Valerio menatap layar ponselnya dan melihat foto Briella yang tengah berbaring di atas ranjang."Di mana?""Sebuah vila di hutan pinggiran kota."Valerio mengangkat alisnya heran. "Milik Keluarga Atmaja?""Ya. Ada Klinton yang menjaga Briella. Dia baik-baik saja.""Kenapa?" Valerio kembali bertanya karena tidak mengerti, "Kenapa kamu melakukan ini? Briella nggak salah, dia bahkan sedang mengandung anakku! Jangan melibatkannya ke dalam masalah di antara kita.""Kamu harusnya merenungkan kesalahanmu." Rieta menyimpan kembali ponselnya, lalu melanjutkan, "Aku janji Briella dan bayi dalam kandungannya akan baik-baik saja. Kami bahkan akan melindunginya. Yang penting kamu mau bekerja sama dan bersikap patuh di depan media untuk menstabilkan citra perusahaan dan para pemegang saham perusahaan. Setelah itu, aku akan mempertemukan kalian lagi.""Bersikap patuh di depan media katamu?""Aku nggak punya permintaan lain kepadamu selama kamu dan Davira bertindak layaknya pasangan yang saling mencin
Abimana memahami sesuatu begitu mendengar Valerio mengatakan ini. Dia melirik Rieta dan menghela napas dalam hati.Sama seperti dulu, dia tidak bisa menghentikan perceraian orang tua kandung Valerio. Sekarang, dia pun dia tidak bisa menghentikan Rieta yang mengandalkan status sebagai ibu Valerio untuk mengatur pernikahan Valerio demi kepentingan perusahaan.Tidak ada kebebasan bagi seorang anak dalam keluarga besar seperti mereka, terutama kalau sudah terkait ahli waris.Abimana sangat menyayangi Briella, tetapi aturan semacam ini sudah ditetapkan oleh leluhur keluarga mereka. Abimana mengakui kalau aturan ini kurang sesuai. Jadi, kalau Valerio berani melanggarnya demi Briella, tentu saja dia akan sangat mendukung. Hanya saja, Valerio memilih untuk tetap berpegang teguh pada peraturan dan menjaga bisnis keluarga di saat-saat genting seperti ini."Lakukan saja apa yang sudah kamu putuskan. Nggak ada lagi yang bisa aku lakukan."Abimana berdiri dan menghormati pilihan Valerio meskipun wa
...Malam tiba, waktu pun berlalu dengan sangat cepat. Briella terus tertidur di dalam kamar. Saat ini, ada seorang pria dan wanita yang berdiri di sampingnya, tengah membicarakan sesuatu dengan suara pelan."Davira, kamu harus tahu kalau Valerio nggak mencintaimu."Davira mendengus kesal dan melangkah keluar dari kamar."Kita bicara di luar saja, Kak."Klinton melepas jaket yang dia kenakan dan memakaikannya ke tubuh Davira. Setelah itu, dia baru mengikuti Davira berjalan keluar dari kamar Briella.Keduanya duduk di ruang tamu sambil minum teh, mereka duduk berhadapan dan membicarakan banyak hal.Dalam beberapa hari ini Davira selalu merasa khawatir. Dia merasa kalau konferensi pers besok akan menjadi titik balik yang krusial. Namun, dia cukup puas dengan apa yang sudah berjalan sejauh ini.Setelah masalah besok selesai, semuanya pun berakhir. Sudah saatnya menentukan siapa pemenang dari situasi yang terus tarik ulur ini."Kak, aku sangat bahagia punya seorang kakak sepertimu." Davira
Klinton terlihat sedikit khawatir, tetapi apa yang ada di dalam hatinya tidak bisa dia katakan di saat seperti ini. Dia menyimpannya sendiri dan memilih untuk tidak mengungkapkannya. Selama adiknya bisa bahagia, dia bersedia melakukan apa pun.Davira terlihat sangat ceria dan bahagia. Dia pun memeluk Klinton lagi dan mengatakan, "Kak, aku juga dapat dukungan dari Keluarga Regulus. Seluruh dunia ada di pihakku, jadi aku nggak takut pada apa pun. Aku ingin menikah dengan Valerio sesegera mungkin. Bulan depan saja. Yang penting kita menikah secara resmi dan aku menjadi istrinya yang sah. Setelah itu, aku bisa berpuas diri dan nggak perlu mengkhawatirkan apa pun. Ya, Kak?"Klinton menghela napas dalam, menatap adiknya untuk waktu yang lama. setelah itu, dia baru mengiakan walau sedikit enggan."Haha, aku sangat senang. Terima kasih sudah sangat menyayangiku, Kak!"Davira berdiri, lalu mengatakan, "Kak, aku sudah nggak sabar dan mau ketemu Rio sekarang juga. Aku akan memberitahunya kalau ta
"Bu Rieta, apa kedatanganku yang selarut ini mengganggu istirahat Bu Rieta?"Davira menatap Rieta yang duduk di seberang meja dengan saksama. Bahkan cara bicaranya pun menjadi lebih sopan dan santun.Rieta merapikan rambutnya dan kedua kakinya ditumpuk dan tersembunyi di balik terusan yang dia kenakan. Tatapan datarnya menatap Davira, lalu menjawab sembari menyunggingkan senyuman tipis."Nggak, kok. Kalau malam ini kamu nggak datang pun aku akan tetap menghubungimu. Mulai hari ini, kita akan menjadi keluarga. Jadi, kamu juga nggak perlu sesopan itu saat bicara denganku."Davira terlihat malu, lalu menundukkan kepalanya. Sikapnya terlihat sedikit kaku. "Kalaupun seperti itu, etika yang seharusnya ada, nggak boleh diabaikan. Bu Rieta barusan bilang akan menghubungiku? Apa ada sesuatu yang terjadi?"Rieta mengambil cangkir tehnya dan menyesapnya perlahan."Saat konferensi pers besok, Rio akan mengumumkan tanggal pernikahan kalian. Aku memintamu datang biar kamu bisa berdiskusi dengannya d
"Bu Rieta, terima kasih sudah mau mendukung hubunganku dengan Rio. Aku akan memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.""Aku sudah bilang kalau aku akan membantumu.""Hmm, kalau begitu aku akan membawakan tehnya untuk Rio."Davira berjalan ke ruang kerja dengan nampan yang berisi teh di tangan. Dia mengetuk pintu ruang kerja dengan pelan, tetapi tidak kunjung ada jawaban dari dalam ruangan. Jadi, dia bertanya dengan cemas."Rio, ini aku. Aku membawakanmu teh."Valerio yang mendengar suara Davira pun langsung menolaknya, "Aku nggak butuh. Pergilah.""Rio, aku ...." Davira sedikit tidak berdaya "Tapi ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku nggak akan pergi."Valerio mengusap keningnya agak kesal dan terus mengabaikan suara-suara di luar.Davira menggertakkan gigi, tetap membuka pintu dan melangkah masuk ke dalam ruang kerja.Melihat itu, Valerio menjadi kesal, "Sudah kubilang, aku nggak butuh."Davira meletakkan nampan teh yang dia bawa dan duduk di seberang Valerio. "Bu Rie
"Aku harus menemuinya sekarang.""Nggak bisa.""Kalau begitu konferensi pers besok dibatalkan.""Nggak bisa." Davira sangat paham dengan situasi saat ini. Kalau dia tidak melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dia tidak akan memiliki kesempatan lain.Briella adalah orang yang paling dipedulikan Valerio. Briella sudah berhasil dikendalikan, ini juga cara Rieta untuk menahan Valerio. Situasi ini merupakan kesempatan terbaik bagi Davira untuk mencapai keberhasilan.Kakaknya dan Bu Rieta sudah membuka jalan untuknya. Dia akan menjadi orang yang bodoh kalau tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik."Rio, jangan pernah punya pikiran buat menentang Bu Rieta. Dia sudah mengatur semua ini sejak awal dan nggak ada siapa pun yang bisa menentangnya. Pikirkan ibu kandung dan wanita yang kamu cintai. Kamu hanya bisa patuh dan nggak ada jalan lain yang bisa kamu tempuh."Wajah tampan Valerio terlihat muram dan tegang, seperti pisau dan menorehkan luka yang begitu dingin.Dia tahu lebih baik da
Malam yang kacau dan Valerio bangun cukup pagi.Valerio membuka matanya dan mendapati dirinya tidur di tempat tidurnya sendiri bersama dengan seorang wanita di sebelahnya. Dia menyibakkan selimut dan langsung menendang wanita itu dari kasur bahkan tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu.Terdengar suara gedebuk dan rintihan kesakitan wanita itu."Sakit!"Davira berusaha beranjak dari lantai, menyentuh keningnya yang sudah benjol dan berdarah. Dia pun meringis kesakitan.Valerio mengerutkan kening tidak percaya dan mengenakan kembali pakaiannya. Keningnya berkerut saat melihat wanita yang terjatuh ke lantai."Davira, apa yang kamu lakukan padaku tadi malam?""Apa maksudmu apa yang sudah kulakukan padamu?"Tangan Davira menopang di sisi tempat tidur dan dia berusaha untuk duduk. Penampilannya yang mengenakan baju tidur terlihat sedikit berantakan. Pakaian tidur itu pun bahannya sangat tipis dan minim."Kamu pingsan dan aku menolongmu. Tapi kamu malah ...."Davira menutupi wajahnya yang me