Rizki langsung menolak tanpa berpikir, "Nyonya ngomong apa? Aku itu bukan pria terhormat, siapa yang mau menikah sama aku? Lagian, aku nggak kepikiran buat menikah sih."Mana ada orang yang tidak mau memulai sebuah keluarga sendiri?Liane menghabiskan sebagian besar waktu hidup untuk mencari putrinya.Dia menghela napas tak berdaya dan mengatakan yang sebenarnya, "Rizki, umurku sudah nggak lama lagi."Ucapan Liane seperti petir yang menyambar Rizki.Rizki membelalak tidak percaya."Nyonya ngomong apa? Kok nggak bisa hidup lama? Jangan mikir sembarangan."Liane sangat berpikiran terbuka dan tersenyum, "Aku nggak asal ngomong kok, dokter yang bilang gitu. Dia bilang dengan kondisiku sekarang, bisa hidup lebih dari dua tahun saja sudah sebuah mukjizat."Tangan Rizki yang mendorong kursi roda spontan menegang, wajahnya yang tegas kehilangan wibawa dalam sekejap."Dokter itu ngawur! Nanti aku bakal nanya sendiri sama mereka, kalau mereka nggak sanggup, kita ganti dokter."Liane menoleh mena
Tak lama kemudian, datanglah sebuah mobil mewah di depan mereka.Reina melihat Joanna datang bersama si kembar yang masih kecil."Bu."Joanna tersenyum dan mengangguk, "Nana."Liane perlahan membuka matanya.Joanna langsung berjalan mendekat, "Halo, besan."Joanna dan Liane pun langsung mengobrol dengan akrab.Reina kebetulan juga menemani keempat anaknya bermain."Mama ...."Leo dan Liam belum bisa bicara lancar.Reina senang sekali mendengar celotehan si kembar.Tiba-tiba ponsel Reina berdering, Alana meneleponnya."Nana.""Ada apa?""Bisa nggak kamu datang ke rumah Keluarga Tambolo?" bisik Alana.Reina sadar ada yang tidak beres dan langsung setuju, "Oke, aku ke situ sekarang."Reina memberi tahu Joanna dan Liane, lalu pergi ke rumah Keluarga Tambolo.Melihat Reina hendak pergi, Riko pun berkata, "Ma, aku temani.""Oke."Reina dan Riko naik mobil menuju Keluarga Tambolo.Alana sudah dari tadi menunggu Reina di gerbang rumah. Begitu melihat Reina dan Riko datang, dia menghela napas l
Riko tidak keberatan diusir dan dengan patuh kembali ke kamarnya.Apalagi dia sudah tahu sebagian besar rahasia Alana dan ibunya.Saat Alana berduaan saja dengan Reina di ruang tamu, dia akhirnya berkata, "Nana, aku belum kasih tahu Jovan dan kakek kalau aku hamil.""Kenapa kamu nggak bilang aja sekarang?" Reina menatap Alana dan samar-samar bisa melihat tanda-tanda kehamilan.Alana meremas tangannya, "Aku selalu merasa sikap Jovan itu berubah-ubah sama aku. Apalagi anak orang kaya kayak dia, sejujurnya aku nggak percaya sama dia."Selama ini Alana hanya pernah sekali saja jatuh cinta dan hubungan ini hampir membuatnya terpuruk.Meski sekarang sudah menikah, dia sangat waspada."Tapi kita nggak bisa menyembunyikan masalah ini." Reina memberikan komentar jujur."Ya."Alana menghela napas, dia menatap Reina, "Nana, katanya kamu sama Riko mau pergi ke ibu kota? Aku boleh ikut nggak?""Hah?"Reina tercengang, "Mau ngapain kamu ke ibu kota?""Ya aku bilang aja dapat kerja di sana, terus bal
"Alana, Kakek lupa ngasih tahu, hari ini adalah hari peringatan kematian orang tua Jovan," kata Tuan Besar Jacob.Alana membelalak tidak percaya.Akhirnya Alana paham apa yang terjadi pada Jovan hari ini."Tahun lalu juga kayak ini."Tahun lalu, Alana sama sekali tidak peduli dengan Jovan, jadi dia tidak menanyakan hal itu padanya.Tuan Besar Jacob menghela napas, "Jovan masih terlalu kecil waktu orangtuanya meninggal, kejadian itu membuatnya trauma."Tuan Besar Jacob terdiam sesaat dan melanjutkan, "Alana, apa boleh bantu Jovan?"Alana mengernyit tidak mengerti, "Gimana aku bisa bantu dia?""Kakek bisa lihat, Jovan itu suka sama kamu. Boleh nggak kamu temani dia jalan-jalan, supaya dia nggak mengurung diri di kamar. Dia tuh memang kelihatan riang dan suka ngomong sembarangan, tapi sebenarnya hatinya sangat rapuh. Dia butuh teman dan diajak ngobrol." Tuan Besar Jacob menjelaskan.Setelah mendengar cerita Tuan Besar Jacob secara keseluruhan, Alana jadi bersimpati pada Jovan.Ibu Alana j
Tuan Besar Jacob tahu Riko cerdas dan dewasa, tapi dia tidak menyangka Riko sedewasa ini."Kalau gitu Kakek buyut kasih tahu, tapi jangan sampai Tante Alana dan Om Jovan tahu, oke?"Riko ragu-ragu cukup lama, sampai akhirnya mengangguk, "Oke."Baru setelah itu Tuan Besar Jacob memberi tahu tentang kondisi kesehatannya.Sebenarnya kondisi kesehatan Tuan Besar Jacob memang kurang baik, aritmianya belakangan ini makin sering kambuh dan dari pemeriksaan di rumah sakit, dia memang bisa meninggal mendadak.Namun karena Tuan Besar Jason selalu bersemangat dan penuh percaya diri, orang-orang pikir dia hanya berpura-pura sakit."Kakek buyut kenapa nggak kasih tahu Tante Alana dan Om Jovan?" Riko jadi ingat bagaimana Jovan mengeluh tentang betapa rewelnya Tuan Besar Jacob beberapa hari yang lalu.Kalau Jovan tahu Kakek Jacob benar-benar sakit, dia pasti tidak akan bersikap seperti itu.Alana juga.Alana sudah hamil dan Tuan Besar Jacob akan punya cicit, tapi sampai sekarang Tuan Besar Jacob belu
Alana menyetir tanpa arah karena Jovan tidak memberikan alamat tujuan.Jadi, Alana hanya menyetir mengikuti jalan.Jovan yang biasanya cerewet, hari ini sangat pendiam. Dia terus melihat ke luar jendela, entah apa yang dia pikirkan.Alana ingin menghibur Jovan beberapa kali, tetapi pada akhirnya kata-kata itu tidak bisa keluar dari mulutnya.Alana bukan orang yang pandai menghibur orang lain, dia berharap Jovan bisa membaik sendiri."Nanti di depan belok kanan." Jovan akhirnya buka mulut."Oke."Alana langsung mengiyakan.Setelah mengikuti instruksi Jovan, mobil mereka tiba-tiba masuk ke jalan kecil yang sangat sepi.Dari kejauhan, Alana bisa melihat kuburan di tengah gunung."Oke, berhenti," kata Jovan."Oke."Setelah menghentikan mobil, Jovan turun dari mobil terlebih dahulu.Alana juga ikut turun lalu berjalan ke sisi Jovan."Ini tempat apa?""Ini area pemakaman Keluarga Tambolo," jawab Jovan.Alana membuntuti Jovan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Setelah melewati banyak batu ni
Jovan terkejut.Selama ini di rumah, Alana selalu minta koki masak makanan dan itu hanya makanan biasa, tidak pedas sama sekali.Alana memasukkan daging sambil berkata, "Kamu tahu nggak, kalau suasana hatiku lagi nggak bagus atau lagi bagus banget, justru aku malah nyari makanan pedas.""Memangnya ngefek?" Jovan mengernyit bingung."Cobain aja kalau nggak percaya. Aku merasa pedas membuat seluruh tubuh serta pikiranku jadi rileks."Alana bicara sambil mengambilkan daging yang sudah matang dan menaruhnya di piring Jovan.Jovan tidak menolak kebaikan Alana, dia pun memasukkan daging itu ke mulutnya.Jovan langsung minum air."Ya ampun ini pedas banget! Jangan sering-sering makan kayak gini, nggak bagus buat kesehatanmu."Alana mengangguk mengerti, "Iya, iya aku tahu. Cuma sesekali aja kok."Karena sedang hamil muda, Alana tidak bisa makan banyak pas di rumah. Tapi hari ini rasa makanan rebusan ini terasa sangat enak, Alana pun bisa makan banyak."Ayo, makan lagi. Nggak apa-apa, nanti jug
"Kenapa? Kamu mau punya anak?" Jovan bertanya seperti pria yang bodoh.Mana mungkin Alana menjawab pertanyaan ini?Alana mengernyit, "Ya nggak lah. Lagian aku juga nggak bisa ngerawat anak, jadi mending nggak usah deh."Saat menjawab, Alana spontan meremas ujung selimut.Jovan merasa kecewa.Jovan pikir Alana sangat menyukai anak-anak, itu sebabnya dulu selalu bawa Riko ke mana-mana.Malam itu keduanya tidak merasa bahagia, tenggelam dalam pikiran masing-masing.Alana berguling-guling cukup lama dan tidak kunjung bisa tidur. Dia memutuskan akan bicara dengan Tuan Besar Jacob tentang perjalanan bisnisnya esok hari.Pagi hari itu.Alana bangun pagi-pagi sekali. Jovan juga sudah bangun dan jelas terlihat lebih energik dari kemarin, seperti tidak punya beban pikiran sama sekali."Kamu sudah bangun? Kapan kita makan rebusan lagi?" Jovan mau menghabiskan lebih banyak waktu bersama Alana.Alana menjawab dengan malas-malasan, "Tunggu tahun depan ya."Tuan Besar Jacob terlihat bingung."Alana,
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim