Namaku Zahra, usiaku kini 16 tahun. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Papaku hanyalah seorang petani dan ibuku adalah ibu rumah tangga biasa. Tapi mereka adalah orang tua yang sangat sempurna untukku. Mereka tidak pernah lelah membanting tulang hanya untuk bisa menyekolahkan. Hingga saat ini aku bisa melanjutkan pendidikanku di SMA.
Hari ini adalah hari pertamaku menginjakkan kaki di SMA 1 HARAPAN BANGSA untuk mendaftarkan diri. Tidak sengaja ku berpapasan dengan seorang lelaki dan dia langsung tersenyum saat melihatku. Mungkin dia juga ingin mendaftar sepertiku, Batinku. Tanpa basa-basi ku langsung masuk ke ruang pendaftaran dan meninggalkannya seorang diri yang masih mematung.
Tiga hari setelah pendaftaran tibalah waktunya kami menjalani Masa Orientasi Siswa. Semua siswa diharuskan untuk berkumpul di lapangan termasuk aku. Saat sedang berkumpul dan mendengarkan pengumuman, tiba-tiba tidak sengaja pandanganku melihat seorang lelaki. Ya dia lelaki yang saat itu ku temui di ruang pendaftaran. Ternyata dia adalah salah satu kakak senior sekaligus kakak pembina saat Masa Orientasi Siswa. Mati aku pasti dia akan menghukumku karena saat itu aku tidak menghiraukannya, batinku.
Hari berganti hari. Tidak terasa hari ini adalah hari terakhir kami menjalani Masa Orientasi. Semua siswa harus mendapatkan tanda tangan kakak pembina sebagai bukti jika siswa tersebut selalu hadir saat Masa Orientasi.
Satu persatu tanda tangan kakak pembina telah ku ambil. Tinggal satu lagi tanda tangan kak Evan. Ya, namanya Evan Saputra Herlambang. Salah satu siswa terpopuler di sekolah karena dia adalah salah satu pemain basket terbaik dengan postur tubuh yang tinggi, hidung mancung, dan kulit putih, sehingga membuat banyak siswi perempuan yang tergila-gila padanya.
Tapi entah di mana dia sekarang. Tidak ada di ruangan apalagi di ruangan kakak pembina berkumpul. Saat aku hendak kembali masuk ke ruang para siswa berkumpul, tiba-tiba dia muncul entah dari mana.
"Lagi cari saya ya dek?". Tanyanya seketika.
Aku yang kaget langsung mengangguk tanpa kata.
Dia tersenyum lagi entah apa maksudnya. "Sini bukunya saya tanda tangani, tapi ada syaratnya.
Syaratnya apa kak ? Aduh, mungkin dia akan menghukumku. batinku.
"Gampang, syaratnya kamu cukup tersenyum manis melihatku karena saat pertama kali kita bertemu kamu sangat terburu-buru hingga lupa membalas senyumku." Jawabnya santai.
Ya Allah, maaf kak. Sambil tersenyum manis aku pun menyerahkan bukuku padanya.
Tidak apa katanya dan dia langsung menandatanganinya.
"Ini bukumu dek senyummu sangat manis dan itu yang membuatku tidak bisa melupakanmu." bisiknya.
Ya Allah jantungku seketika berdetak dengan kencang. ku rasakan panas di wajahku karena malu. Apa ini ? Baru pertama kali aku merasakannya. Apa ini yang di namakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
***
"Assalamualaikum Bu, Zahra pulang". Ucapku pada ibu yang sedang duduk di ruang tamu sambil mencium tangannya.
"Wa'alaikum salam eh, anak ibu sudah pulang. Bagaimana sayang hasil pengumumannya ?". Tanya ibu lembut.
"Alhamdulillah Zahra lulus Bu". jawabku bahagia sambil memeluk ibu.
"Selamat ya sayang, ibu turut bahagia, semoga yang Zahra inginkan bisa terwujud". Kata ibu sambil membalas pelukanku.
"Cie.. anak papa sekarang sudah SMA, Berarti sekarang sudah dewasa. Kata papa yang tiba-tiba dari kamar. Sini peluk papa sambil mengangkat kedua tangannya".
"Ku langsung memeluknya dan tidak terasa air mataku jatuh.
"Terima kasih papa, berkat kerja kerasmu aku bisa melanjutkan pendidikanku. Terima kasih malaikat tanpa sayap."batinku.
"Zahra, makan malam dulu sayang". panggil ibu dari dapur.
"iya Bu". jawabku singkat.
Saat hendak melangkah keluar dari kamar, ponselku berdering. Ada satu pesan singkat dari nomor yang tidak di kenal.
"Hay manis lagi apa?".
Jantungku seketika berdetak dengan kencang.
"Manis ?" Batinku.
Hanya satu orang yang memanggilku dengan sebutan itu.
"Apa ini nomor kak Evan ? Tapi tidak mungkin dari mana dia tau nomorku". batinku.
Tanpa membalas pesan langsung ku letakkan ponselku di atas meja belajar. Segera ku menuju dapur untuk bergabung dengan ibu dan papa yang sedang makan.
"Kok lama sayang ?" Tanya ibu.
"Maaf Bu tadi ada SMS dari nomor yang tidak di kenal". jawabku jujur.
Karena dari kecil Papa dan ibu selalu mengajariku untuk berkata jujur.
"Katakan yang jadi beban fikiranmu nak, jangan di pendam sendiri, anggap kami bukan hanya orang tuamu tapi juga sahabat sekaligus tempatmu berbagi suka dan duka, insyaallah kami akan menjadi pendengar yang baik". Kata papa saat itu.
Setelah selesai makan malam dan membantu ibu beberes peralatan makan ku pamit untuk ke kamar.
"Bu, Zahra langsung ke kamar ya ?". Kataku pada ibu.
"Iya sayang." Jawab ibu singkat.
Belum sampai di kamar, ku mendengar ponselku berdering. Ku percepat langkahku karena penasaran siapa yang menelfon malam-malam begini.
Tujuh belas panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak di kenal dan satu pesan singkat.
"Mimpi indah ya manis, maaf kalau mengganggumu".
Karena penasaran, segera ku balas pesannya.
"Maaf ini siapa?".
Tak berselang lama ada balasan darinya.
"Aku Evan".
Seketika itu jantungku rasanya mau copot karena tak percaya kak Evan menghubungiku. Tak tau lagi mau balas apa sangking senangnya akhirnya ku ketiduran sambil memegang ponsel.
Saat pagi tiba, seperti biasa sebelum berangkat sekolah kami selalu sarapan bersama.
"Pah, Bu, Zahra berangkat sekolah dulu ya". kataku sambil mencium tangan ibu dan bapak.
"Iya sayang hati-hati di jalan". Ucap ibu dan papa hambir bersama.
"Iya Bu, pah". Jawabku melangkah pergi.
Hari ini adalah hari pertamaku menjadi siswi SMA 1 HARAPAN BANGSA. Mengenakan seragam putih abu-abu ku langkahkan kaki dengan bahagia. Saat hendak masuk ke gerbang sekolah tiba-tiba.....
"Zahra..." Ucap seseorang yang memanggilku.
Ku balikan badan hendak melihat siapa yang memanggilku ternyata kak Evan. Seketika rasanya wajahku memerah bersama dengan jantungku yang berdetak lebih kencang.
"Bareng yuk ?" Katanya sambil berlari kecil menghampiriku.
"Iya kak". Jawabku singkat.
"Kok, mukamu merah ? Ada apa ?" Tanya kak Evan.
Aku yang salah tingkah hanya tersenyum dan berkata
"Mungkin efek matahari kak, karena pagi ini cuacanya sangat panas." Jawabku gugup.
Lalu dia pun tertawa.
"Mungkin juga, oiya manis, hari ini aku ada pertandingan basket, kamu datang nonton ya, biar aku semangat mainnya". Ucap Evan santai.
"Aku ?". Tanyaku tanpa sadar.
"Iya kamu, datang ya". Ucapnya sambil tersenyum manis.
Tak ada kata lagi dari mulutku, hanya anggukan kecil yang artinya setuju.
Saat hendak berpisah di lorong sekolah, karena letak kelas kami yang berbeda. Tiba-tiba raut wajah kak Evan berubah. Yang tadinya ceria seketika berubah jadi sedikit murung dan berkata dengan perlahan saat melihat sepasang siswa siswi dari arah yang berbeda.
"Kirana." Ucapnya pelan namun aku masih bisa mendengarnya.
***
Tanpa satu kata dan senyum manis, kak Evan berlalu pergi meninggalkanku seorang diri yang masih berdiri di depan kelas. Ada rasa nyeri di hatiku.
"Apa iya aku cemburu ? Siapa Kirana itu ? Berbagai pertanyaan muncul di benakku. Andai boleh jujur, seiring berjalannya waktu aku sudah mulai menyukai kak Evan hanya saja aku selalu bersikap biasa-biasa saat bersamanya meskipun terkadang salah tingkah. Tapi aku bisa apa. Siapa aku ? Hanya gadis biasa dari keluarga sederhana sedangkan dia anak dari seorang pengusaha sekaligus siswa terpopuler di sekolah, pasti banyak wanita yang berharap menjadi kekasihnya. Lagian, kak Evan belum pernah menyatakan perasaannya padaku.
Mungkin dia hanya menganggapku teman biasa atau bahkan hanya mengganggapmu sebagai adiknya karena katanya iya hanya anak tunggal. Aku tidak mau berharap terlalu tinggi nanti sakit jika terjatuh, biarlah rasa ini ku pendam sendiri." Batin Zahra.
Tidak terasa sudah pukul 15.00 waktunya pulang. Segera ku rapihkan peralatan belajarku dan bergegas pulang ke rumah.
"Assalamualaikum Bu, Zahra pulang".
Ibu yang mendengar salamku langsung keluar kamar dan menyambutku.
"Wa'alaikum salam sayang, pulang sekolah kok mukanya kusut tidak semangat seperti biasanya ?" Tanya ibu sambil memperhatikanku.
"Iya Bu, hari ini terlalu banyak tugas. Bu, Zahra langsung istirahat dulu ya ?"
"Tidak makan siang dulu sayang?"
"Tidak Bu, Zahra mau tidur dulu,ngantuk."
"Ya sudah sayang beristirahatlah".
"Iya Bu".
Sampai di kamar langsung ku rebahkan badanku di tempat tidur dan memeluk boneka kesayanganku. Terlalu banyak tugas membuat otak dan badanku terasa lelah.
"Sayang bangun ada tamu, katanya teman sekolahmu".
Samar-samar ku dengar suara ibu membangunkan ku. Aku yang belum terlalu Sadar dari mimpi indah ku mencoba mencerna kata-kata ibu.
"Teman sekolah ? Perasaan belum ada yang tau alamatku kok bisa tau rumahku ?" Berbagai pertanyaan kembali muncul di otakku.
Dari pada penasaran, segera ku bangun dan langsung bergegas ke WC membersihkan muka.
"Bu, tamunya sia... ?"
Belum sempat ucapakanku selesai, ku lihat seseorang duduk manis di dekat ibu sambil tersenyum melihatku.
"Kak Evan ?" Ucapku sedikit bersuara karena kaget.
"Zahra, mumpung kamu sudah ada, ibu mau ke warung dulu. Kasihan nak Evan dari tadi sendiri gara-gara menunggumu terlalu lama makanya ibu temani dulu".
"Iya Bu", jawabku singkat.
Selepas kepergian ibu, perlahan ku mendekat di tempat duduk kak Evan. Belum sempat berkata dia langsung berbicara.
"Hay manis, kenapa tadi kamu tidak datang saat pertandinganku ? Maaf,tadi meninggalkanmu tanpa pamit. Tadi itu Kirana, dia adalah mantanku. Orang yang dulu sangat ku sanyangi ternyata tega mendua dengan temanku sendiri. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Aku hanya kaget saat melihatnya mengingat semua luka yang dulu dia berikan padaku". Katanya panjang lebar.
"Sebegitu sayangnya kah kak Evan sama kak Kirana sampai-sampai dia mengabaikan ku padahal kan dia yang mengajakku bareng tapi malah di tinggal begitu saja", Batinku.
"Kenapa masih diam ? Apa kamu masih marah ?"
Karena tak ingin ketahuan kalau aku sedang cemburu langsung ku jawab pertanyaannya.
"Tidaklah kak, buat apa aku marah. Ku cuma heran, kok kakak bisa tau alamatku ?" Jawabku sambil mengalihkan pembicaraan.
"Ayolah Zahra, jangan seperti ini. Hilangkan rasa cemburumu, nanti malah ketahuan". Batinku.
Lagi-lagi dia tersenyum lalu berkata..
"Dek maaf, hari itu saat bertemu d ruang pendaftaran jujur aku penasaran denganmu makanya diam-diam ku mengikuti semua aktivitasmu hingga mengikutimu pulang kerumah".
Dag... Dig.. Dug ... Jantungku tiba-tiba berdekat kencang. Rasa cemburu yang tadinya memenuhi hatiku kini berubah menjadi rasa yang tidak bisa di jelaskan.
"Ya Allah, sebegitu berharganya kah aku di matanya". Batinku.
"Oiya manis, ayahmu mana ?"
Tiba-tiba pertanyaan kak Evan menyadarkan ku dari mimpi indahku sebelum tidur.
"Papa ??" Tanyaku bingung
"Iya, papamu dek".
Bersambung..
Buat apa Evan mencari papanya Zahra ??
"Biasanya kalau sore begini papa belum pulang kak dari ladang tapi mungkin sebentar lagi. Memangnya kenapa kak ?" Tanyaku penasaran."Tidak kenapa-kenapa kok manis cuma mau kenalan saja". Jawabnya santai.Tak berselang lama..."Assalamualaikum Zahra". Ucap papa dari pintu belakang."Wa'alaikum salam pah". Jawabku sambil menuju ke dapur."Maaf ya kak, saya mau kebelakang dulu". Ucapku lalu pergi"Iya manis, silahkan"."Zahra, ibu mana sayang ?" Tanya bapak yang baru masuk rumah."Ibu lagi ke warung pah", kataku singkat."Jadi kamu lagi sendiri di rumah ?""Tidak pah, di luar ada teman Zahra". Jawabku gugup."Loh, kok bicaranya gugup ? Ayo siapa di luar teman atau temanmu ?" Kata papa sambil mencolek pipiku.Wajahku seketika berubah menjadi merah karena malu."Papa bisa saja". Jawabku tersenyum manja."Ya sudah, temani dulu temanmu sayang nanti papa menyusul. Papa mau mandi dulu ger
Ibu yang sedang menonton TV di ruang tamu bergegas masuk ke kamarku saat mendengar tangisku pecah."Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?" Tanya ibu cemas."Kak Evan Bu." Ucapku sambil menangis."Iya, kenapa dengan nak Evan? Apa yang terjadi dengannya?". Tanya ibu lagi yang terlihat semakin cemas.Ku ceritakan semua yang baru saja ku alami, seketika ibu langsung memelukku dan mencoba menenangkanku."Sabar sayang, mungkin nak Evan lagi sibuk sehingga tidak bisa di hubungi, lagian belum tentu juga yang SMS kamu sepupunya nak Evan, bisa saja itu hanya orang iseng." Jawab ibu sambil mengelus rambutku.Dengan cepat ku hapus air mataku."Benar kata ibu, mungkin hanya orang iseng tapi kenapa hatiku seakan berkata kalau itulah kenyataannya.""Kak Evan, aku menyayangimu aku tak mau kehilanganmu cukup raga kita yang berpisah jauh tapi hati kita jangan."Semenjak saat itu nomor kak Evan tidak bisa lagi di hubungi, hingga suatu h
Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih."Tante Mia ?" Ucapku pelan.Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku."Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali."Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw."Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku."Tante, ibu dan papaku mana ??".Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan."Tante?" Tanyaku sekali lagi.Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat
Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya."Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya."Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cep
Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat."Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut."Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra."Plak....Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra."Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia te
"Kamu rupanya?".Mendengar ucapan Zahra yang memanggilnya dengan sebutan KAMU membuat darah Evan mendidih. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya selalu memanggilnya dengan sebutan KAKAK kini memanggilnya dengan sebutan berbeda. Tapi ia tetap mencoba menahan emosinya, meskipun akhirnya meledak juga."Ternyata ini asli kamu Ra?" Betapa bodohnya aku dulu, Bisa tertipu dengan wajah polosmu. Kamu tidak ada bedanya dengan Kirana, sama saja, sama-sama pengkhianat.Mendengar dirinya di sebut pengkhianat, Zahra sudah tak bisa lagi membendung emosinya. Entah kekuatan dari mana, ia bisa menjawab semua pertanyaan dari Evan bahkan terkadang ia membentak lelaki itu."Kamu bilang apa? Aku pengkhianat hahahaha, lalu dirimu apa? Bertahun-tahun aku menunggumu dengan kesetiaan tapi apa yang aku dapat tak ada kepastian, bahkan berakhir dengan pengkhianatan, kamu kemana saat aku butuh? kamu kemana saat aku rindu? Kamu bahkan tidak lebih dari seorang pengecu
Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan."Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur."Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya
PoV Evan Part 1Evan Saputra Herlambang. Anak tunggal dari pasangan Airlangga Herlambang dan Lisa Suliswati. Terlahir dari keluarga yang berada membuat hidupnya hampir di katakan sempurna. Menjadi salah satu pemain basket terbaik dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih membuat banyak gadis yang antri ingin mendapatkan hatinya. Tapi sayang ia berbeda dari pria lain. Baginya cinta adalah ibadah, kenapa ia mengatakan demikian karena ia sangat menghormati bundanya, menyakiti perempuan sama halnya ia menyakiti hati bundanya, itu sebabnya jika ia memiliki kekasih ia tak pernah melirik gadis lain apalagi sampai mendekatinya. Berawal dari kedatangan siswa pindahan di sekolahnya yang sama-sama kelas sepuluh tapi mereka berbeda kelas, Evan sepuluh satu sedangkan siswi pindahan itu sepuluh 2 di situlah kisah cintanya di mulai."Hay, boleh kenalan?." Ucapnya tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.Gadis di depannya itu pun segera meraih tangan Evan sambil ter
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa