Tommy menoleh dan mendapati Riko berdiri di belakangnya dan menatapnya dengan tenang.Tommy tidak berpura-pura baik dan langsung berkata, "Aku nggak suka kamu. Nanti pulang, bilang sama orang tuamu untuk keluar dari sekolah ini."Riko mendengarkan dengan tenang. Dia berjalan ke wastafel dan mencuci tangannya."Kenapa?""Karena aku anggota Keluarga Sunandar, aku adalah pewaris masa depan Grup Rajawali!" sahut Tommy dengan sombong.Di Kota Simaliki, semua orang tahu tentang Grup Rajawali."Kalau kamu sampai cari gara-gara aku, kamu dan orang tuamu pasti akan terusir dari kota ini. Grup Rajawali itu sponsor sekolah ini!""Jadi kalau kusuruh pergi, kamu harus pergi."Riko mengangkat alisnya.Dia tidak tahu, ternyata ayahnya yang bajingan itu ingin memberikan perusahaannya pada orang lain?"Oh."Tommy pun kembali terlihat sombong karena mengira Riko memilih untuk menurutinya.Segera setelah itu, Riko menjawab, "Aku nggak akan pergi."Tommy langsung marah.Dia langsung mengangkat kakinya dan
Reina kira Maxime juga ingat tempat ini dan ingin menggunakannya untuk memaksa Reina mengaku kalau dia tidak amnesia.Faktanya bukan begitu.Telapak tangan Maxime yang besar dengan buku-buku jarinya yang jelas meremas kemudi erat-erat, lalu berujar dengan ekspresi rumit di wajahnya. "Reina, bagaimana kabar anak itu?"Dia masih ingat ketika Jovan memberinya berkas medis Reina, di laporan itu tertulis Reina hamil dua minggu.Selama ini Maxime tidak pernah bertanya karena ingin Reina berinisiatif cerita duluan.Ketika Reina mendengar kata 'anak', pupil matanya pun menyusut. Reina jadi waspada, "Anak apa?"Maxime menghentikan mobilnya dan menatap Reina. Dia merasa sangat tertekan."Aku tahu waktu itu kamu sedang hamil."Matanya yang dalam menatap Reina, seolah ingin menerawang tubuhnya.Reina takut Maxime akan menemukan Riko.Reina tetap merasa takut berhadapan dengan Maxime meski sudah membuat persiapan yang begitu matang. Dia sangat takut Maxime akan merebut Riko dan Riki.Reina memaksa
Waktu Reina datang kali ini, Ekki tidak menghentikannya.Maxime sedang berdiri di depan jendela setinggi langit-langit, merokok sambil memikirkan perkataan Reina kemarin.Dia keguguran dan anak mereka meninggal.Saat pintu kantornya diketuk, Maxime mematikan rokoknya. "Masuk."Reina membuka pintu dan melihat tubuh tinggi tegap Maxime terbalut setelan jas yang rapi dan sedang berdiri tidak jauh dari jendela, membuat sosoknya bersinar di bawah sinar matahari.Reina masih ingat pertama kali dia melihat Maxime 10 tahun yang lalu, sosoknya waktu itu mirip sekali dengan yang sekarang. Waktu itu Maxime juga sedang berdiri di bawah sinar matahari seperti ini dan langsung menarik perhatian Reina.Maxime juga terpana melihat wajah cantik Reina yang terlihat begitu percaya diri.Reina menutup pintu kantor dan berjalan menghampirinya."Pak Maxime, setelah ngobrol denganmu kemarin, akhirnya aku memeriksa masa laluku. Maaf, sepertinya aku sudah salah paham. Kita memang pernah menikah.""Aku mau menj
Maxime tidak menerima undangan itu dan menjawab dengan acuh tak acuh, "Aku sibuk."Marshanda tidak menyangka dia akan menolak begitu tegas.Begitu teringat kembali akan apa yang terjadi antara Maxime dan Reina barusan, Marshanda pun mengepalkan tinjunya kuat-kuat sampai kukunya menancap ke telapak tangannya.Marshanda menekan rasa kesalnya, lalu menoleh pada Reina di sampingnya. "Nana, kamu bisa ikut nggak?""Kebetulan setelah acara peluncuran ada reuni dengan teman-teman kuliah kita. Mungkin kamu bisa ingat sesuatu kalau bertemu mereka."Maxime juga menatap Reina.Karena Reina baru saja memberi tahu Maxime bahwa dia ingin memulihkan ingatannya, tentu Reina tidak bisa menolak ajakan ini dan mengangguk setuju, "Oke."Reina menerima undangan itu dan meninggalkan kantor Maxime.Melihat Reina akan menghadiri acara itu, Maxime pun ikut tergerak.Apalagi Marshanda terus membujuknya, Maxime pun setuju untuk pergi.Marshanda bisa membaca perubahan pada Maxime dan hal ini membuat kebenciannya p
Dibandingkan dengan semua orang yang lain, Maxime tampak jauh lebih tenang.Marshanda kembali menatap Reina, lalu melanjutkan, "Meski aku dan cinta pertamaku harus melalui banyak lika-liku dan gagal menikah, aku yakin pada akhirnya kami akan bersama."Ini adalah peringatan terselubung bagi Reina.Musik mulai dimainkan, lagu baru Marshanda "Secercah Cahaya Dunia" yang menyayat hati pun melantun.Entah kenapa, Reina merasa sedikit familiar saat mendengar aransemen musik ini. Tetapi dia tidak bisa ingat di mana dia mendengarnya."Lagunya sangat bagus, sayang sekali Marshanda merusaknya." Maxime yang berada di sampingnya berkomentar dengan nada rendah.Fokus Reina yang tadinya terpusat pada lagu Marshanda pun terkecoh oleh ucapan Maxime.Meski Marshanda debut sebagai penyanyi, suaranya memang kurang bagus.Maxime menatap Reina dan berkata, "Aku ingat, dulu kamu suka nyanyi."Kalau Maxime tidak bilang, Reina bahkan lupa.Reina memang sudah menyukai dunia musik sejak masih kecil, mungkin dia
Di depan banyak orang, Maxime tidak menyangkal dan mempermalukan Marshanda."Kak Max, nanti ikut pesta juga, 'kan?" tanya Marshanda lagi.Maxime yang masih kesal dengan kata-kata Reina barusan pun dengan sengaja menyetujui Marshanda di depan mata Reina, "Ya."Seluruh lantai hotel bintang lima sudah dipesan.Begitu Maxime tiba, dia langsung dikelilingi oleh Marshanda dan sekelompok anak orang kaya.Sedangkan Reina duduk sendirian.Tiba-tiba, seorang wanita berparas cantik menghampiri Reina."Lihat nggak? Cuma Marsha yang bisa membujuk Pak Maxime.""Yah, mau gimana lagi. Marsha 'kan cinta pertamanya."Reina mengenal orang ini, dia adalah sahabat Marshanda, Jocelyn Hartadi.Reina mengambil segelas anggur, menyesapnya dan berkata dengan acuh tak acuh, "Coba ngaca. Orang yang nggak tahu ceritanya malah bisa mengira kamu yang adalah cinta pertama Maxime."Jocelyn ingin melampiaskan amarah sahabatnya.Tidak disangka perkataan Reina malah balik membungkam mulutnya.Reina tidak ingin mendapat m
Reina menghadapi Marshanda dengan sangat tenang, "Memangnya kamu pikir dirimu sehebat apa? Coba katakan, kapan kamu pernah mengandalkan diri sendiri untuk mencapai titik seperti hari ini?""Kalau bukan karena Keluarga Andara, memangnya kamu bisa selamat?""Kalau bukan karena Maxime, memangnya kamu bisa jadi artis papan atas?"Reina mendekat ke telinga Marshanda, merendahkan suaranya dan berujar dengan nada mengejek, "Jangan pikir aku nggak tahu perbuatan kotor yang kamu lakukan di luar negeri setelah lulus.""Coba, kalau Maxime dan Keluarga Sunandar mengetahuinya, apa mereka akan tetap menerimamu?"Reina sudah membuat persiapan penuh sebelum kembali.Demi berhasil dalam misinya, dia bahkan menyelidiki tentang Marshanda.Setelah diselidiki, Marshanda yang di mata orang-orang memiliki citra sangat polos ternyata hidup kaya raya di luar negeri.Marshanda terhenyak.Dia pikir sudah menyembunyikannya dengan baik, tidak disangka ...."Ternyata kamu nggak hilang ingatan. Percaya nggak, aku ak
"Kenapa?" Alana tercengang."Aku nggak mengajukan hak cipta untuk lagu ini dan dia sudah mengaransemen ulang. Kalau dibawa ke pengadilan, bukti kita nggak cukup kuat untuk membuktikan dia sudah menjiplaknya.""Selain itu, jangan lupa dia didukung oleh Maxime. Pria itu nggak mungkin berdiam diri dan membiarkan Marshanda kalah di persidangan."Selama bertahun-tahun, Marshanda sudah melakukan banyak hal tanpa ragu dan tentu ada yang berani menggugatnya. Tapi lihat saja hasilnya, mereka semua kalah.Kenapa itu bisa terjadi? Tentu karena kuasa hukum Keluarga Sunandar ikut turun tangan dalam kasus yang menyangkut Marshanda.Lagi pula, Reina hanya bisa menggugat secara internasional, ini bukan hal yang mudah."Yah, tapi masa kita biarkan gitu aja?"Reina berjalan ke balkon, melihat pemandangan tak berujung di luar dan berujar dengan tenang, "Kita bukan membiarkannya. Kita hanya menunggu waktu untuk mengumpulkan bukti yang lebih kuat supaya kita bisa menghabisinya dalam satu pukulan."Reina bu
Adrian samar-samar merasakan ada yang tidak beres. Dia meninggalkan pekerjaannya dan pulang ke rumah.Sesampainya di rumah, dia tidak melihat Hanna.Dengan cemas, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Reina.Dia mendapatkan nomor Reina dari Hanna.Jika terjadi situasi khusus, di mana Adrian tidak bisa menghubunginya, dia bisa menghubungi Reina. Tidak disangka, situasi khusus ini benar-benar terjadi.Reina sedang bekerja dan tiba-tiba melihat ada panggilan dari nomor asing. Dia ragu-ragu cukup lama, tetapi tetap menjawabnya."Halo? Dengan siapa ini?""Aku Adrian, pacar Hanna. Apa ini dengan Nona Reina?" Adrian mengatakan siapa dia sebelum bertanya pada Reina.Reina sedikit bingung mengapa Adrian meneleponnya."Ya, ini aku, ada apa?" tanya Reina."Hanna nggak ada, jadi aku mau tanya, apa dia ada bersamamu?" tanya Adrian.Reina terkejut saat mendengar ini. Dia nggak di sini. Kenapa dia bisa hilang?""Aku juga nggak tahu. Perusahaan tempatnya bekerja meneleponku, katanya dia nggak masuk
Hanna sebenarnya pergi dari rumah bukan karena semata-mata ingin hidup bersama Adrian.Dia tidak tahan dengan suasana rumah yang menyesakkan.Orang tuanya selalu mendesaknya untuk menikah atau menceritakan betapa hebatnya anak-anak dari keluarga lain, bagaimana mereka memiliki cucu dan seterusnya.Sekarang, setelah pindah, tinggal bersama Adrian dan mulai bekerja dengan pekerjaan yang normal, dia merasa jauh lebih santai.Dia merebahkan diri dan kembali tidur, tidak tahu bahwa orang tuanya tidak bisa tidur.Malik menghentakkan kakinya dengan tidak sabar. "Lihatlah anak perempuanmu itu."Ines memutar bola matanya. "Jangan lupa kalau dia juga putrimu."Malik tersedak."Kita harus apa lagi sekarang? Kita nggak mungkin diam saja saat melihat putri kita dihancurkan sama Adrian," kata Malik.Ines menghela napas, tidak tahu harus berbuat apa."Kamu tahu sendiri kalau Hanna sangat keras kepala dan nggak akan mau mengubah keputusannya." Ines memandang ke luar pada malam yang gelap. "Apa kita ha
Perasaan Adrian campur aduk saat mendengar Hanna mengatakan itu."Hanna, kenapa kamu begini? Kembali ke Keluarga Sunandar dan tunggu aku selama setahun. Dalam waktu setahun, aku janji bakal melakukan sesuatu buat diriku sendiri biar orang tuamu merestui hubungan kita. Setelah itu, kita bisa tinggal bersama lagi."Dia tidak ingin Hanna terus menderita.Namun, Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak mau."Dia berdiri dan berjalan menghampiri Adrian."Kenapa kamu pikir aku menderita karena hidup begini? Aku nggak berpikir seperti itu. Aku benar-benar ingin bersamamu, aku nggak mau pergi begitu saja. Kamu mengerti?"Hanna memegang tangannya. "Kalau aku kembali sekarang, orang tuaku bakal minta aku pergi kencan buta. Setelah itu, mungkin mereka bakal maksa aku nikah. Kalau sudah begitu, apa kita masih punya kesempatan?""Lagi pula, kamu memulai semuanya dari nol. Nggak peduli apa yang kamu upayakan, kamu nggak akan bisa menyamai keluarga kami. Dalam waktu satu tahun, orang tuaku tetap nggak a
Hanna memeluk Adrian dengan erat dan menggigitnya dengan keras.Pria itu merasakan sakit dan langsung tersadar, lalu mendorong Hanna.Tiba-tiba terdorong olehnya, tubuh Hanna goyah dan dia jatuh ke arah punggung Adrian.Mata Adrian menegang saat melihat ini. Dia mengulurkan tangan untuk meraih tubuh Hanna, memeluk pinggangnya agar tidak jatuh ke lantai."Kamu nggak apa-apa?" tanya Adrian.Hanna melihat kekhawatiran di matanya dan sudut mulutnya terangkat naik, lalu dia menjawab, "Kamu benar-benar mau putus denganku? Lihat dirimu sekarang, kamu sekhawatir itu padaku."Tatapan Adrian sedikit bergetar, lalu melepaskan Hanna setelah dia bisa berdiri dengan benar."Aku cuma nggak mau kamu jatuh.""Benarkah?"Hanna melangkah ke hadapannya dan merangkul pinggang kecilnya."Kamu ngapain?" Darah di sekujur tubuh Adrian mendidih."Nggak, kok. Aku merasa kesal karena diusir sama kamu, padahal aku sudah memutuskan hubungan dengan orang tuaku dan mengorbankan banyak hal untukmu." Hanna memeluknya l
Tenggorokan Hanna sedikit sakit. Dia meremas piring makan di tangannya dan meletakkannya di atas meja."Kita sudah pacaran lama, apa kamu nggak merasa terlambat karena baru bilang kalau kita nggak cocok?" kata Hanna dengan mata merah.Adrian terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Hanna melanjutkan, "DI bagian mana kita nggak cocok? Bilang yang jelas. Kalau semuanya jelas, baru kita putus."Bibir tipis Adrian terkatup rapat. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya menjawabnya."Kita punya pandangan yang berbeda, terutama soal nilai."Hanna mengira yang dimaksud Adrian adalah tindakan Hanna yang menghabiskan banyak uang dan memesan banyak makanan. Jadi, dia menjelaskan, "Alasanku menghabiskan banyak uang dan memesan banyak makanan karena aku nggak tahu kalau harganya mahal. Tapi, sekarang aku sudah ngerti."Dia menunjuk makanan yang dibawanya dari meja."Hari ini aku makan sama Sisil dan total tagihannya nggak sampai satu juta. Aku juga bawa pulang beberapa makanan yang nggak habis. Sela
Sisil ingin terus bekerja, tetapi Reina menyuruhnya pulang dan beristirahat.Dia sedang hamil dan akan menikah, jadi tentu saja dia perlu istirahat.Sisil merasa bosan dan pergi berbelanja dengan Hanna.Hari ini Hanna sedang libur, jadi dia meregangkan badannya dengan lelah. "Sisil, aku baru sadar kalau pekerjaan ini sangat melelahkan."Sejak mendapatkan pekerjaan, Hanna bangun jam tujuh pagi setiap hari, mulai bekerja jam delapan. Dia seharusnya sudah bisa pulang kerja jam lima sore, tetapi karena semua orang lembur, jadi dia juga harus tetap tinggal juga untuk lembur.Begitu lembur, dia pasti baru akan selesai sampai jam sembilan hingga jam sepuluh malam.Dia pulang ke rumah dan baru bisa mulai istirahat jam sebelas setelah mandi dan yang lain-lain. Dia tidak punya waktu yang cukup untuk istirahat."Bagaimana kalau begini saja, kebetulan aku mau nikah, jadi minta izin cuti. Mungkin kamu bisa bantu kerjaan Bos." Sisil menawarinya untuk menjadi asisten Reina.Hanna langsung menggelengk
Reina agak terkejut saat mendengar Joanna mengatakan ini.Ternyata seluruh biaya rumah di sini ditanggung oleh Joanna seorang diri. Ini terlalu tidak adil."Tante, aku salah, jadi tolong jangan melampiaskan kekesalan Tante padaku."Melisha tidak bodoh. Dia tahu bahwa jika dia benar-benar menuruti perkataan Joanna dan benar-benar pisah keluarga, dia pasti harus mengurus rumah sendiri. Kalau itu terjadi, banyak hal yang akan membebaninya. Bukan hanya itu saja, uangnya mungkin juga akan habis.Joanna tersenyum tanpa beban. "Melisha, lebih baik bicarakan sama ayah mertuamu. Kalau kamu nggak bilang, aku tetap akan cari waktu buat mengatakannya."Mendengar ini, Melisha hanya bisa menganggukkan kepalanya."Baiklah."Joanna menoleh ke arah Reina dan berkata, "Nana, ayo masuk.""Ya."Reina mengangguk.Keduanya masuk ke dalam rumah bersama-sama, sementara Melisha memperhatikan kepergian keduanya dengan marah sekaligus iri.Kenapa Reina memiliki ibu mertua sebaik Joanna, sementara ayah mertuanya
Keluarga Sunandar sebenarnya tidak pernah memisah-misahkan anggota keluarga mereka yang sudah memiliki keluarga sendiri. Karena istri Aarav tidak ada, jadi semua urusan di dalam rumah diserahkan kepada Joanna.Jadi, para pelayan, sopir, pengasuh dan pekerja lainnya, mereka berada di bawah kendali Joanna.Melisha langsung marah saat mendengar sopir itu mengatakan akan mengantar Tommy setelah dia selesai mengantarkan Riki dan Riko.Sudut mulutnya tertarik, dia berpura-pura marah, "Tante Joanna nggak adil sekali. Aku sama Tommy juga bagian dari keluarga ini, kenapa dia minta sopir nganter cucu menantunya dulu? Lagi pula, sopir di rumah juga nggak cuma satu."Pengemudi itu mendengar hal ini dan langsung berkata kepada Melisha."Semua sopir lain ada keperluan hari ini, jadi hanya saya yang masuk. Kalau nggak, Nyonya Joanna nggak akan meminta saya mengantar Den Riki sama Den Riko dulu, baru mengantar Nyonya sama Den Tommy."Wajah Melisha menegang lagi.Dia kesal, tetapi tidak mungkin melampi
Ekspresi di wajah Morgan berubah saat mendengar Riko mengatakan bahwa Talitha adalah putrinya.Meskipun itu adalah perubahan suasana hati yang sangat kecil, Riko tetap menyadarinya."Riko, siapa yang bilang kalau aku ayah Talitha?" tanya Morgan.Riko menjawab, "Nggak dikasih tahu pun aku tahu."Dia berbicara ceplas-ceplos.Riki yang ada di sampingnya merasakan dengan jelas bahwa ada arus gelap di meja makan.Dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan sarapan, tidak berani menatap keduanya.Dia sedikit bingung kenapa kakaknya sengaja berusaha membuat Om Morgan marah.Morgan baru akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba Reina dan Maxime datang.Reina agak terkejut saat melihatnya. Namun, keterkejutan itu hilang dengan cepat dan dia pun duduk, makan bersama kedua anaknya.Maxime juga duduk, tepat di seberang Morgan.Morgan memperhatikan mereka untuk waktu yang lama sebelum mengalihkan pandangannya.Sarapan berlalu dalam keheningan.Setelah makan, Reina mengantar Riki dan Riko ke mobil untuk perg