Valerio menunduk dan mengumpulkan kesedihan di bawah matanya, lalu berbicara dengan tenang."Davira."Davira terdiam sejenak, menyingkirkan senyum bahagia di wajahnya. Dia bertanya dengan sedikit gugup, "Ada apa, Rio?"Valerio menghela napas panjang dan berkata perlahan, "Apa kamu bisa menerima seorang pria yang nggak mencintaimu sebagai suamimu?"Davira terdiam sejenak dan mengangguk dengan tegas, "Tentu saja aku bisa! Rio, kalau aku nggak bisa melakukannya, aku nggak akan menikah denganmu. Aku juga nggak akan terus berada di sisimu setelah semua yang terjadi."Valerio sedikit bingung. Dia sulit untuk bisa memahami pendekatan Davira, tetapi juga melihat kegigihan dalam diri wanita itu."Kita sama-sama tahu kalau aku nggak mencintaimu. Aku pernah mencintai Briella. Mungkin untuk ke depannya pun aku nggak akan bisa mencintaimu. Aku mungkin akan tersentuh oleh kegigihanmu, tapi kamu harus tahu kalau kegigihan itu bukan cinta. Aku selalu berpikir kalau pernikahan tanpa cinta adalah penyik
Wajah Davira menoleh dan mencoba menghindar. Lalu, dia mencoba memaksakan menarik senyuman di bibirnya."Bagaimana kalau ada kemungkinan kecil yang terjadi?"Valerio mengamati Davira lekat-lekat. Sepertinya Valerio pun merasakan sesuatu, yang membuat ekspresinya menjadi sedikit lebih muram."Kalau begitu kita bicarakan saat itu terjadi."Rasanya seperti ada batu besar yang membebani hati Davira. Dia memaksakan diri untuk mengangguk dan mengiakan."Kalau begitu ayo kita pergi." Valerio melangkah maju. "Kamu tahu, Bu Rieta masih menunggu kita di Kediaman Keluarga Regulus."Davira mengikuti langkah Valerio dengan malu-malu. Perasaannya saat ini sangat bercampur aduk, antara senang dan gugup.Keduanya kembali ke Kediaman Keluarga Regulus, tempat Rieta sudah menantikan kedatangan keduanya sejak tadi."Kalian sudah kembali? Ada hal penting yang harus aku katakan. Karena sudah malam, jadi aku akan langsung istirahat setelah mengatakannya."Rieta menoleh ke arah Valerio dan Davira. Dia dan Dav
Davira mencubit telapak tangannya, sudah membuat keputusan di dalam hatinya. Untuk bisa menempati posisi istri sah di Keluarga Regulus, Davira harus menjadi wanita yang kejam. Briella sangat kejam dan berhasil menguasai hati Valerio. Dengan begitu, Davira pun harus bersikap jauh lebih kejam dibandingkan Briella.Keesokan paginya, pernikahan akbar diadakan sesuai jadwal. Seluruh upacara pernikahan disiarkan langsung di televisi dan menjadi sensasi.Kembang api dinyalakan di langit malam dan terlihat meriah. Balon-balon yang tak terhitung jumlahnya pun diterbangkan ke angkasa. Zayden berdiri di depan jendela, mendongakkan kepalanya ke atas dan menyaksikan lautan balon yang menghujani langit. Sorot matanya yang penuh rasa ingin tahu membelalak, lalu berkedip beberapa kali saat menyaksikan semua ini."Mama, ada acara apa hari ini, kenapa ramai sekali?"Briella berjalan ke sisi jendela dan berjongkok dengan hati-hati sambil memegangi perutnya. Dia bergabung bersama Zayden menatap langit mal
Di bangsal umum, seorang wanita dengan wajah pucat tengah terbaring di tempat tidur. Wajahnya sangat pucat dan rambutnya yang panjang tergerai di atas bantal putih, membuatnya terlihat sangat menyedihkan. Para petugas medis yang melihat ini pun merasa kasihan.Seorang pria masuk ke dalam bangsal dan duduk di satu sisi ranjang. Briella membuka matanya dengan lelah dan air matanya bercucuran."Di mana anakku? Aku ingin melihatnya untuk terakhir kalinya."Klinton terlihat menyesal dan merapikan selimut Briella. "Anggap saja anak itu nggak pernah ada. Sekarang, kamu harus fokus pada pendidikanmu di luar negeri."Briella memejamkan mata dan air mata mengalir di pipi, terus membasahi bantal tanpa henti.Ini adalah anak dia dan Valerio. Sepertinya kepergian anak ini adalah sebuah tanda dari Tuhan untuknya.Ketika membuka matanya lagi, tidak ada kesedihan di mata Briella, hanya penyesalan untuk anak itu. Bagaimanapun, dia mengandung anak itu selama sembilan bulan. Briella pun telah mencurahkan
"Bayi ini mirip Rio. Rio, kamu harus menamai bayi ini."Resti dan Herman dengan menjaga di samping tempat tidur kecil cucu perempuan mereka dan terlihat sangat gembira. Mereka menarik Valerio yang sedang berdiri di samping, lalu memintanya untuk memberi nama kepada bayi ini.Valerio berdiri di dekat ranjang bayi, memandangi bayi mungil yang tertidur di ranjang. Perasaan aneh muncul di dalam benaknya. Dia sangat yakin kalau ini adalah anak kandungnya.Dia berpikir sejenak, lalu mengatakan, "Kasih nama Queena saja. Itu berarti dia menjadi putri kita semua.""Baiklah. Kalau begitu kita panggil dia Queena." Resti tampak gembira dan mulai bermain dengan Queena, "Queena anak yang baik. Kamu adalah pertama Papa dan Mama. Tumbuh dengan sehat dan bahagia, ya."Valerio tidak bisa mengalihkan pandangannya dari bayi mungil itu. Sosok bayi itu sangat mirip dengannya, tetapi dia juga melihat kemiripan Davira di mata anak itu.Tanpa sadar, sosok Briella pun berkelebat di dalam pikirannya.Apa Briella
Valerio mengira Briella pergi dengan kemauannya sendiri, tetapi ternyata masalah ini tidak sesederhana itu.Klinton menjawab, "Aku nggak melakukan apa pun kepadanya. Setelah mengantar Zayden kepadaku, nggak ada kabar dari Briella lagi. Menurut perkiraan awal, dia mungkin sudah pergi."Setelah mengatakan itu, Klinton melirik Zayden dan keduanya saling bertukar pandang, memberi isyarat diam."Dia baik-baik saja, kenapa tiba-tiba bisa meninggal? Apa kamu nggak menyelidikinya dengan jelas?"Valerio melangkah ke depan Klinton dan mencekiknya. Urat di leher Valerio pun menyembul dan tatapannya terlihat menakutkan.Klinton hampir saja kehilangan napas kalau Rieta tidak menghampiri dan menghentikan Valerio."Valerio, tenanglah! Jangan lupa kalau sekarang kamu sudah punya istri! Kenapa kamu masih memikirkan wanita itu. Bagus kalau dia mati."Begitu Rieta mengatakan ini, Zayden melingkarkan tangannya di sekitar kaki Rieta dan menarik ujung bajunya, ingin melawannya."Jangan mengatakan hal buruk
Valerio terdiam saat mendengar tuduhan Zayden.Dia menatap Zayden dalam-dalam, seperti sedang merenungkan sesuatu."Zayden, kapan Mama melahirkanmu?"Anak itu berusia lima tahun dan Valerio berusaha keras untuk mengingat kembali kejadian lima tahun yang lalu. Dia mencoba memastikan kapan tepatnya Briella mengandung Zayden.Tidak. waktunya terlalu aneh dan Valerio tidak bisa memahaminya. Apa Briella berbohong padanya saat mengatakan bahwa ayah kandung Zayden adalah orang lain? Atau mungkin ada hal lain yang terjadi?"Kapan Mama melahirkanku, itu nggak ada hubungannya denganmu! Kamu nggak pantas mendapatkan informasi apa pun dariku!" Zayden melirik Valerio dengan tatapan dingin, lalu dia beralih menatap Rieta."Kamu, aku nggak akan pernah melupakan penghinaan yang kamu lakukan kepada Mama. Aku merasa sangat malu dan terhina karena ada darah Keluarga Regulus yang mengalir di tubuhku."Mata Zayden menunjukkan binar tegas. Dialah yang terus menemani Mama selama ini. Jadi, dia paham kesulita
Valerio menggendong Zayden masuk ke dalam bangsal Davira. Kehadiran anak itu mengejutkan semua orang yang berada di dalam bangsal."Rio, apa maksudmu membawa anak ini ke sini?"Resti merasakan ada yang tidak beres, jadi berjalan menghampiri Valerio. Dia memeriksa Zayden yang berada dalam gendongan Valerio dengan saksama.Dia merasa tidak asing, seperti pernah melihat anak ini di suatu tempat sebelumnya. Namun, samar-samar ada perasaan yang tidak enak di hatinya."Namanya Zayden. Dia anakku."Resti tiba-tiba teringat di mana dia pernah melihat anak itu. Dia menoleh ke arah Herman dan keduanya pun saling berpandangan, memastikan kalau mereka memang pernah melihat anak itu sebelumnya."Bukannya ini anak sekretarismu? Kenapa membawanya ke mari?""Dia anakku dan Briella." Valerio menekankan, "Keberadaan ibu dari anak ini tidak diketahui, jadi aku yang akan membesarkannya."Mata Resti membelalak kaget. Dia menoleh ke arah Davira dan bertanya, "Sayang, apa kamu tahu tentang hal ini? Kenapa ka