Briella sedang menghitung uang yang dia dapatkan dan tidak menyadari kalau Valerio sudah kembali.Abimana menjatuhkan kartu yang sudah kalah di tangannya dan tertawa getir. "Valerio, kebetulan sekali kamu pulang. Lihatlah wanita curang ini. Dia benar-benar nggak tahu aturan dan menipuku saat main poker. Dia menghabiskan semua uangku."Valerio melepas jasnya dan memberikannya kepada pelayan. Dia berjalan dan duduk di samping Briella. Tatapannya terpaku pada wajah mungil Briella yang tersenyum bahagia, lalu menatap Abimana dan berkata dengan nada serius."Maaf ya, Kek. Ini salahku karena terlalu memanjakannya."Briella agak terkejut. "Eh, bukannya kamu pergi ke pelelangan amal? Kenapa cepat sekali selesainya?"Valerio membuka kancing kemeja kristalnya dan berdecak pelan.Briella melihat sekeliling dan tatapan matanya tertuju pada pintu masuk vila. Ke mana Davira?Valerio menggulung lengan kemejanya yang memperlihatkan lengannya yang indah. Dia mengocok kartu di depannya dan berkata denga
Mobil yang ditumpangi Valerio dan Briella keluar dari rumah Abimana dan melenggang di jalan raya.Briella memejamkan matanya dan bersandar pada pintu mobil. Dia memiringkan kepalanya dan pura-pura tidur.Dia dalam keadaan tidak sadar saat tubuhnya terasa berat karena Valerio menutupi tubuhnya dengan jas miliknya.Aroma samar parfum pria terasa memenuhi indra penciuman Briella, aroma khas yang hanya dimiliki oleh Valerio."Kakek bilang apa saja hari ini?"Valerio meminta Marco untuk mengecilkan suara musik di dalam mobil. Suasana yang tenang memudahkan mereka untuk mengobrol."Kakek sangat menantikan kamu memberinya cucu."Briella menoleh dan menghadap Valerio. Raut wajah Briella terlihat lelah."Gampang." Valerio mengamati perut Briella dengan saksama. "Bukannya sudah ada?"Briella tersenyum tipis. "Kakek bilang kalau aku mengandung anakmu, kamu harus menikah denganku."Valerio terdiam, tatapannya tertuju pada mata Briella yang hangat dan damai."Terus kamu jawab apa?""Nggak jawab apa
"Kalung ini sangat mahal. Berapa banyak uang yang kamu keluarkan untuk mendapatkannya?""Nggak mahal." Pria itu menghela napas dalam. "Dua ratus miliar.""Apa?" Briella terkejut. "Semahal itu? Aku ... aku nggak bisa menerimanya."Saat mengatakan itu, Briella sudah berniat untuk melepaskan kalung ini, tetapi Valerio menghentikannya."Kamu pakai saja kalungnya. Cantik."Briella agak terkejut dan menyentuh kalung itu. Jarang sekali Valerio memujinya. Kenapa rasanya pria ini sedikit aneh hari ini?"Kamu memberiku kalung ini, bagaimana dengan Nona Davira?""Terserah."Diam-diam Briella ingin tertawa dalam hati. Pria ini memang paling pandai memberikan jawaban asal."Apa kamu yakin mau memberikannya padaku?" Briella tersenyum jahil, "Ini kalung seharga dua ratus miliar, lho. Aku nggak punya uang untuk menggantimu."Valerio menatap wajah mungil Briella yang cantik dan bertanya dengan alis terangkat, "Bagaimana kalau kamu mengembalikannya dengan seluruh hidupmu?"Briella menghindari tatapan ma
"Aku memukulmu demi kebaikanmu sendiri."Setelah mengatakan itu, Briella menatap curiga pada Valerio dan Davira di depannya. Lalu, dia berjalan masuk ke dalam vila tanpa menoleh ke belakang."Rio, Briella memukulku. Kenapa kamu nggak menolongku?" Davira menangis, "Briella makin menjadi-jadi! Aku tunanganmu, kenapa malah dia yang bertingkah seperti tunanganmu? Bantu aku membalas perbuatannya! Kalau kamu nggak membantuku, aku akan pulang ke rumah lalu mengadu sama Mama Papa!"Valerio berkata dengan wajah tidak berdaya."Briella sedang hamil dan nggak bisa dikejutkan seperti itu. Kamu nggak boleh main-main sama dia."Davira mencibir, "Heh, bilang saja kalau kalian bersekongkol.""Davira, aku akan meminta Marco mengantarmu kembali ke rumah sakit. Aku sudah memenuhi permintaanmu dengan membawamu ke pelelangan hari ini. Jadi, aku harap kamu bisa melakukan apa yang aku perintahkan."Awalnya Valerio ingin pergi sendirian ke pelelangan hari ini. Namun, Davira membuat keributan di rumah sakit da
Elbert melepaskan topinya dan mengamati sekeliling dengan waspada."Hubungan kita nggak bisa diketahui oleh orang lain." Pria itu kembali melanjutkan, "Sayang, sudah lama sekali. Apa kamu nggak kangen? Nanti nggak usah ke rumah sakit. Kita ke hotel saja dan bersantai melepas penat?""Kenapa cuma itu saja yang kamu pikirkan setiap hari!" Davira merasa kesal dan menatap Elbert dengan tatapan remeh.Sekarang Davira makin menyesal karena sudah terjerat dengan Elbert. Elbert hanya salah satu anjing peliharaannya. Setelah menyelesaikan masalah Briella, Davira akan mendepak orang ini."Hal yang kuminta kamu selidiki, sudah sejauh mana perkembangannya?""Ini sangat kebetulan." Elbert mengaitkan bibirnya dan tersenyum. "Sepupuku juga masuk ke Taralay Property, departemen yang sama dengan Briella. Hari ini aku sudah bicara dengan sepupuku untuk mengacaukan pekerjaan Briella.""Sepupumu?" Davira menangkupkan tangan dan mengetuk-ngetukkan jari-jarinya ke lengannya. "Siapa namanya?""Kinan.""Dia b
Keesokan paginya, Briella mendengar ketukan di pintu dalam tidurnya. Suara Zayden terdengar dari luar kamar, "Mama, bangun. Hari ini Mama kerja, jangan sampai telat, ya."Briella mengucek matanya dan melihat jam, ternyata hari sudah agak siang. Dia pun turun dari tempat tidur dan membuka pintu kamarnya sambil menguap.Dia pikir hanya Zayden yang ada di luar, tetapi dia mendapati ada deretan orang yang berdiri di luar. Ada yang membawa sarapan dan ada yang membawa pakaian. Zayden sudah memakai seragam sekolahnya dan menggendong tas ranselnya."Pagi, Nona Briella!"Pak Rinto menyapa sambil tersenyum, "Pak Valerio mengingatkan kami kalau Nona Briella akan masuk kerja hari ini. Jadi, Pak Valerio meminta kami meladeni Nona dengan baik."Briella terkejut sampai sedikit ternganga saat menatap deretan orang di depannya."Aku cuma mau pergi kerja, kalian nggak perlu mengatur semuanya sampai seperti ini."Pak Rinto tersenyum senang. "Pak Valerio memerintahkan secara khusus kalau Nona harus sarap
"Mama, aku hampir terlambat, jadi aku pergi dulu."Zayden menggenggam tangan Briella dan menciumnya. "Mama, semoga hari kita menyenangkan."Jarang sekali Briella melihat Zayden begitu termotivasi untuk pergi ke sekolah. Terlihat jelas kalau dia senang dengan Scarlas School. Memikirkan hal itu membuat Briella merasa kalau dia dan Zayden sangat beruntung. Briella menemukan pekerjaan dan Zayden bisa masuk ke sekolah favoritnya.Semua ini berkat pengaturan Valerio. Rasa terima kasih Briella kepada Pria itu makin bertambah di dalam hatinya.Namun, dia juga harus bekerja keras dan berusaha untuk mandiri. Bagaimanapun juga, masih ada satu janin lagi di dalam perutnya. Tidak mungkin dia terus bergantung pada orang lain untuk menghidupinya.Briella menyelesaikan sarapannya dan mengenakan setelan kerja berwarna hitam yang telah disiapkan Valerio untuknya.Ketika Briella turun ke bawah dan berniat berangkat kerja, Zayden sudah diantar oleh sopir, jadi Briella berencana memesan taksi lewat aplikas
Alih-alih menuju Taralay Property untuk mengantar Briella bekerja, Valerio melajukan mobilnya ke salah satu mal paling mewah di seluruh Kota Tamar, tempat orang-orang paling terkenal dan kaya di negara ini menghabiskan uang mereka.Briella bertanya panik, "Pak Valerio, kenapa membawaku ke sini?"Valerio mengenakan kacamata hitamnya sambil menjawab santai, "Turun."Melihat waktu, Briella berkata dengan kesal, "Pak Valerio, aku sudah mau terlambat. Kalau butuh sesuatu, beli saja nanti setelah aku pulang kerja, ya?""Nggak bisa.""..."Setelah itu, Valerio membawa Briella ke sebuah toko yang menjual liontin. Begitu Briella masuk, dia sangat terkejut ketika melihat perhiasan liontin yang indah dan berkelas dengan harga selangit.Toko ini bukan menjual perhiasan! Mereka pasti mau merampok pelanggan! Karena mereka menjual perhiasan semahal ini.Briella sudah sering menemani Vallerio ke berbagai tempat, jadi wawasannya juga tidak cetek. Namun, ketika melihat harta karun langka di depan matany