Valerio dan Briella duduk dalam keheningan untuk waktu yang lama. Angin dingin berhembus di taman. Valerio melepas jas abu-abu perak yang dia kenakan dan menyampirkannya di bahu Briella.Jas yang terbungkus aroma parfum pria itu terasa masih hangat dan langsung menyelimuti Briella."Jaga dirimu." Valerio beranjak, meninggalkan kalimat yang rendah dan magnetis sebelum melangkah pergi.Briella menggenggam oktaf itu di kedua tangannya. Tubuhnya meringkuk dan sedikit membungkuk. Hatinya terasa kosong, menatap air mata yang membasahi punggung tangannya.Dia sangat benci kenapa pria ini harus muncul di saat seperti ini. Dia benci karena hatinya masih goyah bahkan setelah berlalu cukup lama.Briella duduk terdiam di bangku taman, mencoba menahan getaran masa lalu yang bergejolak di dalam hatinya. Getaran itu mengaduk-aduk emosinya.Bagi Briella, Valerio seperti perampok."Sudah melihatnya?"Remaja di dalam mobil mengenakan pakaian olahraga hitam dan topi di kepala. Di bawah topi yang menutupi
"Aku bukan penyalur pesan, yang apa-apa harus tanya sama Papa. Kenapa Mama nggak tanya sendiri saja sama Papa?""Papa nggak mau cerita sama Mama. Mama sudah membesarkanmu sampai sekarang, kenapa kamu nggak peduli sama Mama? Papa selalu bersikap jahat sama Mama, apa kamu nggak mau membela Mama? Gimana Mama mau hidup kalau kamu pun jahat sama Mama?"Davira melampiaskan semua keluh kesah yang ada di dalam hatinya kepada Queena. Mendengar itu, Queena menarik kedua telinganya dan terlihat tidak sabar."Mama selalu seperti ini, pantas saja Papa nggak mau tinggal sama Mama. Mama memancarkan energi negatif dan selalu mengomel, seperti ibu-ibu cerewet."Mata Davira terbelalak, lalu dia bertanya dengan nada dingin, "Apa katamu?"Queena menjulurkan lidahnya dan kembali sibuk dengan mainan di tangannya, bersikap seolah-olah tidak ada yang terjadi.Davira sangat marah. Dia bukan hanya harus menahan diri atas ejekan dan penindasan Rieta, tetapi dia juga harus bersabar dengan seorang gadis kecil yang
Pengasuh itu menggerutu kepada Davira. Begitu Davira mendengar itu, dia langsung melayangkan tamparan tepat di wajah pengasuh itu.Pengasuh itu sampai jatuh ke sofa, bersama dengan anak kecil yang berada dalam gendongannya. Anak kecil itu merintih dan menangis keras. Pengasuh itu terdiam. Wajahnya terasa panas dan sakit, bahkan sampai berdarah karena tergores kuku Davira.Davira menjambak rambut pengasuh itu, lalu memakinya habis-habisan."Apa kamu tahu kalau aku ibu kandung anak ini? Kamu pikir kamu siapa, berani-beraninya mengarahkan apa yang harus aku lakukan! Apa kamu tidur sama Elbert? Kamu pikir kamu nyonya sah di rumah ini! Aku beritahukan, akulah yang menyewa apartemen ini dan akulah yang menghidupi Elbert! Kamu cuma pengasuh yang menjaga anakku! Beraninya menyuruhku melakukan sesuatu! Apa kamu cari mati?"Davira menarik rambut pengasuh itu dengan sangat keras hingga hampir merobek kulit kepalanya. Pengasuh itu menangis dan memohon ampun. Tangisan anak yang ada di gendongannya
Elbert hanya bisa menghela napas panjang saat mendengar keteguhan hati Davira.Dia tahu betul bahwa dalam tiga tahun ini kehidupan Davira tidak sebaik yang diinginkannya. Sebagai orang yang menyaksikan hubungan mereka, Elbert pun merasa tertekan.Hanya saja, sebelumnya Davira mengalami semua penderitaan ini sendirian. Sekarang, dia melibatkan kedua anak kecil di dalam penderitaannya. Setiap kali memikirkan masalah ini, Elbert tidak bisa tidur dan tidak nafsu makan. Dia bahkan merasa kalau Davira tidak punya hati nurani karena melakukan semua ini. Kalau tidak, bagaimana setiap hari dia bisa hidup dengan tenang sebagai seorang nyonya dari keluarga besar?"Davira, mungkin kehidupan yang sekarang kamu jalani nggak cocok untukmu.""Apa maksudmu?" Davira menjadi sedikit marah, "Apa maksudmu nggak cocok untukku? Kehidupan yang aku jalani sekarang adalah kehidupan yang aku impikan! Menikah dengan Rio adalah takdirku.""Apa kamu sudah memikirkan konsekuensi apa yang akan kamu tanggung kalau Val
Proyek yang dilimpahkan kepada Briella cukup besar, membuat Briella sedikit kurang percaya diri dalam mengerjakannya. Untung saja pihak klien memberikan waktu tiga bulan untuk menyusun proyek ini. Saat itu Briella sudah kembali dan lingkungan di negaranya sendiri akan memudahkannya mengurus proyek ini.Setelah menyelesaikan kuliahnya, Briella dan Klinton berencana untuk kembali.Identitas Briella menjadi masalah. Bagaimanapun juga, dia seharusnya sudah terkubur di laut dalam kecelakaan yang terjadi empat tahun lalu. Akan sangat berisiko kalau Briella kembali dengan menggunakan identitasnya yang dulu.Untung saja Klinton sudah memikirkan hal ini dan membuatkan identitas baru untuk Briella."Namamu Renata Yasmine, orang tuamu imigran dari luar negeri. Kamu memilih untuk memulai bisnis di Kota Tamar setelah menyelesaikan pendidikanmu di luar negeri. Aku pacarmu, jadi kamu melakukan perjalanan menyeberangi lautan demi cinta dan menetap di Kota Tamar bersamaku."Klinton meletakkan berkas ya
Ketika pertemuan dengan pihak klien selesai, Klinton datang menjemput Briella dan mengajaknya ke acara makan malam keluarga.Briella ragu-ragu. Bagaimanapun juga, dia harus menghadapi musuh masa lalunya, di saat dia sendiri saja masih belum terbiasa dengan identitas barunya."Sebenarnya kamu nggak perlu terlalu memikirkannya." Klinton meraih tangan Briella. "Sekarang kamu sudah kembali, cepat atau lambat kamu akan menghadapi banyak orang dan banyak hal. Sekarang kamu juga punya aku, apa yang kamu takutkan?"Briella berpikir sejenak, lalu bertanya, "Jadi, apa adikmu akan ada di sana?"Klinton sedikit mengernyit, lalu mencubit hidung mancung Briella. "Sekarang kamu itu Renata. Mana mungkin Renata pernah bertemu dengan adikku! Aku paham kalau kamu ingin membalas dendam, tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Tahan dulu sebentar, kamu mengerti?"Briella mengatupkan mulutnya dan menatap Klinton dengan tatapan kosong. "Kamu benar-benar banyak omong. Aku tanya, apa Davira ada di sana? Kamu cum
#Itulah salah satu ketakutan terbesar Klinton. Dia takut Briella kembali teringat akan Zayden. Mungkin kehidupan tenang dan stabil yang dijalaninya saat ini adalah yang terbaik untuknya.Setidaknya, semua orang menemukan kehidupan terbaik untuk mereka, bukan?"Briella." Klinton bertanya dengan suara pelan saat menyetir. Matanya melirik sekilas ke arah Briella. "Apa kamu bahagia?"Briella membolak-balik buku proyek di tangannya. Mendengar Klinton mengajukan pertanyaan ini, dia mengangkat pandangannya dan menatap pria itu, lalu menjawab pelan, "Cukup bahagia. Kenapa memangnya?"Klinton pun menjawab sambil tersenyum, "Aku harap kamu bahagia. Aku akan membuatmu lebih bahagia dan lebih bahagia lagi di masa depan."Briella malah menggodanya, "Yang membuatku bahagia sekarang adalah menjadi versi diriku yang lebih baik lagi dan nggak ada orang yang menyebalkan di sekitarku. Tapi, lebih bahagia lagi kalau bisa jadi orang kaya dalam semalam."Klinton menatap Briella dengan tatapan memanjakan. "D
Briella menjawab dengan tenang, "Terima kasih, Om, Tante. Maaf sudah merepotkan kalian."Briella memang tidak sering berhubungan dengan Resti dan Herman, jadi tidak memiliki kekesalan atau semacamnya kepada mereka. Sebenarnya, dia memiliki kesan yang cukup baik terhadap keduanya.Jelas sekali kalau Resti dan Herman saling mencintai dan sangat menyayangi anak-anak mereka. Sangat disayangkan kalau pasangan yang harmonis seperti mereka melahirkan seorang anak yang pendendam dan buas seperti Davira.Briella datang karena ingin menemukan kebenaran waktu itu. Anaknya tidak mungkin meninggal begitu saja. Kalau bisa menemukan kebenaran di balik semua itu, Briella akan membalas dendam kepada mereka yang terkait dan tidak akan melibatkan mereka yang tidak terkait dengan masalah itu.Briella memikirkan hal ini dan memberikan senyuman ramah kepada Resti dan Herman."Klinton, bawa Renata masuk. Adikmu barusan menelepon, katanya dia akan datang terlambat."Resti menatap Klinton dengan tatapan penuh