Klinton mengangguk, lalu menimpali, "Kalau begitu aku jadi tenang."Mata Briella tetap tertuju pada pemandangan di kejauhan dan mulai tenggelam dalam lamunannya.Kenapa dia merasa seperti ini setiap kali nama Valerio disebut. Mungkin karena dia adalah pria yang telah terlibat dalam hidup Briella selama bertahun-tahun. Dulu, Briella berpikir kalau hubungan mereka seharusnya tidak dipenuhi dengan penyesalan, tetapi justru menjadi hubungan yang tidak bisa berakhir bahagia.Apakah Briella membohongi dirinya sendiri saat dia mengatakan tidak ada lagi perasaan pada Valerio atau memang seperti itulah yang terjadi?"Kenapa?""Capek saja."Klinton mengatur kursi Briella pada sudut yang pas untuk tidur, lalu perlahan-lahan menambah laju mobil.Briella memejamkan matanya. Dalam setengah tidurnya, dia mendengar perkataan Klinton."Kamu tahu, aku nggak akan tertarik sama wanita lain. Jadi, jangan pernah bersikap seperti malam ini dan jangan merasa tertekan karena aku terus mendekatimu. Aku melakuka
Davira sedang duduk di dalam mobil, mungkin kesal dengan Queena, jadi tidak mau peduli lagi. Queena berlari keluar dari mobil dan Davira tidak berusaha untuk mengejar.Briella menjadi cemas dan segera keluar dari mobil. Dia tidak satu detik pun mengalihkan pandangannya dari anak itu.Queena berlari sambil menangis, siap untuk menyeberang jalan dengan riuhnya lalu lintas yang ada. Ada sebuah motor yang melewatinya dengan sangat cepat, membuat Queena panik dan berjongkok di sisi jalan.Briella bergegas menghampiri dan menggendong Queena.Queena ketakutan dan terkejut saat melihat wajah Briella. "Tante, hiks, Queena takut sekali."Briella pun jadi tidak tega. Dia mengusap kepala Queena, membenamkan wajah anak itu dalam pelukannya. Dia menggendong Queena kembali ke mobilnya, melewati lalu lintas dan orang-orang yang terus berlalu lalang.Tangisan Queena mulai mereda, dia pun mulai tenang. Dia masih ingat Briella, wanita yang kemarin memberinya bros mutiara. Dia tahu kalau Briella adalah ka
Queena mengerutkan keningnya, lalu menambahkan, "Tante, aku nggak mau tinggal sama Mama. Jangan beri tahu Mama di mana aku berada, ya? Aku mohon."Briella menurunkan tangannya dan menatap Queena. Dia melihat jam, lalu menghela napas dalam dan meletakkan bukunya di tangannya.Dia duduk, memangku Queena dan menarik hidung Queena yang menggemaskan."Queena, bisa beri tahu Tante kenapa kamu nggak mau tinggal sama Mama?"Queena menjawab dengan cemberut, "Itu ... karena Mama kadang-kadang sangat jahat dan agresif. Kemarin dia melemparkan apa yang Tante kasih ke lantai. Sangat menakutkan.""Jadi, apa Mama sudah minta maaf padamu saat menjemputmu dari TK hari ini? Mungkin dia sadar kalau apa yang dia lakukan itu salah.""Nggak!" Wajah Queena berkerut karena marah. "Mama ingin membawaku pergi karena inilah cara agar Papa mendatanginya. Tapi, Queena bukan alat yang bisa dimanfaatkan sama Mama. Kenapa Mama memperlakukan Queena seperti itu."Queena berkata dengan sedih, "Kalau Mama datang menjempu
Hati Briella langsung terasa sakit saat mendengar perkataan Queena. Dia anak yang sangat manis, kenapa tidak mendapatkan kasih sayang yang seharusnya?"Anak baik, jangan menangis. Kamu bisa menonton TV di sini sama Tante. Setelah itu, Tante akan mengantarmu pulang, ya?""Hmm, ya."Queena mengangguk dan mencium wajah Briella. "Tante baik banget sama Queena. Nanti kalau Queena pulang dan punya uang, Queena akan kasih Tante uang."Briella tersenyum dan tidak berkata apa-apa. Dia hanya beranjak untuk membersihkan dapur.Ketika Briella selesai membersihkan dapur, dia tidak melihat Queena di ruang tamu. Dia langsung panik dan mencari ke ruangan lain. Ternyata Queena sedang tidur di tempat tidurnya. Perutnya yang membuncit terlihat dan anak itu kelihatan tidur nyenyak.Briella tertegun, tidak habis pikir kenapa anak itu bisa tidur di rumah orang lain?Bagaimana kalau Briella orang jahat?Sepertinya Valerio dan Davira benar-benar tidak peduli dengan anak ini. Mereka bahkan tidak mengajarkan pe
Valerio melangkah masuk ke dalam rumah dan melihat sekeliling rumah Briella.Bersih dan luas. Rumah ini memiliki gaya barat, sangat bersih dan luas. Ini adalah apa yang disukai Briella. Perabotan serta peralatannya berteknologi tinggi dan sangat modern.Suasana dan dekorasi seperti ini bisa dianggap sebagai hunian dengan lingkungan yang baik.Briella menunjuk ke arah kamarnya dan berkata pelan, "Queena tidur di kamarku."Valerio menganggukkan kepala dan tidak buru-buru mencari Queena, tetapi duduk di sofa ruang tamu."Ambilkan segelas air."Kaki panjang pria itu terlipat dan postur tubuhnya terlihat santai. Dialah yang lebih terlihat seperti pemilik rumah ini dibandingkan Briella.Briella cemberut dan mengambilkan air untuk pria ini dengan enggan, lalu menyerahkannya kepadanya.Valerio meneguk air dalam gelas itu dan melirik ke arah Briella. "Duduklah."Briella awalnya ingin mencari tempat duduk yang jauh dari Valerio. Namun, pergelangan tangannya ditarik oleh pria itu cukup keras. Bri
Melihat kalau Valerio tidak bermaksud untuk menyalahkannya, Briella merapikan pakaiannya dan kembali ke keadaan sadarnya."Aku sedang menjalani proses perceraian dengan Davira. Alangkah baiknya kalau kamu bisa membantuku menjaga Queena untuk sementara waktu."Valerio mengatakan itu sambil meletakkan sebuah kartu bank berwarna hitam di atas meja.Briella menunduk dan mengamati kartu tersebut. Itu adalah kartu kredit tanpa batas. Briella bisa membeli apa pun dengan menggunakan kartu itu.Jadi, pria ini menyetujui permintaan yang dia ajukan barusan?Briella mengambil kartu itu tanpa menunjukkan ekspresi apa pun di wajahnya.Ketika Valerio melihat Briella mengambil kartu itu, sudut bibirnya menunjukkan senyum tipis. "Tapi ada satu hal. Kalau ada masalah atau kesulitan, akulah orang pertama yang harus kamu hubungi."Briella mengangguk. "Ya, aku mengerti."Pria itu beranjak dan mengambil jasnya yang teronggok di lantai. Dia mengibaskannya, lalu menyampirkannya di pundak dan bersiap untuk per
Briella berpikir sejenak sebelum menyadari akan sesuatu. Taman bermain itu sendiri dibangun untuk menyenangkan Queena, bukankah dia hanya perlu menyenangkan Queena?"Sepertinya apa yang kamu katakan memang sangat masuk akal."Queena menganggukkan kepalanya. "Tante, memang benar seperti itu. Queena ini bala bantuan untuk Tante. Nanti Queena akan bilang sama Papa. Queena cuma mau Tante yang mendesain taman bermain untuk Queena. Queen anggak mau yang lain. Bagaimana."Briella berpikir sejenak dan menyentuh kepala Queena. "Walaupun kamu bilang begitu, tapi Tante pikir ini kesempatan langka. Tante juga ingin menghasilkan karya yang bagus, jadi kita harus tetap bersikap serius, ya?"Queena sepertinya mengerti. "Oh, baiklah. Kalau begitu, Queena akan melakukan apa pun yang Tante mau.""Ayo kita makan dulu. Setelah itu kita pergi ke mal dan beli apa yang dibutuhkan."Briella memakaikan baju pada Queena dan mendudukkan Queena di sofa di ruang tamu. Setelah itu, dia pergi ke dapur untuk menyiapk
Briella membawa Queena ke mal, sekaligus membawa Queena ke toko yang menjual baju anak-anak."Queena, biasanya siapa yang beliin kamu baju?""Papa yang beliin.""Bagaimana dengan Mama?""Mama nggak pernah mengajak Queena ke mal. Kemarin Mama gendong Queena dan bilang mau membelikan sesuatu buat Queena. Tapi Queena takut. Akhir-akhir ini Mama jadi aneh."Queena mengerutkan kening, menunjukkan wajah sedih.Mendengar Queena berkata seperti itu, Briella menyentuh kepala Queena dengan penuh kasih sayang."Kalau begitu, Tante mau nemenin kamu beli baju hari ini. Papa kamu sudah kasih Tante kartu khusus untuk biaya makan dan keperluan kamu. Kamu akan tinggal sama Tante seminggu, jadi Tante akan membelikanmu tujuh baju, ya?""Ya, Queena senang sekali!"Seperti yang sudah diduga. Belanja adalah sesuatu yang disukai oleh perempuan, bahkan anak kecil berusia tiga tahun pun tidak terkecuali.Briella mengajak Queena berkeliling mal dan memilihkan baju-baju kesukaan Queena.Saat melakukan semua ini,