Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.
Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya.
"Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya.
"Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.
Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cepat Zahra menghapus air matanya berharap Rini tak melihatnya. Ia tak ingin merusak kebahagiaan sepupunya meskipun ia harus mengorbankan hatinya. Ia mencoba berdiri kembali, tapi tetap saja kakinya tak mampu menopang tubuhnya.
Segera Rini membantu Zahra untuk duduk di posisi semula, sedangkan di depannya, Evan hanya berdiri melihat Zahra dengan tatapan kebencian. Entah kenapa dengan Evan? Jangankan menolong Zahra, ia bahkan hanya menarik Rini dan membisikkan sesuatu padanya.
"Aku tidak mau malam ini terganggu, siapapun dia aku mau dia pergi sekarang atau aku yang akan pergi."
"Cepat ambil keputusan atau aku akan pergi sekarang," ucap Evan dengan sedikit kasar.
Rini pun tersentak kaget, lelaki yang ia anggap lemah lembut berbicara kasar kepadanya.
"Ra, maafkan aku, tapi ini berat buatku, kamu tak apa-apakan pulang sendiri nanti ku pesankan taxi untukmu?" ucap Rini dengan wajah sedih.
"Jangan sedih kak, Maafkan aku telah membuat malam bahagiamu hancur, tiba-tiba saja badanku terasa tidak enak, aku akan pulang, bersenang-senanglah." Dengan sekuat hati Zahra mencoba untuk tersenyum agar tak membuat Rini curiga.
"Aku antar kamu ke depan ya Ra?"
"Tidak usah kak, aku masih bisa sendiri." Tepis Zahra dengan halus. Iapun melangkah pergi membawa luka yang baru saja dapatkan dari lelaki yang sangat berarti dalam hidupnya.
Hati kecil Zahra ingin meminta penjelasan dengan Evan, tapi sayang jangankan berbicara menatapnya saja ia sudah tak sanggup, hatinya benar-benar hancur, hancur berkeping-keping.
Setelah sekian lama menunggu, malah yang ia harapkan berbanding terbalik dengan yang ia impikan.
"Kenapa kak? kenapa seperti ini? Apa salahku padamu? Aaaaaaaaaa." Air matanya tak bisa lagi ia bendung bahkan ia tak memperdulikan orang yang berlalu lalang di dekatnya. Hatinya hancur, dunianya telah runtuh. Seseorang yang membuatnya bertahan dalam setiap duka kini tega mengporak-porandakan hatinya.
Tiga hari setelah kejadian malam itu, Zahra berpamitan kepada Tante Mia untuk berziarah ke makam orang tuanya. Sesampainya di sana ia berdoa dengan khusyuk lalu menangis menumpahkan semua beban d hatinya.
"Pa, Bu, Zahra datang, Zahra tidak kuat lagi menjalaninya sendiri." Ia menangis sesenggukan hatinya benar-benar lelah.
Zahra yang awalnya hanya duduk di samping makam orang tuanya kini telah berbaring di atas pusara ibunya. Ia bahkan tak memperdulikan keadaannya yang telah basah kuyup akibat derasnya hujan.
"Jangan terlalu lama bersedih, om dan tante pasti akan sedih jika melihatmu seperti ini." Kata seorang pemuda yang tiba-tiba datang memayungi Zahra yang tak lain adalah Dokter Rayan.
Zahra yang kaget mendengar suara itu seketika menghapus air matanya lalu bangkit dari tempatnya berbaring. "Kak Rayan? Kenapa bisa disini? Sejak kapan kakak datang?" Pertanyaan bertubi-tubi kini di keluarkan oleh Zahra karena ia tak menyangka jika di belakangnya ada Dr.Rayan.
Pemuda itu hanya terdiam lalu bergegas membantu Zahra untuk berdiri. Tak lupa juga ia memakaikan jaket pada Zahra. Ia tak mau gadis di depannya itu kedinginan.
"Jangan banyak tanya, ayo ikut ke mobil, aku tidak mau kamu sakit gara-gara terlalu lama kena hujan." Segera Dr.Rayan membawa Zahra ke mobilnya.
Dari dulu Dr.Rayan memang ada rasa dengan Zahra. Rasa sayang yang melebihi sayang kakak ke adiknya. Bermula ia hanya mengagumi Zahra dan tanpa ia sadari rasa kagum itu kini telah berubah menjadi cinta. Tapi sayang Zahra hanya menganggapnya tak lebih dari seorang kakak.
Setelah sampai di dalam mobil Dr.Rayan pun memberikan Zahra minuman hangat. "Minumlah ini biar badanmu kembali hangat." Ucapnya sambil menyerahkan minuman itu ke Zahra.
"Aku sedang ada tugas di kampung ini, tapi pas melewati jalan ini aku melihatmu kehujanan makanya aku kesini. Ucapnya kembali menjelaskan.
"Oh." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zahra dan akhirnya hening tak ada lagi percakapan selama perjalanan menuju rumahnya.
"Kamu pulang ke Ma****** hari apa Ra? Siapa tau kita bisa bareng." Tanya Dr.Rayan tiba-tiba memulai pembicaraan ketika sampai di rumah Zahra.
"Aku berangkat nanti malam kak soalnya besok ada pengumuman kelulusan di sekolah."
Ada rasa kecewa di hati Dr.Rayan, ia yang berharap bisa pulang bersama dengan Zahra ternyata hanyalah mimpi belaka untuknya karena ia hanya boleh pulang ketika tugasnya selesai di desa ini dan itu berarti dua hari lagi ia bisa kembali.
"Terima kasih kak sudah mengantarku pulang."
"Iya sama-sama Ra, Aku tidak mampir ya soalnya banyak kerjaan di puskesmas. Jangan lupa memberiku kabar jika nanti malam kamu mau berangkat."
"Iya kak, tidak apa. Hati-hati di jalan."
Pukul 18.30 Zahra sudah berada di depan rumahnya untuk menunggu bus. Ia memilih menggunakan bus malam karena ia ingin perjalanannya nyaman tidak seperti dengan bus siang ia harus berdesak-desakan dengan penumpang yang lain di tambah lagi jalan macet jika siang hari. Saat hendak mengunci pintu rumahnya tiba-tiba ada seseorang yang membiusnya dari belakang dan akhirnya gelap Zahra pun pingsan.
Bersambung...
Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat."Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut."Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra."Plak....Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra."Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia te
"Kamu rupanya?".Mendengar ucapan Zahra yang memanggilnya dengan sebutan KAMU membuat darah Evan mendidih. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya selalu memanggilnya dengan sebutan KAKAK kini memanggilnya dengan sebutan berbeda. Tapi ia tetap mencoba menahan emosinya, meskipun akhirnya meledak juga."Ternyata ini asli kamu Ra?" Betapa bodohnya aku dulu, Bisa tertipu dengan wajah polosmu. Kamu tidak ada bedanya dengan Kirana, sama saja, sama-sama pengkhianat.Mendengar dirinya di sebut pengkhianat, Zahra sudah tak bisa lagi membendung emosinya. Entah kekuatan dari mana, ia bisa menjawab semua pertanyaan dari Evan bahkan terkadang ia membentak lelaki itu."Kamu bilang apa? Aku pengkhianat hahahaha, lalu dirimu apa? Bertahun-tahun aku menunggumu dengan kesetiaan tapi apa yang aku dapat tak ada kepastian, bahkan berakhir dengan pengkhianatan, kamu kemana saat aku butuh? kamu kemana saat aku rindu? Kamu bahkan tidak lebih dari seorang pengecu
Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan."Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur."Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya
PoV Evan Part 1Evan Saputra Herlambang. Anak tunggal dari pasangan Airlangga Herlambang dan Lisa Suliswati. Terlahir dari keluarga yang berada membuat hidupnya hampir di katakan sempurna. Menjadi salah satu pemain basket terbaik dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih membuat banyak gadis yang antri ingin mendapatkan hatinya. Tapi sayang ia berbeda dari pria lain. Baginya cinta adalah ibadah, kenapa ia mengatakan demikian karena ia sangat menghormati bundanya, menyakiti perempuan sama halnya ia menyakiti hati bundanya, itu sebabnya jika ia memiliki kekasih ia tak pernah melirik gadis lain apalagi sampai mendekatinya. Berawal dari kedatangan siswa pindahan di sekolahnya yang sama-sama kelas sepuluh tapi mereka berbeda kelas, Evan sepuluh satu sedangkan siswi pindahan itu sepuluh 2 di situlah kisah cintanya di mulai."Hay, boleh kenalan?." Ucapnya tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.Gadis di depannya itu pun segera meraih tangan Evan sambil ter
PoV Evan Part 2Berbulan-bulan semenjak kejadian itu, Evan tak pernah lagi menemui Kirana. Ia selalu menghindar ketika gadis itu menampakkan dirinya. Seperti lelaki pada umumnya, Evan terlihat kuat tapi hatinya sangatlah rapuh. Ia sangat mencintai Kirana tapi apalah daya mempertahankan sesuatu yang bukan miliknya lagi ibarat pungguk merindukan rembulan. Setiap hari ia mencari kesibukan berharap kenangan-kenangan indah itu bisa hilang seiring berjalannya waktu. Hatinya benar-benar rapuh hingga setahun kemudian perlahan namun pasti ia bisa move on dari Kirana dan mencoba membuka kembali hatinya untuk cinta.Tanpa di sengaja, hari itu ia berpapasan dengan seorang gadis yang hendak mendaftar di sekolahnya, hatinya tiba-tiba bergetar. Mencoba memberikan senyuman termanisnya tapi sayang gadis itu tak menghiraukannya malah gadis itu meninggalkannya seorang diri "Kamu benar-benar manis berbeda dengan yang lain."batinnya.Semenjak saat itulah ia diam-diam mengikuti
PoV Evan Part 3Sayang kebersamaan mereka tak bertahan lama. Evan harus melanjutkan pendidikannya di kota. Mereka pun akhirnya LDR. Sebelum berangkat ia meyakinkan pada hatinya jika ia akan kembali lagi demi Zahra. Ia pun berpesan kepada Zahra agar gadis itu menjaga mata dan hatinya.Setelah sampai di kota, Evan selalu menelfon Zahra. Memastikan bahwa kekasihnya itu dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan mereka selalu bercanda untuk melepas rasa rindu, hingga tak menghiraukan waktu jika sekarang sudah tengah malam.Satu bulan, dua bulan, hingga tujuh bulan komunikasi mereka masih lancar. Hingga memasuki bulan ke delapan, hubungan mereka di uji. Evan yang ketika itu tengah duduk santai tiba-tiba di kagetkan dengan pernyataan sepupunya yang datang menghampirinya."Van, ini bukannya Zahra ya? Kok bahagia banget dengan lelaki ini." Tanya Sepupunya yang tak lain adalah Ria.Evan pun memastikan perkataan Ria dan ternyata benar gadis yang berada dalam foto
PoV Rini Part 1"Rin, aku mau kita putus." Ucap seorang lelaki yang sedang duduk bersama Rini di sebuah taman."Hahaha bercandanya nggak lucu Bram." Rini Hanya tertawa menanggapi pria itu yang tak lain adalah Bramantyo, kekasihnya."Tapi aku serius Rin, aku mau kita putus."Rini yang sedang minum minuman dingin tersedak kaget melihat ekspresi wajah kekasihnya yang benar-benar serius."Tapi kenapa Bram ? Memangnya aku salah apa, sampai kamu mau memutuskan hubungan ini?." Rini pun mulai menangis ia tak bisa lagi membendung air matanya."Kamu tidak salah kok Rin, cuma aku sudah bosan sama kamu." Dengan santainya Bram memberikan pernyataan tanpa memperdulikan perasaan Rini."Kamu gila ya Bram? Setelah apa yang telah aku berikan padamu kamu malah membuang ku begitu saja.""Justru itu Rin karena aku sudah mendapatkan semuanya makanya aku sudah bosan padamu, intinya aku mau kita putus, mulai hari ini kita sudah tidak ada hubungan lagi
PoV Rini Part 2Mengetahui jika Zahra adalah kekasih Evan Rini pun memiliki rencana menggunakan Zahra agar bisa membuat lelaki itu hancur. Tapi sayang ia tak bisa melaksanakan rencananya seorang diri."Berfikir Rini, ayo berfikir." Ucapnya sambil mondar-mandir di dalam kamarnya. Sayang dalam waktu yang cukup lama ia tak bisa menemukan ide. Iapun akhirnya keluar dari kamar hendak mencari angin segar dan ternyata keberuntungan sedang berpihak padanya. Saat sedang berjalan menuju taman kompleks tempat ia tinggal, tidak sengaja ia mendengar percakapan seorang lelaki yang sedang kebingungan mencari biaya persalinan untuk istrinya kelak."Terima kasih Tuhan, ternyata engkau benar-benar menyayangiku sampai-sampai selalu membantuku dalam situasi apapun."batinnya. Ia pun segera mendekati lelaki itu."Hhhhmmm aku bisa kok bantu biaya persalinan isrtimu kalau kamu mau?."Lelaki itu pun segera membalikkan badannya saat mendengar seseorang menawarinya bantuan.
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa