"Biasanya kalau sore begini papa belum pulang kak dari ladang tapi mungkin sebentar lagi. Memangnya kenapa kak ?" Tanyaku penasaran.
"Tidak kenapa-kenapa kok manis cuma mau kenalan saja". Jawabnya santai.
Tak berselang lama...
"Assalamualaikum Zahra". Ucap papa dari pintu belakang.
"Wa'alaikum salam pah". Jawabku sambil menuju ke dapur.
"Maaf ya kak, saya mau kebelakang dulu". Ucapku lalu pergi
"Iya manis, silahkan".
"Zahra, ibu mana sayang ?" Tanya bapak yang baru masuk rumah.
"Ibu lagi ke warung pah", kataku singkat.
"Jadi kamu lagi sendiri di rumah ?"
"Tidak pah, di luar ada teman Zahra". Jawabku gugup.
"Loh, kok bicaranya gugup ? Ayo siapa di luar teman atau temanmu ?" Kata papa sambil mencolek pipiku.
Wajahku seketika berubah menjadi merah karena malu.
"Papa bisa saja". Jawabku tersenyum manja.
"Ya sudah, temani dulu temanmu sayang nanti papa menyusul. Papa mau mandi dulu gerah". Ucapnya sambil menuju ke WC.
"Iya pah".
"Maaf kak, sudah membuatmu menunggu lama".
"Tidak apa", katanya..
Beberapa menit kemudian papa pun keluar dengan rapi dari kamar maklum baru saja selesai mandi dan ternyata ibu juga sudah pulang dari warung.
"Nak Evan ?"
Tiba-tiba saja papa langsung menyebut nama kak Evan.
"Astaga, papa kenal dengan kak Evan ? Di mana ? Sejak kapan ? Jiwa kepoku mulai meronta", Batinku.
Otakku kembali di penuhi banyak pertanyaan.
"Om Rudi ?" Dengan cepat kak Evan mengenali papaku, dia pun langsung berdiri mencium tangan papa seketika.
Aku yang bingung cuma duduk menonton.
"Meraka saling kenal ternyata ?" Batinku.
"Bagaimana kabarnya om ?" Tanya kak Evan memulai pembicaraan.
"Om, baik nak. Kamu sendiri bagaimana kabarnya ?"
"Alhamdulillah, baik om". Ucapnya tersenyum.
"Papa kenal sama kak Evan?" Tanyaku seketika karena sudah sangat penasaran.
"Iya sayang, kamu ingat waktu bapak kecelakaan dulu ? Nak Evan ini yang membawa bapak ke rumah sakit". Ucap bapak sambil mencoba mengingatkanku.
"Ya, aku ingat. Papa dulu pernah ke pasar. Tapi saat hendak pulang dia kecelakaan. Kata papa, ada seorang pemuda yang menolongnya. Tapi saat hendak bertemu dengan pemuda itu untuk berterima kasih, pemuda itu sudah pergi setelah dia membayar semua biaya rumah sakit papa".
"Kok, melamun sayang ?" Tiba-tiba papa menyadarkanku.
"Eh, iya pah tadi Zahra, coba ingat kejadian dulu". Jawabku.
"Alhamdulillah, ternyata mereka saling kenal. Ini artinya ada harapan baik". Batinku sambil tertawa dalam hati, ha.. ha.. ha.
"Maaf, om. Dulu tidak sempat pamit tiba-tiba bundaku menelfon mau minta tolong". Kata kak Evan.
"Tidak apa nak, om yang minta maaf. Saat itu sudah merepotkanmu". Kata papa tersenyum.
Setelah mereka berbicara panjang lebar, tiba-tiba kak Evan mengalihkan pembicaraan.
"Om, maksud kedatanganku kemari, kalau boleh saya mau minta izin untuk menjaga Zahra. Setelah sukses nanti saya ingin melamarnya". Ucap kak Evan serius.
Aku yang mendengarnya pun langsung kaget dan tidak pernah menyangka jika kak Evan begitu berani bicara serius pada papa. Raut mukaku kembali memerah karena malu.
"Ya allah apa aku sedang bermimpi ?" Batinku sambil mencubit tanganku sendiri.
"Auw ternyata sakit".
Papa yang dari tadi memperhatikanku hanya tersenyum lalu berkata ..
"Om izinkan nak Evan, tapi dengan satu syarat dekatlah dengan wajar, jangan lakukan hal yang belum boleh kalian lakukan dan jadikan hubungan kalian sebagai motivasi untuk lebih baik kedepannya dan yang lebih penting jangan sakiti putriku, jika kamu sudah tidak menyukainya lagi tolong kembalikan Zahra dengan baik kepada om seperti saat ini kamu memintanya dengan baik". Kata papa dengan bijaksana tapi dengan bahasa yang lembut".
Seketika air mataku jatuh.
"Papa, terima kasih untuk semuanya". Batinku sambil mengusap air mataku supaya tak ada yang melihatnya.
"Iya om, saya janji". Kata kak Evan serius.
"Pah, bisa tolong bantu ibu sebentar. Keran air di dapur macet". Tiba-tiba ibu datang mencairkan suasana.
"Iya Bu, ayo ibu duluan".
"Kalau begitu om permisi kebelakang dulu nak Evan, tidak baik mengganggu orang yang lagi pendekatan". Ucap papa sambil tersenyum dan berlalu pergi
"Papa..." Ucapku manja.
Selepas kepergian papa, ku coba memperbaiki detak jantungku, mencoba tenang walau sebenarnya ku ingin berteriak bahagia.
"Zahra...
Aku suka padamu dan aku mau menjagamu. Apa kamu mau menjadi kekasihku ?" Tanya kak Evan yang tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan..#Rindu_Yang_Terpendam
Ku coba memperbaiki detak jantungku mengatur nafas lalu berkata,
"Tapi kenapa Kakak tidak mengucapkannya langsung padaku, kenapa harus melalui papa ?" Jawabku penasaran.
"Aku hanya ingin kamu percaya kalau aku benar-benar serius padamu, makanya aku meminta izin langsung pada papamu. Aku tak mau berhubungan dengan seseorang tanpa restu dari orang tuanya".
Ya Allah, rasanya dadaku sesak sangking senangnya.
"Terima kasih Tuhan ternyata rasa itu bukan hanya aku saja yang merasakannya tapi dia pun juga merasakannya". Batinku
"Bagaimana Zahra, apa kamu bersedia?" Tanyanya sekali lagi.
Dengan malu-malu aku menganggukkan kepala dan menjawab
"Ia kak, aku mau".
Kami pun saling berpandanganan lalu tersenyum.
Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Dia sering memberiku hadiah, mengajari pelajaran yang tidak ku mengerti, menjemput dan mengantarku pulang dari sekolah, katanya dia ingin memastikan keselamatanku, bahkan dia mengenalkanku pada orang tuanya dan Alhamdulillah mereka juga merespon baik hubungan kami.
"Selama masih di batas wajar, kenapa harus di permasalahkan". Ucap ayah kak Evan saat itu.
Setiap weekend dia mengajakku liburan, kadang ke pantai, kadang ke kebun binatang, ke rumahnya dan kadang-kadang juga tak ada tujuan. Asalkan bisa berdua denganku biarlah hanya sekedar keliling lalu singgah di warung bakso untuk makan. Katanya
Kami pun tertawa bersama.
Andaikan aku bisa menghentikan waktu, ingin rasanya ku hentikan sekarang biar selalu bisa bersamanya.
Tidak terasa sebentar lagi semester dua itu artinya sebentar lagi dia ujian. Sebentar lagi dia akan pergi melanjutkan pendidikannya.
Kenapa harus secepat ini waktu berlalu Tuhan. Perasaan baru kemarin kami bertemu. Keluhku dalam hati.
Hingga tiba saat itu, di mana pengumuman kelulusan di umumkan. Ada rasa bahagia karena dia bisa Lulus dengan nilai yang memuaskan tapi di sisi lain ada rasa perih karena tak ingin jauh darinya tapi mau tak mau itulah yang harus kami lakukan.
Akhirnya dia pun melanjutkan pendidikannya d Fakultas Pelayaran di kota besar. Ya, cita-citanya ingin menjadi pelayaran biar bisa mengelilingi dunia katanya.
Kami pun akhirnya LDR. Sebelum berangkat dia berpesan padaku,
"Jaga mata dan hatimu, doakan dan tunggu aku kembali, aku pasti akan menjemputmu sayang". katanya sambil memelukku dengan erat.
Tidak terasa air mataku berlinang. Dengan cepat dia dia menghapusnya sambil berkata
"Jangan menangis sayangku, aku menyayangimu dan aku akan setia padamu".
Ku eratkan pelukanku, aku tak ingin jauh. Seketika tangisku pun pecah.
Setelah kepergiannya, ada yang kurang di hidupku. Dulu saat waktu istirahat dia selalu datang menemuiku, sekedar menemani ngobrol atau membawakanku camilang. Tidak usah ke kantin di sini saja biar makin romantis. Kata-kata itu tak pernah hilang di benakku.
"Kak Evan, aku merindukanmu".
Selama di sana komunikasi kami lancar. Setiap malam dia selalu menelfonku, menanyakan kabar dan kami saling melepas rindu karena jika siang hari dia sibuk kuliah.
"Apa kabar Zahraku sayang, aku sangat merindukanmu".katanya di seberang sana.
"Aku baik kak. Bagaimana dengan kakak ?"
Saat itu kami cuma bisa telfonan karena waktu dulu belum ada yang namanya W******p apalagi I*******m. Yang ada hanya aplikasi F******k itu pun belum terlalu banyak penggunanya dan kami tidak menggunakannya nanti banyak godaan di sana.
"Aku juga baik sayang. Tidurlah sayang mimpi indah, jangan lupa bawa aku dalam mimpimu. Tunggu aku pulang".
Tidak terasa hampir dua jam kami ngobrol ntah itu bahas apa tapi sangat menyenangkan buat kami.
Satu bulan, dua bulan, hingga tujuh bulan selama LDR komunikasi kami selalu lancar. Hingga suatu malam ada satu pesan dari nomor yang tidak di kenal.
"Zahra ya? Aku sepupunya Evan cuma mau bilang sekarang Evan sudah bahagia di sini bersama temanku, ku harap kamu tak mengganggunya lagi, dia yang menyuruhku mengatakan ini padamu".
Seketika jantungku berdetak tak karuan ada rasa pilu di hatiku. Banyak pertanyaan yang muncul di otakku hingga ku coba beranikan diri untuk menelfon ya. Tanganku gemetar, rasanya ku tak sanggup menerima kenyataan.
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Lirih sudah air mataku.
"Apa yang terjadi kak ? Kenapa begini ?" Isak tangisku pun pecah seketika.
Ibu yang sedang menonton TV di ruang tamu bergegas masuk ke kamarku saat mendengar tangisku pecah."Ada apa sayang ? Kenapa menangis ?" Tanya ibu cemas."Kak Evan Bu." Ucapku sambil menangis."Iya, kenapa dengan nak Evan? Apa yang terjadi dengannya?". Tanya ibu lagi yang terlihat semakin cemas.Ku ceritakan semua yang baru saja ku alami, seketika ibu langsung memelukku dan mencoba menenangkanku."Sabar sayang, mungkin nak Evan lagi sibuk sehingga tidak bisa di hubungi, lagian belum tentu juga yang SMS kamu sepupunya nak Evan, bisa saja itu hanya orang iseng." Jawab ibu sambil mengelus rambutku.Dengan cepat ku hapus air mataku."Benar kata ibu, mungkin hanya orang iseng tapi kenapa hatiku seakan berkata kalau itulah kenyataannya.""Kak Evan, aku menyayangimu aku tak mau kehilanganmu cukup raga kita yang berpisah jauh tapi hati kita jangan."Semenjak saat itu nomor kak Evan tidak bisa lagi di hubungi, hingga suatu h
Ketika sadar ku rasakan sakit di bagian Kepala dan kakiku. Perlahan ku buka mataku semuanya serba putih."Tante Mia ?" Ucapku pelan.Wanita paruh baya itu sedang duduk menangis di sofa sambil memeluk putrinya. Mendengar suaraku iapun bergegas menghapus air matanya dan menghampiriku."Sayang, Alhamdulillah kamu sudah sadar nak, setelah sekian lama koma?" Ucapnya perlahan lalu menghapus air matanya kembali."Koma ?" ucapku heran sambil mencoba mengingat apa yang telah terjadi. Kepalaku tiba-tiba sakit saat mengingat kejadian itu, auw."Iya sayang, kamu koma selama lima hari, jangan terlalu banyak bergerak dulu."ucapnya sambil mengelus rambutku."Tante, ibu dan papaku mana ??".Hening, tak ada jawaban. Mereka hanya saling berpandangan."Tante?" Tanyaku sekali lagi.Wanita itu menghapus air matanya mencoba tegar dan kembali mendekatiku. Sedangkan putrinya kak Rini bergegas keluar ntah kenapa dia, tapi sepintas terlihat
Bagaikan gelas kaca yang terjatuh ke lantai, hati Zahra kini benar-benar hancur berantakan. Luka yang belum sepenuhnya kering karena kehilangan orang tuanya, kini kembali basah karena menyaksikan lelaki yang sangat ia sayangi sedang berpelukan mesra dengan sepupunya sendiri tepat di depan matanya.Tanpa ia sadari, iapun terhempas jatuh kelantai karena kakinya tak bisa lagi menopang tubuhnya."Tuhan, tolong sadarkan aku, mimpi Ini terlalu buruk untukku." ucapnya sambil mencubit tangannya sendiri, berharap ini benar-benar hanyalah mimpi buruknya. "Auw" tangannya sakit, tapi hatinya lebih sakit mengetahui inilah kenyataan yang sesungguhnya."Kenapa Ra ?" tanya Rini sambil melepaskan pelukannya dari lelaki yang memberikannya bunga yang tak lain adalah Evan Saputra kekasih dari sepupunya sendiri.Zahra hanya bungkam, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Tubuhnya bergetar bersama dengan air matanya yang jatuh, ia tak bisa lagi menahannya. Dengan cep
Syurrrr... Guyuran air yang di tumpukan wanita paruh baya tepat di wajahnya membuat Zahra terbangun dari tidurnya. Dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia mencoba membuka matanya. Ia terheran saat melihat tante Mia berdiri di samping tempat tidurnya, memegang sebuah botol plastik bekas yang ia gunakan untuk menyiramnya, wajahnya terlihat tak bersahabat."Tante." Ucap Zahra pelan sambil mencoba bangun dari tempat tidurnya. Namun saat hendak bangun, netranya membesar melihat tubuhnya terbungkus selimut tanpa sehelai kain pun. Ia pun panik dan segera menarik selimut tersebut."Apa yang terjadi Tante ? Di mana aku?." ucapnya ketakutan.Wanita yang sedari tadi menahan emosinya tiba-tiba melayangkan sebuah tamparan ke wajah mulus Zahra."Plak....Kamu bilang apa yang terjadi? Kamu amnesia atau pura-pura lupa ingatan ha?."ucapnya membentuk Zahra."Lihat lihatlah ini, wanita itu menunjukkan sebuah foto kepada Zahra, foto di mana ia te
"Kamu rupanya?".Mendengar ucapan Zahra yang memanggilnya dengan sebutan KAMU membuat darah Evan mendidih. Bagaimana tidak, wanita yang saat ini berada di depannya selalu memanggilnya dengan sebutan KAKAK kini memanggilnya dengan sebutan berbeda. Tapi ia tetap mencoba menahan emosinya, meskipun akhirnya meledak juga."Ternyata ini asli kamu Ra?" Betapa bodohnya aku dulu, Bisa tertipu dengan wajah polosmu. Kamu tidak ada bedanya dengan Kirana, sama saja, sama-sama pengkhianat.Mendengar dirinya di sebut pengkhianat, Zahra sudah tak bisa lagi membendung emosinya. Entah kekuatan dari mana, ia bisa menjawab semua pertanyaan dari Evan bahkan terkadang ia membentak lelaki itu."Kamu bilang apa? Aku pengkhianat hahahaha, lalu dirimu apa? Bertahun-tahun aku menunggumu dengan kesetiaan tapi apa yang aku dapat tak ada kepastian, bahkan berakhir dengan pengkhianatan, kamu kemana saat aku butuh? kamu kemana saat aku rindu? Kamu bahkan tidak lebih dari seorang pengecu
Satu Minggu sudah kejadian pahit itu terjadi. Zahra yang tak lagi punya tujuan hanya tinggal di sebuah kontrakan kecil yang bisa di katakan tak layak huni. Keterbatasan biaya yang memaksanya tinggal di tempat seperti itu. Ia takut kembali lagi ke rumah tantenya. Kini ia tinggal seorang diri meratapi nasib yang entah kenapa makin hari makin menyedihkan."Andaikan saja aku boleh meminta Tuhan, aku tak akan meminta banyak, aku hanya akan meminta saat kecelakaan itu terjadi aku ingin ikut bersama dengan kedua orang tuaku bukan malah selamat seperti sekarang ini."ucapnya pelan sambil memegangi dadanya dan menghapus air matanya yang menjadi saksi bisu kepedihan hidupnya. Hingga akhirnya ia pun tertidur."Zahra." ucap seseorang yang memanggilnya dari belakang.Segera ia membalikkan badannya hendak melihat siapa yang memanggilnya dan betapa bahagianya saat ia mengetahui jika itu adalah orang tuanya. Bergegas ia berlari hendak memeluknya tapi sayang ia tak bisa meraihnya
PoV Evan Part 1Evan Saputra Herlambang. Anak tunggal dari pasangan Airlangga Herlambang dan Lisa Suliswati. Terlahir dari keluarga yang berada membuat hidupnya hampir di katakan sempurna. Menjadi salah satu pemain basket terbaik dengan postur tubuh tinggi dan kulit putih membuat banyak gadis yang antri ingin mendapatkan hatinya. Tapi sayang ia berbeda dari pria lain. Baginya cinta adalah ibadah, kenapa ia mengatakan demikian karena ia sangat menghormati bundanya, menyakiti perempuan sama halnya ia menyakiti hati bundanya, itu sebabnya jika ia memiliki kekasih ia tak pernah melirik gadis lain apalagi sampai mendekatinya. Berawal dari kedatangan siswa pindahan di sekolahnya yang sama-sama kelas sepuluh tapi mereka berbeda kelas, Evan sepuluh satu sedangkan siswi pindahan itu sepuluh 2 di situlah kisah cintanya di mulai."Hay, boleh kenalan?." Ucapnya tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya.Gadis di depannya itu pun segera meraih tangan Evan sambil ter
PoV Evan Part 2Berbulan-bulan semenjak kejadian itu, Evan tak pernah lagi menemui Kirana. Ia selalu menghindar ketika gadis itu menampakkan dirinya. Seperti lelaki pada umumnya, Evan terlihat kuat tapi hatinya sangatlah rapuh. Ia sangat mencintai Kirana tapi apalah daya mempertahankan sesuatu yang bukan miliknya lagi ibarat pungguk merindukan rembulan. Setiap hari ia mencari kesibukan berharap kenangan-kenangan indah itu bisa hilang seiring berjalannya waktu. Hatinya benar-benar rapuh hingga setahun kemudian perlahan namun pasti ia bisa move on dari Kirana dan mencoba membuka kembali hatinya untuk cinta.Tanpa di sengaja, hari itu ia berpapasan dengan seorang gadis yang hendak mendaftar di sekolahnya, hatinya tiba-tiba bergetar. Mencoba memberikan senyuman termanisnya tapi sayang gadis itu tak menghiraukannya malah gadis itu meninggalkannya seorang diri "Kamu benar-benar manis berbeda dengan yang lain."batinnya.Semenjak saat itulah ia diam-diam mengikuti
Wanita paruh baya itu segera mengambil handphonenya yang berada di tasnya. Bergegas ia menghubungi putrinya untuk memastikan keberadaannya saat ini. Sudah berapa kali ia menelfonnya namun Rini sama sekali tak menjawabnya. "Ya Allah Rini, Kamu di mana nak ?". Batinnya sambil memegangi dadanya yang terasa sakit. Ia sangat mencemaskan putrinya itu. Bagaimana jika ada seseorang yang menangkapnya lalu menghakimi putrinya ? "Ah tidak-tidak." Segera ia membuang jauh fikirannya itu. Iapun kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menuju ke ruangan di mana suaminya di rawat. Fikirannya hari ini benar-benar kacau. Terlalu banyak kejadian yang membuat ia ingin menyerah saja. Belum sampai di tujuan, ponselnya berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang ia tunggu-tunggu, yaitu nomor Rini. "Halo sayang, kamu di mana nak?", Ucapnya lembut. Ia tak ingin mengasari anak gadisnya itu karena jika ia melakukannya, resikon
"Hay !" Ucap Rini sambil tersenyum manis.Evan yang berada di posisi depan pun sontak terhempas ke belakang karena kaget. Begitu pun dengan bundanya dan Zahra. Segera ia memegang erat tangan Zahra dan meraih tangan bundanya lalu mereka pun mundur perlahan."Tetap tenang, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian." Ucap Evan menenangkan dua wanita yang berada di belakangnya, meskipun ia sendiri merasa takut. Namun ia tak mau memperlihatkan ketakutannya pada dua wanita yang sangat ia sayangi itu."Ups, maaf ya kalau sudah membuat kalian kaget." Ucap Rini santai."Mau apa kamu Rin ? Apa selama ini kamu tidak puas menyakiti Zahra ?" Tanya Evan tanpa basa-basi."Santai dong sayang, jangan marah-marah dulu, kita ini kan baru bertemu lagi, apa kamu tidak merindukanku ?" Ucap Rini sambil mendekati Evan.Perlahan ia meraba wajah Evan dengan pisau yang ia bawa kemudian ia mencium bibir Evan dengan lembut berharap Zahra akan marah melih
Sesampainya di parkiran Rini bergegas memperbaiki posisi mobilnya lalu kembali duduk di kursi samping pengemudi, takut jika mamanya curiga jika melihatnya."Untung saja mama belum datang, hhmm ternyata begini rasanya jika kita berhasil melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, rasanya sangat menyenangkan hahaha." Ucap Rini sambil tertawa puas."Rini !" Panggil mamanya dari samping mobilnya."Mama, sejak kapan mama berada di situ ?" Tanya Rini panik, ia takut jika mamanya mendengar ucapannya barusan."Baru saja sayang, kamu kenapa, kok wajahnya ceria sekali ?" Tanya wanita paruh baya itu penasaran."Hhmm tidak apa-apa kok mah, Rini cuma senang saja akhirnya bisa keluar dari rumah sakit dan tinggal bareng mama lagi." Ucap Rini beralasan."Oh gitu sayang, ya sudah ayo kita pulang, kamu harus banyak istirahat." Ucap mamanya sambil duduk di kursi kemudi. Kali ini wanita paruh baya itu yang membawa mobil karena keadaan Rini belum terlalu puli
Rini tampak tenang berada di pelukan mamanya. Hanya wanita paruh baya itu yang mengerti akan dirinya. Meskipun sekarang ia bagaikan singa yang kelaparan tapi ia tetap tenang ketika bersama dengan mamanya agar wanita paruh baya itu tidak merasa takut saat dekat dengannya."Ma, maafkan Rini ya, selama ini Rini telah menyusahkan mama." Ucap Rini lembut. Hati kecilnya bergetar melihat mamanya yang begitu tegar. Kali ini ia benar-benar tulus meminta maaf pada mamanya karena ia baru tahu jika yang di alami mamanya sama halnya yang ia alami beberapa tahun yang lalu."Tidak apa-apa kok sayang." Ucap wanita paruh baya itu sambil menahan air matanya."Setelah ini kita mau kemana mah ? Apa kita akan kembali ke rumah lagi, Rini tidak mau tinggal serumah dengan papa." Ucap Rini tegas.Dari awal wanita paruh baya itu memang sudah menduga, jika akhirnya Rini akan membenci papanya setelah ia tahu semuanya. Namun apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, semua telah terja
Hampir satu jam dr.Linda menunggu dr.Rayan sadar dan akhirnya lelaki yang ada di depannya itu mulai membuka matanya perlahan. Memegang kepalanya yang terasa sakit kemudian mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Dr.Linda yang melihatnya pun merasa senang."Dokter, kamu sudah bangun ?" Tanya dr.Linda pelan sambil tersenyum.Bukannya menjawab pertanyaan dr.Linda, dr.Rayan malah bertanya kembali karena ia bingung kenapa tiba-tiba ia berada di ruangan dr.Linda."Dr.Linda, kenapa aku bisa ada di ruanganmu ?" Tanya dr.Rayan sambil mencoba duduk.Segera dr.Linda membantunya untuk duduk dan menjelaskan apa penyebabnya sehingga ia bisa berada di ruangannya."Terima kasih dr.Linda, kamu memang sahabatku yang paling baik, semalam aku sudah tidak bisa lagi mengendalikan diriku hingga mengkonsumsi berbagai macam obat." Ucap dr.Rayan sambil menundukkan kepalanya.Ada rasa nyeri di hati dr.Linda saat mendengar ucapan lelaki yang berada di depannya.
Hampir semalaman Evan tak bisa memejamkan matanya. Ia selalu kepikiran dengan kejadian tadi."Bodohnya aku, aarrhh... Maafkan aku Ra, aku hampir saja menghancurkan masa depanmu." Batin Evan sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.Segera ia berbaring kembali di sofa, memejamkan matanya namun hasilnya tetap nihil, ia tak bisa terlelap hingga pukul lima pagi. Setelah itu barulah ia bisa memejamkan matanya namun baru sebentar ia tertidur tiba-tiba ia terbangun kembali saat mendengar ponselnya berdering berulang kali. Sebuah panggilan masuk dari bundanya."Assalamualaikum bunda." Ucapnya Evan sopan."Wa'alaikum salam sayang, bagaimana kabar kalian, apa kalian baik-baik saja ?" Tanya bundanya."Alhamdulillah kami baik bund, cuma...Evan tak melanjutkan kata-katanya, ia takut jika bundanya mengetahui kejadian semalam ia pasti akan sangat kecewa karena dari dulu wanita paruh baya itu selalu mewanti-wanti anaknya agar ia tidak melakukan hal yang belu
Seketika Zahra menundukkan kepalanya lalu memegang kembali tangan Evan dengan erat."Maaf kak Rayan tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu, aku hanya mengganggapmu sebagai seorang kakak tidak lebih, kamu kakak terbaik yang aku punya, jangan rusak tali persaudaraan kita dengan cinta, aku tak mau jika suatu saat nanti hubungan cinta itu bermasalah kamu akan meninggalkanku atau bahkan membenciku, aku tidak mau kehilangan kamu kak." Ucap Zahra memberi pengertian pada dr.Rayan. Ia berharap semoga saja setelah ini hubungan mereka tidak renggang.Namun saat mendengar pernyataan Zahra, dr.Rayan hanya terdiam. Ada luka perih di hatinya mendengar gadis yang sangat ia cintai menolaknya di depan keluarganya. Tanpa sepatah kata iapun pergi meninggalkan ruangan Zahra dengan perasaan yang sangat kecewa."Kamu.. kamu benar-benar gadis tidak tahu diri." Ucap lelaki paruh baya itu dengan emosi sambil menunjuk-nunjuk ke wajah Zahra.Selepas kepergian dr.Rayan dan papanya,
Seketika suasana di ruangan Zahra menjadi tegang saat dr.Linda melihat kondisi Rini."Sus, tolong panggil perawat yang lain dan ambil brankar untuk membawa gadis ini ke UGD." Perintah dr.Linda pada salah satu perawat yang berada di dekatnya.Dr.Linda sangat panik, ia takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada Rini. Ia tahu betul jika gadis yang berada di depannya itu adalah adik dari dr.Rayan, lelaki yang selama ini ia sukai namun sampai detik ini lelaki itu masih menganggapnya hanya sebatas rekan kerja, tak lebih."Baik dok." Ucap salah satu perawat sambil berlalu.Beberapa menit kemudian perawat wanita yang tadinya pergi kini kembali bersama dua perawat lelaki lainnya. Kedua perawat lelaki itu pun mengangkat Rini ke brankar lalu membawanya ke UGD. Ketika sampai di UGD segera dr.Linda melakukan tindakan.Sementara di ruangan Zahra, gadis itu menangis ketakutan. Ia trauma akan serangan Rini barusan namun meskipun begitu ia tid
Dr.Rayan hanya berdiri terpaku di dekat pintu. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya akan menyaksikan pemandangan yang membuat hatinya terluka. Niat hati ingin menjadi orang yang pertama membuat Zahra bahagia ketika gadis itu sudah sadar, tetapi karena tugas di lain rumah sakit akhirnya ia meninggalkannya tapi dengan pantauan rekan kerjanya, dr.Linda.Saat gadis itu sadar dr.Linda mengabarinya, tapi ia lupa memberi tahu jika ada seorang lelaki yang selalu menemani Zahra ketika ia tugas di rumah sakit lain.Dengan perasaan yang bahagia dr.Rayan pun menuju rumah sakit HARAPAN BUNDA tempat ia bekerja ketika tugasnya selesai di rumah sakit lain. Tak lupa ia membawa buah-buahan dan seikat mawar merah untuk Zahra. Ia berniat untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu. Namun sayang harapan tinggallah harapan, saat ia melihat seorang lelaki tengah bersama Zahra. Mereka bahagia sangat bahagia bahkan ia tak pernah melihat Zahra sebahagia itu.Tulang-tulangnya terasa