Pistol di tangan pria itu jatuh ke tanah dan telapak tangannya terpotong. Dia meronta-ronta kesakitan dan tubuhnya menjadi tidak seimbang. Dia terhuyung ke tepi jembatan, lalu terjatuh.Aroma darah menarik perhatian hiu-hiu dari dasar laut, membuat mereka datang mengerumuni tubuh pria itu. Dalam sekejap mata, tidak ada lagi yang bisa dilihat.Suara-suara hiu yang bersemangat terdengar dari bawah jembatan, mengantisipasi mangsa berikutnya yang akan jatuh dan kembali memulai pesat mereka.Suasana terasa tegang dan menakutkan.Briella dan Rieta melihat ke arah penembak. Di bawah sinar bulan, Valerio melangkah maju dengan pistol di tangannya.Tangannya diarahkan ke pria di depan Rieta. "Jatuhkan senjatamu. Bawa orang-orangmu dan pergi dari sini!"Begitu melihat Valerio, kaki pria itu gemetar. Dia pun melirik Rieta."Bu Rieta ... apa yang harus saya lakukan?"Rieta menatap Valerio dan mengumpat pelan. Dia pun memaki pria yang sedang gemetar di depannya, "Dasar nggak berguna! Sampah!"Pria i
Hati Briella mari rasa.Valerio berdiri di depan Briella, menatap tajam wajah wanita di depannya. Ketegangan di wajah Valerio memberi kesan kalau dia ingin melahap Briella hidup-hidup."Briella, kamulah yang harus disalahkan karena nggak bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Aku pernah bilang, kalau kamu muncul di konferensi pers, aku akan mempublikasikan hubungan kita dan menikahimu. Kenapa saat itu kamu nggak muncul?"Valerio menggertakkan gigi dan tangannya bertumpu pada bahu Briella.Briella merasa kalau tulang-tulang di bahunya akan diremukkan oleh Valerio. Dia hanya bisa meringis kesakitan."Ah! Sakit."Valerio menarik bibirnya dan memperlihatkan senyuman jahat."Suara jerit kesakitanmu masih terdengar bagus seperti biasanya."Briella menatap Valerio. Matanya sedikit tidak fokus karena ada lapisan air mata yang menyelimuti.Briella merasa sangat asing dengan pria ini. Pria ini sangat berbeda bahkan dari gambaran yang ada di benak Briella.Briella menjadi bingung dan menarik i
Dokter tiba di tempat kejadian saat daging di lengan Valerio sudah sedikit terkelupas. Pria itu kehilangan banyak darah, sampai-sampai harus mendapatkan transfusi darah. Namun, sampai akhir pun dia masih menolak untuk meninggalkan tempat ini.Pada akhirnya, tidak ada pilihan lain selain melakukan operasi di tempat untuk menjahit lukanya. Penundaan penanganan hanya akan mengakibatkan amputasi.Valerio mengerahkan semua pasukan. Beberapa kapal besar muncul di laut untuk mencari keberadaan Briella. Langit malam diterangi oleh lampu-lampu yang membuat suasana sekitar menjadi seterang siang hari.Pencarian berlanjut hingga fajar menyingsing dan tidak ada hasil yang ditemukan. Semua orang mengatakan kalau Briella sudah dimakan oleh hiu.Sepanjang malam, Rieta terus menyaksikan kegiatan pencarian dan penyelamatan kapal dari pinggir pantai. Ketika mengetahui berita itu, dia pun menjadi lebih yakin.Meskipun Briella adalah seorang perenang yang andal, dia mungkin bisa lolos dari situasi yang su
Briella merasa kalau Tuhan masih belum membiarkannya mati. Tuhan membiarkannya mengalami semua ini agar bisa tahu seperti apa sifat asli beberapa orang. Dengan begitu, Briella bisa benar-benar menyerah.Karena sudah diberi kesempatan untuk kembali, Briella harus berjuang untuk hidupnya dan memulai kembali dengan wajah yang baru!Briella mengambil keputusan di dalam hati. Ketika keadaannya pulih, dia akan pergi ke luar negeri. Kalau saat kembali masih ada orang yang meremehkan, menyakiti dan mempermalukannya, dia tidak akan pernah melupakan mereka.Di sebelah terdengar ada pergerakan dan Klinton pun sadarkan diri. Dia berjalan mendekati Briella. Begitu melihatnya masuk, Briella menoleh dan menatap sosok pria itu. Melihat tidak ada yang aneh dengannya, barulah Briella merasa tenang.Klinton bertanya kepadanya, "Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit?"Briella menjawab dengan lemah, "Lukanya nggak apa-apa, tapi kepalaku sakit. Aku nggak bisa ingat banyak hal."Klinton terkejut, lalu meng
Di dalam kamar, Briella masih bingung terkait masalah anak. Ketika melihat Klinton masuk, dia berusaha keras menopang tubuhnya dengan kedua tangan, lalu menatap Klinton."Pak Klinton, apa maksudmu barusan, kamu menyebutkan tentang seorang putra?"Klinton meraih tangan Briella dan mencoba menenangkannya."Nggak perlu dipikirkan. Aku punya pertanyaan untukmu. Bagaimana perasaanmu kepada Valerio saat ini?"Ekspresi Briella dipenuhi rasa takut sekaligus benci saat mendengar nama itu.Dia membenci Valerio.Briella memalingkan wajahnya dan melihat ke luar jendela. Tatapannya sedikit muram dan dingin, terlihat sangat tidak berdaya.Memikirkan apa yang dikatakan Valerio malam itu, ditambah dengan bekas luka di tubuh ini, apa Briella akan terus melanjutkan obsesinya?Kalau iya, Briella akan berasa bersalah pada penderitaan yang selama ini dia rasakan."Pak Klinton, tolong jangan sebut nama itu di depanku lagi."Klinton terkejut, lalu mengangguk kepada Briella. "Ya. Sepertinya kamu sudah punya p
Moonita mengatakan itu sambil melepaskan kalung permata yang melingkar indah di lehernya.Klinton adalah orang yang paham dengan benda berharga. Dalam sekali lihat, dia tahu kalau harga kalung batu permata itu tidak jauh lebih murah daripada jam tangannya.Pria itu menyipitkan matanya, penasaran dengan identitas wanita paruh baya ini dan apa hubungannya dengan pasangan pembuat kue itu?Moonita melepaskan kalung permatanya dan berkata pada wanita itu, "Bibi, berikan saja kalung ini kepada pemuda itu. Anggap saja ini sebagai balas budi karena kebaikan kalian yang sudah bersedia menerimaku saat itu."Klinton mengangkat alisnya dan bertanya heran, "Kamu juga diselamatkan oleh bibi dan paman itu?"Moonita tersenyum, lalu menjawab, "Tentu saja. Itu sebabnya kita dan mereka seperti ditakdirkan. Mereka itu penolong kita."Klinton mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Moonita.Moonita memberikan kalung itu kepada Klinton, "Anak muda, kalung ini untukmu. Harganya memang lebih murah dari ja
Briella memikirkannya, lalu memutuskan untuk menerima kalung itu."Kalau begitu, aku akan menyimpannya. Siapa tahu aku kehabisan uang saat berada di luar negeri. Jadi, aku bisa menjualnya."Klinton membuka mulutnya dan tidak bisa menahan tawa."Pikiranmu memang benar-benar aneh."Briella ikut tertawa, tetapi saat tertawa luka di dadanya terasa sakit. Dia pun mengerutkan kening dan meringis kesakitan.Klinton mendekat dengan panik, mengangkat tangannya seolah-olah ingin merobek baju yang dikenakan Briella untuk melihat luka yang tersembunyi di dalamnya. Namun, seketika dia melupakan di mana posisi luka itu berada."Ternyata Pak Klinton sangat mengkhawatirkanku. Apa Pak Klinton tertarik kepadaku?"Briella menangkis tangan pria itu, lalu menggodanya untuk menyembunyikan rasa canggung.Klinton tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Briella dengan tatapan cukup lekat.Briella tidak menyadari ekspresi pria itu dan hanya menatap kalung di tangannya. Jari-jarinya mengusap batu di dalam kalung
"Terus kenapa kamu berbohong padaku?""Karena aku nggak bisa membantumu melakukan hal buruk. Davira, ini saatnya belajar memahami. Aku ingin kamu jadi orang yang baik.""Apa aku nggak baik? Aku bahkan bersedia menerima anak Rio yang lahir dari rahim wanita lain. Apa aku masih nggak cukup baik? Kamu ingin aku jadi sebaik apa? Apa kamu ingin memaksaku mati?"Klinton menghela napas tidak berdaya, kembali mencoba membujuk Davira, "Davira, aku sudah membujukmu berkali-kali bahkan sebelum kamu menikah. Ini pilihanmu, jadi kamu harus bertanggung jawab atas pilihanmu sendiri. Aku nggak bisa terus bersamamu seumur hidupku atau menanggung semua penderitaan yang kamu alami. Apa kamu mengerti?"Davira hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan pasrah dan mengiakan apa yang dikatakan Klinton.Dialah yang memilih jalan ini, jadi dia harus terus menjalaninya walau terasa pahit. Dia pun paham dengan pemikiran ini.Klinton melihat kalau Davira bisa memahami perkataannya, jadi dia menepuk pundaknya lembu