"Tante?" Valerio kembali bertanya, "Tante siapa?""Tante yang berambut panjang, cantik punya aroma seperti Mama. Dia kerja di perusahaan Papa, kok."Queena menyimpan bros itu dengan hati-hati."Papa, bukannya kita mau jemput Kak Zayden? Ayo berangkat, bawa Queena ke sana."Valerio melirik bros yang dianggap Queena sebagai harta karun, lalu menghilangkan keraguan dalam hatinya."Ayo kita jemput Kak Zayden."Queena sangat gembira dan bertepuk tangan dengan penuh semangat.Valerio menggendong putrinya dengan satu tangan, memakaikan topi putih yang cantik dan imut untuknya. Dia juga membawa tas bahu kelinci putih berisi makanan ringan, lalu mendandani putrinya, membuatnya terlihat lebih menggemaskan.Valerio menggendong anak itu di sela-sela tindakannya. Kemeja putih samar-samar menunjukkan garis ototnya yang kuat. Pria kuat dan anak kecil ini membentuk kontras yang jelas. Pemandangan keduanya yang berjalan di perusahaan membuat banyak karyawan ternganga takjub.Valerio muncul di depan mat
Zayden menggendong Queena yang terus mengusap-usap lengan Zayden dengan wajahnya. Dia bahkan terlihat sangat gembira dan menatap Zayden dengan tatapan penuh puja. Bahkan ada jejak air liur di ujung mulutnya.Setelah sampai di depan Valerio, Zayden mendorong topinya ke atas. "Papa."Valerio mengangguk pelan. "Naiklah."Zayden menggendong Queena masuk ke dalam mobil dan Valerio pun mengikutinya.Keberadaan mereka menarik perhatian banyak orang di sekitar sejak kemunculan mereka. Semuanya mengagumi keindahan keluarga mereka yang luar biasa. Melihat kedua anak itu saja mereka bisa membayangkan secantik apa ibu mereka.Di dalam mobil, Queena terus menikmati pelukan Zayden dan tidak mau didudukkan di kursi khusus untuknya. Dia hanya mau duduk di kaki Zayden dan dipeluk olehnya."Kak Zayden, sudah lama Queena nggak ketemu sama Kakak. Queena kangen banget sama Kakak. Papa sudah bawa Queena pulang, jadi setelah ini Queena akan tinggal sama Papa dan Kakak."Zayden menatap ayahnya, lalu menunduk
Namun, dia tidak suka berebut, jadi menarik kembali tangannya."Aku cuma minum air merek ini saja. Terima kasih karena sudah memberikannya kepadaku."Suara wanita di sampingnya terdengar dan Zayden langsung mematung. Dia menoleh, yang seketika tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah wanita itu. Dia terus terpaku pada wajah wanita itu.Briella memperhatikan tatapan remaja muda itu dan menatapnya. Dia merasa sedikit bingung saat melihat mata remaja itu yang berbinar, bahkan wajahnya terlihat terkejut.Sikap Zayden membuat Briella menjadi waspada. Dia pun segera mengambil air mineral itu dan berjalan ke kasir untuk membayarnya.Zayden menatap punggung wanita itu dan cahaya di matanya sedikit meredup. Kesedihan serta rasa kehilangannya meluap dari lubuk hatinya, membuat hidung dan matanya terasa perih.Mama nya benar-benar sudah tidak menginginkannya lagi ....Briella menyelesaikan pembayaran dengan cepat. Ketika akan pergi, dia masih menyempatkan diri untuk melirik ke arah remaja i
Valerio mengangguk puas, "Bagus."Dia menambahkan dengan nada serius, "Zayden, kamu ingat. Kamu adalah putra Valerio, pewaris masa depan Perusahaan Regulus, putra sulung Keluarga Regulus. Kamu harus punya pandangan yang lebih luas dan nggak boleh terjebak dalam sentimentalitas sesaat. Kamu mengerti?"Zayden mengangguk. "Mengerti."Valerio melihat ke arah Queena dan menasihati Zayden, "Queena itu adikmu. Meskipun dia dilahirkan bukan dari ibu yang sama denganmu, aku ingin kamu memperlakukannya seperti adikmu sendiri. Kamu harus menjaga dan mencintainya, mengambil tanggung jawabmu sebagai seorang kakak.""Aku akan melakukannya. Papa jangan khawatirkan itu. Aku akan menjaga Queena seperti adikku sendiri. Hanya saja ....""Katakan.""Di hatiku cuma ada satu Mama. Aku nggak akan pernah mengakui Mama yang jahat sebagai Mama ku. Aku harap Papa bisa mengerti.""Aku nggak akan memaksa. Aku juga akan mengakhiri hubunganku dengan dia."Keduanya berbincang dari sudut pandang dua orang pria, membic
"Pantas saja Davira terkadang bersikap seperti itu saat emosinya terpancing. Ternyata begitu." Briella menghela napas dalam. "Sebenarnya, dengan semua tekanan yang ada di masyarakat saat ini, kalau emosi kita nggak berhasil dikondisikan dengan baik, gejala mental semacam itu bisa muncul. Khususnya bagi wanita, yang pada dasarnya sedikit lebih emosional daripada pria. Mereka sangat mudah terluka kalau hubungan atau pernikahan mereka nggak berjalan dengan baik.""Benar. Jadi karena itulah aku lebih perhatian pada masalah mental adikku. Aku pun akan memberinya lebih banyak pengertian dan dukungan. Aku pikir sangat sulit bagi pasien depresi untuk mendapatkan pengertian dan empati dari orang lain. Sebagai anggota keluarga, yang bisa aku lakukan juga nggak banyak."Briella sangat setuju dengan apa yang dikatakan Klinton karena dia pernah mengalami depresi ringan. Renata yang menyedihkan karena belenggu rasa sakit berhasil dikuasai oleh monster emosi yang tak terlihat. Rasa sakit ini tidak ja
Briella menimpali santai, "Jangan khawatir. Aku nggak akan membuat diriku merasa nggak nyaman. Kalaupun ada yang seperti itu, aku akan menjaga diriku sendiri dengan baik."Klinton menimpali tidak senang, "Kapan kamu bisa bergantung padaku? Kamu selalu menyelesaikan semuanya sendiri, membuatku terlihat nggak berguna."Briella tersenyum, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Setelah sampai sejauh ini, dia akhirnya sadar. Dia tidak bisa mengandalkan siapa pun kecuali dirinya sendiri, bahkan Tuhan.Keduanya berjalan ke kediaman Keluarga Atmaja. Mereka datang lebih awal, jadi makan malam masih belum dimulai. Klinton mempersilakan Briella pergi ke kamarnya untuk beristirahat sejenak. Saat makan malam tiba, dia akan memanggilnya.Briella berjalan menuju kamar Klinton. Ketika melewati kamar mandi untuk umum, tiba-tiba ada sebuah tangan yang menariknya masuk ke dalam."Siapa kamu? Lepaskan aku!"Briella merenggut tangan itu dengan paksa dan memukul balik dengan pukulan standar karate. Pukulan ini ma
"Duh, jangan khawatir. Aku akan mengirimkan kontaknya kepadamu."Ditha mengambil ponselnya dan mengirimkan nomor itu ke Davira."Aku beritahukan, lembaga itu sangat luar biasa. Bukan hanya bisa mendeteksi selingkuhan, mereka juga bisa mencegahnya. Mereka pasti bisa membantumu menyelamatkan pernikahanmu. Tapi sekali lagi, bukankah hal yang normal kalau banyak wanita yang berada di sekitar Valerio? Selama ini kamu selalu bersikap tenang, kenapa sekarang punya pemikiran buat menyingkirkan para wanita itu?"Davira menimpali kesal, "Lebih baik nggak usah tanya. Aku benar-benar sangat kesal dengan masalah yang terjadi akhir-akhir ini."Hari ini, Davira pergi ke perusahaan Valerio untuk menguji sikap pria itu. Melihat wajah Valerio, sepetinya pria itu memang bertekad untuk bercerai dengan Davira.Ditha menepuk pundaknya. "Apa yang membuatmu kesal? Kamu menikah dengan Valerio yang berpengaruh, dia pun menyayangimu. Bukankah nasibku lebih menyedihkan darimu?"Dia sudah menunggu selama bertahun-
Briella itu pacar Klinton, bagaimana dia bisa bersikap murah hati seperti itu?Herman dan Resti saling bertukar pandang. Mereka merasa kalau sikap yang dilakukan Briella bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh gadis biasa. Sepertinya putra mereka masih belum bisa mendapatkan hati Renata sepenuhnya.Davira melirik Briella yang duduk di sampingnya dan menggodanya, "Aku benar-benar nggak menyangka kalau kamu cukup murah hati.""Itu hanya sebuah kursi, nggak perlu diributkan." Briella menjawab dengan percaya diri dan tenang.Resti tidak bisa menahan pujiannya lagi, "Aku benar-benar nggak menyangka kalau Renata punya karakter yang baik. Dia nggak perhitungan, murah hati dan sangat baik hati. Davira, ini sesuatu yang harus kamu pelajari dari Renata. Kamu mengerti?"Davira memutar bola matanya kesal, "Papa, lihat, sejak kapan Mama jadi cerewet begitu. Kita ada di depan meja makan, tapi Mama sangat menyebalkan."Herman pun menengahi, "Sudah, makanlah makanan kalian. Renata, malam ini kami me