PoV Evan Part 3
Sayang kebersamaan mereka tak bertahan lama. Evan harus melanjutkan pendidikannya di kota. Mereka pun akhirnya LDR. Sebelum berangkat ia meyakinkan pada hatinya jika ia akan kembali lagi demi Zahra. Ia pun berpesan kepada Zahra agar gadis itu menjaga mata dan hatinya.
Setelah sampai di kota, Evan selalu menelfon Zahra. Memastikan bahwa kekasihnya itu dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan mereka selalu bercanda untuk melepas rasa rindu, hingga tak menghiraukan waktu jika sekarang sudah tengah malam.
Satu bulan, dua bulan, hingga tujuh bulan komunikasi mereka masih lancar. Hingga memasuki bulan ke delapan, hubungan mereka di uji. Evan yang ketika itu tengah duduk santai tiba-tiba di kagetkan dengan pernyataan sepupunya yang datang menghampirinya.
"Van, ini bukannya Zahra ya? Kok bahagia banget dengan lelaki ini." Tanya Sepupunya yang tak lain adalah Ria.
Evan pun memastikan perkataan Ria dan ternyata benar gadis yang berada dalam foto
PoV Rini Part 1"Rin, aku mau kita putus." Ucap seorang lelaki yang sedang duduk bersama Rini di sebuah taman."Hahaha bercandanya nggak lucu Bram." Rini Hanya tertawa menanggapi pria itu yang tak lain adalah Bramantyo, kekasihnya."Tapi aku serius Rin, aku mau kita putus."Rini yang sedang minum minuman dingin tersedak kaget melihat ekspresi wajah kekasihnya yang benar-benar serius."Tapi kenapa Bram ? Memangnya aku salah apa, sampai kamu mau memutuskan hubungan ini?." Rini pun mulai menangis ia tak bisa lagi membendung air matanya."Kamu tidak salah kok Rin, cuma aku sudah bosan sama kamu." Dengan santainya Bram memberikan pernyataan tanpa memperdulikan perasaan Rini."Kamu gila ya Bram? Setelah apa yang telah aku berikan padamu kamu malah membuang ku begitu saja.""Justru itu Rin karena aku sudah mendapatkan semuanya makanya aku sudah bosan padamu, intinya aku mau kita putus, mulai hari ini kita sudah tidak ada hubungan lagi
PoV Rini Part 2Mengetahui jika Zahra adalah kekasih Evan Rini pun memiliki rencana menggunakan Zahra agar bisa membuat lelaki itu hancur. Tapi sayang ia tak bisa melaksanakan rencananya seorang diri."Berfikir Rini, ayo berfikir." Ucapnya sambil mondar-mandir di dalam kamarnya. Sayang dalam waktu yang cukup lama ia tak bisa menemukan ide. Iapun akhirnya keluar dari kamar hendak mencari angin segar dan ternyata keberuntungan sedang berpihak padanya. Saat sedang berjalan menuju taman kompleks tempat ia tinggal, tidak sengaja ia mendengar percakapan seorang lelaki yang sedang kebingungan mencari biaya persalinan untuk istrinya kelak."Terima kasih Tuhan, ternyata engkau benar-benar menyayangiku sampai-sampai selalu membantuku dalam situasi apapun."batinnya. Ia pun segera mendekati lelaki itu."Hhhhmmm aku bisa kok bantu biaya persalinan isrtimu kalau kamu mau?."Lelaki itu pun segera membalikkan badannya saat mendengar seseorang menawarinya bantuan.
"Rin, jangan bilang kalau gadis yang di maksud resepsionis hotel itu adalah kamu?" Tanya dr.Rayan menyelidiki.Rini hanya terdiam, ia tak tahu harus bercerita dari mana. Saat hendak menjelaskan tiba-tiba saja ponselnya berdering pertanda ada sebuah panggilan masuk. Sebuah nomor baru, tapi ia tahu nomor itu milik lelaki suruhannya."Ah sial, kenapa dia menelfonku di saat seperti ini?"batinnya. Ia pun bergegas menekan tombol merah namun beberapa detik kemudian nomor itu kembali menghubunginya. Saat sedang memperhatikan layar ponselnya tiba-tiba saja dr.Rayan merebut handphonenya, mengangkat teleponnya dan tak lupa ia pun menloudspeakernya."Halo bos, kapan kamu akan membayar bonusku? Aku sudah menjalankan sesuai dengan perintahmu, tentang wanita tua itu, itu bukan urusanku kan kamu yang mengaturnya agar seseorang datang ke kamar Zahra, jika dalam waktu dekat ini kamu tidak membayarku, ku pastikan rahasiamu akan terbongkar, jadi.... Belum selesai lelaki itu berbica
Kedua lelaki itu kini saling bertatapan. Meraka sama-sama bingung karena mengucapkan nama Zahra secara bersamaan."Kamu kenal Zahra ?" Tanya dr.Rayan pada suami Sinta.Lelaki itu hanya terdiam. Ia bingung karena tak tahu bagaimana cara menjelaskan pada dr.Rayan dan istrinya."Mas, kamu kenal sama gadis ini ?" Tiba-tiba saja Sinta menyadarkannya dari lamunannya."Hhhmmm itu.. itu.. Saya kenal maksudnya saya tidak kenal," ucapnya terbata-bata.Membuat dr.Rayan dan istrinya terlihat bingung."Kalau bicara yang jelas dong mas, itu.. itu.. itu apa ?" Ucap Sinta. Kini ia mulai marah karena di buat penasaran oleh suaminya dan berfikir jika ada sesuatu yang di tutupi lelaki itu."Bukan begitu sayang, sebenarnya saya mengenal Zahra dari Rini.""Rini ? Siapa lagi gadis itu mas?".Mendengar nama adiknya di sebut membuat dr.Rayan naik pitam. Iapun segera mendekati lelaki itu dan menarik kerah bajunya."Jangan bilang jik
Lelaki itu kini berjalan menuju meja tempat Rini berada. Ia memang selalu mencari tahu keberadaan gadis itu karena sakit hati sebab Rini telah menipunya."Di cari kemana-mana ternyata kamu disini Rin ? Lagi bersenang-senang pula." Ucapnya sambil memegangi pipinya yang masih terasa sakit akibat pukulan keras dari dr.Rayan.Semua mata tertuju pada lelaki itu, terutama Evan dan kedua orang tuanya."Rini, siapa dia ?" ucap Evan menyelidiki."Astaga kenapa dia ada di sini ? Bisa kacau semua rencanaku di buatnya." Batin Rini.Ia benar-benar salah tingkah saat mengetahui jika lelaki yang menghampirinya adalah Arya, lelaki suruhannya untuk menjebak Zahra. Iapun mencoba mencari alasan dengan cara berpura-pura tidak mengenal lelaki itu."Saya tidak kenal sama orang ini Van, mungkin dia salah orang." Ucapnya sambil mengatur nafasnya."Hahahaha... Rini... Rinii." Arya hanya tertawa melihat Rini yang mulai salah tingkah. Iapun mencoba mendekati ga
Evan kini benar-benar panik, ia menangis sejadi-jadinya sambil memeluk Zahra."Dokter... Dokter... Tolong....!"ucapnya berteriak histeris."Sayang bangun, jangan begini, aku mohon, bangun sayang !" Ia kembali mengguncang tubuh Zahra namun tetap nihil, garis lurus yang berjalan di layar defibrilator tak kunjung berubah.Beberapa menit kemudian, dr.Linda di temani dua suster lainnya masuk ke ruang ICU tempat Zahra di rawat."Dokter tolong, tolong dokter !" ucap Evan memohon pada dr.Linda."Tenang pak, kami akan berusaha sebaik mungkin."Dr.Linda pun segera mengambil alat defibrilator untuk membantu menstabilkan detak jantung Zahra namun sayang berulang kali ia menempelkan alat defibrilator ke dada gadis itu hasilnya tetap sama, garis lurus di layar defibrilator tak kunjung berubah dan pada akhirnya Zahra pun di nyatakan telah tiada."Maaf pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi takdir berkata lain, nona Zahra kini telah tiada,
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa