membuat orang lain tidak bisa memahaminya. Dia langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun.Nathan mengikuti tatapan Briella dan melihat sosok Valerio. Dia kembali menoleh untuk melihat reaksi Briella."Pergilah kalau kamu mau menemuinya."Nathan melepaskan tangannya dari wajah Briella dan bergeser, memberi jalan untuk Briella.Untuk sesaat Briella ragu, lalu mengangguk pada Nathan. Dengan cepat dia mengejar Valerio.Valerio duduk
Briella menutup matanya dan ada dua garis air mata yang mengalir di wajahnya. Melihat itu, Valerio pun panik dan melepaskan cengkeramannya."Sakit?"Dia mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah Briella, namun Briella menghindar dengan menoleh ke samping."Kenapa marah begitu." Valerio menggendong Briella. Melihat wajah Briella yang penuh amarah, membuatnya sangat ingin menggigit Briella."Cepat turunkan aku sebelum ada yang melihat!""Naik dulu ke mobil dan tetap bersamaku malam ini.""Nggak bisa! Pak Valerio, aku akan lapor polisi kalau kamu terus begini."Valerio sama sekali tidak peduli dan hanya menatap Briella. "Lapor saja."Briella tidak bodoh. Kalau lapor polisi, maka akan ada banyak orang yang terlibat.Valerio adalah orang penting dan sangat memedulikan reputasinya.Pria itu menggendong Briella masuk ke dalam mobil dan mendudukkannya di kursi samping kemudi."Di rumah sakit mana ibumu dirawat?"Briella mencengkeram sabuk pengamannya. Dia tidak ingin Valerio tahu terlalu bany
Gita pernah mengatakan kalau kita bisa bersikap santai di depan seseorang, itu berarti orang itu selalu bisa memahami kita. Ini juga salah satu bentuk dari rasa suka."Nathan, sebenarnya hubunganku dengan Valerio lebih dari sekadar sekretarisnya. Tapi, sekarang dia sudah punya tunangan dan aku harus menjaga batasan-batasan yang harusnya ada di antara kami. Jadi aku nggak ingin membicarakan dia dengan orang lain."Sejak awal Nathan sudah tahu seperti apa hubungan antara Briella dan Valerio. Jadi dia sama sekali tidak terkejut dengan apa yang dikatakan Briella."Karena kamu sudah memutuskan untuk melupakan masa lalu, jadi kamu bisa memulai semuanya dari awal. Kalau kamu mau, berikan aku status. Mungkin dengan begitu, dia nggak akan mengganggumu lagi.""Sementara ini aku nggak punya niatan buat menjalin hubungan yang melibatkan perasaan. Untuk sekarang, aku sudah bahagia hidup bersama anakku."Sekali lagi, Briella menolak isyarat yang diberikan Nathan.Briella sendiri juga merasa aneh, se
Briella berbalik, mengambil tisu untuk menutupi mulutnya dan mencoba sekuat tenaga untuk menekan rasa mual yang muncul."Kenapa?" Nathan menjadi panik. "Apa kamu sakit?"Briella melambaikan tangannya dan menjawab, "Nggak apa-apa. Kalian makan dulu saja, aku mau ke toilet sebentar.""Aku temenin."Nathan mengikuti Briella dan mengantarnya ke toilet. Saat menunggu, dia bersedekap sambil bersandar pada tembok.Ini adalah pertama kalinya dia merasa segugup ini saat menghadapi seorang wanita. Hal yang bahkan dia sendiri tidak pernah membayangkannya.Briella mengusap-usap dadanya, merasakan perasaan ingin muntah namun tidak bisa membuatnya sangat tidak nyaman. Aroma di dalam toilet seperti jeruk, membuat rasa mualnya sedikit mereda saat menciumnya.Briella merasa kalau dia seperti itu karena lingkungan baru, jadi tidak terlalu menganggap serius hal itu. Dia mencuci tangannya dan keluar dari toilet."Bagaimana?" Nathan menghampiri dan bertanya dengan penuh perhatian, "Kita langsung ke rumah s