Kepala Briella makin terasa sakit. "Ibu, aku nggak pernah berpikir seperti itu, jangan berpikir macam-macam. Aku akan meluangkan waktu untuk mengunjungimu dan menjelaskan semuanya, ya?""Kenapa? Kamu pikir hanya karena kamu menghabiskan sejumlah uang untukku, kamu bisa mengabaikanku di sini? Kalau kamu benar-benar memperlakukanku sebagai ibumu, kamu seharusnya nggak meninggalkanku di sini. Kamu seharusnya nggak kuliah di luar negeri. Kalau sesuatu terjadi padaku dalam empat tahun dan aku nggak bisa bangun, mungkin nggak ada yang akan mengambil jasadku!"Briella mengepalkan tangannya dengan lemah saat mendengar pernyataan ibunya di telepon."Empat tahun aku belajar di luar negeri, aku meminta Pak Klinton untuk merawat ibu. Aku pun selalu mengawasi ibu dari sana. Kalau aku nggak kuliah di luar negeri, dari mana aku punya uang buat menempatkan ibu di sana? Ini bukan seberapa. Sebelum itu, saat ibu masih koma dan nggak sadarkan diri, apa ibu ingat apa yang aku lakukan untuk ibu? Kalau ibu
Keesokan paginya, Briella menelepon Klinton dan menceritakan apa yang dia dengar dari Erna semalam.Klinton pun merasa aneh dan tidak habis pikir. Siapa yang bisa pergi ke panti rehabilitasi untuk menjenguk ibu Briella?"Aku akan meluangkan waktu hari ini dan pergi ke panti rehabilitasi untuk menjenguknya. Ibuku pasti makin nggak senang kalau aku nggak ke sana.""Ya. Hari ini aku mau pergi dinas, jadi nggak bisa nemenin.""Nggak apa-apa. Selesaikan saja pekerjaanmu.""Oh ya, aku ingatkan lagi. Aku kembali dari perjalanan bisnis saat pesta koktail. Aku sudah menyiapkan gaun yang akan kamu pakai. Kamu bisa pilih yang kamu suka.""Ya. Selesaikan dulu pekerjaanmu. Kita bicarakan lagi setelah kamu kembali nanti.""Baiklah kalau begitu. Aku akan menghubungimu kalau sudah kembali."Setelah panggilan berakhir, Briella meletakkan ponselnya dan menoleh ke arah Queena yang sedang makan di ruang makan.Dia berjalan mendekat dan duduk di samping Queena, menopang tangannya sambil memperhatikan si ke
Briella dan Erna terikat status sebagai ibu dan anak, jadi tidak mungkin ada batas di antara hubungan mereka.Briella memiliki pemikiran seperti itu, lalu memasuki panti rehabilitasi sambil membawa belanjaannya. Dia berjalan ke pintu salah satu kamar, mengetuk pintu dan melangkah masuk.Panti rehabilitasi hanya terdiri dari satu kamar tidur dan satu kamar mandi. Briella meletakkan barang-barang yang dia bawa dan berjalan melewati ruang tamu menuju kamar tidur. Di sana, Erna tengah terbaring di tempat tidur dengan mata terpejam.Briella memperlambat langkah kakinya dan berjalan ke tempat tidur. Dia baru duduk, Erna sudah menatapnya dengan tatapan waspada.Melihat Briella datang, dia berkata dengan tidak senang, "Kenapa jalan nggak ada suaranya? Kamu mau bikin aku mati karena jantungan?""Aku takut mengganggu tidur Ibu." Briella tersenyum dan membantu merapikan selimut Erna. "Bu, jangan khawatir, keamanan di sini sangat ketat. Orang luar nggak bisa masuk sembarangan. Bahkan aku baru bisa
"Ibu, jangan berpikir aneh-aneh. Apa aku salah kalau cari uang buat membiayai pengobatan Ibu?""Nggak. Mana mungkin kamu salah? Aku yang salah. Seharusnya aku nggak menyulitkanmu selama bertahun-tahun dengan penyakit serius seperti itu. Selama ini hidupmu pasti nggak mudah, karena itu kamu melakukan sesuatu yang memalukan dan mendapatkan uang yang nggak benar. Kamu merasa biasa saja saat menggunakan uang itu. Tapi begitu uang itu dipakai untukku, aku merasa kotor."Briella menatap Erna dengan tatapan tidak percaya, bahkan mengira kalau dia salah dengar."Apa ada yang mengatakan sesuatu pada Ibu, sampai Ibu salah paham begini?""Aku nggak tahu apa itu salah paham atau bukan, tapi aku tahu kalau orang-orang yang tinggal di sini hanya pejabat atau pengusaha. Semua yang kamu lakukan padaku selama aku koma hanya bisa dilakukan oleh orang kaya. Mana mungkin kamu yang seorang karyawan mampu membayar seorang spesialis untuk merawatku selama bertahun-tahun? Aku nggak percaya kalau kamu nggak me
Briella memiliki genderang kemarahan di dalam hatinya. Dia tahu dengan jelas maksud dari perkataan Erna. Briella juga mengalaminya sendiri. Namun, dia tidak terima kalau Erna mengatakan hal seperti ini kepadanya."Ibu salah. Klinton lah yang mengejarku.""Terus kenapa? Kalau merasa hebat, minta dia buat nikahin kamu. Kamu cuma anak kampung, tapi mimpimu tinggi sekali. Dia ngasih uang ke kamu, jadi kamu punya mimpi jadi istri orang kaya? Istri orang kaya hanya pantas disandang sama mereka yang juga berasal dari keluarga kaya. Jangan jadi orang yang nggak tahu diri!""Aku nggak mau berdebat lagi." Briella tiba-tiba merasa berdebat dengan Erna tentang hal ini adalah hal yang sia-sia dan benar-benar menguras energinya."Bu, aku mau tanya satu hal. Apa pria yang datang kemarin menyebutkan siapa namanya?""Kenapa? Dia mantanmu? Briella, hidupmu kacau sekali. Pria itu kelihatannya juga nggak kekurangan uang. Cepat atau lambat kamu akan hancur karena permainanmu sendiri!""Jadi kamu menceritak
Briella menatap pria itu, tahu kalau dia adalah Nathan. Namun, Briella tidak bisa berbicara dengannya karena dia harus berpura-pura menjadi orang asing yang tidak mengenal Nathan.Nathan juga ragu-ragu sejenak, tetapi akhirnya dia melangkah mendekat. Dia berdiri di depan Briella dan tatapannya tertuju pada wajah Briella tanpa mengalihkannya satu detik pun."Briella, apa ini benar-benar kamu?"Briella menatap pria itu dengan tenang, ekspresinya bercampur dengan rasa tidak percaya."Permisi, apa kamu salah mengira aku orang lain?"Nathan terkejut. "Bukankah kamu Briella? Aku ingat kalau ada wanita yang tinggal di sini punya anak yang namanya Briella. Kebetulan, dulu aku pernah membiayai biaya perawatan wanita itu."Briella mengerjap. "Permisi, aku nggak paham dengan apa yang sedang kamu bicarakan. Tapi aku bisa yakin kalau kamu salah orang. Aku bukan Briella."Setelah mengatakan itu, Briella berniat untuk pergi.Nathan menarik tangan Briella dan menghentikannya. "Tunggu sebentar."Briell
Briella melirik kaca spion, benar-benar takut kalau Davira akan bersikap gila dan terus mengoceh di dalam lingkungan perumahan, membuat para tetangga salah paham.Dia menepi dan keluar dari mobil.Berjalan menuju gerbang, dia memberi isyarat kepada satpam untuk membukakan pintu gerbang agar Davira bisa masuk.Davira berada di depan dan Ditha pun mengikutinya. Namun, dia dihentikan oleh Briella."Kalau memang mau bicara, salah satu dari kalian saja yang masuk. Bawa banyak orang begini, apa kalian mau berkelahi?"Ditha yang mendengar itu pun menjawab kesal, "Pengecut. Kalau nggak salah, kenapa harus takut?"Briella berdiri di dalam gerbang, menggosok-gosok telinganya. Dia menjawab datar, "Nggak takut. Aku cuma mau kedamaian dan ketenangan."Dia menatap Davira dan bertanya, "Kenapa bisa tahu kalau aku tinggal di sini?"Davira menjawab sinis, "Kamu bercanda? Seorang istri sah Valerio, sangat mudah kalau aku ingin menyelidiki seseorang."Briella berkata dalam hati, menganggap kalau Davira t
Briella menelepon Valerio sesampainya di rumah.Alih-alih meminta nasihatnya, dia malah mengadu.Davira kini menjadi ancaman bagi privasi dan keamanan pribadinya. Dia tidak bisa membiarkan wanita itu melakukan sesuatu seenaknya dan melanggar privasinya.Urusan rumah tangga mereka bukan urusan Briella, tetapi dia harus memastikan keselamatannya sendiri. Bagaimanapun juga, seseorang yang tidak memiliki batasan seperti Davira bisa melakukan apa saja ketika marah.Telepon masuk ke kantor Valerio. Setelah berdering beberapa kali, suara pria itu terdengar."Siapa?""Pak Valerio, ini aku, Renata.""Ada apa?"Suara pria itu dalam, dingin dan acuh. Dari apa yang Briella ketahui tentang Valerio, pasti ada sesuatu yang terjadi dengannya. Karena itulah nadanya sedikit mendesak.Menyadari itu, Briella tidak membuang waktu dan menjelaskan singkat, "Bu Davira mendatangiku hari ini. Dia ingin bertemu dengan Queena, jadi aku menanyakan pendapat Pak Valerio.""Pendapat Queena adalah pendapatku. Biarkan