Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih.
"Tante Mia ?" Ucapku pelan.
Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku.
"Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali.
"Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw.
"Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku.
"Tante, ibu dan papaku mana ??".
Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan.
"Tante?" Tanyaku sekali lagi.
Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat ia sedang menghapus air matanya saat sedang berbicara dengan lelaki yang baru saja masuk ke ruanganku.
Dengan suara serak dan perlahan ia mulai berbicara sambil memelukku "Sabar ya sayang, akibat kecelakaan itu papamu meninggal di tempat sedangkan ibumu meninggal saat sedang berada dalam perjalanan menuju rumah sakit."
Deg....
Seketika tubuhku terasa lemas, rasa sakit yang terasa di bagian kepala dan kakiku kini terasa juga di hatiku. Luruh sudah air mataku, duniaku telah hancur. "Kenapa begini Tuhan? Apa salahku hingga mereka yang ku sayangi harus pergi secepat ini." Aaaaaaaaaa
Darah di tanganku kini mulai naik ke selang infusku akibat amukanku. Infus yang terpasang akhirnya terputus. Dengan cepat kak Rayan menghampiriku dan memelukku sambil berteriak memanggil perawat.
"Duniaku sudah hancur kak, aku telah kehilangan semuanya." Ucapku menangis sambil memukul tubuh lelaki yang sedang memelukku.
"Kamu harus sabar dek, aku yakin kamu wanita kuat, masih ada kami yang akan selalu menjagamu."Ucapnya mengeratkan pelukannya.
Aku yang mengamuk tak terkendali tiba-tiba lemas saat ia menyuruh suster untuk menyuntikkan obat ke tanganku. Hening dan akhirnya akupun tertidur.
Dua bulan berlalu setelah kejadian pahit itu, kini kondisiku mulai membaik. Perlahan namun pasti ku coba mengikhlaskan semuanya. Berdamai dengan kenyataan pahit memang menyakitkan tapi itulah yang harus aku jalani.
"Papa, ibu, semoga kalian tenang di alam sana, doakan putrimu ini biar bisa kuat menjalani semuanya."
Ku peluk batu nisan itu satu persatu, tangisku pun kembali pecah dengan cepat kak Rayan menghampiriku dan memelukku.
"Ayo kita pulang dek, hari semakin sore mungkin sebentar lagi akan turun hujan." Ucap lelaki yang memelukku.
Ku lirik sekali lagi makam papa dan ibu "Zahra sayang papa dan ibu, Zahra sayang kalian."
Saat tiba di kediaman keluarga Admaja, Tante Mia dan keluarganya menyambutku. Ya sekarang aku akan tinggal di rumah ini karena sebelum ibu meninggal, ia berpesan pada Tante untuk menjagaku. Pendidikanku pun ku lanjutkan di kota ini dan itu semua Tante Mia yang membiayainya.
"Selamat datang sayang di rumah Tante, semoga kamu betah, anggap saja ini adalah rumah kamu sendiri." Ucap Tante Mia memelukku.
Mereka pun bergantian memelukku dan memberiku support.
"Zahra, kamar kamu berada di lantai atas, mari sini aku tunjukkan." Ucap kak Rini yang tiba-tiba menghampiriku.
"Iya kak, boleh."
"Oiya Zahra, bagaimana keadaanmu?". Ucapnya saat kami menaiki anak tangga menuju kamar.
"Sudah mulai membaik kak".
"Semoga kamu betah ya di sini?."
"Iya kak, semoga."
Seminggu sudah aku hanya menghabiskan waktu di kamar, tak ada gairah untuk melakukan aktivitas apapun hingga tiba-tiba hpku berdering ada pesan singkat dari kak Rini.
"Nanti malam temani kakak ya ketemu sama pujaan hatiku, hitung-hitung cari hiburan biar bisa semangat kembali, kalau kamu mau, nanti malam pukul 18.30 aku jemput, sekarang aku ada di salon, hari ini dia akan pulang dan nanti malam ia akan memberiku kejutan yang katanya tak akan bisa aku lupakan.
Bagitulah pesan darinya. Yah, ia memang pernah bercerita tentang kekasihnya jika dia sangat tergila-gila pada lelaki itu dan apapun akan dia lakukan asalkan bisa bersamanya sampai-sampai ia rela menyerahkan kesuciannya demi lelaki itu. Gila, memang sungguh gila pergaulan di kota.
"Ya aku mau kak." Lalu ku kirim pesan singkat itu ke nomornya.
Karena hari ini hari bahagianya, akupun tak mau membuatnya menunggu lama. Pukul 18.00 aku telah siap. Menggunakan dress merah dan higls pemberian dari kak Evan, dengan sedikit polesan aku menunggu kedatangannya di ruang tamu.
"Cantik banget sih, mau kemana?" Kata kak Rayan yang baru pulang dari rumah sakit.
"Ah, kakak bisa saja." ucapku sambil tersenyum.
Tepat pukul 18.30 kak Rini menjemputmu. Sebelum berangkat tak lupa ku berpamitan dengan Tante Mia dan kak Rayan yang sedang menonton TV.
Cafe KENANGAN. Ya, kami bertemu di cafe. Sebelum masuk ku perhatikan wajah kak Rini ia sangat bahagia. Dengan hiasan yang sederhana tapi terlihat elegan membuat dandanannya menjadi sempurna.
Selama menunggu ku perhatikan seluruh ruangan ini, unik. Ada hiburan tersendiri untukku apalagi di hibur oleh band yang menyanyikan lagu favoritku.
Lima belas menit menunggu akhirnya kekasihnya pun datang. Remang-remang ku lihat seorang pemuda berjalan mendekat ke arah kami membawa seikat bunga mawar yang besar dan menutupi wajahnya.
Hatiku tiba-tiba berdekat dengan cepat. Ada rasa lain yang tidak bisa di jelaskan dan tanganku gemetar tak karuan. Berbeda dengan kak Rini ia selalu senyum bahagia hingga pemuda itu menghampirinya. Surprise pemuda itu memperlihatkan wajahnya lalu mengangkat kedua tangan untuk memeluk kak Rini. Seketika air mataku jatuh....
"Kak Evan?."
Bersambung..
Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya."Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya."Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cep
Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat."Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut."Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra."Plak....Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra."Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia te
"Kamu rupanya?".Mendengar ucapan Zahra yang memanggilnya dengan sebutan KAMU membuat darah Evan mendidih. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya selalu memanggilnya dengan sebutan KAKAK kini memanggilnya dengan sebutan berbeda. Tapi ia tetap mencoba menahan emosinya, meskipun akhirnya meledak juga."Ternyata ini asli kamu Ra?" Betapa bodohnya aku dulu, Bisa tertipu dengan wajah polosmu. Kamu tidak ada bedanya dengan Kirana, sama saja, sama-sama pengkhianat.Mendengar dirinya di sebut pengkhianat, Zahra sudah tak bisa lagi membendung emosinya. Entah kekuatan dari mana, ia bisa menjawab semua pertanyaan dari Evan bahkan terkadang ia membentak lelaki itu."Kamu bilang apa? Aku pengkhianat hahahaha, lalu dirimu apa? Bertahun-tahun aku menunggumu dengan kesetiaan tapi apa yang aku dapat tak ada kepastian, bahkan berakhir dengan pengkhianatan, kamu kemana saat aku butuh? kamu kemana saat aku rindu? Kamu bahkan tidak lebih dari seorang pengecu
Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan."Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur."Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya
PoV Evan Part 1Evan Saputra Herlambang. Anak tunggal dari pasangan Airlangga Herlambang dan Lisa Suliswati. Terlahir dari keluarga yang berada membuat hidupnya hampir di katakan sempurna. Menjadi salah satu pemain basket terbaik dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih membuat banyak gadis yang antri ingin mendapatkan hatinya. Tapi sayang ia berbeda dari pria lain. Baginya cinta adalah ibadah, kenapa ia mengatakan demikian karena ia sangat menghormati bundanya, menyakiti perempuan sama halnya ia menyakiti hati bundanya, itu sebabnya jika ia memiliki kekasih ia tak pernah melirik gadis lain apalagi sampai mendekatinya. Berawal dari kedatangan siswa pindahan di sekolahnya yang sama-sama kelas sepuluh tapi mereka berbeda kelas, Evan sepuluh satu sedangkan siswi pindahan itu sepuluh 2 di situlah kisah cintanya di mulai."Hay, boleh kenalan?." Ucapnya tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.Gadis di depannya itu pun segera meraih tangan Evan sambil ter
PoV Evan Part 2Berbulan-bulan semenjak kejadian itu, Evan tak pernah lagi menemui Kirana. Ia selalu menghindar ketika gadis itu menampakkan dirinya. Seperti lelaki pada umumnya, Evan terlihat kuat tapi hatinya sangatlah rapuh. Ia sangat mencintai Kirana tapi apalah daya mempertahankan sesuatu yang bukan miliknya lagi ibarat pungguk merindukan rembulan. Setiap hari ia mencari kesibukan berharap kenangan-kenangan indah itu bisa hilang seiring berjalannya waktu. Hatinya benar-benar rapuh hingga setahun kemudian perlahan namun pasti ia bisa move on dari Kirana dan mencoba membuka kembali hatinya untuk cinta.Tanpa di sengaja, hari itu ia berpapasan dengan seorang gadis yang hendak mendaftar di sekolahnya, hatinya tiba-tiba bergetar. Mencoba memberikan senyuman termanisnya tapi sayang gadis itu tak menghiraukannya malah gadis itu meninggalkannya seorang diri "Kamu benar-benar manis berbeda dengan yang lain."batinnya.Semenjak saat itulah ia diam-diam mengikuti
PoV Evan Part 3Sayang kebersamaan mereka tak bertahan lama. Evan harus melanjutkan pendidikannya di kota. Mereka pun akhirnya LDR. Sebelum berangkat ia meyakinkan pada hatinya jika ia akan kembali lagi demi Zahra. Ia pun berpesan kepada Zahra agar gadis itu menjaga mata dan hatinya.Setelah sampai di kota, Evan selalu menelfon Zahra. Memastikan bahwa kekasihnya itu dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan mereka selalu bercanda untuk melepas rasa rindu, hingga tak menghiraukan waktu jika sekarang sudah tengah malam.Satu bulan, dua bulan, hingga tujuh bulan komunikasi mereka masih lancar. Hingga memasuki bulan ke delapan, hubungan mereka di uji. Evan yang ketika itu tengah duduk santai tiba-tiba di kagetkan dengan pernyataan sepupunya yang datang menghampirinya."Van, ini bukannya Zahra ya? Kok bahagia banget dengan lelaki ini." Tanya Sepupunya yang tak lain adalah Ria.Evan pun memastikan perkataan Ria dan ternyata benar gadis yang berada dalam foto
PoV Rini Part 1"Rin, aku mau kita putus." Ucap seorang lelaki yang sedang duduk bersama Rini di sebuah taman."Hahaha bercandanya nggak lucu Bram." Rini Hanya tertawa menanggapi pria itu yang tak lain adalah Bramantyo, kekasihnya."Tapi aku serius Rin, aku mau kita putus."Rini yang sedang minum minuman dingin tersedak kaget melihat ekspresi wajah kekasihnya yang benar-benar serius."Tapi kenapa Bram ? Memangnya aku salah apa, sampai kamu mau memutuskan hubungan ini?." Rini pun mulai menangis ia tak bisa lagi membendung air matanya."Kamu tidak salah kok Rin, cuma aku sudah bosan sama kamu." Dengan santainya Bram memberikan pernyataan tanpa memperdulikan perasaan Rini."Kamu gila ya Bram? Setelah apa yang telah aku berikan padamu kamu malah membuang ku begitu saja.""Justru itu Rin karena aku sudah mendapatkan semuanya makanya aku sudah bosan padamu, intinya aku mau kita putus, mulai hari ini kita sudah tidak ada hubungan lagi
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa