Melihat Valerio bersikap seperti ini, Klinton benar-benar tidak ingin merahasiakannya lagi dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya."Dia masih hidup dan baik-baik saja."Valerio memejamkan matanya perlahan dan hatinya merasa lega.Ketika Davira menemaninya barusan, dia berpura-pura tertidur. Setelah mengetahui kebenarannya, dia tidak tahu sikap seperti apa yang harus dia tunjukkan untuk menghadapi wanita itu. Sampai sekarang, dia masih mempertimbangkan keputusannya terkait hubungannya dengan wanita itu.Bagaimanapun juga, dengan tidak adanya ikatan dari kata penolong, sifat dari hubungan mereka pun berubah."Aku penasaran, sejak kapan kamu tahu kalau Briella masih hidup?"Klinton teringat akan peringatan Valerio pada malam kejadian, yang memintanya waspada terhadap Rieta. Hal itu seperti sebuah ramalan.Sikapnya yang seperti itu membuat Valerio seperti seorang peramal yang mampu mengarahkan sesuatu yang akan terjadi. Jika bukan karena peringatan Valerio, Klinton tidak mungkin s
"Tapi Valerio, bagaimana dengan putrimu? Dia masih kecil. Zayden saja sudah sangat menderita, apa kamu juga ingin putrimu mengalami penderitaan yang sama? Anak-anak nggak bersalah. Kamu sudah membuat Zayden menjadi ahli waris, jadi bukankah setidaknya kamu harus membuat putrimu merasakan kasih sayang seorang ayah.""Aku tahu apa yang harus aku lakukan kepada anakku." Valerio melirik Klinton sekilas. "Kamu nggak perlu ikut campur."Klinton pun menghentikan perkataannya dengan sadar diri.Valerio duduk dan menatap perban putih di lengannya yang mengeluarkan darah, tiba-tiba berbicara dengan suara pelan."Bagaimana kondisi Briella sekarang? Klinton, jangan berani bermain-main denganku. Katakan padaku, apa rencana yang akan kamu lakukan setelah ini?""Rencana selanjutnya bukan keinginanku, ini adalah tekad dan pilihannya sendiri. Dengan kerja kerasnya, dia mendapatkan kualifikasi untuk belajar di luar negeri. Dia sepertinya nggak mengingat Zayden. Aku nggak tahu apakah ini sementara atau p
Briella bertanya dengan terkejut, "Kamu mau ke sana juga? Mau tinggal lama di sana?""Mungkin.""Bagus, deh. Kalau ada kamu, aku bisa lebih gampang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di sana.""Ya. Kamu akan tinggal di asrama kampus. Setelah aku ke sana, aku akan memberimu tempat yang lebih besar dan tenang."Briella memutar bola matanya malas. "Apa kamu akan menagih uang sewa kepadaku? Bagaimanapun, sekarang aku sangat miskin.""Tentu saja. Kamu bisa membayarnya dengan bersih-bersih dan masak untukku saat akhir pekan."Briella menggerutu, "Dasar orang kaya. Apa-apa dihitung."Klinton bahkan dibuat tertawa terbahak-bahak. Briella melihat dari belakang bahu Klinton, merasa kalau di tengah kerumunan ada seseorang yang menatap ke arah mereka.Entah kenapa, Briella merasa kalau orang itu adalah Valerio.Jantung Briella berdegup kencang dan tatapan goyahnya mengikuti sosok itu. Namun, pandangannya terhalang oleh kerumunan orang.Klinton melirih ke arah Briella melihat. "Ada apa?""Buk
Empat tahun sudah cukup untuk mengubah tatanan sebuah kota dan membentuk hidup seseorang yang ingin memulai hidupnya dari awal lagi.Briella merasa kalau dia harus memanfaatkan dengan baik waktu empat tahun ini dan menghabiskan setiap detiknya untuk melakukan sesuatu yang berarti. Jadi, dia menghabiskan waktu untuk belajar, memperbaiki diri dan menemukan kembali jari dirinya. Kadang-kadang, bayangan tentang apa yang pernah terjadi kepadanya kembali muncul di dalam benaknya.Namun, rasanya semua kejadian itu sudah berlalu sangat lama. Setiap orang yang terlibat di dalam mimpinya itu merupakan karakter di kehidupan lampau, yang membuat Briella memiliki kesan kalau semua itu tidak nyata.Klinton selalu berada di sisinya. Sebenarnya Briella bisa memahami perasaan pria itu. Namun, dia juga sadar kalau Klinton adalah kakak kandung Davira, yang merupakan penghalang tak terlihat di antara hubungan keduanya. Jadi, selama ini Briella tidak pernah menerima isyarat dari Klinton dan lebih memilih m
Sebenarnya Briella sedikit takut saat menghadapi para pria berbadan kekar ini. Dia memang sedikit menguasai kemampuan bela diri, tetapi dia masih kalah jumlah dibandingkan dengan beberapa orang dari mereka.Beberapa perampok saling memandang satu sama lain. Salah satu dari mereka memandang Briella dan matanya menyapu tubuh Briella dengan tatapan penuh nafsu.Perasaan jengkel di dalam hati Briella langsung melonjak. Selama beberapa tahun ini, Briella tidak hanya mempelajari budaya, tetapi dia juga menguatkan emosinya. Dia tidak akan memberikan toleransi kepada para perampok seperti mereka.Dia mengambil batu di tanah dan mengarahkannya ke salah satu dari mereka. Lemparan ini langsung melukai salah satu mata pria itu.Pria itu berteriak kesakitan sampai terjatuh di jalan dan terus meronta.Beberapa perampok lainnya memandang Briella dengan bingung, tidak percaya dengan apa yang barusan mereka saksikan.Tindakan Briella tidak berhenti sampai di situ saja. Dia bertindak layaknya seseorang
"Kamu ini wanita, berani sekali melawan tiga pria! Aku sudah bilang akan memberimu mobil, tapi kamu malah nggak mau. Besok aku akan belikan kamu mobil, jadi ke mana-mana bisa pakai mobil."Klinton berada di bangsal Briella dan menemaninya menghabiskan infus.Briella tidak mengatakan apa-apa, hanya menekan bagian perutnya. Tiba-tiba, dia merasa sangat kesakitan sampai tidak bisa bicara.Klinton pun menyadari akan hal ini dan menjadi cemas. "Kenapa? Apa ada luka yang belum diperiksa?"Dahi Briella berkeringat dingin. Dia terus mengatupkan giginya dan tidak berbicara. Rasa sakit ini sangat menusuk, membuatnya tidak punya kekuatan bahkan untuk berbicara.Klinton pun menjadi cemas dan langsung memanggil dokter. Setelah diperiksa, ternyata Briella menderita radang usus buntu dan harus segera dioperasi.Setelah dioperasi selama beberapa waktu, Briella dibawa keluar dari ruang operasi dan harus dirawat di rumah sakit selama satu minggu."Lihatlah bagaimana keadaanmu sekarang." Klinton duduk di
Klinton menghela napas tidak habis pikir. Saat ini, dia tengah mengalami konflik batin di dalam hatinya.Dia khawatir kalau kemandirian Briella yang terus bersikeras melakukan apa yang sudah direncanakan mungkin akan menjadi tidak terkendali di kemudian hari. Namun, di saat yang sama, dia sangat tertarik dengan ambisi Briella ini."Jadi, katakan padaku, apa rencanamu sekarang? Kamu punya jalan keluar lain?"Briella mengangguk, tidak berusaha menyembunyikan apa pun dari Klinton."Aku sebenarnya ingin memulai bisnisku sendiri.""Briella, kamu berani sekali." Klinton terkejut dengan ide Briella. "Kamu seorang perempuan dan kamu berpikir untuk memulai bisnismu sendiri? Apa kamu tahu seberapa sulit untuk memulai bisnis? Ini nggak semudah yang kamu pikirkan.""Aku tahu kamu akan meragukanku, tapi aku sudah punya rencana."Briella mengernyitkan keningnya, menunjukkan gurat lelah yang terlihat jelas di wajahnya. "Bisa kita bicarakan hal lain saja?"Klinton tidak berniat untuk menghentikan topi
Briella mengangguk, lalu menjawab, "Ya. Selama hal itu nggak ganggu pekerjaanku, aku bisa terima."Kesepakatan di antara mereka berdua pun terjalin dan Klinton mulai memperkenalkan dirinya sebagai pacar Briella. Keesokan harinya, dia membawakan Briella sebuah kunci mobil."Mulai sekarang, kamu bisa bawa mobilku kalau mau pergi-pergi. Negara Jerius tidak seaman negara kita. Keamanan di sini sangat kacau.""Terima kasih, pacar." Briella terkikik riang dan mengambil kunci mobil yang diberikan Klinton. "Oh ya, ada hal lain yang aku ingin kamu lakukan."Klinton bersedekap dan menatap Briella dengan ramah. "Apa? Katakan saja.""Aku kangen ibuku. Aku ingin pulang sebentar dan melihat keadaannya.""Nggak masalah. Aku akan menemanimu bertemu dengan ibu kita."Briella memukul Klinton dan menimpali dengan cemberut, "Ibu kita? Aku bukan istrimu, jadi jangan bilang begitu. Kalau nggak, nanti ibu bisa berpikir macam-macam."Keduanya sedang berbicara, tiba-tiba suara perawat terdengar dari ambang pin