Keesokan harinya, akhir pekan.Begitu bangun, Tommy diantar masuk ke dalam mobil oleh Melisha. Tommy akan diantar ke rumah guru lain untuk les.Dia duduk di dalam mobil, masih tertidur.Di tengah perjalanan, dia mendengar dering di jam tangan ponselnya.Tommy membukanya dan melihat bahwa ponselnya penuh dengan pesan dari teman-teman sekelasnya, bahwa mereka telah sampai di rumah Riki.Matanya menatap iri, hatinya ingin sekali pergi ke rumah Riki dan bermain dengan teman-teman sekelasnya.Karena salju turun dengan deras, sopir melajukan mobil dengan pelan.Dia akan tiba di rumah gurunya, tetapi ada kemacetan lalu lintas, jadi dia tidak bisa sampai di sana tepat waktu.Sopir jadi sedikit cemas."Bagaimana ini? Kalau tunggu sampai nggak macet, kita pasti terlambat."Mendengar itu, Tommy memikirkan sesuatu dan berkata, "Aku jalan sendiri saja ke sana.""Hah? Mana bisa begitu. Nyonya bilang saya harus mengantar Den Tommy rumah guru les di sana." Sopir itu menggelengkan kepalanya.Tommy mena
Kediaman Keluarga Sunandar.Hari ini, ada beberapa anak kecil yang terlihat. Sisil cukup menyukai anak-anak dan bermain dengan mereka.Reina menyuruhnya untuk berhati-hati.Bagaimanapun juga, dia sedang hamil dan tidak baik jika sampai menabrak mereka.Untungnya, anak-anak itu sangat patuh dan ramah, jadi mereka semua bermain bersama.Namun, kedamaian dan ketenangan itu segera buyar.Tommy juga datang bersama beberapa anak kecil yang baru saja tiba. Tidak lupa, dia menyapa ke arah kerumunan.Wajah Alfian langsung berubah dingin saat melihatnya. "Kenapa Riki dan Riko juga mengundangnya?"Di sampingnya, teman satu mejanya yang bernama Lily menggelengkan kepala. "Nggak tahu."Tommy juga memperhatikan kedua orang itu dan langsung berjalan ke arah mereka."Alfian! Kamu juga ada di sini?"Setelah mengatakan itu, tatapannya tertuju ke arah Lily. "Kamu Lily?"Lily mengangguk, agak takut padanya.Alfian menarik Lily ke belakangnya. "Mau apa kamu?""Aku datang karena mau main, memangnya mau ngap
Sisil tidak bisa menahan diri lagi dan memukul pantat Tommy.Mata Tommy terbelalak tidak percaya."Kamu ... kamu berani memukul pantatku!""Aku memukulmu, kenapa memangnya? Kamu mau balas memukulku?" Sisil menjulurkan lidahnya ke arah Tommy.Tommy sangat marah, menghampiri Sisil sambil mengangkat tinjunya.Sisil bahkan bisa mengalahkan pria biasa, jadi bagaimana mungkin dia takut pada anak kecil seperti Tommy?Dia mencengkeram pergelangan tangan Tommy dengan satu tangan, lalu dengan tangan lainnya mengangkat bagian belakang kerah bajunya."Kalau aku nggak salah tebak. Riki sama Riko pasti nggak ngundang kamu ke sini. Pulanglah ke rumahmu."Murid-murid yang hadir hampir bertepuk tangan saat melihat Sisil memberi pelajaran pada Tommy.Murid pindahan ini sangat dibenci. Dia sangat sombong dan suka memerintah di sekolah. Sekarang, di rumah orang lain, dia masih saja bersikap sombong.Tubuh Tommy menggantung di udara, lalu dia meronta ketakutan, "Cepat turunkan aku!""Aku nggak akan menurun
Sisil hanya ingin memberi pelajaran pada anak nakal ini, tetapi dia tidak mengira akan dipergoki oleh Melisha, yang menganggapnya akan mencelakai anaknya."Nyonya Melisha, jangan salah paham. Anak Nyonya mengganggu anak yang lain, jadi aku menegurnya. Tapi, dia malah marah-marah, jadi aku ...."Dia berkata sambil menurunkan Tommy.Dia tidak takut pada Melisha, dia hanya khawatir kejadian hari ini akan menimbulkan masalah bagi Reina. Itulah sebabnya dia memberi penjelasan.Sebelum Sisil menyelesaikan penjelasannya, Melisha memotongnya."Apa ini alasanmu melakukan itu pada anakku? Dia masih kecil, apa yang dia tahu? Sebaliknya, kamu sudah dewasa dan sangat keterlaluan melakukan ini sama anak kecil."Sisil tidak tahu harus berkata apa. Bukankah anak nakal sepertinya pantas mendapatkan hukuman seperti ini?"Kalau kamu pikir apa yang aku lakukan keterlaluan, kamu harus mendidik anakmu sendiri," kata Sisil tanpa merendahkan.Melisha awalnya mengira Sisil akan takut, tetapi dia tidak menyangk
Melisha sangat marah saat mendengar perkataan Sisil. Dia menunjuk hidung Sisil dan berkata pada Reina, "Kamu lihat itu? Dia sesombong ini, mana mungkin aku melepaskannya begitu saja?"Awalnya Melisha tidak menyukai Reina dan hanya ingin memojokkan Reina.Sekarang, Sisil bahkan berani melakukan sesuatu kepada putranya, bagaimana mungkin dia melepaskannya begitu saja?Reina ingin mengatakan sesuatu yang lain, tetapi Sisil menghentikannya."Bos, biar aku saja. Aku nggak apa-apa, nggak masalah kalau aku dipenjara beberapa hari."Reina juga tahu bahwa tidak peduli seberapa banyak dia memohon, Melisha tidak akan melepaskan Sisil. Sebaliknya, dia akan menjadi lebih puas.Sisil akhirnya dibawa ke kantor polisi.Ketika Melisha akan pergi, dia berkata kepada Reina, "Nana, jangan menganggapku kejam. Kita sama-sama seorang ibu, jadi ibu mana yang nggak peduli sama anaknya? Kalau anakmu diganggu seperti itu, kamu pasti juga akan melakukan hal yang sama denganku."Reina terdiam dan tidak menjawab.K
Reina mengetahui berita ini dari Mandy.Sekarang, dia tidak bisa membebaskan Sisil."Om Mandy, tolong bantu kami menyelidiki masallah ini. Sisil benar-benar nggak menyakiti Tommy."Pengacara yang bernama Mandy mengiakan, "Nana, jangan khawatir, aku akan menyelidikinya dengan benar.""Ya."Reina menganggukkan kepalanya, tetapi masih gelisah.Dia tahu dengan jelas orang seperti apa Melisha itu. Sekarang, dia dengan mudah mendapatkan kesempatan, bagaimana mungkin dia melepaskan Sisil begitu saja?Reina pergi menemui Sisil.Sisil tidak terlihat panik. "Bos, jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Bukankah aku di sini hanya dua hari? Aku nggak takut, kok."Reina tidak berani mengatakan bahwa hukumannya bukan cuma dua hari.Menurut laporan cedera yang diberikan oleh Melisha, Sisil harus mendekam di penjara setidaknya selama setengah tahun."Hmm, aku pasti akan mengeluarkanmu," kata Reina.Sisil mengangguk mengerti. Seakan teringat sesuatu, dia menambahkan, "Bos, jangan kasih tahu Deron, ya
"Masalah duniawi memang nggak bisa ditebak," kata Reina.Maxime mengusap tangannya dan mengangguk setuju."Bagaimana dengan anak?" Reina bertanya lagi."Dia membawanya ke Kota Simaliki. Sekarang, anak itu diasuh sama Nenek dan Kakeknya," jawab Maxime.Mendengar itu, Reina tidak tahu harus berkata apa.Githa benar-benar sangat mencintai Yansen. Demi Yansen, dia mempertaruhkan nyawanya sendiri agar bisa mempertahankan anaknya.Namun, kini anak itu lahir tanpa serang ibu dan terpaksa harus diasuh oleh kakek dan neneknya.Seandainya Githa bisa mengetahui semua ini, apakah dia akan memilih jalan itu?"Max, apa menurutmu Yansen akan menikah lagi?" Reina tiba-tiba bertanya.Reina sudah melihat terlalu banyak orang yang realistis dan tidak berperasaan di dunia ini.Maxime terdiam dan tidak menjawabnya."Nana, aku nggak bisa jawab pertanyaanmu ini. Hati manusia sulit ditebak," kata Maxime dengan jujur."Jadi bagaimana kalau itu aku?" Reina tidak tahu apa yang salah dengan dirinya, dia tiba-tiba
Reina tidak menyalahkan Sisil sama sekali."Nggak usah bilang begitu. Kalau saat itu aku ada di sana, aku juga akan memberi pelajaran kepada Tommy. Jadi, apa yang kamu lakukan sudah benar."Yang salah adalah masyarakat saat ini, di mana ada uang, mereka jadi keras kepala."Hmm." Sisil mengangguk.Dia tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi tetap merasa tidak nyaman. Dia sangat merasa bersalah.Akhirnya mereka tiba di rumah.Sisil duduk di sofa ruang tamu bersama Reina dan menunggu Maxime pulang....Kediaman Keluarga Sunandar.Maxime kembali dan langsung masuk ke dalam rumah Tommy.Melisha kebetulan turun dari lantai atas dan bingung saat melihat Maxime. "Max, kenapa kamu ke sini? Kamu cari siapa?"Maxime menatapnya dan langsung bertanya tanpa berbelit-belit."Di mana Tommy?"Mendengar bahwa Maxime sedang mencari Tommy, Melisha mengerti bahwa itu karena apa yang terjadi hari ini.Dia mengadang di depan Maxime. "Max, kamu harus mengajari Reina. Karyawannya sampai berani menggertak keponak
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba