Ketika pertemuan dengan pihak klien selesai, Klinton datang menjemput Briella dan mengajaknya ke acara makan malam keluarga.Briella ragu-ragu. Bagaimanapun juga, dia harus menghadapi musuh masa lalunya, di saat dia sendiri saja masih belum terbiasa dengan identitas barunya."Sebenarnya kamu nggak perlu terlalu memikirkannya." Klinton meraih tangan Briella. "Sekarang kamu sudah kembali, cepat atau lambat kamu akan menghadapi banyak orang dan banyak hal. Sekarang kamu juga punya aku, apa yang kamu takutkan?"Briella berpikir sejenak, lalu bertanya, "Jadi, apa adikmu akan ada di sana?"Klinton sedikit mengernyit, lalu mencubit hidung mancung Briella. "Sekarang kamu itu Renata. Mana mungkin Renata pernah bertemu dengan adikku! Aku paham kalau kamu ingin membalas dendam, tapi sekarang bukan waktu yang tepat. Tahan dulu sebentar, kamu mengerti?"Briella mengatupkan mulutnya dan menatap Klinton dengan tatapan kosong. "Kamu benar-benar banyak omong. Aku tanya, apa Davira ada di sana? Kamu cum
#Itulah salah satu ketakutan terbesar Klinton. Dia takut Briella kembali teringat akan Zayden. Mungkin kehidupan tenang dan stabil yang dijalaninya saat ini adalah yang terbaik untuknya.Setidaknya, semua orang menemukan kehidupan terbaik untuk mereka, bukan?"Briella." Klinton bertanya dengan suara pelan saat menyetir. Matanya melirik sekilas ke arah Briella. "Apa kamu bahagia?"Briella membolak-balik buku proyek di tangannya. Mendengar Klinton mengajukan pertanyaan ini, dia mengangkat pandangannya dan menatap pria itu, lalu menjawab pelan, "Cukup bahagia. Kenapa memangnya?"Klinton pun menjawab sambil tersenyum, "Aku harap kamu bahagia. Aku akan membuatmu lebih bahagia dan lebih bahagia lagi di masa depan."Briella malah menggodanya, "Yang membuatku bahagia sekarang adalah menjadi versi diriku yang lebih baik lagi dan nggak ada orang yang menyebalkan di sekitarku. Tapi, lebih bahagia lagi kalau bisa jadi orang kaya dalam semalam."Klinton menatap Briella dengan tatapan memanjakan. "D
Briella menjawab dengan tenang, "Terima kasih, Om, Tante. Maaf sudah merepotkan kalian."Briella memang tidak sering berhubungan dengan Resti dan Herman, jadi tidak memiliki kekesalan atau semacamnya kepada mereka. Sebenarnya, dia memiliki kesan yang cukup baik terhadap keduanya.Jelas sekali kalau Resti dan Herman saling mencintai dan sangat menyayangi anak-anak mereka. Sangat disayangkan kalau pasangan yang harmonis seperti mereka melahirkan seorang anak yang pendendam dan buas seperti Davira.Briella datang karena ingin menemukan kebenaran waktu itu. Anaknya tidak mungkin meninggal begitu saja. Kalau bisa menemukan kebenaran di balik semua itu, Briella akan membalas dendam kepada mereka yang terkait dan tidak akan melibatkan mereka yang tidak terkait dengan masalah itu.Briella memikirkan hal ini dan memberikan senyuman ramah kepada Resti dan Herman."Klinton, bawa Renata masuk. Adikmu barusan menelepon, katanya dia akan datang terlambat."Resti menatap Klinton dengan tatapan penuh
Berpikir seperti itu, Davira ingin menyulitkan Briella. Dia melirik remeh pakaian resmi yang dikenakan Briella, lalu mengatakan, "Ternyata kamu yang bernama Renata? Kamu datang ke mari dengan tangan kosong? Dengan pakaianmu ini, aku hampir mengira kalau kamu sekretaris kakakku. Kakakku itu pewaris bisnis keluarga. Dengan penampilanmu yang lusuh seperti ini, sejujurnya akan sangat sulit untuk menyukaimu."Briella tidak peduli sedikitpun dengan ejekan Davira. Dia sangat mengenal Davira. Makin ketus ejekan yang dia lontarkan, itu menunjukkan kalau dia makin ciut dan tidak percaya diri."Kakakmu mengejarku selama empat tahun. Dia bahkan memperluas proyeknya ke kota tempatku kuliah biar bisa menjadi pacarku. Dengan meremehkanku seperti ini, apa kamu sedang meremehkan selera kakakmu sendiri?""Aku nggak mau bicara omong kosong denganmu. Kalau kamu mampu, coba minta kakakku untuk menikahimu. Sebagai istri Valerio, orang terkaya di Kota Tamar, aku akan memberikan nasihat. Nggak mudah kalau kam
Briella berbalik dan masuk ke dalam vila Keluarga Atmaja. Klinton melihat Briella masuk sendirian tanpa Davira yang mengikutinya, sekilas tahu kalau adiknya sedang kesal.Senyum tak berdaya tersungging di wajahnya. Dia menatap Briella sejenak dan Briella pun tahu apa maksud dari tatapan pria itu.Briella bisa merasakan kalau pria ini makin toleran terhadapnya, bahkan lebih dari apa yang dia lakukan kepada adiknya sendiri.Resti dan Herman pun menyadari akan hal ini. Resti merasakan kekhawatiran yang samar di dalam hatinya, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ini bukan hanya sekadar tentang Renata yang terlalu mirip dengan Briella.Dia melirik ke arah suaminya. Pria itu menggenggam tangannya di bawah meja dan membujuknya dengan lembut dan sabar. Hal itu pun mampu membuat Resti merasa lebih baik."Renata, kami menyiapkan semua ini untukmu. Aku nggak tahu apa ini sesuai dengan seleramu. Cobalah."Resti tersenyum dan menawarkan makanan kepada Renata. Tatapannya diam-diam mengamati wajah R
Semua yang hadir mendengar suara penelepon, yang ternyata seorang gadis kecil. Suaranya terdengar manja, kekanak-kanakan dan menggemaskan. Semua orang tahu kalau itu adalah putri kecil kesayangan Valerio.Setelah Valerio meninggalkan ruangan, beberapa orang mulai membicarakannya dan mengatakan kalau Valerio adalah seorang ayah yang sangat bertanggung jawab. Dia bahkan datang ke pertemuan khusus untuk melakukan hal semacam ini sendiri.Briella menundukkan kepalanya dan terus memperhatikan materi rapat. Namun, dia tidak bisa memahami isi di dalamnya. Mereka sudah sepakat mau jadi orang asing, tetapi malah dipertemukan dalam proyek yang begitu penting. Sebagai perancang proyek ini, Briella tidak bisa menghindar untuk berhubungan dengan pria itu.Pikiran seperti ini hanya melintas dalam sekejap dan Briella bisa kembali fokus pada pekerjaannya. Dia mencatat beberapa persyaratan yang baru saja disebutkan Valerio dan meminta mereka yang bergosip untuk berhenti. Dia menarik topik pembicaraan p
Briella menarik-narik rok di tubuhnya agar lebih ke bawah. "Terima kasih, Pak Valerio atas pengingatnya. Tapi Pak Valerio adalah pria yang sudah menikah, nggak baik kalau ada yang tahu Pak Valerio berduaan denganku di sini. Lebih baik segera pergi dari sini."Valerio mengamati kartu tanda pengenal yang dikalungkan di leher Briella, menatap nama yang tertera di sana sambil menyipitkan matanya.Briella mengikuti arah pandangannya dan menatap kartu akses tersebut, menyadari kalau tanda itu tergantung di bagian tubuhnya yang sangat sensitif. Jadi, dia langsung menutupinya dengan tangan.Dia sangat malu sampai-sampai pipinya terasa panas.Valerio mengaitkan bibirnya membentuk senyuman nakal."Sudah selama ini, tapi kamu masih bertingkah layaknya gadis baru dewasa. Sepertinya pacarmu terlalu payah."Briella mengerutkan kening dan wajahnya makin memerah."Pak Valerio, dibandingkan dengan kegenitan Pak Valerio, memang benar kalau pacarku nggak ada apa-apanya. Tapi bukankah terlalu sembrono kal
Keduanya pun beradu dan entah sudah berapa lama waktu berlalu. Meja, lantai dan semua tempat di ruang rapat seperti medan perang yang sangat berantakan.Jelas sekali kalau keduanya sudah lama tidak melakukan hal seperti ini.Briella memungut pakaian di lantai dan mengibaskan debu yang menempel di sana. Dia pun memakainya dan merapikan penampilannya. Valerio pun sama. Saat ini, wajahnya bercampur dengan rasa puas.Briella mengeluarkan sebuah jam tangan mahal dari dalam jaketnya. Itu milik Valerio dan dia menyerahkannya kepada Valerio. Valerio mengambilnya dan memakainya dengan indah di pergelangan tangannya. Mata Briella mengikuti gerakan pria itu dan tatapannya terhenti pada bekas luka di lengan pria itu.Bekas luka itu mirip dengan bekas luka di dadanya, yang merupakan bekas luka akibat tembakan peluru."Kenapa lenganmu bisa terluka?"Briella bertanya dengan rasa ingin tahu.Valerio mengenakan kembali jam tangannya dan tatapannya tertuju pada dada Briella. Matanya berubah muram saat m