Keduanya pun beradu dan entah sudah berapa lama waktu berlalu. Meja, lantai dan semua tempat di ruang rapat seperti medan perang yang sangat berantakan.Jelas sekali kalau keduanya sudah lama tidak melakukan hal seperti ini.Briella memungut pakaian di lantai dan mengibaskan debu yang menempel di sana. Dia pun memakainya dan merapikan penampilannya. Valerio pun sama. Saat ini, wajahnya bercampur dengan rasa puas.Briella mengeluarkan sebuah jam tangan mahal dari dalam jaketnya. Itu milik Valerio dan dia menyerahkannya kepada Valerio. Valerio mengambilnya dan memakainya dengan indah di pergelangan tangannya. Mata Briella mengikuti gerakan pria itu dan tatapannya terhenti pada bekas luka di lengan pria itu.Bekas luka itu mirip dengan bekas luka di dadanya, yang merupakan bekas luka akibat tembakan peluru."Kenapa lenganmu bisa terluka?"Briella bertanya dengan rasa ingin tahu.Valerio mengenakan kembali jam tangannya dan tatapannya tertuju pada dada Briella. Matanya berubah muram saat m
Mendengar itu, Valerio mengerutkan keningnya. Wajahnya dipenuhi dengan gurat ketidak berdayaan dan penyesalan.Klinton tidak berbohong padanya. Briella memang sudah melupakan Zayden, anak yang dulu sangat dicintainya. Wanita ini juga sudah melupakan semuanya.Seberapa besar rasa benci wanita ini kepadanya, bahkan sampai melupakan satu-satunya penghubung di antara mereka. Wanita ini bahkan bertekad untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa lalu.Valerio mengaitkan bibirnya, membentuk senyuman penuh pemahaman.Karena Briella sudah melupakan semuanya, jadi Valerio akan mengikuti apa pun keinginannya."Sudah malam, pacarmu pasti cemas kalau kamu belum pulang. Apa dia nggak keberatan kalau aku mengantarmu pulang?"Valerio menahan emosinya. Kesan asing dan ketidak pedulian terlihat jelas di wajahnya.Briella melihat ke luar dan hujan berangsur-angsur berhenti. Dia akan berjalan keluar dari lokasi konstruksi dan mencari taksi."Nggak perlu. Aku pulang sendiri saja."Briella merapikan rambut
Tidak ada lagi yang bisa menggunakan kepentingan perusahaan untuk menahannya. Valerio menjadi sangat kuat, bahkan Rieta pun sedikit takut padanya.Rieta sudah terbiasa dengan sikap dingin Valerio saat melihat pria itu tidak menjawab pertanyaannya. Valerio yang sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Awalnya Rieta mengira kalau Valerio menikahi Davira, dia akan memiliki bantuan dalam mengendalikan pria ini. Namun, dia menyadari kalau perhitungannya salah.Namun, hal baiknya adalah, Valerio mencintai Queena. Anak itu adalah titik lemah Valerio."Queena sudah tiga tahun, tapi kamu masih hidup terpisah dengan Davira. Rio, kapan kamu akan membawa Davira dan Queena tinggal di Galapagos?"Valerio duduk di sofa, menyeruput airnya perlahan-lahan sambil melipat kakinya dan menatap Rieta dengan curiga."Daripada membawa mereka ke sana, lebih baik aku bawa Zayden ke mari. Dengan begini akan lebih mudah menjagamu. Bagaimana?"Rieta mengerutkan kening dan menjawab tidak senang, "Aku nggak mau tingga
Valerio terkejut, sedikit mematung saat mendengar apa yang dikatakan Queena."Apa maksud wangi Mama yang ada di dalam imajinasi Queena?""Oh ... itu ...." Kedua ujung jari Queena saling menyentuh, lalu menjawab sambil cemberut, "Mama kadang-kadang minum dan ada aroma aneh di tubuhnya. Queena nggak suka. Tapi Papa jangan bilang sama Mama kalau Queena bilang begini. Kalau nggak, nanti Mama akan marah-marah sama Papa dan Queena."Queena terlihat ketakutan, bahkan melihat ke arah pintu saat mengatakan ini. Dia takut kalau Mama tiba-tiba menerobos masuk dari luar dan mengamuk padanya.Valerio tiba-tiba mengerutkan keningnya dalam-dalam sambil mendengarkan."Apa sering ada aroma aneh di tubuh Mama?""Sepertinya ya. Kadang Mama bau rokok. Queena bilang sama Mama kalau Queena nggak suka dengan bau tubuh Mama. Eh Mama malah marah."Queena menyelesaikan penjelasannya dengan air mata berlinang. Biasanya Davira selalu bersikap jahat padanya. Ketika dia ingin mendekat pun Davira seakan seperti terl
Davira memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal ini. Dia perlu minum obat atau insomnia nya akan kambuh. Obat akan terserap dalam kandungan asi, jadi kalau memberikan asi untuk Queena, Queena lah yang tidak akan bisa tidur.Jadi, selama empat tahun terakhir, Davira tidur sendirian di kamar tidur utama.Valerio membuka pintu kamar tidur utama dan mencium bau asap bahkan sebelum mendekati Davira. Dia mengerutkan kening dan melihat ke dalam kamar.Davira sedang berbaring di tempat tidur dengan piyama dan sebatang rokok yang terselip di mulutnya. Terlihat kalau asbak di tangannya penuh dengan puntung rokok.Matanya terpejam, jadi dia pasti habis minum dan dalam keadaan mabuk.Valerio mendekat dan alisnya berkerut erat saat melihat Davira dalam keadaan acak-acakan seperti itu."Davira, bangunlah. Ada yang mau aku katakan."Suara dalam dan dingin pria itu menyadarkan Davira. Dia membuka matanya dan melihat sosok tinggi dan tampan di depannya. Seketika, dia pun langsung duduk.Mengira su
Akan tetapi, setelah bertahun-tahun, wanita mana yang bisa dibandingkan dengan Briella yang sudah meninggal itu? Karena itulah orang yang bisa mengancam keberadaan Davira tidak pernah ada lagi.Makin dipikirkan, Davira makin sadar. Dia pun bergidik ngeri.Mungkinkah Valerio bertemu dengan seseorang yang sangat mirip dengan Briella?Sebuah wajah tiba-tiba terlintas di benaknya. Keringat dingin mengalir di tulang belakang Davira saat membayangkan Renata yang muncul di rumahnya, wanita yang mirip dengan Briella.Dia berjalan mendekati Valerio, meraih lengan baju pria itu dan menarik-nariknya. Dia bertanya pelan, "Rio, kenapa kamu ingin bercerai?""Lihatlah dirimu. Apa kamu masih terlihat seperti seorang ibu?" Valerio membentak, "Kamu tahu, aku tetap mempertahankan pernikahanku denganmu karena sesuatu."Davira terkejut. "Itu karena anak. Queena itu anak kita.""Apa selama ini kamu sudah melakukan tugasmu sebagai seorang ibu? Apa kamu sudah memberikan Queena kasih sayang layaknya ibu atau h
Queena yang mendengar itu pun turun dari tempat tidur dan pergi mengambil koper merah mudanya. Dia mengisinya dengan pakaian-pakaian cantik, mainan, serta buku-buku cerita kesukaannya.Dia juga ingin membawa beberapa hadiah untuk kakaknya, Zayden. Namun, dia menggaruk kepalanya bingung. Semua mainannya sangat feminin, Zayden pasti tidak akan menyukai semua mainan itu.Si kecil menoleh ke arah Valerio dengan bingung. "Papa, apa Kak Zayden akan menyukai Queena?"Valerio berjalan mendekati Queena dan setengah berjongkok. Dia membantu putrinya menutup koper, lalu berdiri dan meletakkannya di samping. Dia memeluk Queena dan berkata dengan lembut dan sabar."Kakakmu sangat baik dan kalian pasti akan akur. Dia akan menyayangimu sama seperti Papa menyayangimu."Queena sangat lega mendengar Valerio mengatakan hal itu."Berikan kopermu kepada pelayan." Valerio menggandeng tangan kecil Queena. "Sekarang kita pulang."Valerio menarik Queena keluar dari kamar dan keributan di luar masih belum berak
"Bertemu Valerio? Di mana?""Kamu tahu? Dia adalah pihak kontraktor proyek yang aku tangani. Dia membangun taman bermain buat putrinya, bahkan nggak ragu-ragu ketika membeli sebidang tanah yang begitu luas dari pemerintah dengan harga mahal. Hari ini kami mengadakan pertemuan. Begitu masuk, aku langsung melihatnya. Kemudian kami juga ...."Briella sedikit bingung harus menjelaskan seperti apa. Dia terus bicara dan mencurahkan ceritanya kepada Klinton. Pada akhirnya, pikirannya sedikit kacau karena memikirkan semua hal yang telah terjadi di antara mereka berdua."Kalian kenapa?"Klinton langsung menangkap kegelisahan dalam nada bicara Briella, hatinya pun menjadi tidak tenang."Demi mendapatkan proyek itu, aku dan dia ....""Briella, kamu nggak perlu bicara lagi." Tatapan Klinton penuh dengan gurat sakit hati. "Apa kamu merasa senang terus menorehkan luka kepadaku? Kenapa kamu mengatakan ini padaku?""Maafkan aku, Klinton. Aku nggak mau merahasiakan hal ini darimu." Briella merasa kalau