Rieta sangat senang setelah mendengar kabar kehamilan Davira. "Bagus sekali! Tampaknya usaha Rio membawamu berobat ke luar negeri berhasil. Bayi ini datang di saat yang tepat. Anggap saja ini hadiah yang kamu bawa untuk Keluarga Regulus."Davira mendapat dukungan dari Rieta dan semangatnya pun bertambah. "Apa Bu Rieta bisa nggak memberi tahu Rio dulu? Aku akan memberitahunya secara langsung dan ingin memberinya kejutan.""Tentu saja.""Hmmm."Setelah menutup telepon, Davira kembali bercerita tentang kehamilannya kepada kakak dan keluarganya. Tentu saja Klinton sangat senang mendengar kabar tersebut."Kak, aku ingin kamu memberi tahu Briella tentang hal ini. Aku ingin dia tahu kalau aku bisa hamil, bukan hanya bisa dilakukan oleh dia saja. Jangan membuatku kesal mentang-mentang dia sudah mau punya dua anak!"Setelah itu, Davira menutup telepon tanpa aba-aba.Klinton yang berada di ujung telepon pun menatap layar ponselnya tidak berdaya.Davira sudah dimanjakan oleh keluarganya sejak kec
Dari waktu ke waktu, bisa dilihat kalau pria itu sangat sibuk dan kesepian. Dia berhasil menciptakan satu demi satu prestasi yang mengagumkan, tetapi tidak pernah tersenyum saat diwawancarai.Seluruh dunia tahu kalau dia sedang tidak bahagia.Briella ingat kalau pria itu tidak suka tampil di depan kamera untuk menghadapi wawancara yang membosankan dengan para jurnalis. Namun, sekarang Briella melihatnya hampir setiap kali dia menyalakan TV atau membuka ponselnya.Kadang-kadang Briella bertanya-tanya dalam hati apakah pria itu sengaja melakukannya. Namun, setelah itu Briella merasa kalau pemikirannya sudah berlebihan.Pria itu akan menikahi wanita lain, jadi apa yang Briella khayalkan?Sekarang, Davira sedang mengandung anak Valerio. Briella seharusnya tidak perlu berkhayal tentang keajaiban atau apa pun itu."Pak Klinton, makanannya sudah siap, ayo makan."Briella mematikan kompor dan mencoba mengalihkan pembicaraan.Klinton mengangguk dan tidak membahas mengenai Valerio lagi.Dia tahu
Sekitar pukul setengah sebelas malam, jet pribadi Valerio mendarat.Seorang wanita melangkah keluar dari mobil pribadi yang sudah sejak tadi terparkir di landasan pacu pribadi. Davira memegang buket bunga dan memandang pria yang melangkah keluar dari pesawat, lalu berjalan menghampirinya dengan langkah cepat dan penuh semangat.Besok, pria yang sangat dia cintai ini akan menjadi suaminya. Mimpinya akhirnya menjadi kenyataan. Saat ini, dia merasa menjadi wanita yang paling bahagia."Rio, aku terus mengikuti perkembangan proyekmu di luar negeri dalam bulan ini. Selamat atas perluasan wilayah bisnismu. Sebagai istrimu, aku merasa sangat bahagia."Davira memberikan bunga ke tangan Valerio saat mengatakan itu.Pria itu langsung melemparkan bunga itu kepada Marco yang berada di belakangnya. Dia hanya melangkah masuk ke dalam mobil dan Davira pun mengikuti di belakangnya.Mereka yang melihat sikap keduanya pun terlihat bingung.Mereka adalah dua orang yang akan menikah, kenapa hubungan mereka
Hati Valerio bimbang. Dia bingung harus memilih wanita yang jatuh cinta kepadanya atau wanita yang dia dambakan.Mungkinkah di dunia ini tidak ada yang namanya cinta sejati?Kenapa Briella menghilang tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepadanya?Pria itu menghela napas dalam dan tenggelam dalam pemikirannya. Kalau begitu, kenapa dia masih ragu? Karena tidak bisa menemukan apa yang disebut dengan cinta sejati, tidak ada bedanya menikah dengan siapa saja.Davira menyadari perubahan ekspresi di wajah Valerio yang terlihat linglung, jadi dia bertanya dengan perhatian, "Rio, apa kamu terlalu lelah? Kenapa ekspresimu seperti itu?"Valerio mengangguk dan menundukkan kepala, lalu memejamkan mata."Pekerjaan dalam beberapa waktu ini sangat berat, jadi nggak sempat memikirkan pernikahan. Terima kasih karena sudah melakukan persiapannya dengan baik."Davira yang mendengar itu pun langsung berbinar senang.Pada saat itu juga, Davira merasa kalau semua yang dia nantikan selama ini bisa tercapai kar
Valerio menunduk dan mengumpulkan kesedihan di bawah matanya, lalu berbicara dengan tenang."Davira."Davira terdiam sejenak, menyingkirkan senyum bahagia di wajahnya. Dia bertanya dengan sedikit gugup, "Ada apa, Rio?"Valerio menghela napas panjang dan berkata perlahan, "Apa kamu bisa menerima seorang pria yang nggak mencintaimu sebagai suamimu?"Davira terdiam sejenak dan mengangguk dengan tegas, "Tentu saja aku bisa! Rio, kalau aku nggak bisa melakukannya, aku nggak akan menikah denganmu. Aku juga nggak akan terus berada di sisimu setelah semua yang terjadi."Valerio sedikit bingung. Dia sulit untuk bisa memahami pendekatan Davira, tetapi juga melihat kegigihan dalam diri wanita itu."Kita sama-sama tahu kalau aku nggak mencintaimu. Aku pernah mencintai Briella. Mungkin untuk ke depannya pun aku nggak akan bisa mencintaimu. Aku mungkin akan tersentuh oleh kegigihanmu, tapi kamu harus tahu kalau kegigihan itu bukan cinta. Aku selalu berpikir kalau pernikahan tanpa cinta adalah penyik
Wajah Davira menoleh dan mencoba menghindar. Lalu, dia mencoba memaksakan menarik senyuman di bibirnya."Bagaimana kalau ada kemungkinan kecil yang terjadi?"Valerio mengamati Davira lekat-lekat. Sepertinya Valerio pun merasakan sesuatu, yang membuat ekspresinya menjadi sedikit lebih muram."Kalau begitu kita bicarakan saat itu terjadi."Rasanya seperti ada batu besar yang membebani hati Davira. Dia memaksakan diri untuk mengangguk dan mengiakan."Kalau begitu ayo kita pergi." Valerio melangkah maju. "Kamu tahu, Bu Rieta masih menunggu kita di Kediaman Keluarga Regulus."Davira mengikuti langkah Valerio dengan malu-malu. Perasaannya saat ini sangat bercampur aduk, antara senang dan gugup.Keduanya kembali ke Kediaman Keluarga Regulus, tempat Rieta sudah menantikan kedatangan keduanya sejak tadi."Kalian sudah kembali? Ada hal penting yang harus aku katakan. Karena sudah malam, jadi aku akan langsung istirahat setelah mengatakannya."Rieta menoleh ke arah Valerio dan Davira. Dia dan Dav
Davira mencubit telapak tangannya, sudah membuat keputusan di dalam hatinya. Untuk bisa menempati posisi istri sah di Keluarga Regulus, Davira harus menjadi wanita yang kejam. Briella sangat kejam dan berhasil menguasai hati Valerio. Dengan begitu, Davira pun harus bersikap jauh lebih kejam dibandingkan Briella.Keesokan paginya, pernikahan akbar diadakan sesuai jadwal. Seluruh upacara pernikahan disiarkan langsung di televisi dan menjadi sensasi.Kembang api dinyalakan di langit malam dan terlihat meriah. Balon-balon yang tak terhitung jumlahnya pun diterbangkan ke angkasa. Zayden berdiri di depan jendela, mendongakkan kepalanya ke atas dan menyaksikan lautan balon yang menghujani langit. Sorot matanya yang penuh rasa ingin tahu membelalak, lalu berkedip beberapa kali saat menyaksikan semua ini."Mama, ada acara apa hari ini, kenapa ramai sekali?"Briella berjalan ke sisi jendela dan berjongkok dengan hati-hati sambil memegangi perutnya. Dia bergabung bersama Zayden menatap langit mal
Di bangsal umum, seorang wanita dengan wajah pucat tengah terbaring di tempat tidur. Wajahnya sangat pucat dan rambutnya yang panjang tergerai di atas bantal putih, membuatnya terlihat sangat menyedihkan. Para petugas medis yang melihat ini pun merasa kasihan.Seorang pria masuk ke dalam bangsal dan duduk di satu sisi ranjang. Briella membuka matanya dengan lelah dan air matanya bercucuran."Di mana anakku? Aku ingin melihatnya untuk terakhir kalinya."Klinton terlihat menyesal dan merapikan selimut Briella. "Anggap saja anak itu nggak pernah ada. Sekarang, kamu harus fokus pada pendidikanmu di luar negeri."Briella memejamkan mata dan air mata mengalir di pipi, terus membasahi bantal tanpa henti.Ini adalah anak dia dan Valerio. Sepertinya kepergian anak ini adalah sebuah tanda dari Tuhan untuknya.Ketika membuka matanya lagi, tidak ada kesedihan di mata Briella, hanya penyesalan untuk anak itu. Bagaimanapun, dia mengandung anak itu selama sembilan bulan. Briella pun telah mencurahkan